Kagehime-faria mempersembahkan sebuah fict sebagai jawaban atas tantangan Missing Scene dari Himura Kyou. Fict ini—sesuai aturan, dibuat sedemikian agar mendekati canon. Mengambil garis besar pada waktu yang hilang setelah chapter 213: Trifle.
Fandom: BLEACH
Disclaimer: Kubo Tite
Main Characters: Ichimaru Gin dan Aizen Sousuke.
Timeline: Beberapa hari setelah peristiwa pemotongan tangan Grimmjow oleh Tousen Kaname.
Setting: Las Noches, Hueco Mundo.
.
PERMAINAN
.
~Untuk INFANTRUM Missing Scene Challenge~
.
Oleh: kagehime-faria
.
"Apa kau paham, Ulquiorra?" suara Aizen San memecahkan keheningan ruangan berdinding putih ini.
Melalui mataku yang menyipit, aku menangkap gerakan cuatro espada* itu. Ia membungkuk, mengiyakan perintah tuannya.
Lantai keramik hitam yang bersih mengilap memantulkan bayangan sosok-sosok berpakaian putih yang berkumpul di ruang kesayangan Aizen San.
"Lalu, Aizen Sama, kapan rencana ini akan dijalankan?" Ulquiorra bersuara, bertanya dengan penuh hormat.
Aku benar-benar ingin tertawa. Arrancar-arrancar ini membungkuk, berkata dengan sopan, memuja Aizen San seolah mereka adalah anjing dan Aizen San adalah pemiliknya. Meski sudah agak lama aku melihat pemandangan ini, tetap saja aku geli melihatnya.
Ah, aku lupa. Aku memang selalu tampak tersenyum dan tertawa. Ya, kapan pun. Nyatanya, kali ini aku sungguh sangat ingin tertawa.
Kuperhatikan Aizen San melirik lagi rekaman berulang-ulang mengenai seorang gadis berambut oranye dan peri-peri kecilnya yang unik. Layar hitam di belakang kursi Aizen San masih memutarkan gambar itu tanpa henti—sejak tadi.
"Jika semua persiapannya sudah selesai, aku akan memberitahukannya," jawab Aizen San. Ia duduk di singgasana putihnya, menopang dagu dengan satu tangannya. Mata keunguannya berkilat aneh.
"Baik, Aizen Sama," Ulquiorra meletakkan satu tangannya di dada, kemudian membungkuk sekali lagi.
Lihat, lucu sekali bukan?
Aku belum sempat tertawa ketika tiba-tiba Aizen San memandangku yang berdiri tak jauh darinya. Ah, aku hampir lupa dengan kalimat yang seharusnya kuucapkan.
"Ulquiorra," aku memanggil. Kulengkungkan senyum palsuku lebih lebar ketika melanjutkan, "Jangan lupa untuk datang ke laboratorium nanti. Kau akan mendapat saudara baru,"
Ulquiorra menatapku dengan mata hijau toskanya. Ia diam sejenak sebelum menjawab patuh, "Ya, Gin San."
Astaga, aku tidak kuat lagi. Ia benar-benar patuh pada kami!
"Sudah, Gin," Aizen San menyelaku. Ia tersenyum.
Oh, senyum yang itu. Apa lagi yang terlintas di benaknya? Aizen San memang mengerikan.
"Kau bisa kembali ke kamarmu, Ulquiorra," dengan suara halusnya itu, Aizen San membiarkan Ulquiorra membungkuk sekali lagi dan meninggalkan ruangan.
Aku hanya berdua dengan Aizen San ketika akhirnya aku tersenyum begitu lebar.
"Ada yang lucu, Gin?" Aizen San tersenyum ketika menatapku.
"Tidak~. Kau tak perlu bertanya, kan, Taichou?" jawabku. "Bahkan tanpa Kyouka Suigetsu* itu, mereka begitu patuh dan memujamu."
Tak menjawab, Aizen San berdiri dan berjalan membelakangiku. Sekali lagi ia memandang rekaman yang diberhentikan tepat saat gadis berambut oranye itu membuat perisai aneh dengan kekuatannya.
Aku berjalan dan berdiri di sampingnya. Mendekap kedua tanganku di dada, aku menggerutu menatap layar itu. "Semenarik itukah kekuatan perempuan ini?"
Kuperhatikan Aizen San tersenyum dan berjalan lebih dekat dengan layar.
"Kau pernah bertemu dengan gadis ini sebelumnya, kan?" tanyanya.
Aku mengingat-ingat. Kugerakan kepalaku sedikit untuk memandang langit-langit.
Rambut oranye… ah, aku memang pernah melihatnya langsung.
"Ah~ Iya, aku ingat. Waktu aku menghadang mereka di gerbang Seiretei. Itu ketika para ryoka itu mau menyelamatkan Rukia-chan," gumamku.
"Inoue Orihime. Dia akan sangat berguna bagi kita," Aizen San berujar dengan tenang.
Sejujurnya, aku masih tidak mengerti. Aku mendengar jelas ketika Aizen San memerintahkan Ulquiorra untuk membawa gadis itu kesini. Rencananya matang, agak rumit. Ulquiorra akan mendesak gadis itu hingga ia tidak punya pilihan selain ikut dengan kami.
"Apa istimewanya dia, sih?" aku bertanya—sedikit kesal.
Aizen San melirikku dan tersenyum. Aku selalu melihat Aizen San dengan senyumnya. Senyum itu tidak tulus—aku bahkan tidak tahu seperti apa senyum tulus, tapi aku suka melihatnya.
"Kau dengar apa laporan Ulquiorra tentang kekuatan gadis itu?" tanyanya.
Aku mengingat-ingat lagi. "Sesuatu tentang pengendalian waktu dan dimensi?"
"Tepat. Namun sebenarnya tidak serumit itu. Kekuatannya jauh lebih sederhana, namun sangat hebat."
Aku memiringkan kepalaku, tidak mengerti.
"Aku akan senang menamakannya 'kekuatan penolak'."
"Penolak?" ulangku.
Aizen San memutar ulang tayangan di layar hitam itu. Adegan menampakkan ketika gadis oranye itu memunculkan perisai yang melindunginya dari serangan Yammy.
"Misalnya ini," lanjut Aizen San. Ia menoleh padaku. "Inoue Orihime dengan sederhana 'menolak' serangan Yammy. Perisai yang muncul melindunginya adalah akibat dari keinginan 'menolak' itu."
Lalu layar hitam menampilkan gambar yang berbeda lagi ketika Aizen San menekan suatu tombol pada remote kecil di tangannya. Kali ini menampilkan adegan ketika sebuah perisai aneh berbentuk oval menutupi luka di tangan temannya, mengembalikannya ke bentuk semula dengan cepat.
"Yang ini, gadis itu 'menolak' luka yang terjadi pada tubuh temannya. Terkesan seperti kekuatan menyembuhkan, tapi ini jauh lebih efektif. Ia mampu mengembalikan kondisi sesuatu yang ditolaknya ke bentuk semula, sesuai keinginan."
"Hee~ sehebat itu?" seruku kagum. Tentu saja tidak terlalu bersungguh-sungguh.
Aizen San mematikan layar dan membalikan tubuhnya. Ia melangkah di tengah sunyi ruangan, kemudian mendudukan dirinya kembali di singgasana putihnya.
Aku mengikuti dan berdiri berhadapan dengannya. Ia masih tersenyum.
"Meskipun kekuatannya se-'hebat' itu, rasanya tak beralasan hingga kau mau repot-repot dengan segala strategi demi membawa gadis itu kemari," aku mengutarakan pendapatku dengan tenang.
Aizen San tersenyum lebih lebar, ia sedikit menyibak helai coklatnya yang menggelantung di dahi.
"Kau memang tajam, Gin," sahutnya.
Tentu saja. Oh, Aizen San pasti lupa sudah berapa lama aku berdiri di sisinya. Seratus tahun yang lalu? Ya, lebih beberapa puluh tahun. Begitu lama aku mengenal cara kerjanya yang metodis dan rapih.
"Jadi?" tanyaku.
"Soul Society akan panik jika gadis itu kubawa kemari."
Aku sedikit menyerengitkan alis atas pernyataannya itu.
"Kenapa? Jika kau menculik Kurosaki Ichigo, mungkin mereka akan panik. Tapi, ini tentang gadis biasa itu. Kenapa harus panik?"
Ya. Astaga, apa sih kelebihan gadis itu?
"Kau terlalu meremehkan kekuatan gadis itu, Gin." Aizen San menatap tajam padaku.
Permisi? Apa kekuatannya memang sehebat itu?
"Kekuatan itu belum sempurna. Jika sudah, gadis itu bisa saja 'menolak' keberadaan hougyoku. Minimal itu akan mengembalikan keadaan hougyoku menjadi tersegel kembali," jelas Aizen San.
Sehebat itu? Yang benar saja.
"Soul Society mengetahui pasti betapa pentingnya kekuatan Inoue Orihime. Mereka akan panik, karena aku bisa saja menggunakan kekuatannya untuk hal sebaliknya."
"Sebaliknya?" sekarang aku benar-benar tidak mengerti.
"Jika gadis itu bisa 'menolak' eksistensi hougyoku, secara teori, ia juga bisa 'menolak' segel yang mengikatnya. Ia bisa saja menyempurnakan lepasnya segel hougyoku, sehingga kekuatannya maksimal."
"Tapi mana mungkin gadis itu mau melakukannya untuk kita?" sanggahku.
Aizen San sedikit menghela nafas. "Gin, Gin… kau tidak paham maksudku." Ia mengubah posisi duduknya sehingga lebih nyaman.
Tunggu, mungkin ada yang bertanya-tanya dengan jalan pikiranku. Hei, meskipun aku sudah begitu lama setia pada Aizen San, aku sama sekali tidak mengerti apapun!
Rencana Aizen San terlalu sempurna, pikirannya terlalu rumit untuk bisa kupahami. Yang kulakukan selama ini hanyalah menjalankan segala perintahnya. Dan—mungkin—sedikit bersenang-senang.
Aizen San berujar perlahan, "Aku tidak pernah mengharapkan kekuatan gadis itu. Tujuanku hanya memberi kesan pada Soul Society, dengan aku mengincar gadis itu, artinya ia benar-benar memiliki kekuatan yang hebat."
"Lalu?"
"Seperti perintahku pada Ulquiorra, aku akan membuat kesan bahwa Inoue Orihime meninggalkan teman-temannya dengan tidak terpaksa. Bahwa ia benar-benar berkhianat untuk membantu kita," Aizen San memberi jeda. "Nah, jika kau ada di posisi para petinggi Soul Society itu, apa yang akan kau lakukan?"
Setelah berpikir sebentar, aku mengerti. Ah… begitu rupanya. Aizen San memang jenius.
Aku tersenyum. "Kau memang benar-benar mengerikan," gumamku.
"Kau mengerti?" ia membalas senyumku. "Ya, dengan memperhitungkan pola tindakan Soul Society, dan Kurosaki Ichigo, dapat dipastikan bahwa akan ada beberapa shinigami yang menyusup untuk merebut kembali Inoue Orihime, apapun alasan mereka. Terlalu beresiko untuk membiarkan gadis itu membantuku."
"Lalu kau akan kurung mereka disini selama kita menghancurkan kota Karakura? Benar?" tanyaku.
Aizen San tersenyum lagi, kemudian ia memejamkan mata—seperti berpikir akan rencana lain.
Aku tak mengganggunya. Aizen San memang sering seperti itu. Ia hanya butuh beberapa menit setelah…
Nah, lihat apa kataku.
"Sudah selesai, Taichou?" tanyaku.
Aizen San bangkit berdiri dan memberi isyarat agar aku mengikutinya. "Ayo, Gin, kita temui teman baru kita," ujarnya seraya menoleh.
Teman baru? Istilah itu agak ganjil di telinga.
Aku lebih suka jika Aizen San menyebutnya: mainan baru.
Tanpa banyak bicara lagi, aku mengayunkan kaki panjangku untuk mengikuti langkahnya.
.
#
.
Kotak kaca yang menutupi sosok tidak jelas dari makhluk berperban yang terkurung di dalamnya itu pecah berkeping-keping tepat setelah Aizen San menempelkan satu jarinya dengan hougyoku.
Sesosok arrancar berambut hitam muncul tanpa busana. Sisa topeng hollow-nya terletak di kepala kiri. Ia memiliki tato aneh seperti bekas luka di dahi kiri.
"Bisa kau beritahu kami siapa namamu?" suara Aizen San menggema di ruang laboratorium—begitulah kami menamakannya.
Ruang ini adalah tempat kelahiran banyak arrancar baru dari hougyoku yang digunakan Aizen San. Kali ini pun 'teman' kami bertambah satu. Aku jadi ingin tertawa lagi. Aizen San memang benar-benar mengerikan.
Sosok itu membuka mata, tampak sepasang magenta yang membulat. Hei, anak ini mungil dan berwajah manis.
"Rupi…" jawab arrancar itu. Nadanya agak sombong.
Aizen San tersenyum aneh menatap arrancar itu. Ah, apalagi yang akan dilakukannya?
"Baiklah, Rupi," ujar Aizen San lembut. "Selamat bergabung dengan kami."
Aku merasakan perubahan reiatsu Aizen San. Kulihat sinar hitam muncul di telunjuk kirinya. Ia belum selesai bicara ketika sinar itu menguat.
"Sebagai hadiah, aku akan memberimu tanda," lanjut Aizen San.
Hei, yang benar saja? Maksudnya…
Sinar itu terkumpul dan dengan segera tertampar keras tepat di pinggul kanan Rupi. Arrancar muda itu sedikit merintih.
"Selamat datang, sexta espada* yang baru," sambut Aizen San.
Astaga. Aizen San benar-benar melakukannya.
Aku terkejut, meski tidak ada seorang pun yang akan menyadari perubahan ekspresi wajahku.
Kusapu seluruh ruangan dengan mata sipitku. Semua espada hadir, dan hampir semua dari mereka menoleh ke arah Grimmjow.
Ah, Grimmjow. Espada nomor enam, dengan rambut biru dan tempramen kerasnya. Ups—ada satu lagi, dengan tangan kirinya yang hilang.
Beberapa hari lalu Kaname memotong benda itu, kemudian membakarnya dengan haien*. Tak berbekas. Aku bisa memastikan, Aizen San sengaja membiarkan Kaname melakukannya. Atau lebih tepatnya—Aizen San memang membuat Kaname menghilangkan lengan espada itu.
"Apa maksudnya ini?!" Grimmjow berujar—setengah memekik marah.
Sepertinya akan ada tontonan menarik disini. Aku menyandarkan tubuh ke salah satu pilar putih dan mendekap kedua lengan di dada. Nah, mari kita nikmati.
Kaname maju beberapa langkah mendekati Grimmjow. Kacamata beningnya berkilat terkena cahaya lampu ruangan. Aizen San tidak bicara, tapi matanya menatap segala kejadian itu. Sementara Rupi sedang memakai seragam putih yang baru saja dibawakan oleh seorang arrancar pelayan.
"Kau tidak berhak untuk meluncurkan satu protes pun kepada Aizen Sama," tutur Kaname tenang. Ia berdiri di belakang Grimmjow.
"Tousen, kau…" Grimmjow mendesis marah seraya melirik ke arah belakangnya. Rupanya ia masih tak melupakan bagaimana lengannya menghilang beberapa hari lalu.
"Apa yang bisa kau perbuat dengan satu lengan seperti itu?" ujar Kaname.
Benar, Grimmjow memang kehilangan nyaris setengah kekuatan arrancar-nya akibat lengan yang musnah itu.
Kaname tidak berbicara lagi. Bibirnya menggumamkan dua digit angka dan nama sebuah hadou. Aku tidak mendengar jelas dari jarak sejauh ini. Tapi aku bisa melihat ketika sebuah sinar keemasan menampar keras punggung kanan Grimmjow yang tidak tertutup pakaian.
"AAAARGGH!!!" Kudengar Grimmjow memekik.
Tato angka enam yang terukir di punggung kanannya itu terbakar. Dalam sekejap, api melahap ukiran hitam itu.
"SIALAN! SIALAN!" Grimmjow memaki habis-habisan ketika api kuning akhirnya padam menyisakan bekas luka di kulitnya. Ia menoleh ke arah Kaname dan segera menghunuskan pedangnya.
Aku tidak habis pikir bagaimana arrancar itu tidak belajar dari kesalahan. Ia jelas mengulangi tindakannya terhadap Kaname beberapa hari lalu.
Espada lain memilih tidak ambil pusing dengan segala keributan itu. Kebanyakan dari mereka menutup mata dengan gaya dinginnya masing-masing. Tempat ini dipenuhi banyak makhluk setipe—membosankan.
"Grimmjow," kali ini suara Aizen San membekukan gerakan Grimmjow.
Oh, Aizen San memang benar-benar senang mempermainkan semua 'peliharaan'-nya.
Reiatsu kuat luar biasa terasa dari tubuh Aizen San. Grimmjow terduduk lemah di lantai hitam yang mengilat.
"Aku takut benar-benar tidak bisa memaafkanmu jika kau melawan lagi," Aizen San mendekat dan mengangkat dagu Grimmjow dengan jari-jarinya. "Maaf, tapi selama lenganmu masih seperti itu, kekuatanmu tidak cukup untuk masuk dalam daftar espada. Bersabarlah," lanjutnya pelan.
Aizen San, kelembutan suaramu itu memang benar-benar 'indah'.
"Nah, berilah salam kepada penggantimu," perintahnya kemudian.
Aizen San menoleh. Kulihat Rupi telah berpakaian. Ia melengkungkan senyuman ceria yang sangat tulus. Satu lagi karakter menjijikan disini.
Ia mengulurkan satu tangannya melalui lengan baju yang kepanjangan. "Salam kenal, mantan nomor enam," ujarnya sinis.
Aizen San berjalan keluar ruangan, membawa serta hougyoku bersamanya. Beberapa espada mulai melangkah keluar laboratorium. Sementara Grimmjow masih terduduk seraya menatap penuh kebencian pada 'teman' barunya.
Ya ampun. Aizen San kali ini sungguh bersenang-senang dengan permainannya.
.
#
.
Kali ini Aizen San duduk di singgasana putihnya—yang berada di beranda tertinggi Las Noches. Aku berjalan perlahan, memasuki beranda luas yang dinaungi langit hitam itu. Badai, pasir, dan bulan sabit adalah satu-satunya pemandangan kami.
"Sepertinya kali ini kau benar-benar bersemangat, Taichou?" ujarku memulai.
Aizen San melirik sedikit padaku yang kini berdiri di sampingnya. Ia tersenyum seraya menopangkan satu tangan di dagunya.
"Apa maksudmu, Gin?" tanyanya dengan nada wajar.
Ah, rupanya suasana hatinya sedang bagus untuk berbicara panjang lebar denganku.
"Ayolah, jangan bercanda denganku," sambungku seraya menyeringai.
Kucatat ketika Aizen San sedikit tertawa kecil atas pernyataanku. Suasana hatinya memang benar-benar bagus hari ini.
"Aku tak mengerti~" ujarku dengan nada ceria. Jika penguasaku sedang baik suasana hatinya, apa yang bisa membuatku tidak ikut baik?
"Aku tak menangkap maksud pembicaraanmu," sahut Aizen San.
Aizen San jelas mengharapkan suatu obrolan panjang hari ini. Sudah lama ia tak segembira ini. Ya—pertama sejak hougyoku pertama kali digunakan di Hueco Mundo.
Aku akan menerima undangannya dengan senang hati.
"Untuk apa kau menempatkan Rupi sebagai espada nomor enam?" tanyaku.
Aizen San melirikku lagi. "Aku yakin kau mendengar alasanku tadi. Jelas, untuk menggantikan Grimmjow. Kekuatannya tak lagi bisa disandingkan dengan espada, setelah Kaname memotong tangannya. Kau pasti bisa merasakan jelas bahwa kekuatan Grimmjow kini tak lebih dari setengah yang biasanya," ujarnya panjang lebar.
Aku ingin tertawa. Aizen San mengatakannya seolah-olah kejadian itu hanyalah sebuah kecelakaan tak disengaja.
"Kau tak perlu berbohong begitu~," ujarku. "Kau jelas adalah satu-satunya orang yang merencanakan semuanya."
Aizen San tertawa kecil, "Gin, kau membuatku terdengar seperti seorang Tuan Yang Jahat."
Oh, tidak, tidak. Bagaimana jika: Tuan Yang Senang Mempermainkan?
"Ayolah, semua espada lain menyadarinya. Kekuatan Rupi hanya sedikit lebih dibandingkan gillian biasa."
"Benarkah?"
Sekarang ia berkata seolah-olah ia melakukannya tanpa sadar. Aizen San memang punya selera tinggi dalam bersenang-senang.
"Sudahlah~ jangan bercanda begitu denganku, Taichou," aku mendekatinya, menyeringai lebar.
Kenyataannya adalah, aku sangat suka dengan selera humor Aizen San.
Aizen San menyeringai, kemudian menghela nafas. "Jika kau sudah tahu, apa aku perlu menjelaskan lagi?"
Akhirnya. Aku memiringkan kepalaku sedikit untuk memberi kesan bingung. "Tapi, yang membuatku heran adalah: kenapa?"
Aku mengamati ketika ia tersenyum, senyumnya begitu aneh. Ia kemudian berdiri, meletakan satu tangannya di pundakku dan berbisik—benar, berbisik, di telingaku.
"Kalau sudah tahu alasannya, tidak menarik lagi, kan?"
Kali ini aku yang menyeringai. Aizen San memang selalu saja seperti ini. Tapi, harus kuakui bahwa aku memang suka kejutan-kejutannya.
"Baiklah~ aku kalah, Taichou," jawabku setengah bercanda. "Kau masih saja hobi bermain-main dengan anak buahmu."
"Hm? Apa kau bosan, Gin?" tanyanya seraya menatap lurus padaku.
Aku tersenyum, kali ini kubiarkan sepasang mata merahku mengintip sedikit untuk bertemu mata Penguasa Hueco Mundo.
"Coba sebutkan kapan terakhir kali kau membiarkanku bermain," ujarku tenang.
Aizen San melengkungkan bibirnya. "Bagaimana dengan wakil kaptenmu yang kau tinggalkan itu?"
Ah, Aizen San membicarakan mengenai seseroang yang tidak sungguh-sungguh kuingat. Izuru, ia benar-benar menghiburku di Soul Society. Daripada seperti anak anjing, ia lebih seperti… anak kucing.
"Ayolah, itu sudah terlalu lama~" balasku, mengatupkan kembali mataku menjadi sipit.
Aizen San menyerah dan kembali duduk di singgasana putihnya. "Baiklah, lakukan sesukamu, Gin," ujarnya.
Aku tersenyum lebar. "Tapi, aku ingin kau yang memilihkan permainan menarik untukku."
"Sejak kapan kau menjadi begitu manja?" Aizen San bertanya, tapi tak henti tersenyum.
"Entahlah~," jawabku ceria.
"Baiklah," ia mengalah. "Kau pasti tahu beberapa shinigami yang pasti akan menyusup kesini setelah kita membawa Inoue Orihime."
Aku diam, menunggu.
"Jika saat itu tiba, kuserahkan kontrol kendali ruang padamu," ia menatapku dan menyeringai.
Kontrol kendali ruang, sebuah sistem yang memungkinkan kami mengatur letak kamar, lorong dan semua ruangan di Las Noches. Aku bisa dalam sekejap menyambungkan ruang satu dengan yang lain, melalui sistem itu.
Aizen San memberiku mainan kesukaannya? Menyenangkan sekali.
Wajahku membayangkan siapa yang kira-kira mampu menyuguhkan tontonan menarik. Dalam sekejap, wajah Kuchiki Rukia melintas. Ah, Rukia-chan mungkin akan senang dengan kejutanku yang 'itu'. Setelah ini aku akan memberi instruksi pada arrancar nomor sembilan. Ini akan jadi sangat menarik.
"Kulihat kau senang, Gin?" Aizen San berkata seraya mengamatiku yang sejak tadi tersenyum dan mulai tenggelam dalam imajinasiku.
"Tentu saja~," jawabku ceria.
"Nah, bisa kau panggilkan Grimmjow?" ujar Aizen San tiba-tiba.
Untuk apa lagi Aizen San memerlukan mantan espada berlengan satu itu? Ah, apapun itu, jelas akan menjadi sesuatu yang menarik.
"Untuk apa? Apa kau mau memberinya hukuman tambahan?" tanyaku ingin tahu.
Aizen San menyibak helai poninya sebelum menjawab, "Jangan begitu, Gin. Grimmjow adalah salah satu espada kesayanganku."
Kesayangan jelas merupakan sebuah kata ambigu dalam kamus Aizen San.
Aku menyeringai. "Baiklah," jawabku. "Tapi kau akan mengizinkanku menjadi penonton, kan?"
"Aku hanya ingin menegaskan hukumannya. Aku percaya tidak ada sesuatu yang menarik untuk ditonton," jawab Aizen San.
Aizen San pintar sekali bertutur kata.
"Ayolah~," rayuku. "Tak masalah untuk sekali-sekali mengajakku dalam permainanmu, kan?"
Penguasa Hueco Mundo itu tersenyum tanda setuju. Ia kemudian menatapku lurus sebelum berujar, "Baiklah, lakukan sesukamu, Gin."
Dan aku tak mengganggunya lagi.
Nah, Aizen San, aku akan menunggu permainanmu yang lain. Mungkin akan memberiku imajinasi untuk menerapkannya pada beberapa peliharaan—ups, anak buah maksudku.
Sebulan lagi. Aku berpikir seraya meninggalkan beranda dan menyusuri lorong sepi Las Noches.
Akan ada pesta besar-besaran disini. Dadu baru dilempar oleh Aizen San. Permainan yang sebenarnya baru akan dimulai sebulan lagi. Seperti biasa, kali ini pun dirancang secara sempurna dan teratur.
Ah, Aizen San memang tak pernah bisa membuatku bosan.
Nah, aku akan setia menunggu. Jangan lupa bahwa aku pasti akan berdiri di barisan terdepan untuk melihat permainanmu, Aizen San.
.
PERMAINAN – SELESAI
.
.
Daftar Istilah:
Cuatro espada: Espada nomor empat.
Kyouka Suigetsu: Nama zanpakutou (pedang jiwa) Aizen Sousuke.
Sexta espada: Espada nomor enam.
Haien: Blaze of Rescindment. Hadou nomor 54.
.
Catatan Faria:
Setelah berkutat dengan ide-ide missing scene di fandom Naruto—yang akhirnya tidak terealisasi, aku memilih yang satu ini. Sejujurnya, aku agak kurang mendalami karakterisasi Ichimaru Gin. Jadi mohon maaf jika tidak se-IC yang kuharapkan.
Karena ini jelas merupakan missing scene, yang juga mata rantai hilang, dengan segala kerendahan hati aku memohon kritik dan koreksi jika ada kesalahan.
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Lalu... bolehkah aku meminta sedikit feedback berupa REVIEW?
.
~ KAGEHIME-FARIA – SEPT 2009 ~
