Angin kencang menghembus gulungan ombak, berupaya keras menabrak tebing karang di tepian. Kini belantara laut utara terselimut badai besar, bak menyapu petang bersama jingganya. Camar-camar beterbangan acak, saling memperingatkan bahwa bencana mungkin terjadi. Kemudian pesisir pantai terasa kosong, hanya pohon kelapa berani bertengger disana. Tak ada tanda-tanda kehidupan sejauh ini, bersamaan suara hantam dan debur paten disekeliling.
Salah satu dari seluruh manusia yang sedang menantang nyawa ada ditengah sana. Bergumul bersama ganasnya ombak dan angin, seolah pandai menyerang dengan senjata dayung. Sekoci itu membawa sepuluh penumpang. Bukan benar-benar sekoci yang kecil, melainkan sekoci menyerupai kapal motor. Bukan benar-benar sepuluh penumpang pula, karena dua orang-nya termasuk awak. Mereka tetap melawan arus, saling berteriak untuk menjaga keseimbangan.
"Ya! Jangan berpindah tempat, bodoh!"
Setelah itu, seseorang tersungkur. Jatuh diantara beberapa pasang mata yang acuh menyaksikan adegan tersebut. Jatuh bersama kubangan air akibat pukulan telak dikepala, jatuh dengan dua tangan terborgol yang menopang tubuh. Tidak ada yang mau repot-repot menolongnya.
"Diam! Jangan bergerak! Kau juga! Ya! Kau juga!"
Titah berupa sentak bercampur bentak itu tetap dipatuhi. Mengingat penghuni kapal ini adalah laki-laki, seakan memberi perumpamaan bahwa kekuatan ada pada mereka, tidak boleh ada tangis dan rasa gentar.
"Sebentar lagi sampai, jadi jangan berbuat ulah kalau tidak mau diceburkan ke sana!"
Maksud mereka adalah laut yang sudah siap melalap siapapun mangsanya, siapapun suguhan yang menerjunkan diri, dan siapapun yang memang tak perlu lagi hidup. Bisa dengan mudah tenggelam ke dasar sana, terkuburkan plankton-plankton.
Mereka diam. Tidak berkutik.
Begitu pula dengan rintik air yang disiramkan kemari, berubah deras. Hujan. Apa ada yang lebih baik dari terjebak bersama badai di tengah laut? Sekarang, adalah hujan. Mereka reflek memayungi diri, sebatas menggunakan punggung tangan yang diletakkan diatas kepala, lalu sama-sama merunduk.
"Sialan! Jangan panik! Kapalnya bisa oleng, bodoh!"
Berbekal suara lantang yang tersaingi gelegar petir, ia mendisiplinkan penumpang-penumpangnya. Kawannya berperan pula, ia turut menendang tubuh-tubuh itu agar menyingkir, mencari posisi yang diperintahkan.
Begitulah, tujuan mereka akan tampak dalam radius kilo meter lagi. Tidak terlalu jauh dengan tempuh perjalanan seberat ini. Lalu mereka, hadir disana sebagai penetap dan entahlah. Semuanya akan dimulai.
Don'tJudgeMeLikeYou'reRight
PROUDLY PRESENT
...
Pertahanan diri yang dikokohkan bak benteng, sudah rapuh sejak pertama kali ia injakkan kaki disini. Perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan tidak masuk di akal. Semudah itu mereka menjadi oknum jahat-yang berlencana Negara-memberikan tekanan dan forsir siksa. Tidak ada kebenaran dalam lingkup pembenahan ini.
"Ya! Apa yang kau lakukan, hah?! Sialan! Kau harus didisiplinkan!"
Kemudian..
CTAASH!
"AKH!"
CTAASH!
"AKH!"
Hanya gema aduan itu yang terdengar.
Raung dan cambuk adalah satu-kesatuan. Cara tersendiri untuk membuat mereka bertekuk lutut. Terisolasi dan tidak tahu-menahu keadilan ada dimana. Sekalipun kesalahan mereka memang patut mendapat hukuman, bukan ini yang seharusnya terjadi. Sayang, konsekuensi dan resiko saling terikat. Tidak ada jeda bagi permohonan dan kesaksian, hanya ada kebutaan dan ketulian atas nama hak tinggi.
"Sa-saya akan melakukannya dengan lebih ba-AKH!"
CTAAASH!
"Siapa yang menyuruhmu bicara hah?!"
Terakhir, biarpun mereka mencoba kuat. Airmata tetap menjadi pengiring kesedihan. Mutlak adanya. Inilah kenyaataan. Bahwa tidak ada tempat paling benar di dunia ini, bahwa tak ada tempat paling nyaman dan terpercaya, tidak ada sama sekali yang bisa memperlakukanmu seolah manusia. Bagai apapun, inilah hasil dari tuaian masa lalu.
Mereka mengadili mereka. Sekian jahat. Berdasar pada hukuman dan kesalahan, seolah ini adalah neraka yang membolehkan tindak kekerasa sebagai bahan ajar. Kedok disiplin, kedok tertib, persetan.
Vonis tidak menyulitkan jika saja para pelaksana bukan kebejatan. Bukan selayaknya tempat. Ini adalah perampasan harga diri, serta merta junjungan hak yang didapatkan. Berlaku seenak jidat dan semau dengkul adalah kejanggalan. Bukan pada halnya, penyiksaan kerap terjadi di sebuah masa kurungan. Bukan semesti dan seharusnya.
Karena mereka tahanan. Malang, karena mereka tahanan di tempat terkutuk. Sebuah penjara menjadi dominannya. Sebuah penjara yang berlaku sadis dan brutal demi imaji masa depan. Tidak ada lagi hirup nafas selonggar dan selega kehidupan normal, para tahanan diasumsikan bagai budak.
Ini adalah penjara militer terkejam, nomor lima di dunia. Jangan kecewa jika kau melihat banyak anyir darah membaui hidungmu, berikut adegan pemukulan dan tak senonoh dimanapun. Kau bisa menemukannya semudah berkedip. Sekali lagi, ini adalah penjara militer. Disiplin adalah motto utama, tanpa tahu apa yang tersimpan sebagai kepalsuan. Ya, penjara ini berlabel nama FANTASMA.
KIM MINSEOK
XI LUHAN
WU YIFAN
KIM JUNMYEON
ZHANG YIXING
PARK CHANYEOL
BYUN BAEKHYUN
KIM JONGDAE
DO KYUNGSOO
HUANG ZI TAO
KIM JONGIN
OH SEHUN
~AS STARRING~
Ada misteri disini, yang belum terkuak dan sengaja disembunyikan. Namun, kepekaan berhasil membuktikannya. Dalam satu sel pengap nan lembab, tanpa penerangan dan bermodalkan siluet penghuninya, penglihatan selalu bekerja sejeli itu.
"Ada..yang..membisikiku..aku..takut..pergi..jauh.."
Tidak jelas bagaimana makna ucapan tersebut. Hanya sekedar suara serak dan tunjuk tangan, arahan menuju sosok tak kasat mata. Berbayang dan transparan.
"Pergi..pergi..jangan..ganggu..jangan..ganggu.."
Bahkan intonasinya cenderung datar, tidak bervolume. Sesegera itu mengundang tanda tanya, sesegera itu menepis secuil hangat berganti segudang dingin. Mereka bergidik, tak kerkecuali.
"Hei, hei, ada apa denganmu? Kau baik-baik saja, kan?"
Gerak hati nurani menuntunnya, ia merangkak menuju seseorang yang barusan bersuara dan kini sedang meringkuk. Ia datang dengan sejuta kekhawatiran, ia datang bersama rasa penasaran. Begitu tangan besarnya menepuk pipi pucat itu, yang terlihat adalah delikan mata. Berikut teriakan histeris yang segera mendatangkan rinding hebat.
"Aaaaaaaaa~"
"Ya! Hei, tenangkan dirimu, hei!"
"Pergi! Huaaaaaaa~"
Karena tak pernah ada tegur sapa disini. Selain berbagi atap di satu sel yang sama, selain berbagi kasur tipis untuk bermukim nyenyak, atau berbagi piring seng berisikan sayuran dan nasi. Sebatas itu, tanpa berbagi keterangan diri masing-masing. Tanpa perkenalan nama.
Orang itu, teman satu selnya itu, benar sedang kerasukan.
SM ENTERTAINMENT
AS PRODUCTION
...
"Sialan! Selain pembunuh kau juga gila, hah!?"
Begitu raganya tersadar dipagi hari, jiwanya sudah hilang melanglang-buana. Beberapa rekan satu sel yang mendapat tontonan memilukan itu hanya mengumpulkan diri di sudut. Pria muda yang semalam berteriak dan meronta bersama berontak itu, kini enyah di ruang isolasi. Disendirikan.
Borgol ditangan dan kaki tak akan cukup, kekejian iblis itu menambahkannya dengan rantai di leher. Perkara membuat onar dan mengahasilkan keributan saja, hukuman yang menanti tidak segan-segan. Sekarang bayangkan kalau mereka berani berulah lebih daripada orang itu. Tamatnya adalah mati.
Sekalipun mereka memilih, pasti akan lebih baik hukuman mati. Sayang seribu sayang, mereka disini untuk mati secara perlahan.
"Mari berkenalan."
Sebuah suara memecah keheningan.
Meragu. Tidak ada komentar yang hinggap menyusul kalimat itu.
"Supaya kejadiannya tidak seperti tadi. Kita bisa saling menolong."
Dia berhati besar. Terlalu baik untuk memikirkan oranglain ditengah kepayahan dirinya sendiri. Hell, ini penjara yang mematikan, dan dia masih ingin berkesempatan mengobrol? Bukan kegilaan, karena pada dasarnya kesemua otak disini sudah kehilangan waras.
Kesimpulannya, mungkin lelaki ini sudah gila.
Bagaimanapun, seluruh manusia di penjara ini adalah kaum adam. Tidak ada perempuan dengan dada besar dan paras ayu. Hanya ada lelaki bertubuh kurus, kian hari kian tirus, dan mereka yang memiliki lebam biru serta biset merah disekujur tubuh. Apa yang menarik? Lelaki yang barusan mengajak mereka berkenalan adalah satu banding sekian ribu orang, yang kematian ada didepannya tapi masih bisa berseda gurau.
Dia bermain dengan takdir, huh?
"Namaku, Xi Luhan. Dari China dan terdampar disini begitu saja."
Bahkan tidak ada yang menanyakan itu. Asal tahu saja, semenjak tangan mulus itu terulur bersama senyum sumringah di wajah, beberapa tangan lain mulai membalas, satu demi satu dan terus bergulir. Mereka sudah resmi berkenalan sekarang.
A HORROR FANFICTION
Its Mistery and Tragedy too
...
Inilah satu-satunya ruang penuh ketenangan di bidang seluas hektaran ini. Sebuah ruang serba putih yang disediakan untuk menjernihkan pikiran para tahanan. Memang hanya memiliki satu meja dan dua kursi berhadapan, sempatkan siapapun pengunjung ruangan ini untuk saling bertatap muka.
Rutinitas setiap pagi, pengecekan psikologis dan perampungan keluh kesehatan. Sebagian besar atau hampi keseluruhan tahanan disini, pasti meminta ingin dibebaskan, dengan beragam ketakutan yang mencekam. Protes yang mendarah daging dan luka-luka sebagai timbul barang bukti. Mereka mengecam untuk pelaporan tindak kekerasan di penjara ini.
Sayang, ketetapan pemerintah tidak bisa diganggu gugat.
"Apa yang terjadi denganmu semalam?"
Pertanyaan pertama. Tidak ada gumaman atau sahutan. Ketukan jemari diatas meja adalah satu-satunya hal yang dilakukan dia selagi menunggu jawaban. Hingga lima menit berselang, detikan waktu tak henti merakusi sebuah kesenangan.
"Ada hantu di penjara ini."
Akhirnya. Tapi tunggu, apa yang dibicarakannya? Apa topik hari ini?
"Kau ahli psikologis, silahkan sebut aku gila. Tapi aku tidak mengada-ada."
Disela tatapan tajam mata itu, si Dokter hanya menghela nafas sambil merapatkan bibir. Ada hantu? Bukankah itu konyol? Ia tahu jika penjara ini ada penjara terkejam nomor berapa itu, ia tak peduli, hanya saja ah mana mungkin ada makhluk astral berkeliaran ditempat sekeji ini? Tsk.
"Dengarkan aku, hantu itu tidak nyata. Jangan biarkan hal kekanakan meracuni pikiran-"
Brak!
"Aku berkata jujur, Dokter Kim Junmyun! Aku tidak berhalusinasi, kumohon percayalah! Keluarkan aku! Keluarkan aku! Bunuh pun tak apa, hiks, aku di teror, hiks-"
Bahkan kekuatan gebrak tangan terborgol tadi tetap membuat jantungnya berloncatan. Begitu ia bersuara tinggi, beberapa sipir sudah menarik tubuh ringkihnya, membawanya keluar ruangan bersama jeritan menyayat yang masih tersisa. Junmyeon, selaku pihak medis terpercaya yang ditugaskan ditempat segila ini, hanya bisa merutuki nasib. Mengapa kehidupan para tahanan tak bisa diperlakukan sewajarnya? Ia tahu mereka oenjahat kelas atas, tetapi bukankah memberi mereka pelatihan terampil justru memberi kesempatan untuk kepulihan?
"Argh! Kenapa tempat ini seolah membunuhku?"
Dia berargumen sendiri, tanpa jawaban.
THIS JULY
Cárcel
COMING SOON!
Halooo!
Jumpa lagi, gaeess, di projek ff teranyar ini xD
Yaps!
Tinggalkan jejak supaya bisa dilanjut.
Mm,
Pembuatan trailer diatas itu terinspirasi sama trailer yang dibuat Author Par Ri Yeon, nih xP hehe, jadi ngikut kan -_- wqwq
Ohya, bagaimana teaser diatas? Sudah bisa menebak bagaimana jalan ceritanya? Karena author masih mencoba-coba bikin genre Horror, jadi mohon dimaklumi ya kalo ngga greget. Ini masih sekilas dan ntar bakal dipaduin sama genre-genre lainnya :)
P.s : ada kekerasannya nih ya (lagi-_-) untuk kesekian kali. Jadi, bagi yang anti sama genre keras jangan ikut ciduk-ciduk komen yang bakal bikin mood author ancur, okaaaay?
SEE YA ON NEXT CHAPTER!
