Kau tahu, bahkan sejak hari dimana kita mencoba berpisah, hari itu juga cinta semakin tumbuh.
Kau mencintaiku.
Aku mencintaimu.
Apakah karena kita saling mencintai perpisahan menjadi jalan paling akhir?
Dan sekarang.
Suatu pertemuan mengawali segalanya, dimana posisi kita sudah berbeda.
Kita bukan lagi sepasang kekasih.
Kau.
Aku.
Sebagai pesaing di sini.
Tak perlu khawatir, sayang.
Semua hanya berlaku di atas stage. Tidak di dalam hatiku. Kau masih menempati tempat paling spesial sebagai kekasihku. Atau lebih tepatnya mantan yang selalu kuanggap sebagai kekasih sepihak.
Jihoon melangkahkan kaki mantap, napasnya sejak tadi tak bisa berderu normal. Rasanya berat karena frustrasi sejak malam yang tak kunjung reda.
Wow... Ini lebih menakutkan dari perkiraannya.
Bahkan untuk mendapatkan nilai C saja dia sudah sangat berusaha keras.
Memasuki ruang latihan bersama teman yang juga mendapatkan penilaian sama.
Ini kedua harinya para trainee berlatih.
Dan ini kedua harinya juga dia berada satu ruangan bersama mantan kekasihnya.
Jihoon ingat betul bagaimana sang mantan terlihat begitu tak nyaman berada di sekeliling orang-orang yang asing.
Berada di stage dan diperhatikan banyak orang, Jihoon tersenyum melihat gerakan badan yang bergerak menari itu, dan kepalanya yang terus tertunduk menghindari tatapan orang lain mengingatkan pada kenangan lama.
Dia masih sama.
Jihoon selalu gemas tiap kali melihat raut wajah datar terlampau dingin, tapi itulah yang membuat ia menyukainya.
"Aish... Aku merasa sangat tertekan. "
Ucap salah satu trainee, entah siapa, Jihoon tak tahu, ia belum mengenali semua trainee.
Mendengar tuturan itu membuatnya kembali menghela napas berat.
Namun semakin berat ketika pelatih vokal datang memulai latihan bersama pertama-tama.
Situasi seperti ini sukses membuat pikirannya terhadap mantannya sirna. Jihoon terlalu fokus dengan pelatihan yang mengharuskannya bisa lebih baik.
"Mari kita coba satu persatu. "
Refleks pandangannya menoleh ke samping.
Jauh di sana namja dengan aura gelap itu masih tetap sama dengan raut wajah biasa tidak seperti yang lain, mereka lebih banyak mengeluh karena gugup, takut dan tak percaya diri, tapi Jihoon tahu, jauh di lubuk hati namja itu pasti menyimpan rasa keresahan melebihi trainee lain yang lebih mengekspresikan lewat tindakan.
Satu persatu telah membuktikan kualitas vokal mereka, termasuk Jihoon.
Jihoon menunggu seseorang untuk maju ke depan dan memperlihatkan bakatnya.
Dan ketika bagian namja itu tiba, saat nama Bae Jinyoung disebut, hati yang semula bergetar gugup karena baru selesai latihan bernyanyi solo kini berubah menjadi getaran takut akan sosok bernama Bae Jinyoung yang sedang berjalan ke depan, ya, karena dia adalah mantannya.
Jihoon takut jika Jinyoung melakukan kesalahan, meski semua di sini juga melakukan kesalahan.
Tapi ada satu harapan bagi Jihoon untuk Jinyoung.
Setidaknya janganlah canggung.
Nah...
Lagi-lagi ia ditegur pelatih karena selalu melihat ke lantai.
Dan ketika getaran suara diiringi organ, Jinyoung berhenti tiba-tiba karena tak bisa menyesuaikan suaranya.
Suara Jinyoung memang terdengar tak stabil terlebih dirinya yang merasa tak nyaman, tapi setidaknya gunakan ketampananmu untuk menjadi daya tarik dari dirimu sendiri agar lebih merasa percaya diri. Itu yang Jihoon katakan dalam hati. Berharap bisa bertelepati dengan Jinyoung.
Malam dimana suasana begitu dingin, di saat situasi dan kondisi lebih mendukung untuk bersantai setelah seharian sibuk berlatih namun tak berlaku bagi beberapa trainee yang masih dalam perasaan tak tenang, kalut karena hasil latihannya sangat jauh dari kata memuaskan.
Jinyoung pergi ke ruang latihan kelompoknya, menutup pintu dan sejenak melihat atau lebih tepatnya menatap ruangan dengan pandangan kosong. Tak ada seorangpun di ruangan ini kecuali dirinya.
Meratapi kegelisahan.
Dia tak nyaman berada di sini.
Tak punya teman.
Sendirian.
Dengan sifatnya yang tak mudah berbaur rasanya begitu berat.
Dan yang lebih berat, dia harus bersih tatap dengan binar mata seseorang di masa lalu.
Melihatnya kembali muncul di hadapan, membuat rasa senang tersendiri di samping rasa ketakutan karena berada diantara orang-orang asing.
Tapi tak ada sedikitpun keberanian untuk menyapa.
Lagipula, Jihoon sendiri tak bersusah-susah menyapanya. Itu yang Jinyoung pikirkan.
Pikirannya yang kalut dan sibuk memikirkan masa lalu hingga lupa tujuannya pergi ke sini untuk berlatih.
Akhirnya dengan berat langkah, Jinyoung mulai menggerakkan badannya mencoba berlatih apa yang sudah dipelajarinya.
Sangat sulit.
Sulit.
Dan kau malah membuat keadaanku semakin sulit. Batin Jinyoung, berhenti menggerakkan tubuhnya sesaat menoleh pintu yang terbuka oleh seseorang yang ia tahu siapa orang itu.
"Ekhem. Maaf, aku—aku mengganggumu? " Jihoon berdeham sejenak seraya kembali menutup pelan pintu.
Demi apapun kedatangannya ke sini bukan bermaksud menemui ataupun mengganggu Jinyoung, dia bahkan tak tahu kehadiran Jinyoung yang sedang berlatih juga di sini.
Bahkan tali erat yang sudah putus itu tak berniat teruntai lagi, dan Jihoon yakini itu saat perkataannya tak dijawab sama sekali.
Jinyoung kembali sok sibuk dengan kegiatannya.
Gerakan yang tak menentu itu bukan karena Jinyoung tak bisa menari, tapi karena dia gugup berada di ruangan yang sama dengan Jihoon terlebih hanya ada mereka berdua.
Sial. Umpat Jinyoung.
"Ingin berlatih bersama? " Ajak Jihoon melangkah agak mendekat.
"Tidak, terimakasih. Kemampuanku masih sangat buruk, aku belum mampu mengimbangi. "
Alasan, padahal Jihoon sendiri belum lancar menari lagu 'Nayana' itu, jadi kemampuan mereka masih bisa dibilang sama.
"Eng—bagaimana kabarmu?"
Jihoon sepertinya sudah tak berniat berlatih lagi, bertemunya dia dengan Jinyoung lebih menarik dirinya untuk saling bertukar pikiran, tapi kenyataan tak semudah yang dia pikir. Jinyoung sangat sulit diajak berbicara.
"Jinyoung... " Ucap Jihoon melemah.
Namun Jinyoung masih saja sibuk sendiri.
Jihoon mendekat beberapa langkah memperhatikan Jinyoung lewat cermin besar di hadapan mereka, diperhatikan seperti itu membuat Jinyoung risih, bukan risih jijik, dia tak bisa ditatap lekat-lekat oleh Jihoon. Tak bisa lagi mengontrol detak jantung, Jinyoung memutuskan berhenti dan menolehkan wajah ke sembarang arah.
Wajah Jihoon mengikuti arah pandang Jinyoung.
Keduanya diam sebelum Jinyoung menjawab pertanyaan yang tadi sempat tak dihiraukan.
"Keadaanku—"
Keadaanku sangat sangat buruk semenjak hyung pergi.
Nyatanya kalimat itu tak sepenuhnya terucap. "—aku baik. "
Jihoon tersenyum.
"Bagus kalau begitu. "
Bahkan kau tak peduli jika aku pura-pura berbohong? Aku tahu kau sangat mengenalku, hyung.
Jinyoung sudah tak bisa menahan diri berada di jangkauan yang sangat dekat dengan Jihoon, dia melangkah pergi tanpa mengucap kalimat perpisahan.
Langkahnya hampir saja berhenti mematung saat mendengar Jihoon kembali bersuara. "Jinyoung, Fighting! "
Tak kuasa lagi menahan sakit.
Di belakang Jinyoung, Jihoon tersenyum sangat lebar meski namja yang diberinya semangat tak peduli dan tetap berjalan keluar.
TBC
Ohellooo~ bahaha gatau kenapa aku malah bikin FF winkdeep❤❤❤
OMG! Ini bukan FF VKook kek yg biasa aku publish :v
Karena ini pertama kalinya bikin FF Winkdeep, aku bener2 butuh review kalian :')
Next? Antara nanti malem atau besok aku UP di akun wattpadku ya.
BTW Aku bakal lebih fast UPDATE di Wattpad, jadi follow juga ya FF2 ku di Wattpad dg username Kiemaw
