saya author baru jadi, salam kenal dan mohon bantuannya...
My Butler is Vampire
Disclaimer © Vocaloid milik Yamaha
Genre : Romance, Fantasy
-OOC, Typo, Abal, dkk.-
Pair :SeeUxLen (maaf jika tidak ada yang suka pairing ini, toh ini cuma cerita)*hehe*
Rate :T
Chapter 1 : "You're Butler"
Sepasang mata pria dan wanita paruh baya yang berada di dalam mobil mewahnya dimanjakan oleh beberapa tempat yang membuat mereka merasa rindu dengan tempat ini. Hampir 3 tahun mereka tak melihat tempat ini. Wanita itu membuka sedikit kaca mobilnya, ia ingin merasakan semilir angin di kota ini. Angin lembut menerpa wajahnya. Helaian rambutnya bergerak sesuai arah angin. Matanya terpejam menikmati suasana tersebut.
Saat sopir menghentikan mobil, kedua orang tadi yang diketahui sebagai majikannya segera turun. Bangunan mewah nan klasik ala Eropa semi Asia menyambut mereka dalam diam.
-Cklek-
Wanita paruh baya itu tak sabar untuk membuka pintu yang berada di depannya. Matanya terpancar senang saat melihat seorang pemuda berambut blonde sedang duduk di sofa ruang tamu sambil membaca buku.
"Oh? Nyonya, kenapa Anda pulang tak memberi kabar?" seorang pelayan wanita tampak terkejut saat melihat majikannya berdiri di depan pintu masuk. Pemuda tadi menurunkan buku yang ia baca. Pandangannya mengarah pada sosok wanita yang perlahan mendekatinya.
"Eomma, kenapa tidak bilang kalau mau pulang?" pemuda tadi beranjak dari duduknya tubuh bergerak ingin memeluk sosok wanita itu. Hampir 3 tahun ia merindukan ibunya.
"Coba lihat! Kau semakin tinggi." Wanita itu mengelus lembut wajah putranya. Pemuda itu hanya tersenyum lembut.
"Dimana adikmu?" tiba – tiba suara baritone berat itu menghentikan senyum lembut dari bibir pemuda itu.
"Aboeji." Pemuda itu membungkuk memberi salam pada orang yang dipanggilnya sebagai ayah. "Dia kelas 3 jadi, pulangnya cukup sore." Terang pemuda itu. Pria paruh baya itu mengangguk paham kemudian ia berjalan meninggalkan istri dan putarnya.
.
Pukul 5 sore. Seorang wanita bergerak gelisah. Ia terus mondar – mandir di ruang tamu. Sesekali dia mendesah berat.
"Sebentar lagi juga pulang." Seorang pemuda memegang kedua pundak wanita itu untuk menenangkannya.
"Ini sudah jam 5, See Woo." Nada khawatir dari wanita itu membuat putranya turut khawatir. See Woo mengeluarkan smartphone-nya ia, akan menyuruh adiknya untuk segera pulang.
Tut. Tut.
"Yeoboseyo?" See Woo merasa lega saat telepon sudah terjawab. Biasanya sangat sulit untuk menghubungi adiknya. Tapi, kenapa suara adiknya begitu jelas.
"Ada apa? Aku di sini." tanya seorang gadis bersurai blonde sambil melambai – lambaikan ponselnya. Ia sudah berdiri tegap di ambang pintu masuk utama. Sedangkan kakaknya hanya tersenyum simpul, ia segera memutuskan teleponnya.
"Oh? Eomma?" mata sapphire milik gadis itu membulat saat ia melihat wanita yang berada di samping kakaknya. Dengan cepat gadis itu berlari memeluk ibunya. Wanita itu tersenyum lembut sambil membalas pelukan putrinya.
"Kapan eomma sampai? Kenapa tidak telpon aku dulu?" gadis itu masih tetap memeluk ibunya. Ia masih melampiaskan rasa rindunya. Wanita itu melepaskan pelukan putrinya, ia melihat wajah putinya.
"Tadi siang. Eum, kau semakin cantik." Puji wanita itu. Gadis itu memeluk ibunya lagi.
"Cepatlah mandi, sebentar lagi makan malam!" See Woo membuyarkan acara pelukan rindu adiknya.
"Tch!" Si adik mendecah kesal saat acara kesenangannya dinganggu.
Di meja makan sudah tersaji beberapa makanan. Aroma menggiurkan sudah sejak tadi mampir di hidung See Woo. Sudah lama ia tak mencium aroma masakan dari ibunya. Ia ingin segera mencicipi makanan itu tapi, ia harus bersabar menunggu seseorang yang sejak 10 menit lalu pergi mandi tapi belum kembali.
"Humm, bau masakan eomma sampai ke kamarku."
"SeeU kau lama!" See Woo menopang kepalanya dengan tangan kanannya. Wajahnya tampak jengkel saat ia harus menunggu adiknya sambil menatap makanan favoritnya tapi, tidak boleh makan saat itu juga karena itu sudah tradisi. Tunggulah, lalu makan bersama itu lebih sopan.
"Eh?" gadis yang dipanggil itu membalas tatapan jengkel dari kakaknya. "Tapi, kau tidak meneteskan air liur 'kan?" tatapan jengkel itu burubah menjadi tatapan jahil.
"Tch, apa maksudmu?"
"Hahaha, sudah lama aku tak mendengar kalain bertengkar seperti ini." Tawa rindu itu menghiasi wajah dari kepala keluarga yang baru berkumpul kembali.
.
Setelah acara makan malam See Woo mengikuti ayahnya ke ruang kerjanya karena sebelumnya ia memang diperintahkan untuk membicarakan hal penting. See Woo menyamankan duduknya di sofa samping tempat ayahnya.
"Kudengar SeeU sering pulang terlambat dari sekolahnya dan ia juga sering keluar malam. Benar itu See Woo?" pemuda itu hanya diam.
"Kau diam kuanggap itu benar." Telak ayah See Woo.
"Aku akan mengawasinya lewat seorang butler." Lanjut pria paruh baya itu.
"Aboeji, SeeU sudah besar pasti dia akan memberontak jika ia terus diawasi." Meski See Woo lelah memarahi adiknya kalau pulang terlalu sore atau dia sering keluar malam tapi, sosok kakak itu tetap membela adiknya. Ia tahu persis seperti apa adiknya itu. SeeU paling tak suka jika ada yang mengawasi seperti anak kecil.
"Justru ia sudah besar ia harus lebih diperhatikan tingkah lakunya. Aku tahu kau sibuk dengan kuliahmu. Itu sebabnya aku akan mencari butler untuknya." Kalimat itu memang benar bahwa SeeU harus diperhatikan. Sejak umur 6 tahun ia tak pernah mempunyai waktu lebih bersama sosok orang tua. Sejak umur itu See Woo lah yang selalu menemaninya.
"Baiklah jika itu keputusannya." Entah itu baik atau malah akan menjadi masalah besar bagi SeeU. Kakaknya hanya ingin yang terbaik untuk SeeU.
"Pergilah istirahat." See Woo beranjak dari duduknya. Sebelum pergi ia membungkuk hormat pada ayahnya. Tubuhnya bergerak pelan menjauh dari ruang kerja ayahnya.
.
Kicau burung selalu mengalun indah di setiap pagi membaur dengan udara segar. Cahaya mentari menembus kaca jendela kamar SeeU. Mata sapphire SeeU merasa silau saat sinar mentari yang seharusnya terhalang tirai kini, bisa menembus begitu saja. Tubuh itu beringsut, ia ingin tahu siapa yang membuka tirainya.
"Sudah pagi. Cepat mandi lalu, kita sarapan bersama." Inginnya gadis itu berteriak protes karena tirainya dibuka begitu saja. Tapi, niat itu menghilang ketika sosok ibunya memberi senyum pagi yang lembut.
"Hampir 3 tahun aku tak melihat senyum itu." Gumam SeeU pelan. Kemudian, ia beranjak ke kamar mandi.
Menurut SeeU pagi ini terasa berbeda. Jelas berbeda pagi ini ia akan sarapan bersama kedua orang tuanya. Ayahnya, ibunya dan kakaknya sudah nyamn di kursi makan mereka sendiri – sendiri. Yah, dia rindu suasana ini.
.
.
Hampir sstu minggu SeeU merasakan kebahagian tapi, kini bahagia itu akan hilang. Kedua orang tuanya akan kembali ke Seoul lagi. Awalnya, SeeU menolak bahkan ia sampai melalukan aksi ngambek 2 hari setelah tahu bahwa orang tuanya akan kembali.
Kali ini di sebuah ruang keluarga yang cukup besar SeeU duduk sambil menekuk wajahnya. Guratan kemarahan masih setia menempel di paras khas Koreanya. Tinggal menghitung jam ayah dan ibu SeeU akan pulang. Itu cukup membuatnya marah. Sekarang malah ditambah pegawai baru di rumahnya dan pegawai itu akan jadi butlernya.
"Dia yang akan jadi butlermu." Ayah SeeU membuka suara. Dia memperkenalkan seorang pemuda bersurai kuning pucat. Yah, dia memang masih muda. Pemuda itu membungkuk memberi hormat. SeeU hanya menatap datar wajah pemuda itu. Pandangannya beralih menuju ibunya. Ia berharap bahwa ibunya bisa membatalkan tujuan ayahnya. Sayangnya, wanita itu hanya tersenyum lembut.
"Apa yang dilakukan orang tua itu hanya demi kebaikan anaknya." Bukan ini jawaban yang diinginkan SeeU. Dia menolehkan wajahnya ke samping –See Woo.
Saat mata sapphire SeeU menatap wajah See Woo, pemuda sedikit tercengang. Dia bingung harus berkata apa. Lagi pula ia juga setuju tentang hal ini. Bahwa SeeU lebih baik jika punya butler.
SeeU menanti jawaban dari kakaknya. Tak ada. Wajah cantiknya menampakan frustasi. Tak ada yang bisa membelanya. Saking kesalnya, gadis itu beranjak dari duduknya ia pergi meninggalkan ruang yang menerutnya 'sesak' itu.
"SeeU! SeeU! Hyun SeeU!" gadis itu tak memerdulikan teriakan ayahnya.
Tanpa sepengetahuan siapa pun. Orang yang akan menjadi butler SeeU itu menyeringai saat melihat tingkah calon majikannya.
"Yeobo, tenang dulu." Suara lembut dari istrinya sedikit membuatnya tenang.
"Aboeji, seiring waktu SeeU juga akan terbiasa."
"Baiklah. Lalu, siapa namamu?" calon butler itu sedikit tersentak saat tiba – tiba suara ayah SeeU yang membuyarkan aksi diamnya.
"Nama saya Len Kagamine." Pemuda itu tersenyum sambil menundukkan sedikit kepalanya.
"Aku minta kau untuk menjaga dan mengawasi putriku selama kami ada di Korea." Pinta ibu SeeU. Pemuda calon butler SeeU itu hanya tersenyum.
"Tentu." Jawabnya singkat.
Tak terasa sudah jam 7 malam. Dan di jam ini See Woo dan SeeU akan berpisah dengan kedua orang tuanya. Mereka berdua hanya bisa mengantarkan sampai gerbang rumah.
Semakin lama semakin jauh mobil yang membawa orang tua mereka dari pandangan SeeU. Tubuh itu tetap berdiri sambil menatap kosong arah laju mobil tadi. Sedangkan See Woo sudah masuk, ia tak 'kan mengusik SeeU.
Saat di ambang pintu masuk See Woo melihat Len.
"Biasakanlah dengan dia."
"Baik."
5 menit berlalu. SeeU masih senantiasa berdiri di gerbang rumah. Di ambang pintu utama Len juga berdiri menemani SeeU tanpa sepengetahuannya.
10 menit. SeeU berjalan memasuki rumah. Langkahnya berhenti saat matanya menangkap sosok baru di rumahnya. Sapphire SeeU terus tertuju lurus memandangi wajah Len. Bahkan mata itu tak berkedip sedikitpun.
"Ada yang salah, nona?"
"Humb." Tatapan SeeU tetap tertuju lurus.
"Jika saya boleh tahu, apa yang menurut Anda salah?"
"Dwaesseo." Gadis itu berlalu meninggalkan Len yang masih bingung.
"Menarik." Gumam Len sambil menatap sosok yang semakin lama hilang dari pandangannya.
.
.
2 hari sudah, Len resmi menjadi butler SeeU. Segala kebutuhan SeeU ia yang menyiapkan kecuali hal yang meyangkut hal pribadi karena SeeU masih bersikap dingin pada Len.
Walau SeeU sudah didampingi butler tetap saja SeeU maish bisa mencuri kesempatan utnuk kabur. Dan malamnya seluruh pegawai rumah pasti kalang kabut mencarinya. Dan seperti saat ini, mereka berusaha menghubungi teman – teman SeeU yang mereka ketahui tapi, tak satu pun dari mereka yang tahu keberadaan SeeU.
Keadaan semakin tegang saat See Woo pulang dari kuliahnya. Semua pegawai bingung harus berkata apa. Apalagi butler SeeU.
"Dia kabur jam berapa?" introgasi See Woo pada 5 pegawai yang sekarang di depannya.
"Setelah makan malam." Jawab Len.
"Cih! Anak itu benar – benar." See Woo memijit pelipisnya. Dia benar – benar pusing memiliki adik yang seperti itu.
"Biarkan saja dulu. Nanti juga pulang. Aku mau istirahat." See Woo beranjak dari ruang keluarga. Ia ingin mendinginkan kepalanya.
.
Pagi ini SeeU seperti kena serangan jantung mendadak. Karena apa? Karena mulai hari ia akan selalu bersama butlernya. Yah, selalu. Kemana pun dan kapan pun!
"Oppa!" sejak mendengar kabar itu SeeU terus merengek pada kakaknya.
"Anggap saja itu hukuman karena kau semalam kabur." Jelas See Woo yang tetap fokus pada sarapannya.
"Tapi, ini berlebihan! Kenapa ke sekolah dia harus ikut?"
"SeeU, terima saja."
"Aku tidak terima!"
"Kalau begitu aku akan bilang pada aboeji kalau kau semalam tidak pulang."
"Yah, itu fitnah!"
"Terserah aku."
"Errggghh!"
.
Saat di sekolah SeeU benar – benar seperti artsi. Banyak pasang mata yang memandanginya. Entah itu memandangi SeeU atau memandangi pemuda yang sejak tadi terus mengekorinya.
Langkah SeeU berhenti ia menoleh ke belakang.
"Yah, kau pulang saja. Di sekolahku dilarang membawa butler."
"Tapi, bukankah di sini ada aturan kalau seorang keluarga elit mendapatkan hak istimewa termasuk membawa butlernya?"
"Ekh? Kau sok tahu!"
"Tuan See Woo yang mengatakan hal itu."
"Mwo? Ugh, dasar anak itu, awas saja kau!" SeeU kembali berjalan sambil menggerutu tak karuan, meyumpahi kakaknya.
-Kelas 12 – 1-
"Wah, wah akhirnya kau menggunakan hak istimewamu juga!" seru seorang gadis berambut biru. Gadis itu terkikik geli saat melihat gadis blonde yang ia goda tadi malah cemberut.
"Boleh aku berkenalan dengannya, nona SeeU?" sahut gadis berambut hijau pendek.
"Terserah kau saja!" SeeU langsung duduk di kursinya. Ia melempar kasar tasnya ke mejanya. Gadis bersurai biru mendekati SeeU.
"Baru?" tanyanya. SeeU langsung mengangguk seakan ia tahu yang dimaksudnya temannya ini.
"Nee, kau boleh masuk. Bukankah seorang butler harus disisi majikannya?" Len hanya memberi senyuman. Memang kalimat yang diucapkan teman SeeU memang benar. Tapi, ia hanya menuruti perintah dari majikannya.
"Kyaaaa! Itu dia!" suara teriakan dan derap langkah dari beberapa orang membuat koridor kelas SeeU terasa bergetar.
Yah, ada 10 siswi. Eum, mungkin 20 atau bahkan lebih menyerbu seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Len Kagamine, butler SeeU. Saat tubuh pemuda itu tenggelam di lautan sisiwi mata SeeU dan kedua temannya terbelak sempurna. Mereka mengagumi betapa populernya dia sampai di peluk seperti itu.
Plok. Plok. Plok.
"Hyun SeeU, butlermu hebat!" puji Gumi sambil tepuk tangan. Sedangkan SeeU hanya menatap puluhan siswi itu tak percaya.
"Apa mereka tak sadar kalau dia hanya butler?"
"Status tak penting yang penting adalah tampang."
"Kau benar Miku!" kata Gumi membenarkan pernyataan Miku.
"Dia pemecah rekor di sekolah ini. Daebak!" timpal SeeU, ia masih tak percaya dengan situasi saat ini. Ia mendengar pertanyaan dari para siswi yang meminta nomor ponsel butlernya atau mereka menanyakan alamat rumahnya.
"Aigoo, jinjja!" SeeU mendesah.
Klik. Suara foto dari smartphone Gumi. Gadis itu mengambil gambar kejadian di depan matanya.
"Ini adalah rekor. Aku akan memajangnya di mading. Khu..khu..khu"
.
Malam ini SeeU tak bisa berbuat apa – apa. Dia hanya bisa mendesah berat meratapi nasib sialnya hari ini di ranjangnya. Dimulai dari ia dijaga butlernya sampai ke sekolah. Lalu, banyak sisiwi yang ingin ke rumahnya saat mereka tahu kalau Len adalah butlernya. Dan karena hal itu dia harus lari dari kejaran fans dadakan butlernya. Super lelah.
Tubuh SeeU beranjak dari tidurnya. Ia berjalan menuju jendela kamarnya. Ia membuka jendela itu, membiarkan angin malam menerpa wajahnya. Matanya menatap kosong pada taman yang ada di samping rumahnya. Semakin lama matanya itu mengernyit tajam saat ia melihat dinding pagar rumahnya. Seringai muncul.
Dengan mengendap – endap Seeu pergi ke taman samping.
"Sial aku seperti pencuri. Padahal ini 'kan rumahku." Omelnya sambil terus menjaga langkahnya agar tak bersuara.
Sesampai di taman gadis itu melepas wedgesnya lalu melemparnya ke sebrang dinding pagar. Ia mengambil sebuah kursi taman untuk diletakkan di samping dinding.
"Ini tidak terlalu tinggi."
Dengan susah payah ia naik ke atas dinding. SeeU mengehla nafas lega sambil berdiri tegap. Ternyata tak susah kalau mau kabur. Ia berkacak pinggang mengagumi hasil usahanya.
"Nona SeeU, apa yang Anda lakukan?"
"Oh?" SeeU terkejut saat ia mendapati Len sudah ada dibelakang tubuhnya. Tubuhnya limbung saat itu juga.
"Waaahhh!" SeeU beteriak antara kaget dan juga ia tak bisa menjaga keseimbangn tubuhnya. Hingga…
Bugh.
"Auchhh!" ringis gadis itu ketika lututnya 'mencium' aspal dengan keras.
"Nona SeeU!" Len segera memanjat dinding agar lebih cepat menolong nonanya. Belum sempat Len turun dari dinding, SeeU sudah megetahuinya dulu langsung menyambar wedges yang sudah ia lempar tadi. Dengan cepat ia berlari.
"Nona SeeU!" Butler itu pun dengan cepat mengejar nonanya.
"Ah, kenapa ia bisa tahu kalau aku di taman sih! Jinjja!" gerutu SeeU sambil terus berlari dan tangan kanannya masih setia menjinjing wedgesnya.
Acara kejar – kejaran itu masih berlanjut sampai mereka di jalan raya. Meski suasana jalanan ramai, SeeU dengan PD-nya berlari sambil menjinjing sepatunya. Ia tak peduli dengan pikiran orang – orang yang ada di sekitarnya.
"Ah, sial meski dia perempuan tapi, larinya cepat juga."
Sesekali SeeU melihat ke belakang, memastikan jauh dekatnya keberadaan orang yang mengejarnya.
"Awaaaasss!" teriak seseorang dari depan SeeU.
"Nona SeeU!"
Buagh.
"Ugh" SeeU meringis pelan, matanya sedikit terbuka. "Oh?" dia benar – benar terkejut ketika ia melihat seseorang berada di bawahnya.
"Anda tidak apa – apa?" kata seseorang yang ada di bawah SeeU.
"Kau?" SeeU mengalihkan perhatiannya ke samping, ia juga memisahkan tubuhnya yang begitu dekat dengan butlernya.
"Kalian tidak apa – apa?" tanya beberapa orang yang ada di sekitar tempat itu.
"Tidak apa – apa ini hanya kecelakaan kecil. Tak ada luka."
"Anda yakin tak teluka, nona?"
"Ogh." Gadis blonde itu mengangguk.
"Maaf, rem sepedaku rusak. Jadi, aku tak bisa mengerem mendadak." Orang yang tadi menabrak SeeU membungkuk minta maaf. SeeU hanya tersenyum lembut. Dia juga mengatakan kalau ialah yang salah, ia berlari tak memperhatikan depannya. Semua orang mulai bubar setelah memastikan keadaan korban kecelakaan tersebut.
"Ahh!" SeeU meringis ketika ia merasakan kaki kanannya terasa perih. Ia tetap memaksakan untuk jalan. Di tengah perjalanan Len melihat sesuatu yang ganjil dari kaki kanan majikannya. Indera pencuimnya juga mebau anyir darah. Bukankah dia cukup peka dalam jarak yang jauh dengan SeeU?
"Wuaahh! Apa yang kau lakukan?" tiba – tiba Len menggendong bridal style SeeU. Banyak pasangan yang iri melihat mereka. Yah, mereka masih di tempat umum.
"Yah, lepaskan aku!" SeeU terus saja memberontak. Semakin memberontak Len semakin menguatkan gendongannya.
.
Esoknya di sekolah, lebih tepatnya di kelas SeeU. Kedua sahabat SeeU terkikik geli setelah mendengar pernyataan SeeU kalau dia gagal kabur dan malah mendapatkan luka yang cukup parah.
"Haha… SeeU darah di lukamu merembes keluar." Miku berhenti tertawa ketika ia melihat balutan perban SeeU menjadi merah.
"Oh, eotheokaji?" SeeU menjadi panik ketika darahnya sampai mengalir.
"Aku akan ke UKS dulu." Miku dan Gumi berlari ke UKS. Setelah mereka pergi, seseorang datang dengan sekotak alat P3K. Len. Dia dengan cekatan membuka perban lalu, ia segera membersihkan darah di lutu kanan SeeU.
DEG.
Jantung Len berdetak kencang saat ia mencium bau darah yang ada di lutut kanan SeeU. Ia berusaha untuk tetap fokus membersihkan darah majikannya.
"Ahh, yah, yah! Pelan – pelan! Sakit!" SeeU meringis saat Len tiba – tiba sedikit memberi tekanan pada luka SeeU.
"Maafkan saya." Len segera meniup luka itu untuk mengurangi rasa sakitnya. Saat angin kecil dari tiupan Len menerpa lembut lututnya, SeeU tiba – tiba saja merasa kikuk dengan hal ini.
Mereka tak sadar ada pasang mata yang terlihat sendu ketika melihat mereka sedikit akrab. Sosok itu tak ingin mendekat juga tak ingin menjauh. Tubuhnya terkejut saat ia mendengar suara bel pagi berbunyi, tanda pelajaran pertama dimulai. Len segera membereskan alat – alat yang ia gunakan tadi. Sebelum ia pergi keluar ia membungkuk hormat pada SeeU.
-TBC-
A/N:
Eomma :ibu
Aboeji :ayah
Yeoboseyo :halo (dalam telepon)
Yeobo :sayang
Dwaesseo :lupakan
Oppa :kakak
Yah :hei
Mwo :apa
Daebak :hebat
Aigoo, jinjja :ya ampun, benar - benar
Eotteokaji :apa yang ahrus kulakukan
jika 'cukup' banyak yang review maka, saya akan update chapter selanjutnya ...dan karena saya baru maka, saya membutuhkan kata - kata yang membangun, bersifat positif...
