" Let me tell you this: if you meet a loner, no matter what they tell you, it's not because they enjoy solitude.
It's because they have tried to blend into the world before, and people continue to dissapoint them."
- Jodi Picoult
-Americano-
Prologue
Musim gugur di Konoha tahun ini terasa lebih menusuk kulit. Sambil menaikan kerah jaketnya, seorang pria mengutak-atik ponsel layar sentuhnya dengan tidak sabar. Kata "Naruto" dan "telat" dalam satu kalimat memang sudah tak jarang dalam kepala laki-laki berambut hitam itu. Ia sudah antusias mendengar alasan apa lagi yang sahabatnya itu akan berikan. Tak lama kemudian ponsel yang ia beli dari gaji pertamanya dulu sebagai penjaga minimarket itu berbunyi. Uchiha Sasuke pun mengangkat dering panggilan itu sambil berdecak lidah.
"Naruto." Jawab pria berumur 24 tahun itu dengan nada tidak ramah. Setelah menunggu di depan stasiun selama 30 menit dari waktu perjanjian, kata 'ramah' sangat jauh di benak Sasuke.
"Sudah di jalan kok!" Sasuke mendengus, terlihat sekali dari nada bicaranya kalau pria berambut pirang itu baru saja terbangun dari mimpi, "Kau harus tahu beratnya jadi-"
"Simpan alasanmu, idiot. 5 menit di sini atau kutendang bokongmu di depan umum."
Anak termuda dari keluarga Uchiha itu langsung menutup ponselnya dengan wajah kesal. Orang-orang sekitar dapat merasakan aura membunuh yang terpancar dari pemuda yang tergolong tampan tersebut. Setelah memasukan ponselnya ke kantong dan mengencangkan tali tasnya, Sasuke beranjak dari tempatnya berdiri dan mencari sesuatu yang bisa meredakan amarahnya.
Ia membutuhkan segelas Americano hangat secepatnya.
XXxxXX
Haruno Sakura hanya bisa menghela napas panjang. Insiden kemarin malam yang mengorbankan waktu tidurnya membuat salah satu dokter ibu dan anak terkenal di Konoha itu tidak bisa berkonsentrasi seharian. Bukannya mau menyalahkan teman sekamarnya, tetapi kisah cinta Yamanaka Ino yang jarang berbuah manis itu memang mengganggu jadwal istirahat gadis berambut merah muda tersebut. Saking lelahnya, gadis bahkan tidak peduli dengan apa yang ia kenakan hari ini. Sebuah sweater hijau muda pemberian ibunya tercinta dipadukan dengan celana denim berwarna putih tulang yang ia kenakan dua hari yang lalu. Menjadi seorang dokter berarti kebersihan adalah hal nomor satu. Dengan menggunakan pakaian yang belum dicuci, Sakura merasa gagal menjalani profesinya itu.
Tak lama kemudian, orang yang membuat dirinya kelelahan seharian itu akhirnya menampakkan batang hidungnya. Dari tangannya dapat tercium bau minuman yang mungkin bisa menambah stamina Sakura. Americano bukanlah sejenis kopi biasa. Banyak orang yang menyalahpahamkan rasanya yang pahit dan membekukan lidah itu sebagai rasa yang tidak bersahabat dengan lidah. Namun bagi Sakura, kopi itu memiliki cita rasa dan sejarah tersendiri. Sahabatnya memang tahu betul cara apa saja yang bisa melunakan dokter muda tersebut, apalagi jika ia yang memulai masalah. Walaupun begitu, Sakura tidak akan menukarkan Yamanaka Ino dengan harta semahal apapun.
"Kau sudah tidak marah lagi denganku kan?" ucap gadis berambut pirang itu sambil memberikan benda ajaib yang bisa meredakan amarah Sakura dengan cepat.
"Sampai membelikan inidari kedai kopi kesukaanku?" dengan cepat sang dokter meraih minuman favoritnya dari genggaman teman sekamarnya, "Mungkin aku lebih berharga dari egomu, Ino."
"Eits, jangan besar kepala dulu ya!" ketus Ino sambil duduk di sofa merah yang berada di pojok kiri ruang kantor Sakura, "Kalau aku tidak pergi ke kedai yang jauh itu, mungkin aku takkan bertemu pangeran tampan yang jatuh dari langit."
Sakura menyesap segelas kopi andalannya sambil mengabaikan celotehan teman sejatinya itu, yang tentu membuat Ino sedikit sebal karena tak mendapat respon yang ia inginkan. Baru saja seteguk, dokter jenius itu sudah merasakan pusing kepala yang dari pagi ia rasakan mulai pergi jauh-jauh darinya
"Kau tak tertarik, dahi lebar?"
"Hmm, biar kutebak." respon Sakura dengan nada mengejek, "Tinggi, kulit putih, rambut hitam asli. Tipe pria tampanmu itu tak pernah mengesankanku sedikitpun, Ino gendut."
Yang diejek hanya bisa merengut kesal, "Kau memang gadis paling asik yang pernah kutemui, Sakura."
"Pujianmu membuatku melayang, pirang."
"Pernah mendengar kata 'sarkas'?" gerutu Ino sambil kembali menyesap Frappucino yang sudah dingin, "Tapi aku serius Sakura, dia pria tertampan yang pernah kutemui di dunia. Aku bahkan merasa dosa menatapnya lama-lama."
Merasa kasihan dengan rasa antusias Ino yang tak sedikitpun mempengaruhinya, Sakura beranjak dari kursi kerjanya dan menempati tempat kosong di sebelah Ino. Setelah Americano miliknya habis, ia membutuhkan distraksi lain yang bisa meredakan rasa lelahnya dan mungkin meladeni sahabat gadisnya ini adalah pilihan yang tepat. Ino dan Sakura adalah dua wanita dengan kepribadian yang sangat bertolak belakang. Di saat Ino lebih menyukai pakaian yang memperlihatkan 'aset' tubuhnya, Sakura adalah tipikal gadis cuek yang tidak terlalu peduli dengan fashion dan kecantikan. Bagi Ino, tampil cantik di hadapan publik adalah suatu keharusan bagi seorang gadis. Ia tak akan ragu untuk diet mati-matian setelah semalaman mengkonsumsi pizza di malam minggu. Sementara Sakura adalah seorang feminis tulen, tak mau direndahkan oleh pria begitu saja. Harga diri seorang wanita tidak bisa diremehkan begitu saja. Wanita harus tampil kuat dan berani supaya tidak dilecehkan pria. Sifat Sakura yang serius memang terkadang membuat Ino lelah, begitu juga sebaliknya. Namun, persahabatan mereka tidak pernah goyah semenjak kala pertama bertemu. Memiliki perbedaan sifat tidaklah menghalang mereka untuk berteman, justru dengan perbedaan yang ada, Ino dan Sakura saling melengkapi satu sama lain.
Sambil bertopang dagu, Sakura memberikan ekspresi 'tertarik' dalam cerita Ino dan pangeran-tertampan-di-dunia-yang-ia-temukan-di-kedai-kopi, "Bersyukurlah aku berbaik hati meluangkan waktu sibukku untuk mendengarkan ceritamu, Ino."
"Kau akan menyesal tidak mendengar ceritaku, dahi lebar!" ujar gadis yang memiliki bola mata sebiru samudra itu dengan nada semangat, "Jadi aku sedang mengantri untuk membelikanmu minuman pahit – berhenti melototiku, Sak – dan aneh itu. Disaat aku sedang mengecek inbox surelku, ya mungkin saja Sai-kun menyesal telah meninggalkanku begitu saja di toko baju. Padahal aku cuma ingin melihat koleksi baju musim gugur yang – "
"Ino.."
"Iya, iya! Nah, tiba-tiba saja seorang pria gendut menyenggolku dari antrian! Dan kau tahu hal yang membuatku kesal adalah si gempal itu bahkan tidak meminta maaf, malah asyik mengunyah keripik kentangnya! Bisa-bisanya dia menyenggol gadis cantik sepertiku tanpa merasa bersalah!"
"Mungkin pria itu tidak melihatmu seperti seorang gadis." Sindir Sakura sambil tertawa kecil. Ino membalas gurauan tak lucu itu dengan tatapan dingin.
"Kau mau mendengar ceritaku atau tidak?" Sakura mencoba menahan tawanya, "Nah, karena kesal, dari dalam hati aku sudah berniat untuk memarahinya di tengah kedai kopi kesukaanmu, Sak!"
Sakura hanya bisa menggelengkan kepala, "Kau memang sudah gila, Ino."
"Hush! Disini bagian serunya! Dari belakang si gemuk itu, tiba-tiba saja seorang pria menepuk pundaknya dan berkata seperti ini 'Hei, jelek! Beraninya kau menyenggol gadis cantik dan seksi seperti dia!' – oke, aku hanya bercanda dahi lebar! – tapi dia memang memarahi pria gemuk itu karena sudah menyerobot antrian dan si pria bodoh itu akhirnya pergi dari kedai kopimu! Kau tahu, untuk pertama kalinya aku melihat manusia yang sempurna sepertinya. Badannya tinggi semapai, tidak terlalu berotot tapi sekali lihat saja kau tidak akan berani macam-macam dengannya. Rambutnya hitam legam dan terlihat lembut, sangat lembut sampai mungkin bisa membuat seluruh wanita di dunia ini malu. Wangi parfum Bvlgary nya itu membuatku lupa akan pentingnya oksigen. Tapi tak ada yang bisa mengalahkan wajahnya Sak! Rahangnya yang tajam, batang hidungnya yang mancung dan mata itu, mata obsidiannya yang hitam itu membuatku nyaris lupa akan harga diriku sebagai wanita, Haruno Sakura."
Sakura menahan diri untuk tidak memutar bola matanya setelah mendengar kisah Ino dan si manusia sempurna. Memang dalam menilai pria tampan, Ino adalah jagonya. Dulu di saat awal masuk SMA, Ino pernah menunjuk seorang pria berambut merah yang sedang memainkan miniatur kayu yang dipegangnya dan berkata jika nanti pria tersebut akan menjadi pujaan hati siswi sekolah. Benar saja, satu semester terlewati dan pria aneh itu – yang Sakura ingat bernama Sasori – menjadi incaran gadis-gadis di saat hari Valentine. Mendengar cerita sahabatnya membuat dokter Haruno berpikir kalau mungkin, pria misterius di kedai kopi, adalah pria yang sempurna.
XXxxXX
"Uchiha Sasuke, 24 tahun. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Todai," Hatake Kakashi membuka halaman berikutnya, "Dengan riwayat seperti ini, kau bahkan bisa lulus di kepolisian pusat di Tokyo. Mengapa memilih Konoha?"
Sasuke berusaha menahan rasa kesal dengan mengepalkan jemarinya hingga memutih, "Alasan pribadi, Hatake-taichou."
Pria bermasker itu hanya bisa bertopang dagu sambil menaruh data pria yang sedang duduk dihadapannya bersama dengan anak buah yang terkenal dengan biang onar di kantor, Uzumaki Naruto. Dalam sekali lihat saja bisa terlihat walaupun dua pria ini bagaikan langit dan bumi, mereka adalah dua sahabat yang saling percaya satu sama lain. Sepengetahuan Kakashi, Naruto adalah seorang polisi sembrono jika sudah melihat sebuah kejahatan di depan mata. Memang terkadang merepotkan, tetapi dewasa ini sangat jarang menemukan orang berhati bersih dan hangat seperti pria berambut emas yang menjadi sumber sakit kepala kepolisian Konoha tersebut.
"Uchiha Sasuke," sang kapten polisi itu melipat tangannya di depan dada sambil menyandarkan punggung di kursi kerjanya, "Apa alasanmu menjadi seorang polisi?"
Yang ditanya tertegun mendengar sebuah pertanyaan yang calon atasannya itu berikan. Dari ujung matanya, Sasuke dapat melihat teman akrabnya itu memberikan ekspresi kaget dan khawatir terhadapnya. Ia menarik napasnya dalam-dalam, berusaha menjernihkan pikiran dan menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan personal itu. Bukankah dulu ia sudah berjanji kalau dirinya akan berubah? Tidak mungkin dengan interview kerja seperti ini membuat nyalinya ciut. Tidak, ia tidak mau kembali menjadi Uchiha Sasuke yang dulu.
"Saya bukanlah orang dengan masa lalu yang baik." jawabnya dengan nada berat. Ia merasa kembali menggali memori-memori buruk sebagai pria yang tenggelam dalam kegelapan, "Menjadi polisi berarti menghadapi hal-hal diluar moral, dan saya tak ingin orang lain melakukan kesalahan yang sama seperti apa yang saya lakukan dulu."
Naruto menatap sahabatnya itu dengan tatapan bangga. Tangannya gatal ingin segera memukul pundak pria yang berada di sebelahnya, namun ia urungkan karena hal itu terlihat tidak sopan di depan atasannya yang sedang menilai santai itu tidak mau merasakan rasa sakit di pantat yang ia rasakan 10 menit sebelum sampai di kantor kepolisian Konoha.
Sambil mengulurkan tangannya, sang atasan berambut perak itu mengulaskan sebuah senyum dibalik masker hitamnya, "Selamat datang di Kepolisian Konoha, Uchiha Sasuke. Kuingatkan saja kalau tidak ada toleransi bagi yang melanggar aturan."
Tanpa perlu berpikir panjang, polisi baru tersebut menyambut jabat tangan kaptennya.
A/N : Konnichiwa, purflixoxo desu! Sempat kena writer block dalam nulis fanfic bahasa Inggris, boleh juga nyoba bahasa Indonesia. Lebih mudah digarap tanpa perlu konsul kamus sana sini. Kali ini mau buat cerita Alternate Universe SasuSaku, dengan cerita Slice of Life dan tentu saja, drama. Review dan Likes dari pembaca sangat membantu! Arigato Gozaimasu!
