Sebuket anemon putih terletak di depan pintu keluarga Honda. Dan Sakura tidak mengerti, mengapa ada seseorang yang mau repot-repot untuk mengiriminya bunga pada pagi buta tanggal 9 Februari.
Hanakotoba
.
.
Hetalia - Axis Power milik Hidekaz Himaruya.
Penulis tidak mengambil keuntungan apapun dari pembuatan cerita.
"Nii-san, ini. . .memang benar untukku?" Pertanyaan skeptis dilontarkan dari bibir sang dara seraya manik cokelat masih mengeksaminasi buket bunga yang berada di pangkuannya tersebut. Tiap tangkai baru saja dipetik, karena terlihat segar dan belum layu sedikitpun. Bunga-bunga itu dikemas dengan rapi dan apik; disertai sebuah pita berwarna ungu pastel mempermanis penampilan buket tersebut.
Buket bunga yang tiba-tiba muncul di kediamannya menuai rentetan probabilitas-probabilitas mengenai sang pengirim misterius (beserta maksud pengirim tersebut) dan semakin memenuhi benaknya. Kejadian yang sungguh tidak biasa, jika dilihat dari persepsi Sakura Honda.
"Disana hanya tertera namamu sendiri. Jadi tidak mungkin bunga itu untukku, 'kan?" Kiku mengangkat sebelah alisnya dan kemudian hanya bisa menggeleng kepala melihat sang adik yang terpekur memandangi kelopak-kelopak rapuh anemon yang merekah dengan indah. Ia baru saja hendak beranjak pergi, namun sepasang netra miliknya kemudian menangkap sebuah amplop kecil yang terselip di antara; mengurungkan niatnya untuk bergerak pergi.
"Sakura," Panggil Kiku, berusaha mengalihkan atensi sang pemilik nama untuk mendengarkannya sebentar.
"Ya, nii-san?"
"Lihat itu. Ada amplop." Jari telunjuk terarah kepada sebuah amplop kecil yang sepertinya dikirim bersama buket anemon itu, bermaksud agar sang adik segera mengambilnya terlebih dahulu.
Sontak saja Sakura langsung meraih amplop yang terselip itu dengan berhati-hati—agar tidak merusak bunga tentunya. Perlahan, ia mulai membukanya. Amplop tersebut berisi secarik kertas putih yang dihiasi oleh baris-baris paragraf bertinta hitam; barangkali sebuah pesan untuknya? Tapi itu masih tidak terlalu jelas, dikarenakan tidak ada keterangan tentang siapa yang mengirim atau apapun yang bersangkutan ketika matanya menyusuri jejak hitam tinta yang tertoreh disana.
Ah, ternyata ada sebuah inisial nama yang ditulis di pojok bawah kertas itu.
A. K.
"Siapa itu A. K.?" Gumamnya pelan, tanda tanya semakin banyak timbul tampaknya. Oleh karena itu, tanpa membuang waktu lagi, Sakura langsung membaca rangkaian-rangkaian frasa disana—silabel demu silabel mulai dititi olehnya.
'Dear Sakura,' Begitu tulisan pertama yang tertera disana. Menarik nafas secara perlahan, ia lalu kembali menaruh fokus pada kalimat di hadapannya.
'Hei, sebelumnya aku minta maaf karena belum bisa menemuimu selama seminggu ini. Rasanya agak aneh karena selama itu aku sama sekali belum mendengar suaramu atau apapun. Bukannya aku rindu atau apa—'
Sang gadis bermarga Honda tersebut mengerjap selama beberapa saat. Antik sang pengirim cukup familier dengan seseorang yang ia kenal dekat. Sakura tidak bergeming sebentar. Namun, pupil matanya tiba-tiba lalu melebar. Ia baru saja menyadari siapa yang dibalik semua ini.
Uh, oh. Ternyata orang yang itu.
'Ugh—! Aku tidak akan mengungkapkan apapun padamu untuk saat ini, oke? Aku tak mengelak kok!' Sakura menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa (yang disambut oleh tatapan penuh tanya oleh sang kakak) dan kembali lagi menaruskan bacaannya.
'Ah, sudahlah. Kembali kepada topik yang asli. Jadi, aku tahu ini agak mendadak; tapi, yah, tidak apakan jika menjadi yang lebih awal daripada yang lain? Masih ada dua hari lagi. Meskipun begitu, bukan berarti aku terlalu menantikannya untukmu ya!'
Alisnya terangkat. Sebegitu susahnya kah untuk mengatakan apa yang ia rasa dengan jujur? Dasar tsundere akut, pikirnya di sela-sela membaca surat itu. Akan tetapi, sang dara masih belum mengangkat fokusnya dari surat yang tengah dipeganggnya, masih menyerap tiap kata yang belum ia baca.
'Er, jadi, kenapa aku kali ini memilih anemon putih—tidak seperti bunga krisantemum yang biasa, itu karena. . .' Banyak jarak yang dilangkau; sepertinya sang penulis kebingungan untuk memilih kata-kata yang pas untuk menyampaikan maksudnya. Akan tetapi, rupanya adalagi kalimat-kalimat yang mengikuti.
'Aku baru mengetahui jika anemon putih itu melambangkan ketulusan. Dan, ketika aku kembali memikirkannya, aku entah kenapa menggambarkan ketulusan itu sebagai sebuah berlian. Berlian yang aku lihat di dalam dirimu. Mulai dari setiap kata yang telah disampaikan hingga gestur-gestur yang diperagakan olehmu, aku melihat ketulusan.'
Pipi Sakura memanas. Dan ia yakin sekali bahwa semburat merah tak pelak lagi telah menghiasi wajahnya. Jatung terasa berdetak dengan kencang sekali, membuatnya berpikir bahwa Kiku mungkin bisa mendengar suara degup jantungnya saat ini. Mengapa sekarang ini dia bisa mengutarakan hal seperti itu tanpa malu-malu, huh?
Hal ini ternyata melampaui ekspektasinya tentang isi surat yang telah diduga-duganya sebelumnya. Masih ada sederet paragraf terakhir—yang dengan cepat ia serap setiap kata-katanya.
'Dan satu lagi, anemon juga biasa digunakan sebagai sebagai bunga tangan pernikahan; bunga tangan yang dibawa pengantin saat memasuki altar dan lalu melemparkannya di akhir acara. Kau tahu kenapa? Karena makna dari anemon yang lain adalah harapan.'
Nafas Sakura tercekat, dengan guratan merah padam yang masih setia menghiasi air wajahnya. Ia memang sunggu tidak dapat ditebak.
'Menyebabkan aku untuk berpikir, apakah aku boleh meletakkan suatu harapan sama yang disertai ketulusan murni padamu?'
Akhirnya pada pagi hari itu, gelak tawa Kiku terurai ketika melihat Sakura yang begitu salah tingkah; tak lupa dengan wajah yang sangat bersemu merah menahan malu—dan rasa senang yang meluap-luap.
Out of: Note—Fanfict ini akan jadi threeshots, karena akan menghitung hari sampai ulang tahunnya Japan.
Dedicated (also) to Konata Nohara-senpai.
09.02.2017; H-2 Japan's day.
Mind to drop review? :)
