Naruto © Masashi Kishimoto
###
Fur-ever
.
.
"You think dogs will not be in heaven? I tell you, they will be there long before any of us."
~Robert Louis Stevenson~
.
.
Sok tahu!
Perempuan berambut pirang itu mendengus kesal. Ia yang tadinya gembira berubah menjadi kesal setengah mati begitu dirinya diceramahi panjang lebar mengenai konsep kehidupan dan kematian. Dan yang paling membuatnya terhenyak lagi adalah, kematian gurunya dibanding-bandingkan dengan kematian seekor anjing.
Seekor anjing, bayangkan!
Itulah alasan mengapa sedari tadi dalam perjalanan pulang dari ziarah rutinnya ke makam gurunya menuju rumahnya terasa menyesakkan. Perasaan kesal itu terasa sesak di dadanya. Ia tidak percaya bahwa tadi ia tidak sempat untuk berdebat, ber-argumentasi mengenai derajat makhluk hidup di alam semesta ini. Harusnya tadi ia pukul saja kepala pemuda itu dengan kunai, siapa tahu dengan adanya aliran udara ke dalam kepala dapat membuat pemuda yang menceramahinya tadi sedikit lebih cerdas.
"Ino-pig!"
Ino berbalik begitu mengenali suara si pemanggil. Siapa lagi kalau bukan sahabat sekaligus rival seumur hidupnya dalam urusan cinta, Haruno Sakura. "Jidat! Kau dapat menjatuhkan pasaranku, tahu! Sudah berapa kali kubilang ka—"
Protes si pirang itu dipotong oleh Sakura yang telah berada di hadapannya, "Shiroko meninggal!"
Barulah Ino mengerti kenapa si pemuda klan Inuzuka itu begitu emosional bercerita panjang lebar tentang kematian seekor anjing.
Inuzuka Kiba baru saja kehilangan salah satu keluarganya.
###
Klan Inuzuka adalah salah satu klan yang dikenal dengan ciri-ciri sebuah tanda segitiga merah layaknya taring di pipi dan juga kebersamaan mereka bersama anjing ninja sebagai partner dalam bertarung. Setiap keturunan dari klan memperoleh partner—yang mungkin lebih cocok disebut sebagai pasangan—sejak dalam usia tertentu, yang biasanya saat mereka masih kecil sehingga hubungan mereka dengan anjing ninja itu hampir bisa dikategorikan bagai saudara.
Sebut saja Inuzuka Tsume dengan Kuromaru, Inuzuka Hana dengan si kembar tiga Haimaru, dan Inuzuka Kiba dengan Akamaru.
Shiroko adalah salah satu dari sekian banyak anjing ninja yang bernaung di bawah klan Inuzuka, dan merupakan istri dari Kuromaru. Meskipun termasuk bagian dari anjing ninja, Shiroko terlahir dengan tubuh lemah. Aliran chakra-nya tidak terkontrol dengan baik, membuatnya tidak dapat menjadi partner shinobi klan Inuzuka.
Sudah 58 hari Shiroko mengandung (ciyeee! *ngek*) walaupun ditilik dari kondisinya seharusnya tidak memungkinkan. Dikarenakan kondisi yang pada dasarnya lemah maka Shiroko meninggal pada saat melahirkan, begitu juga dengan anak-anaknya. Kecuali satu, seekor anak anjing mungil dan kurus.
Anak anjing yang baru lahir biasanya tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat dan tak dapat membaui apa pun. Dan satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan berada di dekat induknya, berlindung pada kehangatan sang ibu. Tanpa itu maka si anak anjing akan bernasib sama tragisnya dengan induknya, meninggal.
"Kau mau sampai kapan bersedih di sini, hah?"
Pemuda itu terlonjak kaget. Ia kenal dengan suara itu tapi ia enggan untuk berbalik. Kepalanya semakin tertunduk, terbenam di antara kedua kakinya. Tangannya dijadikan tumpuan bagi kepalanya. Ia sendiri tak ingat sudah berapa lama dalam posisi seperti ini. Setengah jam? Sejam? Entahlah. Yang ia ingat, ia menyendiri di bukit ini setelah ia menceramahi perempuan itu.
"Hey, Kiba."
Kiba menoleh. Wajahnya muram. Bahkan anjing putih raksasa yang berbaring di sampingnya juga menampilkan ekspresi yang sama dengannya.
"Aku sudah mendengarnya. Hei, Akamaru juga bersedih, hm?" Perempuan itu duduk di samping Akamaru yang menyalak pelan padanya.
"Sedang apa kau di sini, Ino?" tanya Kiba.
Ino mengerutkan keningnya. "Harusnya aku yang bertanya, sedang apa kau di sini, Kiba? Aku tahu kau sedih, tapi kurasa Hana-neesan dan Tsume-basan lebih sedih." Ia mengusap-usap kepala Akamaru. "Seharusnya kau di sana bersama mereka. Menurutku Akamaru juga pasti ingin menemani Kuromaru. Ya, 'kan, Akamaru?" Akamaru menyalak lagi.
Kiba diam. Tatapan mata hitamnya kosong.
Ino menghela napas. "Aku juga sama sepertimu saat Asuma-sensei pergi. Kau juga pasti tidak lupa bagaimana keadaan Kurenai-san waktu itu. Tapi..." Ia berhenti mengusap kepala Akamaru. "Kupikir perkataanmu mengenai surga tadi bisa jadi benar. Shiroko pasti berada di sana sekarang." Sebenarnya ia tidak sepenuhnya setuju mengenai hal itu, tapi sekarang bukan saatnya untuk berdebat, apalagi dalam situasi seperti ini. Ia tidak pernah melihat seorang Inuzuka Kiba begitu terpuruk, walau hanya karena seekor anjing, sih.
Dalam kepala Kiba terlintas banyak bayangan saat team 10 kehilangan Asuma, dan team 8 yang juga merasakan efek kehilangan itu dengan mundurnya Kurenai. Pada kondisi terpuruk itulah ia jadi lebih dekat dengan Yamanaka Ino.
Dulu ia sependapat dengan Shikamaru mengenai Ino, bahwa perempuan seperti Ino teramat merepotkan, dan juga berisik—sama riangnya dengan Naruto. Namun, apa yang Kiba lihat dari sosok Ino selama itu ibaratnya hanyalah cangkang luarnya saja. Entah mengapa rasanya sekarang Kiba dapat memahami kepedihan Ino kala itu walaupun ia tidak menangis—pikirannya mengatakan bahwa perkataan Ino mengenai kematian manusia lebih menyakitkan daripada seekor anjing mungkin masuk di akal.
Itu kalau Kiba tidak menganggap Shiroko bukan sebagai keluarga.
Tidak.
Lebih dari itu. Kiba sama seperti ibu dan kakaknya, sama-sama menyayangi semua anjing-anjing ninja di klan-nya. Dan Shiroko salah satunya. Bahkan sejak dua bulan lalu ia telah menyombongkan diri bahwa Akamaru akan menjadi seekor paman, dan ditanggapi dengan "Apa hubungannya denganmu?" oleh Ino.
Yah, memang tidak ada hubungannya, sih. Tapi bukankah dengan lahirnya anak-anak anjing termasuk dalam penambahan anggota keluarga Inuzuka?
Tentu saja. Anjing-anjing itu adalah anggota keluarga bagi klan itu, keluarganya Kiba.
"Kau tidak ingin pulang? Kasihan bayi itu."
Tanpa berpikir lagi Kiba berdiri—mengagetkan Ino karena Akamaru juga ikut bangkit dari acara berbaringnya. "Hei," panggilnya pada perempuan itu. Ino hanya memasang tampang bingung. "Jangan mengusap kepala anjing, lebih baik mengusap punggungnya saja. Lebih efektif untuk menenangkan anjing yang gelisah."
Ino mendengus. "Mana aku tahu harus seperti itu." Ia ikut berdiri, ditepuk-tepuknya bekas tanah di bagian belakang roknya. "Lagipula dari mana kau tahu kalau Akamaru gelisah?"
Kiba tersenyum—yang sialnya terlihat sangat manis di mata Ino. "Karena kami adalah saudara, ne Akamaru?" Akamaru menyalak keras sebagai pertanda persetujuan. "Ayo berlomba. Siapa yang terakhir sampai di klinik Hana-nee harus menraktir makan!" Ino melotot saat Kiba melanjutkan ucapannya, "Bersiaplah, Ino!"
"He-hei! Aku tidak bilang mau ikutan, hei!" Ino gelagapan. Dan saat Kiba mulai melesat melompati ranting-ranting pohon, ia merutuki pemuda berambut coklat itu. "Sial..." Padahal baru tadi pemuda itu murung, dan sekarang sudah bersemangat kembali? Ia benar-benar tidak habis pikir.
Akamaru menggoyang-goyangkan ekornya sesaat sebelum ikut melesat menyusul partnernya, meninggalkan Ino yang meracau tidak jelas.
"Hei, kalian berdua! Tunggu!"
###
Lengket, kenyal, dan... sangat mungil. Itulah pendapat Ino mengenai keberadaan makhluk kecil yang baru lahir ke dunia kira-kira beberapa jam yang lalu itu. Awalnya ia tak berani memegangnya. Alih-alih memegang, menyentuh barang sedikit saja ia enggan. Di matanya, bayi anjing itu terlihat seperti segumpal adonan kue. Tanpa bulu, tanpa bentuk, dan tanpa indera. Namun, Ino terpaksa memegangnya atas paksaan Kiba.
"Hitung-hitung sebagai pengganti traktiran," tukas Kiba santai.
Awalnya terasa menjijikkan. Sangat malahan. Tapi melihat kondisi tragis bayi anjing itu membuat Ino iba. Masih sekecil itu sudah harus mengalami nasib yang seperti itu. Kalau dirinya mungkin tak akan dapat bertahan hidup.
Tapi, hei! Jangan lupa bahwa bayi mungil itu masih memiliki ayah, dan juga keluarga. Setidaknya itu saja dapat memberikan harapan hidup lebih lama untuk bayi malang itu.
"Dia harus kembali ke dalam inkubator."
Ino tersentak. "Ah, hai, Hana-neesan." Bayi mungil itu diserahkannya pada Hana untuk dikembalikan ke dalam inkubator. Bisa-bisa bayi itu turut meninggal juga hanya karena tidak mendapatkan kehangatan. Bisa gawat kalau begitu.
Lagi-lagi Kiba tersenyum, kali ini geli melihat sikap hati-hatinya Ino. Ia akui, meskipun perempuan itu terlihat merepotkan, setidaknya hati Ino tidaklah sekeras sikap keras kepala yang biasanya ditunjukkan pada Kiba. Ino itu tetaplah seorang perempuan, ne?
"Ah! Aku takut sekali!" Ino mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Kuromaru yang hari itu berjaga di klinik sampai terkejut.
Kiba tergelak. "Takut apa, hah? Bayi kan tidak bisa menggigitmu." Kuromaru mendengus menyetujui ucapannya.
"Bukan itu, Baka." Ino menarik napas panjang dan mengembuskannya. "Aku hanya takut kalau si mungil itu kenapa-kenapa saat kupegang," lanjutnya.
Kiba menelengkan kepala. "Tak kusangka kau perhatian juga." Ino berkacak pinggang mendengarnya. "Oke! Kuputuskan kau yang akan mengadopsinya!"
"EH!"
Trio Haimaru, Akamaru, Kuromaru, dan anjing-anjing lainnya yang berkumpul di klinik sontak terkejut mendengar pekikan Ino. Mau bagaimana lagi, pendengaran anjing sangatlah tajam dan mampu mendengar suara dari frekuensi 40 sampai 60.000 hertz. Dan pekikan Ino dari jarak dekat seperti tadi mampu membuat beberapa anjing pusing mendadak.
"Jangan memutuskan sembarangan, Kiba! Seenaknya saja!" protes Ino. Bibirnya mengerucut dan pipinya menggembung. Kiba malah terkikik melihat hal itu. "Jangan malah tertawa!"
"Habisnya wajahmu lucu sekali. Haha!" Kiba tak tahan lagi dan ia pun berguling-guling di lantai, berdesak-desakan dengan sekumpulan anjing-anjing. "Haha!"
Pasrah, hanya itu yang dapat Ino lakukan atas segala paksaan Kiba padanya. Ia sudah sering menerima paksaan Kiba, dan anehnya ia tak pernah sekalipun menolak meski sempat protes. Kali ini tidak ada alasan baginya untuk menolak, sih. Ia juga merasa kasihan pada bayi malang itu.
"Tapi apa itu hal yang tepat? Bukankah lebih baik baginya jika bersama dengan keluarganya?" Ino berjongkok dan menatap Kuromaru dengan kening yang berkerut. "Kuromaru kan ayahnya."
Kiba dapat melihat kecemasan dalam iris aquamarine perempuan itu. Ia juga cemas, membiarkan bayi itu dalam asuhan Ino. Tapi bukan tanpa alasan ia mengusulkan (baca: memaksakan) hal tadi. Menurutnya Ino pasti mampu merawat seekor anjing. Ia sendiri sudah sering melihat ketulusan dan perhatian yang terpancar dari mata perempuan itu saat mengurus bunga.
Yah, tidak berbeda jauhlah. Bunga dan anjing sama-sama makhluk alam juga, 'kan?
Kali ini sebuah cengiran Kiba alamatkan pada perempuan Yamanaka itu. "Kuromaru percaya padamu, kok. Ya, 'kan, Kuromaru!"
"Woof!"
Kiba berguling sambil memeluk partner ibunya itu, ia usap-usapkan hidungnya pada wajah Kuromaru—yang mendengus kesal akibat perlakuan itu. Dan sebelum Ino membuka mulut untuk bertanya lagi, ia terlebih dahulu berujar, "Kau pasti bisa, Ino."
Ino pasti bisa.
Tentu saja. Ia selalu berusaha untuk bisa mengerjakan semua hal. Bertambah satu lagi, tidak akan membebaninya, bukan? Ino terlanjur jatuh hati padanya.
Ah, maksudnya jatuh hati pada bayi malang itu! Jangan memikirkan hal aneh lainnya, batin Ino mengoreksi.
"Sip! Aku akan memberimu pelajaran kilat mengenai anjing sekarang juga." Kiba bangkit berdiri.
Lagi-lagi Ino dibuat kaget oleh hal-hal tak terduga yang dilontarkan pemuda itu padanya. Yang dapat ia ucapkan hanyalah, "Hah?"
"Kenapa malah 'hah?'? Ayolah! Kau itu kan calon ibunya!" Biasanya perempuan pirang itu yang berkacak pinggang. Tapi kali ini Kiba yang melakukannya.
"Hah?"
Diulurkannya tangannya untuk membantu Ino berdiri. "Ayo, cepat!"
"Ya, ya, Inuzuka-sensei." Kiba kembali tergelak dibuatnya.
Setelah berdiri berhadap-hadapan, Kiba baru teringat satu hal penting. "Akan kaunamakan apa dia?" tanyanya.
Ino mematung. Hah! Tidak terpikir olehnya dari tadi mengenai nama. "Uh, dia betina, 'kan?" Kiba mengangguk. Ino menggaruk pelipisnya dan berpikir sejenak. Ia juga menoleh pada Kuromaru tapi tentu saja anjing yang telinganya tinggal satu itu tak dapat berbicara. "Mika," ujarnya.
Kiba terlihat berpikir sebentar, kemudian tersenyum dan menyetujui pilihan Ino. Dengan itu, maka Ino telah resmi menjadi pemilik dari bayi anjing tersebut. Karena hanya si pemberi namalah yang sah menjadi pemilik.
Itu menurut Kiba, sih.
"Jadi... welcome to the world, Mika!"
~tbc~
Cuap-cuap:
Heah! Fic baru :)
Seperti yang dapat dibaca, cerita berkisar di sekitar anjing dan pair KibaIno, khukhukhu.
Rada pendek, sih. Ficlet, bukan ini? #ragu-ragu
Setting-nya semi-canon, setelah kematian Asuma gara-gara kebanyakan merokok (?) dan anggap aja ga ada kejadian setelah Hidan and Kakuzu Arc dalam canon-nya. *ngik*
Yeah, ini AR.
Btw, Shiroko itu OC. Shiro itu putih dan akhiran ko itu biasanya akhiran yang artinya anak perempuan, yak, kalo ga salah. #lupa
Awalnya ini fic akan saya dedikasikan untuk event SON a.k.a. Save Our Nature, ipen grup fb KibaIno. Tapi ga jadi, gegara syarat utamanya musti oneshot, yang ini multichap.
Saya dedikasikan ini chapter buat Sukie 'Suu' Foxie alias kue sus ajalah. Dulu sempat di-request KibaIno, utangan saya ke dia. Ini fic-nya, Mas Bro! Lunas! #menggelepar
Ps. Informasi mengenai anjing saya dapatkan dari pengalaman sebagai pecinta dan pemelihara anjing juga dari berbagai website pendukung lainnya.
Double Ps (?). Mika is my deceased dog :(
Triple Ps (?). Keep or delete?
