Summary: Mendengar nama 'makhluk itu' disebut saja, sudah membuat Sakura muak. Pasalnya, 'makhluk itu'-lah yang menyebabkan kematian tak wajar neneknya. Sosok yang sempurna itu datang, menuntun Sakura menemukan target sesungguhnya untuk membalaskan dendam. Vampict/KakaSaku/AU/multichap/ BadSummary/RnR?

Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto

Pairing : Sakura X Kakashi

Genre : Fantasy/Supernatural & Romance -AU

Warning : Gaje, Typo, OOC, abal etc.

Read and Review please


-o-o-o-o-

"Dahulu kala, hiduplah seorang putri yang cantik dan baik hati. Suatu hari, datanglah seorang vampir jahat yang berniat menculik sang putri. Namun, seorang pangeran yang tampan dan gagah berani tiba. Ia mengalahkan vampir tersebut dan menyelamatkan sang putri. Kemudian, mereka pun hidup bahagia selamanya…"

"Aku mau jadi putri, Baachan!" seru gadis kecil beriris emerald itu kepada neneknya. Sang nenek tersenyum, ditatapnya cucu dipangkuannya itu sambil mengelus rambutnya yang berwarna merah muda.

"Sakura selalu menjadi tuan putri bagi Obaasan," ucap wanita tua itu sambil memandang cucunya dengan pandangan sayang. Sakura tersenyum senang. Dikecupnya pipi keriput neneknya sebagai ucapan terima kasih. Ternyata sang kakek sudah memperhatikan nenek dan Sakura daritadi. Ia mendekati dua perempuan tersayangnya, dan ikut dalam percakapan mereka.

"Vampir itu makhluk yang jahat dan mengerikan, Sakura-chan. Kau harus berhati-hati!"

"Aku mengerti, Jiichan," Sakura tersenyum menanggapi peringatan kakeknya. "kelak, aku akan menikah dengan pangeran tampan yang telah menyelamatkanku dari vampir!"

.

SILVER FANG

Chapter 1: Hate

.

Sakura Haruno, gadis kecil berusia sepuluh tahun itu adalah seorang yatim piatu. Orangtuanya telah tiada sejak ia masih bayi, sehingga ia diasuh sekaligus tinggal bersama kakek dan neneknya. Hampir setiap hari nenek ataupun kakeknya membacakan dongeng untuknya. Ia percaya bahwa makhluk bernama vampir adalah makhluk jahat yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Bocah perempuan berambut merah muda itu tidak mengetahui kisah pilu dibalik dongeng yang sering nenek dan kakek ceritakan…

.

.

.

Siang itu Sakura baru saja pulang sekolah dan berniat untuk segera menunjukkan gambar yang telah dibuatnya kepada neneknya. Ia mencari sang nenek yang biasanya menyambutnya di teras. Mungkinkah Obaachan sedang memasak? Gumam bocah perempuan tersebut.

"Obaachan?" Sakura terus memanggil neneknya sambil mengitari rumah keluarga Haruno yang luas, namun tak ada jawaban. "Obaachan, keluarlah! Aku menyerah," Sakura pikir neneknya sedang bersembunyi untuk memberinya kejutan. Sepasang bola mata kehijauan miliknya menangkap sosok sang nenek tengah tersungkur di lantai.

"Obaachan jangan tidur disana! Nanti masuk angin," Sakura membalikkan tubuh neneknya. "KYAAAAAAAA!"

Sakura menjerit histeris ketika melihat neneknya yang tergeletak dengan kondisi yang mengenaskan. Lehenya terkoyak, seperti bekas cabikan binatang buas. Kedua matanya terbelalak, dengan tangan yang menggenggam sebuah busur dan anak panah perak yang sepertinya tak sempat digunakan.

Dengan tangannya yang mungil ia mengguncangkan tubuh yang bermandikan darah itu sambil tak henti memanggil neneknya. Tak ada jawaban. Neneknya sudah tak bernyawa lagi sedari tadi. Air mata gadis kecil itu bercucuran. Napasnya terengah, tubuhnya pun mengigil hebat. Wajahnya pucat pasi. Rasa takut, sedih, bingung bercampur dibenaknya.

"SAKURA!"

Si pemilik nama menoleh, kemudian berlari kearah pemanggilnya. Ia menangis tersedu-sedu dipelukan sang kakek.

"A-apa yang terjadi, Sakura-chan? Kau baik-baik saja?"

"Baachan…" Sakura tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Telunjuknya mengarah ke mayat yang tergeletak diujung sana. Kakek menelan ludah. Pria itu mendekati sosok yang ditunjuk cucunya. Pupilnya melebar ketika melihat istri tercintanya tak bernyawa dengan kondisi yang sangat mengenaskan.

"I-ini… Vampir…"

.

.

.

Hujan gerimis menyertai pemakaman nenek Haruno. Sekumpulan orang berpakaian hitam mengantarkan kepergiannya, termasuk Sakura. Ia hanya terdiam tanpa ekspresi memandangi nisan neneknya. Ia bahkan tak membalas ucapan duka dari para kerabat yang menghampirinya. Bagaimanapun juga, ia masih terlalu muda untuk menyaksikan kejadian mengerikan yang dialami neneknya. Satu persatu orang-orang yang menghadiri pemakaman tersebut pergi, menyisakan Sakura dan kakeknya.

"SAKURA BENCI VAMPIR!" Kesedihan Sakura tak terbendung lagi. Kakeknya memeluknya dengan erat, mencoba menenangkannya. Dari kejauhan, sebuah seringai tercipta saat melihat tangisan gadis cilik itu.

-o-o-o-o-

Tujuh tahun kemudian…

"Sakura-chan, bagaimana kalau kita pergi dulu ke café?" ajak gadis berambut pirang panjang kepada sahabatnya yang sedang memasukkan buku-buku kedalam tasnya. Sakura berpikir sejenak, kemudian menyetujui ajakan Ino.

"Kalian juga ikut, 'kan? Tenten dan Hinata?" iris berwarna aqua itu berbalik kearah dua orang gadis dibelakangnya. Tenten mengacungkan ibu jarinya pertanda setuju. Hinata terlihat agak ragu, namun akhirnya mengangguk.

.

Keempat gadis cantik itu duduk disudut café sejak tadi. Mereka membicarakan banyak hal tanpa henti. Mulai dari sekolah, cuaca, pakaian yang sedang trend, hingga mengarah ke topik yang berhubungan tentang cinta.

"Nee, Ino-chan. Bagaimana hubunganmu dengan Sai?" tanya Sakura sambil menyeruput espresso panasnya. Wajah Ino merona sebentar, kemudian ia mengerucutkan bibirnya.

"Buruk. Sai-kun terlalu asyik dengan galerinya."

"Memang sulit ya, jika kekasih berada jauh dari kita...," celetuk Tenten yang diiringi jitakan pelan dari Ino. Kedua mata Tenten melirik Hinata dengan jahil.

"Harusnya kau mencontoh Hinata! Buktinya dia rukun-rukun saja dengan Naruto!"

Mendengar itu, wajah Hinata memerah.

"Iya, ya. Aku jadi iri," Ino terdiam sejenak "kau sendiri bagaimana, Tenten? Apakah ada kemajuan dengan Neji?"

"Eeeeh? A-apa-apaan!"

"Be-benarkah?" Hinata menatap Tenten tak percaya. Neji Hyuuga adalah kakak laki-laki Hinata. Hubungan Neji dengan Tenten cukup dekat, hanya saja mereka belum resmi menjadi sepasang kekasih.

"Hi-hinata…" Tenten membalas tatapan Hinata dengan wajah merah padam. Melihat itu Ino tersenyum puas.

"Nee, Hinata. Kau bersedia si jahil ini jadi saudara iparmu?" Sakura ikut mengusili Tenten.

"Kaliaaaaan!"

"K-kalau Sakura-chan? Apa tidak ada laki-laki yang menarik perhatianmu?" Hinata bertanya dengan lembut. Ino dan Tenten ikut menatap Sakura dengan penasaran. Sahabat mereka yang satu ini sepertinya tidak tertarik sama sekali dalam urusan asmara.

"Aku?" Sakura menunjuk dirinya sendiri, kemudian menggeleng.

"Ah, yang benar saja! Kau ini masih normal, 'kan?"

"Tentu saja, baka!" ucap Sakura sambil mencubit pipi Tenten.

"Mau sampai kapan kau terus memikirkan Sasuke?"

Skakmat. Kalimat Ino barusan berhasil membuat Sakura tertegun. Sasuke Uchiha adalah kekasih pertama Sakura. Sayangnya dia tewas dua tahun lalu dalam sebuah kecelakaan. Sejak saat itu Sakura mulai menjaga jarak dari lawan jenisnya.

"Entahlah," Sakura hanya mengangkat bahunya.

"Jawab dengan jujur, Sakura," Tenten menatap sepasang emerald dihadapannya. "Kau lebih suka Chouji, Kiba, Lee, atau Shino?"

"Eeeeh?"

"Benar! Kita jodohkan saja Sakura dengan salah satu dari mereka!" Ino terlihat berbinar. "Tapi sepertinya kita harus mengeliminasi Chouji. Kau pasti tidak akan tahan jika melihat nafsu makannya yang luar biasa," Ino meringis mengingat sahabat laki-lakinya itu. "Kandidat lainnya?"

"A-ano… Shino-san ba-baik hati, kok! Hanya saja…Agak pendiam" Hinata memberikan komentarnya terhadap Shino Aburame. Hinata pernah menjadi teman sekelas Shino dan sempat mengerjakan tugas bersama beberapa kali.

"Maniak serangga yang penuh teka-teki itu? Jangan!" Tenten memberikan tanda silang dengan kedua jari telunjuknya. "Kau bisa mati kebosanan dengannya! Antara Lee dan Kiba yang sama-sama bersemangat, bagaimana?"

"Aku alergi anjing dan sudah menolak Lee beberapa bulan lalu." Sakura yang sedari tadi menggelengkan kepalanya angkat bicara. Kiba Inuzuka adalah seorang pecinta anjing, sedangkan Rock Lee sudah lama tertarik dengan gadis berambut merah muda itu.

"Begitu ya…" Ketiganya terlihat kecewa dan kembali berpikir keras.

"Sudahlaaah… Kalian tak perlu repot-repot! Aku masih ingin sendirian, kok!" Sakura berusaha membesarkan hati mereka. Ia sedikit heran melihat antusiasme teman-teman baiknya.

"Kami hanya ingin kau bahagia, Sakura," ucap Tenten yang disertai anggukan dari Ino dan Hinata. "Kami juga ingin ada yang menjaga dan melindungimu…"

Mendengar itu, Sakura tersenyum. Dalam hati ia bersyukur memiliki sahabat seperti Ino, Tenten, dan Hinata yang begitu perhatian kepadanya. Namun sejujurnya ia memang belum begitu membutuhkan seorang kekasih untuk saat ini.

"Nee, Sakura, apa pendapatmu mengenai Gaara-senpai?" Ino kembali membuka pembicaraan mengenai pasangan yang tepat untuk Sakura.

"Sepertinya dia tidak berminat dengan hal yang begitu." Tenten menimpali. "Kalau dengan Kankurou-senpai?"

"Kurasa ia sama seperti adiknya, Gaara-senpai."

"Haaahhhhh… Aku menyerah." Gadis bermarga Yamanaka itu menyedot mocha frappe-nya.

"Hei, hei! Kabarnya Genma-sensei dan Shizune-sensei akan melanjutkan hubungan mereka ke pelaminan!"

"Benarkah?!" Ino, Sakura, dan Hinata terkejut secara bersamaan. Genma Shiranui adalah guru mereka dalam pelajaran sejarah, sedangkan Shizune merupakan penanggung jawab di UKS. Keduanya diketahui mempunyai hubungan khusus, namun masih terlihat malu-malu.

"Wah, berarti mereka akan mengikuti jejak Asuma-sensei dan Kurenai-sensei, dong!" Seru Ino. Asuma Sarutobi, guru pendidikan Tata Negara dan Kewarganegaraan di sekolah mereka, memang telah memperistri rekan kerjanya, Kurenai Yuuhi, guru kesenian yang cantik itu.

"Ah! Aku tau! Sakura dengan Yamato-sensei saja!"

"Kudengar dia memiliki kekasih di prefektur Suna,"

"Atau Sakura-chan lebih suka dengan Gai-sensei?" Hinata menahan tawanya.

"Tentu saja tidak!" Sakura menggelengkan kepalanya kuat-kuat, lalu tertawa lepas bersama ketiga temannya. Membayangkan wajah guru olahraga mereka, Maito Gai, memang sebuah 'hiburan' tersendiri. Guru yang selalu terlihat berapi-api itu memiliki model rambut mangkok dan kedua alis tebal laksana ulat bulu. Setiap mengajar pun pasti selalu penuh semangat.

"Bagaimana kalau Kakashi-sensei?" usul Tenten setelah dapat mengontrol tawanya.

"Apa kau bilang?" Sakura mengerutkan keningnya. "Penjaga laboratorium yang terlihat sinting itu?"

"Jahatnyaaaa! Dengar, banyak gosip yang beredar, bahwa sesungguhnya dia itu sangatlah tampan!" ucap Ino.

"Kau bercanda,ya?" Sakura terlihat tak percaya.

"Aku serius!" Ino membentuk huruf 'v' dengan jarinya.

"Hinata, apa Naruto pernah mengatakan sesuatu tentang wajah Kakashi-sensei?" Ino menoleh kearah gadis berambut indigo yang sedang menyesap cappuccino-nya.

"Na-Naruto-kun bilang dia juga tidak pernah melihat wajahnya," jawab Hinata.

"Kalau begitu dia misterius sekali! Huwaaaa jadi penasaran!"

Kakashi Hatake, pria yang baru saja menjadi bagian dari Konoha Gakuen dua bulan lalu. Tidak ada yang mengetahui asal-usulnya, atau mungkin Tsunade-sama sebagai kepala sekolah masuk ke dalam daftar pengecualian. Beliau menugaskan Kakashi untuk mengatur segala kegiatan yang berhubungan dengan laboratorium sekolah.

Hampir tiap hari ia datang terlambat. Tubuhnya tinggi dan kulitnya putih pucat. Rambutnya yang selalu berantakan berwarna keperakan. Sorot matanya terlihat sayu. Pada mata kirinya terdapat bekas luka berbentuk vertikal. Saat senggang, ia sering terlihat sedang membaca novel. Ekspresi datarnya hampir tak pernah lepas dari wajahnya. Sepertinya dia jarang sekali berinteraksi dengan penghuni Konoha Gakuen lain, sehingga terkesan misterius. Kesan misteriusnya diperkuat dengan penampilannya yang memakai masker yang menutupi wajahnya setiap hari.

"Berjanjilah," Ino memandang ketiga sahabatnya "jika salah satu diantara kita berkesempatan melihat wajahnya, segera deskripsikan sedetail mungkin!"

"Jika mungkin, dapatkan fotonya tanpa masker!" sambung Tenten.

"Baiklaaah~ Sepertinya… Aku harus pulang sekarang." Sakura melirik jam tangannya. "Terima kasih untuk hari ini, Tenten, Ino Hinata," Sakura meletakkan beberapa lembar uang di meja.

"Kau mau pulang sendirian?"

"Iya, kalian lanjutkan saja obrolan kalian, Jaa~"

Ino, Tenten dan Hinata membalas lambaian tangan Sakura.

Sakura pulang dengan berjalan kaki, sebab rumahnya tak begitu jauh dari café tadi. Dalam perjalanannya kerumah ia sempat merasakan ada yang mengawasi gerak-geriknya. Sakura menoleh ke belakang. Tak ada siapapun.

"Mungkin hanya perasaanku saja," pikirnya dalam hati sambil meneruskan langkahnya. Pandangan gadis itu luput dari sosok dibalik pohon yang sedari tadi memusatkan pengawasannya terhadap Sakura.

.

.

Malam hari, di kediaman Haruno…

"Bagaimana sekolahmu, Sakura-chan?" tanya kakeknya saat makan malam. Meja makan yang begitu besar terlihat sepi karena hanya diisi oleh Sakura dan kakeknya.

"Hmm, baik-baik saja, Jiichan," Sakura mengigit potongan apel sebagai pencuci mulut.

"Syukurlah…"

"Aku ingin berdoa dulu di altar," ujar Sakura sambil menyeka mulutnya. Kemudian ia bangkit dan menuju ruang tengah, dimana terdapat altar yang dipersembahkan untuk sang nenek yang meninggal beberapa tahun lalu.

Sakura membakar dupa, kemudian duduk tepat didepan altar. Ia memandang foto neneknya yang sedang tersenyum. Rasa sesak kembali memenuhi dadanya ketika teringat kejadian mengerikan tujuh tahun silam.

"Obaachan, konbanwa…" ucap Sakura dengan lirih. "Sakura sekarang sudah berusia tujuh belas tahun. Sakura sudah besar dan tidak sering menangis lagi. Sakura…" Perlahan air mata membasahi pipinya yang halus. Ia sangat merindukan neneknya.

"Bagaimana kamar Baachan? Apakah Baachan bertemu Kaasan dan Tousan di surga?"

"Baachan… Aku dan Jiichan merindukan kehadiranmu, senyumanmu, masakanmu…"

"Sampai saat ini Sakura belum menemukan pangeran tampan, maukah Baachan mengirimkannya dari surga?"

"Aku akan membuat perhitungan kepada makhluk keji yang sudah menyakitimu. Pasti."

Sakura terlihat seperti sedang mengobrol dengan neneknya. Kegiatan ini rutin ia lakukan sehabis makan malam. Sampai saat ini ia belum bisa memaafkan perbuatan makhluk yang menyebabkan kematian neneknya tercinta. Rasa bencinya yang kuat muncul bahkan saat mendengar kata 'vampir disebut. Ia berjanji bahwa ia akan menemukan dan membalaskan dendamnya kepada vampir yang telah membunuh neneknya.

.

.

.

Hari ini Sakura pulang agak terlambat, sebab ia harus melaksanakan tugas piketnya. Ketiga temannya yang lain ia minta untuk pulang terlebih dahulu, tanpa perlu menunggunya. Sakura mendapat tugas untuk membuang sampah, sementara teman sekelasnya yang piket dengannya melakukan tugas yang lain. Usai membersihkan kelas ia bergegas untuk membuang sampah di tempat pembakaran yang terletak dibelakang gedung sekolahnya.

Langkah Sakura terhenti begitu melihat seseorang yang sedang bersandar di dinding sambil membaca novel. Tangan kanannya memegang sesuatu yang sesekali diminumnya dengan bantuan sebuah sedotan. Kakashi Hatake terlihat fokus sekali membaca lembaran novel itu.

Apa yang diminumnya, ya? Jus tomat? Pikir Sakura. Betapa terkejutnya ia saat mendapati bahwa yang sedang dipegang pria itu bukanlah kaleng jus, melainkan kantong darah. Sakura terperangah.

"Sedang apa, Haruno?" tiba-tiba sosok jangkung itu sudah berada tepat dibelakangnya. Sakura sama sekali tidak menyadari hawa keberadaannya. Gerakannya pun tidak sempat terbaca kedua emerald Sakura.

"K-k-kau…"

"Hn?"

"Ta-tadi itu… Ka-kantong darah, 'kan? Kau meminumnya?!"

"…"

"Berarti kau ini vammmpffftt!" Sakura tak dapat menyelesaikan kalimatnya akibat bekapan Kakashi.

"Jadi… kau melihatnya?"

Sakura menganggguk dalam usahanya membebaskan diri dari pria itu. Sia-sia saja, tenaganya kalah jauh dari Kakashi. Kulitnya bersentuhan dengan tangan Kakashi yang sedingin es. Sakura merasakan seluruh bulu romanya berdiri. Sejujurnya ia takut, namun dengan mati-matian ditahannya rasa takut itu.

"Kuanggap hal ini tetap menjadi rahasia kita berdua, Sakura Haruno." Kakashi berbisik tepat di telinga Sakura, lalu melepaskan bekapannya. Sakura langsung memasang kuda-kuda beladiri seadanya.

"Memangnya apa yang akan kau lakukan jika aku menyebarkannya? Membunuhku?! Aku sama sekali tidak takut padamu!"

"Aku percaya, kau tidak akan melakukan itu." Kakashi mengangkat ujung bibirnya sedikit. Sakura baru menyadari bahwa ini pertama kalinya ia melihat sosok Kakashi Hatake sedekat ini tanpa mengenakan masker.

Sakura menyipitkan emeraldnya, memandangi Kakashi dari ujung kepala hingga keujung kaki. Tinggi, tegap dan atletis. Bahunya yang kokoh dan bidang terlihat begitu proporsional untuk pria. Kulitnya putih pucat dengan rambut keperakan yang melawan gravitasi. Alisnya sewarna dengan rambutnya, namun kedua bola matanya memiliki warna yang berbeda satu sama lain. Luka vertikal di mata kirinya yang berwarna merah tidak mengurangi ketampanannya. Rahangnya yang kokoh disertai hidung mancung dan bibir yang terlihat lembut membentuk sebuah kontur yang benar-benar pas. Sosok didepannya memiliki ketampanan yang mendekati sempurna, seolah dirinya adalah masterpiece Sang Pencipta.

"Ada apa, Haruno? Terpesona melihatku?" tegur Kakashi. Sakura tersentak, berusaha menyembunyikan kekagumannya. Mungkin jika sosok dihadapannya ini manusia biasa ia akan mengangguk menyetujui pernyataan narsis tersebut. Namun kali ini kasusnya berbeda. Sakura tengah berhadapan dengan jenis makhluk yang dibencinya setengah mati.

"Dengar, tuan vampir," Sakura tersenyum sinis. "Aku sangat membenci bangsamu, termasuk dirimu. Dan mulai sekarang aku akan terus mengawasimu."

"Silahkan saja," Kakashi menepuk pundak Sakura sebelum pergi meninggalkannya sendirian. Sakura jatuh terduduk. Lututnya terasa lemas. Ia merasa takut. Tapi ada perasaan aneh yang menjalar ditubuhnya. Ia merasa familiar dengan sosok Kakashi. Namun bukan sebagai pembunuh neneknya.

Saat malam hari Sakura terus memikirkan kejadian yang dialaminya tadi siang. Rasanya seperti sebuah déjà vu. Gadis itu gelisah ditempat tidurnya, hingga tak bisa memejamkan mata hampir semalaman. Ia bertekad untuk menyingkap misteri seorang Kakashi Hatake.

.

.

.

Sakura tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya terhadap Kakashi. Usai bel sekolah berbunyi, ia mencari sosok berambut keperakan itu. Sakura menemukannya di laboratorium. Dengan gerakan yang waspada, ia mendekati Kakashi yang lagi-lagi sedang membaca novel. Melihat kehadiran Sakura, Kakashi menutup novel yang sedang dibacanya.

"Ada perlu apa?"

"Aku punya pertanyaan untukmu."

"Lalu?"

"Aku ingin kau menjawab sejujurnya,"

"Memangnya harus?"

"Ya," Sakura menatap Kakashi dengan tatapan jengkel,"pertanyaan pertama. Kemarin itu, darah siapa yang kau minum? Apakah penghuni sekolah ini?"

"Kau salah." Kakashi menahan tawanya. "seharusnya bukan 'siapa', tetapi 'apa'…"

"Maksudmu?" Sakura mengangkat alisnya.

"Aku tidak meminum darah manusia. Kemarin adalah darah rusa," ucap Kakashi santai.

"Lalu… Kenapa kau minum darah rusa? Bukankah vampir seharusnya menghisap darah manusia?"

"Aku ini vegetarian."

"Memangnya ada yang seperti itu?"

"Tentu saja…" Kakashi tersenyum dibalik maskernya "di dunia ini banyak hal tak terduga yang tidak kau ketahui."

"Apa yang bisa meyakinkanku bahwa kau tidak mengincar darah manusia?"

"Hanya vampir vegetarian yang tidak takut sinar matahari. Bukankah vampir yang kau ketahui sangat anti terhadap matahari, Haruno?"

Sakura mengangguk. "Benar juga…" gumamnya. Kakeknya pernah berkata, bahwa vampir yang terkena sinar matahari akan sangat bercahaya. Kemudian perlahan kulitnya akan terbakar, kemudian dia mati dalam wujud abu. Berarti dugaannya benar, bahwa Kakashi bukanlah pembunuh neneknya. Sebab saat kematian neneknya matahari bersinar sangat terik.

"Berapa usiamu?"

"Entahlah, aku lupa," Kakashi mengangkat bahu. "Mungkin beberapa ratus tahun lebih tua darimu."

Sakura merinding mendengarnya. Makhluk dihadapannya ini bisa membunuhnya kapan saja. Namun cepat-cepat ia enyahkan semua rasa takut yang mulai menyelimutinya ia melanjutkan interogasinya.

"Benarkah vampir itu tidak bisa mati?"

"Tidak juga. Beberapa rekanku sudah mati."

"Bagaimana cara membunuh vampir?"

"Kau ingin membunuhku?" Kakashi menatap emerald Sakura dengan tajam.

"Sedikit," jawab Sakura sekenanya. "Jawab saja!"

"Mudah. Patahkan saja kepalanya."

"Apakah Tsunade-sama sudah mengetahui identitasmu?"

"Tentu saja."

"Apa yang membuatmu menggunakan masker? Apakah kau ingin menyembunyikan taringmu?"

"Aku ini pemalu."

"Cih," Sakura memandang Kakashi dengan tidak suka.

"Mungkin itu salah satunya. Ditambah lagi, manusia akan curiga bila melihat makhluk setampan diriku."

Ingin rasanya Sakura meninju makhluk yang barusan memuji dirinya sendiri itu. Tapi perkataannya itu ada benarnya juga. Rasanya mustahil seorang manusia biasa memiliki ketampanan yang jauh diatas standar seperti Kakashi. Namun Sakura tidak mengatakannya, karena khawatir vampir ini akan semakin besar kepala.

"Jangan coba menipuku, ya!" Sakura beranjak dari tempatnya semula. Ia memutuskan untuk mengakhiri sesi tanya jawabnya dengan pria berambut perak itu. Ia sudah tidak bisa lagi mengendalikan debaran yang mendominasi jantungnya.

"Yah mau percaya atau tidak semuanya terserah padamu. Ngomong-ngomong…"

"Hn?"

"Apa yang membuatmu begitu tertarik dengan vampir?"

"Tertarik? Aku membencinya. Sangat membenci vampir. Sebab ia telah membunuh orang yang paling kusayangi." Terlihat percikan amarah di kedua emerald Sakura.

"Hoo… jadi kau ingin membalaskan dendam? Semoga beruntung, Haruno."

"Terima kasih, sensei. Maaf telah mengganggumu." Sakura sempat menyunggingkan senyum tipisnya sebelum benar-benar pergi.

Saat gadis itu menghilang dari pandangannya, seulas senyuman terbentuk dari balik masker itu. Lain halnya dengan Sakura. Begitu dirinya meninggalkan Kakashi, ia masih belum bisa menormalkan detak jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Apakah itu menandakan rasa takut? Atau sebuah perasaan lain yang tempo hari dibahas teman-temannya di café?

TBC


AN

Hualobolobolosendalswallooow ~ Meirnpyon disini ^^

Wait… Ini fic saya yang kesepuluh ya? Cius? Miapa? Enelan? Nda oong? ternyata seorang author gaje amatir macam saya bisa bikin fic sampai sejauh ini. *terharu*

Yeah walaupun masih belum beranjak dari fandom Naruto, kali ini saya mencoba membuat sebuah ngg… apa ya? Terobosan? Inovasi? Ah bukan. Pokoknya sesuatu yang 'agak' berbeda dari fic saya yang biasanya. Vampict ini lahir dan terinspirasi dari Twilight saga-nya Stephenie Meyer minus werewolf. Nggak tau kenapa, ide ini vampir terus-terusan mengganggu saya-_- Padahal ini juga bukan pair favorit saya aa-_- Setelah terlantar sekian lama, akhirnya bisa dipublish juga mumpung bulan Oktober, kan mau Halloween (gak nyambung ya? Biar deh-_-) berhubung saya belum bisa buat fic gore, untuk permulaan saya persembahkan dulu vampict ini. Semoga nantinya saya bisa bikin fic gore yang sadis, berdarah-darah dan berated M. huahaha (mumpung udah cukup umur ._.v)

Uh sepertinya saya bicara terlalu banyak. Terima kasih buat yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca. Nantikan kelanjutannya yang entah kapan bisa dipublish ya (?) Review, please? :)