Faith
Disclaimer: Death Note belongs to Ooba Tsugumi and Obata Takeshi. Yang saya miliki hanyalah konstruksi fanfic ini.
Summary: Selintas percakapan, berujung tegasnya keputusan. Mello/Near.
Warning: Abstrak, tanpa timeline maupun setting yang konkret. Silahkan ditafsirkan sesuai alur yang ada ;)
Happy birthday, dear Near. I wish you joy and happiness :)
.
.
Aku tak perlu lagi menahan diri
Untukmu, kuhadirkan jawaban tanpa pretensi
.
.
"Berapa lama?"
"Selama yang aku inginkan."
"Mello serius?"
"Sejak kapan aku main-main soal waktu?"
"Saya hanya ingin memastikan."
"Pertanyaanmu sudah terjawab, Near."
"Saya tak berniat memercayai tanpa landasan faktual yang solid."
"Baiklah! Kau sendiri yang meminta. Berapa lama, kau bertanya?"
"Ya."
"Relatif."
"Jawabanmu belum konklusif, Mello."
"Relatif. Keputusanku sudah final."
"Bersediakah Mello memberi tahu alasannya?"
"Alih-alih berhipotesis, kau lebih ingin mendengarnya langsung dari mulutku?"
"Jawaban lugas adalah prioritas utama saya."
"Untuk hal yang satu ini, aku tidak bisa berjanji."
"Apakah karena Mello takut terhadap komitmen yang mengikutinya?"
"Sama sekali tidak! Justru sebaliknya, kalau memang aku terlalu pengecut untuk berkomitmen, untuk apa aku setengah mati meyakinkanmu? Namun, kau harus tahu… aku tak bisa menjanjikanmu 'selamanya'. Tak ada yang tahu usiaku akan mencapai angka berapa. Aku bisa saja mati hari ini, besok, atau bahkan lusa. Kau juga tak ada bedanya."
"Saya sadar akan hal itu. Tidaklah mustahil jika salah satu dari kita lebih dulu pergi, pada akhirnya."
"Seperti yang tadi kukatakan—relatif."
"Benar-benar tak ada ekspansi elaborasi?"
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Near?"
"Kebenaran. Dari orang yang mengaku berani menghadapi tantangan."
"Kau sedang menantangku?"
"Saya tengah memintamu untuk jujur, Mello."
"Tak ada istilah 'selamanya', kau paham? Tetapi… jika sebatas sampai nyawaku sirna, aku bisa."
"Mello sungguh-sungguh?"
"Apa selama ini kau mengenalku sebagai orang yang setengah hati berjanji?"
"Tidak. Tindakan semacam itu sangat menyalahi karaktermu."
"Karena itulah, lakukan saja."
"Melakukan apa, tepatnya?"
"Memercayai. Percayalah padaku."
"Meskipun tak ada kepastian sampai kapan bisa bertahan?"
"Bukankah kini kau bertekad menghadapi segala yang tidak pasti?"
"… Ya. Semua berkat eksistensi pribadi yang amat istimewa."
"Tuhan tahu dia bukan pengumbar bermulut besar."
"Dia adalah malaikat pilihan langit. Saya percaya padanya."
"Begitulah yang kumau. Nah, berapa lama, tanyamu? Sampai mati, jawabku."
"Sampai mati… terus seperti ini?"
"Ya. Selama yang kau dan aku inginkan."
"Hanya ada kita? Sempurna."
"Kau benar. Hanya ada kita. Berdua, akhirnya."
.
.
Go then, where only bliss sincere is known!
Go, where to love and to enjoy are one!
-Alexander Pope-
.
.
FINIS
Author's Note: Random banget, saya tahu. Saya terserang insomnia akut, dan otak pun terus-menerus menuntut untuk menuliskan sesuatu. Jadilah fanfic ini. Bagaimana, para pembaca? Saya tunggu komentar maupun kritik konstruktifnya via review, ya. Terima kasih atas atensinya :D
~Azureila
