King of Cancel

Main Cast: Lee Sungmin, Cho Kyuhyun.

Warning: Boys Love, Typo(s), absurd, dll.

Disclaimer: KyuMin saling memiliki, dan ff ini milik kami.

.

.

:: Happy Reading ::

Desingan kendaraan pribadi maupun bus juga suara riuh rendah obrolan dan tapakan langkah para pejalan kaki trotoar pusat kota Seoul perlahan mengalir, menyelusup menghembus dari celah pintu dan ventilasi kafe hingga mampir berdengung di telingaku. Nasibku ibarat anak ayam kehilangan kekasihnya disini. Choco frappuchino kegemaranku telah nyaris tandas ketika pada akhirnya kutemukan sosoknya di muka pintu kafe, matanya menjelajah mencari keberadaanku hingga kontan terhenti setelah menemukanku, tersenyum lantas melangkah menghampiri.

Nyaris sitaan perhatian seluruh pengunjung kafe, terutama wanita, terarah padanya dan itu membuat hatiku yang sudah panas kebosanan menunggunya hampir setengah jam disini, jadi semakin mendidih. Sialan! Oh ayolah. Cho Kyuhyun, sang eksekutif muda yang tampan bertabur kejeniusan yang kalian kagumi berlebihan itu adalah kekasihku. Yeah kekasihku sesuka seduka, sehidup semati, sebenci secinta. Jadi jangan pernah meletakkan harapan seincipun. Camkan itu!

Tatapan kagum yang meruah dari berpuluh pasang mata di kafe ramai ini, sontak berubah menjadi pandangan penuh keirian ketika dengan lembut dan... yeah, tidak mengenal situasi kondisi juga sebenarnya, bibir Kyuhyun melumat penuh bibirku sekitar lima detik lamanya. Tentu saja tidak kucegah. Biarkanlah kemesraan yang berbicara dan kurasa cara ini begitu ampuh untuk sekedar memalingkan wajah mereka. Well, aku paham itu pasti mematikan harapan semua gadis disini. Tapi... hey, ibaratkan saja seperti pertandingan sepak bola. Bukankah kalah di final lebih menusuk dan menyakitkan daripada kalah di penyisihan? Setidaknya jatuhnya tidak terlalu terhempas. Kondisi perasaan gadis maupun wanita disini kuanggap seperti kalah di penyisihan, itu lebih baik.

"Kau yang mengajak bertemu disini tapi kau juga yang terlambat! Seandainya aku adalah seekor ayam, kuyakin tubuhku sudah digoreng didapur sana sebelum kau sempat menyelamatkanku!" Sungutku kesal. Yeah, aku harus marah walaupun sebenarnya malas juga. Tadinya aku memang mau marah, tapi karena terlalu lama menunggu, jadi tidak begitu berselera dan berapi-api seperti dalam bayanganku. Hah, sudahlah setidaknya pernyataan ketusku tadi, mungkin bisa membungkamnya.

"Ini kafe sayang, bukan restoran. Mereka tidak akan menggorengmu jika memang kau adalah seekor ayam," Kyuhyun yang sudah mendudukkan diri di hadapan, malah mengulum senyum menatapku.

Delikkan mataku menghunus memandangnya. "Kau sengaja membuatku kesal ya."

"Tidak, tapi memang ayam goreng tidak tersedia di kafe ini, kau lihat sendiri di menu."

"Eh? Benar juga. Tapi... aish sudahlah, ayam itu sexy asal kau tahu," balasku tidak nyambung. "Oh, kau darimana saja? Aku merindukanmu tapi karena aku sedang marah sekarang, jadi aku cukup menanyakan darimana. Ayo jawab. Darimana kau hingga tega-teganya menelantarkanku," tanyaku mengalihkan topik.

"Meeting dadakan, badan anggaran perusahaan masih membahas proyek berskala internasional cetusanku, jadi sepertinya kita tidak bisa bercinta malam ini. Banyak dokumen yang mesti kuselesaikan."

"Apa?! Mengapa begitu?!" Responku refleks. Ya Tuhan, setelah kupikir-pikir mengapa aku yang mesum disini? Mengapa nada suaraku seolah tidak menerima? Ck, bodoh sekali kau min. Sebagai uke sejati, pantang bagimu untuk menjadi mesum. Ayolah cepat! Kembalikan harga dirimu. "Eoh? Tapi malah bagus. Proses penulisan novelku tidak akan terhambat, hahaha," tawaku mengalun gembira.

Seketika wajah Kyuhyun berubah sangsi. "Menulis novel? Yang benar saja bahkan menulis cerpenpun kau sulit sekali, masih membekas di memoriku saat dokumen pentingku kau robek sekeji mungkin karena tidak juga mendapat inspirasi. Beruntung ada salinannya. Bagaimana bisa mendadak merambah ke novel? Ckck, kuyakin bukan dokumenku lagi yang kau musnahkan, bisa-bisa apartement kita kau bakar," Kyuhyun berhiperbola. Kepalanya menggeleng sembari tersenyum geli menatap wajah merengut maksimalku.

"Oh kita lihat saja. Aku akan membuat mahakarya yang menjulang diantara karya-karya menakjubkanku-

"Itu karyaku sayang, nyaris 75% tugas kuliah dan karya sastramu aku yang mengerjakan," ralat Kyuhyun menyebalkan. Tapi ada benarnya juga.

"Terserah, intinya kau tidak perlu membantuku nanti malam. Sebagai mahasiswa fakultas sastra yang rajin, aku tidak perlu bantuanmu. Aku pasti bisa mengerjakan tanpamu," ucapku berkobar-kobar. Sudah cukup Kyuhyun selalu turun tangan selama ini. Aku tahu dia cerdas, tapi ayolah, yang kuliah bukan dia tapi aku. Entah sudah keberapa kali Kyuhyun memintaku berhenti kuliah karena selain menurut pandangannya sastra tidak begitu cocok untukku, menjadi penulis itu lumayan sulit. Ia malah mendesakku untuk menjadi sekretarisnya saja. Tidak! Dari bayi cita-citaku adalah menjadi seorang penulis sukses. Bakat atau tidak, yang penting aku berusaha! Dan nanti malam, aku mesti memulai penuangan plot cerita pada satu bab halaman. Yeah hanya satu bab lebih dulu untuk diberikan pada dosen keesokan harinya sebagai bahan pertimbangan apakah layak dilanjutkan atau perlu diulangi. Selama ini nilai-nilai B hingga A+ yang kuterima sebagian besar adalah efek campur tangan dan otak Kyuhyun. Tapi tidak untuk kali ini!

Kyuhyun mengangguk mencoba mengalah. "Baiklah-baiklah, tapi apa yakin kau mampu?"

"Oh jadi kau ragu? Lihat saja pasti aku bisa menulis sebuah mahakarya tanpamu," tekadku membara.

Selalu seperti ini. Keraguan Kyuhyun padaku memang tidak bisa terhapus begitu saja. Kuyakin kekasihku ini bukan maksud meremehkan, hanya saja mungkin aku yang bodoh hingga membuatnya was-was sendiri dan berakhir pada uluran bantuannya. Tapi mulai sekarang kemandirian mesti kugapai.

"Bukan ragu hanya... Baiklah, kerjakan saja nanti malam, aku tidak akan mengganggu tapi kalau perlu bantuan-

"Stop! Jangan bilang. Aku bisa tersinggung," potongku tidak jelas.

Kyuhyun menatapku aneh untuk kemudian tersenyum lagi. "Bagaimana kalau kita pulang sekarang? Sudah pukul setengah enam sore."

"Hm."

Kami bangkit, setelah membayar pesanan dan keluar dari kafe, Kyuhyun menggamit tanganku mesra pada sepanjang langkah menuju lahan tempat terparkir Lotec Sirius miliknya. "Mengapa diam? Kau marah?" Tanyanya menoleh memperhatikan rautku.

"Diamlah sayang, aku sedang memikirkan jalan cerita novelku. Jangan bicara padaku."

"Hmm.. Kau ingin membeli cake?" Kyuhyun bertanya acuh tak acuh. Seakan tidak peduli permintaanku barusan. Tapi memang kami akan melewati toko kue di perjalanan pulang ke apartement.

Sontak mataku begitu sarat akan cahaya mendengar kata cake. "Aku ingin molten cake," pintaku cepat. Itu salah satu kue diantara daftar seratus kue favoritku.

Kyuhyun mencium pelipisku sekilas. Kemudian mengeratkan genggaman tangannya. "Beli saja apapun yang kau mau."

~JOY Day~

Disinilah aku sekarang. Setelah sebelumnya sibuk meregangkan otot-otot yang kaku. Duduk tepat berhadapan dengan laptop pink milikku. Kertas putih microsoft word di layar laptop masih polos tak bernoda. Ayolah Lee Sungmin, kau harus cepat-cepat menodai layar itu hingga dia tidak lugu lagi. Kau mesti membuktikan pada Kyuhyun bahwa kau bisa mengerjakan tanpanya. Mengarang itu mudah, mengarang itu mudah, mengarang itu mudah, rapal mantraku dalam hati. Yeah, anggaplah mudah jadi semua bisa selesai lebih cepat.

Tapi setelah kucermat-cermati, aku bosan dengan laptop pink milikku ini. Kalau sudah bosan diawal begini, bagaimana bisa menulis mahakarya? Eh, Kyuhyun sedang apa ya? Diam-diam, kulirik Kyuhyun dibelakang tengah duduk serius di kursi meja kerjanya seraya mengerutkan kening mengecek dokumen. Ck, pantas saja wajahnya cepat tua, sering berpikir sekeras baja begitu. Sebenarnya aku kerap menamainya si wajah mentari yang terlampau lekas mencondong kebarat, sedangkan aku sebaliknya, si wajah mentari yang mencondong ke timur sebab aku tampak lebih muda. Jadi ibarat hari, wajahku seperti pagi hari yang cerah sedangkan wajah Kyuhyun seperti senja hari yang suram. Dan ia hanya manggut-manggut tidak peduli saat kuutarakan pendapatku itu. Padahal aku ingin sekali melihatnya marah. Pertengkaran adalah bumbu penyedap cita rasa cinta bukan? Jadi sesekali kami perlu beradu argumen. Namun seakan sudah mengertiku luar dalam, ia tidak pernah tampak terpancing, atau mungkin umpanku yang kurang menarik? Cacing pada umpanku tidak begitu membuat emosinya tergugah. Dengan begitu, aku mesti memakai cacing yang seperti apa? Cacing ukuran kecil, ukuran sedang atau besar? Tapi seingatku cacing...

Hey, mengapa jadi malah membahas cacing?! Satu kalimatpun, oh bukan, maksudku satu katapun... mmm sepertinya keliru. Ya ini yang benar, satu hurufpun tidak tergurat di layar putih. Kuusap wajah frustasi. Ini tidak boleh dibiarkan. Aku mesti konsentrasi penuh, mengembangkan selebar mungkin daya imajinatif dan intuitifku.

Sebelum itu, kupikir ada baiknya minum segelas air untuk merilekskan pikiran. Menurut para pakar, air bagus untuk kesehatan. Dengan pikiran yang rileks, perlahan inspirasi pasti akan mengalir dengan sendiri. Akupun bangkit dan beranjak kearah dispenser di dekat Kyuhyun.

"Perlu bantuan sayang?" Tegurnya saat guliran air sedikit demi sedikit memenuhi gelasku. Kutilik ekspresinya. Matanya tidak lepas pandang dari dokumen sainganku. Belum setengah jam tapi dia sudah bertanya seperti itu. Cih, lelaki ini meremehkanku rupanya.

"Tidak, aku hanya ingin meregenerasi pikiran dengan air putih," selorohku sebelum cepat mereguk air hingga tandas. Mendadak teringat molten cake yang belum kumakan. Jika tidak juga dimakan bisa basi, pikirku mengada-ada. Jadi kuputuskan untuk makan sebentar diiringi dengan teh hangat. Kurang lebih dua puluh menit kemudian, urusan molten cake dan teh hangat telah rampung dan kini aku siap kembali melanjutkan tulisanku yang belum terbentuk.

Semampu mungkin, kusulut-sulut sumbu semangat dalam hatiku agar bisa berkobar dan pada akhirnya, sebuah mahakarya akan jelma. Hmmm... tapi tema apa yang sebaiknya kupilih? Horror? Jujur, sifat penakutku ini diatas rata-rata, bahkan aku selalu memeluk Kyuhyun dan menyembunyikan wajahku di dadanya saat menonton film Chuky dan Sinister yang menurut Kyuhyun tidak ada seram-seramnya sama sekali. Alhasil jalan cerita dari kedua film itu tidak ada yang kumengerti sedikitpun karena sepanjang cerita aku hanya sibuk ketakutan dan menutup mata. Beberapa bulan lalu, sepulang kerja, Kyuhyun membawa DVD Conjuring pinjaman dari temannya. Ia meminjam karena aku akan mengomelinya apabila ia membuang-buang uang membeli DVD horror. Sebab hanya pinjaman, jadi tidak ada alasanku untuk marah dan tidak ada dalihku untuk menolak ajakannya menonton bersama. Dengan terpaksa kuturuti saja kemauannya, dan baru tiga detik film mulai, demi menghindari film, aku pura-pura mengantuk lantas berakting tidur hingga berlanjut menjadi tidur sungguhan. Kesimpulannya sama saja, tidak ada jalan cerita yang kutangkap dari film-film horror diatas.

Tema horror tidak cocok. Bagaimana jika percintaan? Aku bukan orang yang romantis. Persahabatan? Ah terlalu mainstream.

Setelahnya aku hanya termenung beberapa jenak. Oh ya, bagaimana kalau kisah gadis penjual korek api. Tapi bukankah itu hak cipta milik Sidharta Gautama? Bukan bukan. Atau milik Christopher Columbus? Aku tidak yakin.

Secepat kilat kubalik tubuh menatap Kyuhyun. "Sayang, penulis dongeng gadis penjual korek api siapa, Sidharta Gautama atau Cristopher Columbus?"

Alis Kyuhyun menjungkit naik sebelum tawanya teralun. Aish, apa yang lucu? "Jangan tertawakan aku. Ayolah, tinggal jawab saja."

"Hans Christian Andersen Min. Apa hubungannya gadis penjual korek api, agama Buddha dan benua Amerika? Ada-ada saja," ujarnya setelah tawa mereda.

Kini alisku yang menjungkit bingung. "Apa?"

"Sidharta Gautama adalah pencetus agama Buddha sedangkan Cristopher Columbus penemu benua Amerika. Tidak ada sangkut pautnya dengan gadis penjual korek api yang kau sebut," jelasnya sok bijak.

Mendadak aku jadi malu sekaligus emosi. "Aku tahu! Sudahlah jangan menggangguku lagi. Aku butuh konsentrasi," pintaku tidak tahu diri.

Setelah menggerutu nyaris sepanjang lima belas menit, kufokuskan kembali konsentrasi menghujam laptop. Sebelum itu, kugeliat-geliatkan tubuhku agar lebih santai, lalu menegakkan punggung mengundang rasa semangat. Yeah pemanasan raga telah kulakukan. Sekarang tiba saatnya berpikir. Gadis penjual korek api tidak mungkin. Baiklah, lebih baik kutambatkan pilihan pada tema percintaan saja.

Dimulai dari judul. Apa yang mesti kutulis? Apa judul yang menakjubkan bertema percintaan? Sedang sibuk memikirkannya, mendadak aku menguap. Oh jangan sekarang kantuk, kumohon pergilah kemanapun dulu. Jangan kau gali jurang pemisah antara penulis dan mahakaryanya yang masih berupa kertas putih polos ini. Dengan tidak mengenal rasa iba, kantuk juga menyerang mataku mengerahkan pasukan bernama berat dan layu menggempur kelopak mataku. Tidak, ini tidak boleh dibiarkan. Bagaimana kalau meminta bala bantuan pada segelas kopi? Yah, itu satu-satunya solusi.

Kyuhyun yang melihatku berjalan gontai lantas mengernyit heran. "Ingin melakukan pemanasan sebelum menulis lagi?" Tanyanya dengan nada menggoda.

"Tidak! Aku ingin buang air kecil," jawabku berbohong kemudian mengatup pintu ruang kerja sebelum suara mengejeknya terlontar kembali.

Selama setengah jam, kunikmati secangkir kopi. Malah sempat menonton TV sambil melahap tiga bungkus kripik kentang hingga kusadari betapa banyak waktu terbang mengudara sia-sia. Sigap, kuambil langkah cepat menuju ke kamar kemudian duduk di hadapan laptop. Kali ini aku tidak boleh menunda-nunda lebih dalam, tekadku.

Lebih dari setengah jam yang lalu, kuputuskan untuk memilih tema percintaan. Hmmm... bagaimana kalau cinta segitiga? Yeah bukankah itu termasuk percintaan? Kelihatannya seru. Baiklah, itu yang terbaik. Mendadak hatiku girang sendiri. Kuketikkan kata 'cinta segitiga' menekan keyboard hingga menjelma tulisan besar dan tebal menodai kertas putih layar. Terima kasih Tuhan, akhirnya setelah perjuangan yang tidak melelahkan, aku dapat menuliskan judul di kertas putih ini. Kebahagiaan masih menaungiku sampai suara Kyuhyun melepaskan komentar menohok.

"Cinta segitiga? Tidak menarik."

Apa katanya? Tidak menarik? Dengan kekesalan di luar kebiasaan, kuputar tubuhku menatap Kyuhyun yang masih duduk di kursinya. Ia mengangkat alis menantikan tanggapan. Apa orang ini tidak tahu betapa kerasnya aku berpikir demi dua kata judulku? Benar-benar kekasih tidak peka! Menyebalkan! Awas saja, tidak akan kuizinkan ia bercinta denganku selama sebulan!

"Itu menurutmu, tapi kuyakin menurut dosenku ini menarik," ujarku acuh.

Kyuhyun memutar bola mata. "Biar kuberi tahu saja, judul cinta segitiga itu biasa. Terlalu mainstream. Percaya padaku sayang, tidak akan ada pembaca yang berminat membaca cerita dengan judul sebiasa milikmu karena jalan ceritanya sudah tertebak melalui judul itu sendiri. Carilah judul yang dapat membuat calon pembaca tertarik dan penasaran," ia berkhotbah.

"Ck, jadi aku harus bagaimana?" Hey, bukannya aku sudah mendoktrinkan diri untuk tidak meminta bantuan termasuk solusinya? Ah biarlah sekali ini. Manusia makhluk sosial, tidak mungkin hidup tanpa bantuan orang lain.

"Kau buat jalan cerita saja dulu. Setelah itu lebih mudah menentukan judul. Ingat, mesti menarik."

"Ya, aku tahu. Jangan membantuku lagi."

Secepat detik, kubalikkan tubuh menghadap layar membosankan ini. Diiringi kekesalan tertahan, kuenyahkan judul kebanggaanku. Mengubah kembali menjadi kertas kosong. Sekarang otak ini mesti memikirkan kalimat pertama di paragraf pertama. Ayolah otak, bekerjalah bekerjalah! Ini kalimat penentu keseluruhan isi novel. Sangat penting dan sakral! Sayangnya otakku saat ini ibarat mobil yang ban belakangnya terjebak di kubangan lumpur, sehingga mobil tertahan dan tidak bisa melaju. Sama seperti pikiranku yang tidak mau jalan. Setelah merenung nyaris tertidur, kuketikkan kalimat pertamaku dengan setengah terpaksa.

'Namaku Lee Sungmin. Umurku 21 tahun. Sangat manis, baik hati dan tidak sombong. Aku memiliki kekasih seumuran bernama Cho Kyuhyun. Dia tampan, mempesona, kaya dan genius hingga mendapat akselerasi. Kendati demikian, ia lelaki yang menyebalkan, sok hebat, sok tahu, sok bijaksana, sok menggurui, tidak menghargai orang lain, tidak peka, tidak mencintaiku...

Belum sempat jemariku mengetik kalimat selanjutnya, kedua lengan Kyuhyun mengungkungku, memeluk erat dari belakang. "Kau menghina kekasihmu di novelmu sendiri, eoh?"

Ya Tuhan, ketahuanlah aku. Kutatap sepasang matanya yang memandangku pura-pura kesal. Bibirku mengulum senyum menyaksikan ekspresinya sebelum pada akhirnya kuciumi bibir dan dagunya dengan beberapa kecupan. Berharap semoga ia terbujuk dan tidak tersinggung. "Ini hanya fiksi. Pada kenyataannya kau tetap kekasihku yang paling hebat," rayuku seraya mengelus lehernya yang jenjang.

"Baiklah tapi hapus kata ini. Kau boleh menghinaku tapi aku sangat mencintaimu," mulutnya memprotes bersamaan dengan telunjuk yang menekan tombol delete beberapa kali sehingga bagian kata 'tidak mencintaiku' di layar menjadi lenyap. "Sebenarnya kalimatmu ini lebih cocok disebut curahan hati daripada kalimat novel," tambahnya.

"Eh? Benarkah?"

"Hm."

"Kalau begitu bagaimana?"

"Coba perhatikan."

Tanpa kupinta, kelima jemari Kyuhyun mulai menari menapaki keyboard dengan sebelah lengannya masih melingkupi tubuhku. Kubaca tulisannya yang satu per satu muncul di layar hingga menjelma satu paragraf. Lantas aku mulai terkesima.

'Malam belum turun ketika cakrawala mengapungkan lautan merah jingga keemasan diatas sana. Mengalir, menenggelamkan pandangku terjerembab nikmat pengaguman. Terkelebat bayangan aneh dalam anganku, betapa indah seandainya langit memang runtuh. Langit dan bumi menjadi satu. Dan segala hal yang mustahil menjadi mungkin. Dan segala yang terpisah menjadi satu. Ketidak mungkinan akan berlalu bersama keangkuhan nurani.'

"Kau membacanya sayangku? Ini baru yang disebut kalimat novel. Bukan biodata membosankan seperti milikmu tadi," pungkasnya percaya diri.

Tanpa bisa kucegah dan kutolerir, emosiku memuncak sebelum kulepas dekapannya, bangkit melangkah menuju rak penyimpanan boneka-boneka aneka sayuran lantas kulempar satu per satu menyerang Kyuhyun. Kulihat Kyuhyun berusaha menepisnya sembari terus menanyakan 'ada apa'. Oh jadi dia tidak merasa bersalah telah menghinaku? Bagus sekali! Terima saja semua sayuran ini Cho! Aku tahu kau benci sayur walaupun sekedar boneka. Itulah mengapa dari dulu sampai sekarang aku selalu bersemangat mengoleksi beraneka ragam boneka ini. Sementara itu mulutku tetap bungkam hingga lemparan boneka sayur terakhir berbentuk kol mendarat di wajahnya. Hah, tidak pernah terbayangkan seandainya bawahan Kyuhyun di kantor tahu kalau bos mereka yang berkharisma selangit menjadi tidak berdaya melawan kekasihnya saat dirumah.

"Ck, kau ini kenapa dari pagi selalu memarahiku? Apa alasannya? Datang bulan? Hamil?" Sungutnya kesal.

Aku hanya berdecak menanggapi kekesalannya tanpa berniat membuka suara. Kuraih boneka satu per satu sebelum kukembalikan mengisi rak. Bodoh ya? Aku yang melempar, aku juga yang mengembalikan. Yeah, setidaknya aku tidak sejahat itu menyuruh Kyuhyun membenahi kekacauan ini. Selama berbenah, Kyuhyun membantuku seraya berusaha keras membujuk dengan celotehan semacam, 'maafkan aku', 'aku memang salah', 'kalimatmu lebih bagus', 'aku mencintaimu', 'besok akan kubelikan truffle perigord dan mousse cokelat vanila kesukaanmu', 'minggu depan kita berlibur ke pulau Tenerife' dan berbagai macam rayuan lainnya. Aku juga mencintaimu Kyuhyun tapi tidak akan kukatakan sampai emosiku mereda kembali.

Setelah sekian menit membujuk dan yang dibujuk tidak juga bergeming, akhirnya Kyuhyun menyerah dan kembali melanjutkan pekerjaan dengan tampang masam. Jujur, ingin sekali aku tertawa jika mengingat drama kami tadi. Tapi kalau tidak dimarahi, sikap Kyuhyun yang gemar menyepelekan orang lain akan berkembang. Maafkan aku sayang, tapi ini demi kebaikanmu.

Sekarang tiba waktunya untuk serius. Kalimat hasil buah pikiran Kyuhyun telah kulenyapkan sedetik setelah mendudukkan diri di depan laptop. Oke, kini aku harus mengerahkan segala insprasi. Tidak akan terkecoh lagi. Kupijit keningku menghalau insprasi agar selekasnya masuk. Hanya satu bab, hanya satu bab.

Tidak terasa nyaris setengah jam sudah dan sialnya kertas layar masih putih! Oh, sampai kapan seperti ini terus? Jam telah menunjuk pukul sebelas malam. Tidak mungkin ini kutinggal tidur begitu saja. Walau nyatanya, dapat kurasakan sesuatu bernama kantuk kembali menunjukkan taringnya.

Kutatap layu layar laptop dengan punggung yang tidak bisa dipaksa tegak. Untungnya dengan pose mengantuk seperti ini, pikiranku jadi tidak terlalu tegang. Seperti menjelma pelangi setelah hujan berhari-hari hingga terjadi luapan-luapan tidak penting. Yeah contohnya pertempuran boneka tadi. Sebenarnya lebih pantas digelari sebagai pertempuran sepihak karena hanya aku yang menyerang.

Baru saja kurasakan akan muncul setabur inspirasi, mendadak hidungku gatal. Ck! Anehnya, telah kuusap-usap kurang lebih tiga menit, bukannya pergi, malah bertambah gatal. Apakah gejala flu? Kurasa bukan.

Karena masih juga gatal, kuhampiri Kyuhyun sembari menggerutu kecil.

"Kyu, hidungku gatal," aku mengadu. Bukannya manja atau apa, tapi solusi Kyuhyun biasanya ampuh dan menyembuhkan.

Kyuhyun mengalihkan pandangannya dari berkas kearahku. "Gatal?"

"Hm."

"Kemari," pintanya seraya menyingkirkan berkas-berkas menepi lantas menepuk-nepuk meja panjang tersebut isyarat agar aku duduk ditempat itu.

Mataku menyipit. "Mengapa dimeja?"

"Cepatlah sayang," ujarnya gemas.

Tidak bisa tidak, kuturuti sajalah. Aku beranjak untuk kemudian duduk di meja hadapannya. Kyuhyun berdiri membuatku sedikit mendongak menatapnya. Dipeluknya tengkukku sebelum mengecup hidungku beberapa ciuman. Harum mint napasnya terhembus membuat bulu romaku merinding bergairah. Oh jangan sekarang min! Bukan saatnya!

"Masih gatal, hm?" Tanyanya. Kini dapat kurasakan bibirnya berkelana bebas menjamah leherku dengan lumatan-lumatan lembut. Jemariku sendiri mulai bergerak sensual menelusuri punggungnya dan berakhir pada remasan jemariku di kemeja belakangnya.

"T-tidak, Kyu cukup ak-

Tanpa mengizinkanku menyudahi kalimat, mendadak bibir Kyuhyun menyambar ganas bibirku. Mengulum rakus. Sial ini nikmat sekali! Libido Kyuhyun termasuk tinggi, jadi jarang sekali bermain lembut dan selalu tidak sabaran. Seperti sekarang. Belum sempat kuimbangi permainan bibirnya, dia sudah melesakkan lidahnya lebih dalam. Membelit lidahku kuat kemudian dihisapnya lama membuatku menggeliat tidak karuan. Tangan kiri Kyuhyun mengusap pinggulku dengan tangan satunya masih memeluk tengkukku. Yang bernaung di otakku saat ini hanyalah kenikmatan perlakuan Kyuhyun. Masalah tulisan atau... Eh? Tulisan? Oh Tuhan!

Tiada hujan tiada kilat, kudorong dadanya sekuat tenaga memisahkan tubuh kami. Kudengar ia menggeram samar sembari menatapku seolah berkata 'ada apa lagi?!'

Kuelus tengkuk tidak nyaman. "Maaf Kyu... mmm... tulisanku," gumamku hati-hati.

Kyuhyun melengos sebelum memelukku kuat namun hanya beberapa detik kemudian menggiringku berdiri. "Lanjutkan saja."

"Maaf sayang, aku juga ingin tapi-

"Tidak apa, pekerjaanku juga belum rampung," senyumnya mengembang.

Kini aku kembali duduk di tempat menyebalkan ini. Lagi-lagi berpikir keras. Oh kalimat pertama datanglah, batinku tidak waras. Benakku rasanya bertumpuk-tumpuk semakin memberatkan. Apakah menulis karya memang butuh bakat lahir? Tidak kusangka ternyata sesulit ini. Sejujurnya ide cerita maupun plot telah mendekam di otakku. Tinggal menuangkan ke dalam bentuk tulisan tapi mengapa sukar sekali? Mengapa ada saja yang membuat semuanya menjadi bertambah rumit?

Beberapa kali deretan kata kuketik namun belum semenit sudah kuhapus lagi karena merasa kurang cocok. Tidakkah ini menyebalkan? Disisi lain, mataku benar-benar berat hingga tanpa kusadari, aku telah masuk ke alam mimpi.

~JOY Day~

"Min, cepat bangun, sudah pukul setengah sembilan."

Sayup kudengar suara Kyuhyun membangunkan dan tepukan lembut di pipi bulatku. Perlahan kelopakku membuka. Sinar ini...

"Selamat pagi sayang."

Pagi? Oh tidak! Spontan aku terduduk dan kulihat Kyuhyun tengah sibuk mengancingkan kemeja. Jasnya tergantung rapi disudut.

"Mengapa baru membangunkanku?! Aku mesti menemui dosen dari pukul setengah delapan tadi. Aish, matilah aku. Novelku... belum rampung satu hurufpun! Bagaimanana ini? Apalagi dosennya galak. Ya Tuhan," kuusap wajah frustasi. Kini aku berada di kasur kamar tidur. Siapa lagi yang memindahkan selain Kyuhyun? Tapi seharusnya ia membangunkanku agar dapat melanjutkan tulisan.

Dengan perasaan kalut, aku beranjak dari kasur untuk bersiap. Sialnya Kyuhyun menahanku dengan pelukam mengitari pinggang.

"Kyu ini bukan waktunya bermesraan. Menjauhlah."

Pelukan Kyuhyun kian mengetat. "Sudah terlampau telat sayang. Lagipula novelmu belum ada."

"Tapi aku mesti tetap ke kampus memohon keringanan. Ayolah Kyu lepas," pintaku sembari berusaha bebas dari lengannya.

"Dosen Park tidak akan memberimu keringanan, kau sendiri yang menceritakan betapa kejamnya ia."

"Jadi aku harus bagaimana?"

"Novelmu gagal Min."

Gagal? Bahkan hanya disuruh satu bab saja gagal? Mendadak wajahku muram. Oh ingin sekali menangis rasanya. Kuyakin mataku sudah mulai merah. Tahan Min tahan, kau ini lelaki.

"Hey mengapa sedih?" tTanya Kyuhyun pelan.

"Aku gagal."

"Menurutku tidak. Kau sudah berusaha mengerjakan sendiri. Bahkan demi tulisanmu, kau sampai menolak cumbuanku. Itulah keberhasilan sesungguhnya."

Aku menelan ludah. Suaraku melirih. "Dosen Park tidak akan peduli."

Dengan perhatian, Kyuhyun membawaku ke dalam pelukannya. "Bagaimana kalau hari ini kau ikut ke kantor? Pekerjaan tidak banyak hari ini. Setelahnya kita kencan sampai malam."

Mendengarnya, refleks kudongakkan kepala menatapnya. "Kau serius?" Tanyaku cepat. Sedikit demi sedikit perasaan sedihku memudar.

Kyuhyun mengangguk. "Sangat serius."

Senyumku mengembang.

~JOY Day~

Kyuhyun

Senyumku mengembang. Tepat pukul dua siang dan urusan perusahaan telah rampung untuk hari ini. Kulihat Sungmin tertidur di sofa ruanganku dengan posisi duduk. Mungkin jenuh menungguku selesai. Aku memang sengaja mengacuhkannya selama di kantor. Tentu saja ada alasannya.

Kuraih ponselku untuk mencari kontak seseorang lantas kutempelkan ke telinga.

"Selamat siang. Dosen Park?"

"..."

"Tidak tidak. Hanya ingin mengucapkan terima kasih atas kerja samanya."

"..."

"Haha. Ya tentu saja. Mmm... apa Sungmin tidak apa absen hari ini?"

"..."

"Oh baiklah. Sekali lagi terima kasih. Lain kali saya akan mengunjungi anda. Biar bagaimana, dulu anda dosen favorit saya."

"..."

"Baiklah, kalau begitu saya sudahi dulu."

"..."

"Selamat siang."

Line telepon terputus. Secepat kilat, kuhubungi lagi nomor seseorang.

"Halo, Donghae? Sudah kau siapkan tempat dan kejutannya?"

"..."

"Tentu saja penting! Hari ini hari jadi hubungan cintaku dengan Sungmin. Kasihan dia dari kemarin sengaja kubuat naik darah."

"..."

"Ya, kalau begitu sampai jumpa."

Yeah segalanya sudah siap. Kuhampiri sofa tempat Sungmin tertidur lantas duduk di sampingnya. Sehati-hati mungkin, kurengkuh tubuhnya agar tidak mengusik lelap lelaki yang kucintai ini. Ia menggeliat sebentar sebelum turut memeluk tubuhku dan menyandarkan kepalanya tepat di dada. Hatiku berdebar, debaran yang sama dengan saat pertama kali pertama aku bertemu dengannya.

.

.

END

A/N:

Wahahaha hai kami datang lagi, kali ini membawa OS sederhana KyuMin terinspirasi dari kehidupan pribadi wkwk :D Yah tahulah gimana sulitnya seorang penulis mencari inspirasi, apalagi kalo orangnya sering terkecoh + nunda2 macam Sungmin dan saya, akhirnya ceritanya gak bakal jadi2~ aduh jadi malu. Mwihihi

Mungkin ini OS gak terlalu manis sampe bisa bikin diabetes kayak kebanyakan ff JOYDay yang lain hehehe, tapi hanya itu yang bisa kami berikan. Maaf kalo gak memuaskan.

Ini aja kali ya, sumpah saya ngantuk :v maklumlah pagi2 ngeronda *mulai-,-*

Pokoknya…

HAPPY KYUMIN DAY! YAH BUAT DADDY & MOMMY MOGA LONGLAST, JANGAN SUKA BERANTEM *soktau* dan CEPAT GO PUBLIC LAH *,* CERITA TADI ADALAH PERSEMBAHAN KECIL DARI SALAH SATU ANAKMU YANG POLOS(?) INI, WAKAKAKA *ditabokramerame*

Beri tanggapan untuk cerita singkat kami jika berkenan, Wehehehe *apaan*

TERIMAKASIH. See you again;)) muachmuach

Happy JOY Day!