Kamen Rider OOO One-Shoot Story kembali. Kali ini mengambil tempat setelah episode 24 dengan diselip-selipi nuansa ke episode 29. Ternyata aku salah perkiraan kupikir itu adalah episode 25 *kalian akan mengetahui letak kesalahannya* well...karena terlanjur ditulis mau gimana lagi. Tanpa basa basi lagi, Here We Go!
Kamen Rider OOO One Shoot Story
"Lost LOOOve!"
Disclaimer : Kamen Rider adalah milik perusahaan Toei dan Ishinomori Production, saya hanya selaku author mengambil beberapa tokoh dalam drama tokusatsu tersebut.
Genre : Family, Love
Author Username : deasakura96
Warning : OOC
Hari ini kami menggunakan tema budaya di Indonesia, tepatnya kerajaan Kraton. Otomatis seluruh pegawai Cous Cousier mengenakan baju putri dan pangeran Kraton. Aku yang mengenakan baju kebaya warna hijau dengan rambut yang disanggul ke atas kepala memakai sepatu berbahan kayu. Kuikatkan bagian ujung baju di atas perut sehingga pusarku terlihat. Katanya beginilah cara memakainya.
Terlepas dari tema yang resto aku bekerja gunakan ini, aku masih memikirkan sesuatu yang mengganjal kembali pikiranku. Setelah beberapa pelanggan telah pergi meninggalkan tempat, keadaan pun mulai sepi. Kucoba sandarkan tubuhku yang letih mondar-mandir untuk mengantarkan pesanan di kursi dekat bar meja dapur. Tak henti-hentinya aku menarik dan membuang nafasku berulang-ulang. Saking letihnya Bu Chiyoko pun menyadari keringatku yang terus mengucur dari dahi.
"Kau bisa pulang jika kau terlalu letih!" sarannya padaku sambil menepuk pundak. Tanpa suara aku menjawabnya dengan menggelengkan kepala. Aku masih bisa sampai sore, lagipula ini juga hari libur bagiku. Senyum kukembangkan agar Bu Chiyoko tak mengkhawatirkanku. Sebenarnya beliau tahu jika aku juga sedikit sibuk mengikuti sebuah kontes fashion show untuk beberapa pekan berikutnya. Namun aku tak mau jika Eiji dan Goto bekerja sendirian. Terlebih lagi Ankh yang sungguh merepotkan Bu Chiyoko tak mau membantu sama sekali. Jadi aku sempatkan saja waktuku hanya untuk mengurangi beban mereka.
Sebenarnya selain kontes fashion show yang terus aku pikirkan, ada beberapa yang menganjal pikiranku. Iya, ini tentang tipe wanita Eiji beberapa hari yang lalu. Sejujurnya aku tak peduli dia menyukai tipe seperti teman Date-san karena memang saat itu Eiji terpengaruh oleh Yummy yang menjadi semang wanita tersebut. Tapi ketika aku melihat wajah yang terus memerah dari muka Eiji, aku berpikir ulang, mungkinkah Eiji menyukai seorang wanita yang berambut panjang? Atau yang memiliki wajah berparas cantik? Entahlah, semakin kupikir justru membuatku semakin penasaran.
Aku masih menyandarkan tubuhku di samping meja bar dan tepat sekali, pandanganku lurus mengarah pada Eiji yang sedang sibuk membersihkan meja utama di tengah-tengah untuk menyambut para pelanggan. Bu Chiyoko bilang kalau Eiji itu banyak disukai oleh nenek-nenek, ah maksudku yang agak tua daripadaku dan Bu Chiyoko. Kupikir teman Date juga sedikit lebih tua. Apa jangan-jangan dia memang lebih suka wanita yang lebih tua darinya?
Aku tak mau berpikiran aneh lagi. Kuturunkan kedua kakiku ke lantai. Berdiri dari kursi dan melangkah sedikit demi sedikit. Tentu saja langkah kakiku menuju tempat Eiji berpijak. Dengan sikapku yang malu-malu kucing memainkan jari-jemariku di belakang punggung. Jarakku dengannya hampir 30 cm. Saat itulah aku mengeluarkan suaraku.
"Eiji-kun?" panggilku yang membuatnya tak menghentikan aktivitasnya maupun menoleh padaku.
"Ada apa, Hina-chan?" tanyanya balik.
"Ano..." ucapannya terbata-bata, ragu untuk menanyakannya. "Tipe Eiji-kun itu, seperti a..." BRAK...belum aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba sebuah tubrukan sedang memotongnya dan membuat tubuhku sedikit terdorong ke belakang. Saat aku membetulkan posisiku untuk melanjutkan pertanyaan, Eiji sudah tidak ada pada posisinya. Aku menoleh ke arah utara, rupanya di depan Eiji telah menarik tangannya untuk menjauh dariku. Yah, siapa lagi kalau bukan Ankh.
"Minggir kau, wanita berotot!" ledeknya padaku sambil berjalan terus menarik Eiji hingga pintu keluar. Tentu saja aku kesal. Dia begitu saja lewat tanpa permisi. Namun aku melihat pergerakan Eiji untuk membuatku tenang.
"Hina-chan, nanti kita bicarakan lagi!" ucapnya terakhir sebelum pintu keluar yang Ankh buka menghilangkan tubuh mereka berdua dari pandanganku. Yang bisa aku lakukan hanya menghirup nafas. Menenangkan diri dan berjalan kembali menuju kursi bar. Kutundukkan kepalaku menghadap meja sambil kedua telapak tangan menopang pipiku. Wajah kecewa tak bisa langsung bertanya pada Eiji pun menumpuk hingga ke ubun-ubun. Lagi-lagi Bu Chiyoko dapat membacanya.
"Jangan khawatir, Hina-chan pasti bisa menanyakannya lain waktu...semangat!" ucapan Bu Chiyoko memberiku semangat dengan mengepalkan kedua tangan dan menekuk lengannya di dada. Segaris senyum aku bentuk karena semangat yang diberikan pemiliki resto ini. Beberapa detik kemudian pelanggan datang dan Bu Chiyoko menarik tanganku hingga ke depan pintu. Dia menyuruhku untuk menunduk. Sembari menunduk itulah dia berbisik padaku. "Masih ada pelanggan yang harus kita layani, kan? Ohohoho...eh..ehm...ehehehe," ucapnya memelankan suara tawanya.
Tentu saja aku tertawa kecil, ketika kami ingin mengangkat kedua badan kami sambil berucap bersama, "Selamat datang!"
Melelahkan juga rasanya melayani pelanggan yang terus bertambah tak kunjung berkurang. Semakin sore ini pun juga semakin banyak keluarga ataupun sepasang kekasih hanya ingin menaruh rasa letih atau sedang kencang berduaan. Banyak sekali pasangan kekasih yang bermesraan disini. Aku tidak cemburu, mungkin iri sedikit. Belum pernah aku melakukan hal yang dua pasang orang lain jenis melakukan romansa. Kalau melihatnya sering, bahkan setiap aku melangkah keluar atau ingin berangkat ke sekolah pun teman-temanku pasti akan di antar jemput oleh kekasih mereka. Dulu, kakakku saja yang sering mengantar-jemputku itu sudah cukup, meskipun sekarang aku harus pulang sendirian atau bersama teman-teman.
"Hina-chan, apa yang kau lamunkan, bantu aku!" tiba-tiba teriakan Goto-san memanggilku memecah lamunan bodohku. Aku segera menghampirinya dengan membawa sebuah catatan untuk mencacat pesanan pelanggan.
Akhirnya sepi juga. Seluruh pelanggan telah pergi dan waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, kembali aku menyandarkan tubuh tapi kali ini di meja pelanggan. Goto-san yang masih memiliki tenaga membantu Bu Chiyoko dengan mengepel lantai yang basah, sedangkan Bu Chiyoko sendiri sedang sibuk menghitung penghasilannya hari ini. Pekerjaanku mebereskan piring-piring kotor serta mencucinya sudah kulakukan. Melihat Eiji yang tak kunjung kembali dalam pertarungannya membasmi para Yummy membuatku khawatir. Mungkinkah Yummy sekarang sangat sulit dihadapi?
"Aku pulang!" tiba-tiba suara yang aku harapkan terdengar. Dia masuk dan membawa seorang pria yang selalu berjaket coklat muda dengan beberapa tempelan di jaket tersebut dan memakai baju oblong polos berwarna putih di dalamnya. Siapa lagi jika bukan Date-san. Dibelakangnya jelas si pria berambut blonde, Ankh.
"Selamat datang!" sambutku yang langsung berdiri di hadapan mereka sambil menunduk seorang diri. Goto-san terlihat syok sambil melanjutkan pekerjaannya dan Bu Chiyoko hanya senyam-senyum saja.
"Yo...Hina-chan!" sapa Date-san mengangkat tangannya sebahu dengan merentangkan telapak tangannya. "Kalian semua pasti bekerja keras untuk restoran ini kan? Terima kasih atas kerja keras kalian!" ucapnya juga membungkukkan badan hingga berkali-kali kepada kami bertiga.
"Huh, bukan apa-apa," acuh Goto-san yang masih melanjutkan aktivitasnya.
"Kalian juga...ah, bagaimana kalau aku buatkan makanan spesial untuk kalian semua," Bu Chiyoko menghampiri kami dan menepuk bahuku serta Goto-san, "Kalian juga..." ucap lanjutnya pada kami.
"Heh? Tidak usah, Bu Chiyoko pasti sudah sangat letih..." tolakku sambil mengoyang-goyangkan telapak tanganku. Tapi sepertinya beliau menghiraukan penolakanku. Dia sudah bergegas menuju dapur.
Alhasil kami berlima duduk di dekat pintu masuk resto. Aku duduk di dekat Goto-san, berseberangan dengan Eiji. Ankh duduk di sebelah Eiji sedangkan Date-san duduk ditengah menghadap kami berempat. Setelah masakan Bu Chiyoko datang tanpa ragu kami langsung menyantapnya. Makanannya enak sekali. Sesekali aku memperhatikan mereka semua makan lahap. Mungkin hanya Ankh yang masih ragu menyentuh makanannya. Masih dilihat-lihat baru dimakan. Barangkali ia masih trauma saat aku memberikannya ayam goreng kesukaan kakakku yang tak akan pernah ia lupakan. Kalau mengingat itu aku jadi tertawa.
Setelah kami semua menghabiskan hidangan yang telah habis di piring, kami bernafas lega. Tak lupa kami berterima kasih atas makanan yang telah disediakan. Sementara itu Ankh masih sibuk mengemut es krim batang yang ia ambil sebelum kami berempat selesai makan. Namanya juga Greeed, terlalu serakah untuk makanan.
Bu Chiyoko, Goto-san dan Date-san telah pulang. Tinggal aku seorang yang harus mengunci pintu resto, sedangkan Ankh sudah berada di dalam kamar resto. Saat itulah Eiji menemaniku sampai aku benar-benar meninggalkan resto tersebut. Sebelum menguncinya, aku tetap tak lupa akan pertanyaan yang terpotong saat itu. Inilah kesempatanku untuk bertanya kembali padanya tanpa seorangpun yang tahu.
"Eiji-kun...aku ingin melanjutkan pertanyaanku yang tadi siang, tipe wanita yang kau suka itu seperti apa?" lantas aku tak ragu mengulang kembali pertanyaanku itu. Eiji masih berpikir terlebih dahulu sambil menengok ke atas langit sampai guratan di dahinya muncul dengan kedua alisnya terpusat miring ke tengah. Apa aku menyinggung perasaannya? Tanpa basa basi lagi karena menunggu jawaban Eiji yang lama, kurasa aku benar-benar menyinggungnya. "Maaf, sebaiknya pertanyaanku tadi..."
"Kurasa tipe wanita yang aku sukai itu adalah pengertian..." tiba-tiba saja ucapanku terpotong oleh jawabannya. Aku kembali menatap wajah polosnya dan kembali bertanya, "Seperti apa?" lanjutku.
"Mungkin...seperti Hina-chan?" dia langsung membalas tatapanku. Memandang mataku dan tersenyum padaku. Pipiku perlahan memerah, jantungku berdetak tak beraturan, degupannya semakin kencang manakala saat Eiji mencoba mendekati wajahku. Namun aku tepis dengan sedikit menjauh darinya. Mana mungkin aku mau melakukan ciuman tanpa adanya hubungan.
"Aku harus pulang...bye!" tundukku memalingkan wajah dari Eiji dan berlari menjauh darinya. Aku tak dapat mengendalikan diriku. Bahkan sepertinya jalanku agak sedikit sempoyongan saat kata-kata Eiji masih terngiang dikepalaku. Aku mencoba menenangkan diri dengan menepuk-nepuk pipi, tapi tetap saja tak berhasil. Ketika jarakku dengan resto sedikit menjauh, suara Eiji memanggilku.
"Hina-chan! Kau tak mengunci pintunya?" ucapan itu langsung membuatku terhenti sejenak. Lalu menoleh ke belakang. Eiji mengantung-gantungkan kunci yang aku tinggalkan di pintu. Bodohnya diriku hingga meninggalkan kunci. Aku mencoba kembali namun tiba-tiba bunyi dari beberapa kunci itu semakin dekat kearahku. Rupanya Eiji melemparnya padaku.
"Becanda...biar aku saja yang menguncinya dari dalam. Hati-hati ya!" dia pun melambaikan tangan lalu masuk ke dalam pintu dan terdengar suara pintu itu telah terkunci. Aku masih terdiam. Berpijak tak bergerak sedikitpun. Darahku seakan naik ke ubun-ubun kepala. Sial, aku dikerjai. Celotehku dalam hati. Bergegas aku meninggalkan tempatku berpijak dan benar-benar pergi dari Cous Cousier.
Lanjut ke chapter kedua, gak nyangka bakal sepanjang ini. Jika kalian masih belum menemukan konfliknya, carilah di chapter selanjutnya.
