Hal yang bisa membuat Kang Hana bahagia adalah melihat pelanggan kafenya bisa tersenyum ketika mereka menikmati menu buatannya. Ia merasa bahwa tujuannya untuk bisa menyebarkan kebahagiaan lewat menu yang dia buat sudah tercapai. Ia akan merasa bahagia lagi ketika pelanggannya meninggalkan kafenya dengan sebuah senyum yang menawan—khususnya para perempuan.

Beberapa hari yang lalu Kang Hana mendapatkan seorang pelanggan baru yang belum pernah sekalipun ia terlihat bahagia. Pelanggan itu adalah seorang perempuan yang rambutnya selalu tergerai dengan poni yang menutupi dahinya. Hana menyadari bahwa mata perempuan itu selalu berair—seperti akan menangis—dan hidungnya memerah. Pipinya juga tidak berseri-seri dan ia merasa bahwa pipinya kaku karena senyumnya terasa berbeda. Tangannya selalu bergetar ketika ia menjulurkan pembayaran dan mengangkat nampannya.

Pada suatu sore yang lembab akibat hujan yang terus turun sejak pagi tadi dan ketika kafenya sedang sepi Kang Hana dengan hati-hati menyapa pelanggan setianya itu. Perempuan itu tampak terkejut ketika ia duduk di hadapannya. Perempuan itu kemudian dengan tergesa-gesa menutup bukunya kemudian berdiri dan membungkuk hormat dengan cepat. Perempuan itu kemudian tersenyum pada Hana. Dimulai dengan sapaan ringan, Hana kemudian bertanya ini dan itu. Mungkin ini karena ia adalah seorang ibu, tidak terlalu sulit untuk bisa mencari obrolan dengan perempuan pelanggannya itu. Dalam beberapa menit saja ia bisa tahu bahwa pelanggannya ini sangat menyukai latte monster miliknya (menu yang selalu perempuan itu pesan). Dan Hana juga mengetahui bahwa namanya adalah Sungmin.

Yang Hana ketahui setelahnya adalah Sungmin baru saja pindah ke Seoul. Itu menjelaskan pertanyaan Hana di hari pertama Sungmin datang dengan koper besar dan terlihat asing dengan sekitarnya. Yang Hana ketahui setelahnya adalah bahwa Sungmin tidak nyaman dirinya di sana. Dia merasa bahwa Sungmin tidak menginginkan dia ada di sana dan memberi banyak pertanyaan kepadanya. Sungmin memang menjawab dan merespon pertanyaannya dengan baik sekali, namun raut wajahnya tampak tidak tenang dan gelisah. Jadi di hari itu Hana memutuskan untuk kembali ke dapur dan membiarkan Sungmin menikmati Latte Monster pesananannya sampai nanti kafe ini tutup. Seperti biasanya.

-Las Palabras de Amor-

"Oh, Sungmin!"

Sungmin tersenyum mendengar sapaan dari pemilik kafe yang sering dia datangi semenjak dia pindah ke Seoul satu setengah tahun yang lalu. Sesegera mungkin Sungmin mengusap ujung matanya dari tetesan gerimis di musim gugur itu dan membalas senyuman sang pemilik kafe yang sedang memberi makan ayam-ayam yang sengaja ditempatkan di taman depan kafe tersebut agar terkesan lebih "rumahan."

"Annyeonghaseyo." sapa Sungmin dengan senyumnya yang cerah.

"Hmm. Masuklah. Kau mau minum apa? Latte Monster seperti biasanya?" tanya Kang Hana yang langsung menuntun Sungmin untuk masuk ke dalam kafenya untuk menghangatkan badannya. "Kenapa kau tidak memakai payung? Bajumu jadi basah seperti ini, kan."

"Tidak apa-apa, eomeoni. Lagi pula gerimisnya turun saat aku hampir sampai."

Kang Hana menggeleng tidak setuju. Menatap kesal kepada pelanggannya setianya yang satu ini. "Kalau begitu tidak ada Latte Monster untukmu hari ini. Karena kau kehujanan aku harus memberimu sesuatu yang hangat. Tunggu di sini sebentar."

Kang Hana menginstruksikan Sungmin untuk duduk di salah satu tempat duduk di depan jendela yang menghadap ke jalanan—tempat favorit Sungmin. Ketika Sungmin duduk, ia langsung disuguhkan dengan pemandangan dari luar jendela: jalanan dan pepohonan hijau yang basah karena hujan mulai turun dengan deras. Dan sedikit demi sedikit butiran air menempel di kaca jendela itu. Membentuk seperti galaksi (itu menurut Sungmin sendiri).

Tidak lama, Kang Hana datang dengan membawa sebuah cangkir berwana putih dan sebuah kue labu dan duduk di sebelah Sungmin.

"Ini Goguma(=ubi) latte. Minumlah selagi hangat."

Dengan patuh Sungmin menyesap latte itu setelah sebelumnya dia berterima kasih kepada Kang Hana. Sungmin mengangguk-angguk senang, "Kurasa ini adalah menu favoritku yang kedua."

Kang Hana tersenyum puas lalu dia mengelus rambut Sungmin. "Bagaimana kuliahmu? Apakah ada masalah? Bagaimana kamu bisa datang ke sini pada hari Jumat?"

Sungmin menggelengkan kepalanya kemudian meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. "Kuliahnya baik-baik saja. Walaupun sekarang masih harus disibukkan karena seorang senior memaksaku untuk bergabung klub GoN dan sekarang kami sedang disibukan untuk pelatihan-pelatihan."

"Apa seniormu semuanya baik? Mereka tidak pernah menyakitimu dengan menyuruhmu yang aneh-aneh, bukan?" tanya Hana lagi.

Sungmin tertawa, "Eomeoni bertanya persis seperti ibuku. Semalam ibuku juga bertanya hal yang sama."

"Aku juga seorang Ibu, Sungmin. Saat aku harus meninggalkan anak terakhirku di Filipina untuk belajar bahasa Inggris aku merasa khawatir. Setiap ibu akan merasakan hal yang sama."

Ketika mereka saling bertukar cerita, beberapa orang datang ke kafe. Hana berpamitan dengan Sungmin untuk membantu di dapur karena semakin sore, pengunjung semakin banyak. Sungmin tentu mempersilahkan Hana. Kemudian ia menyesap lagi goguma lattenya dan menyuapkan kue labu ke mulutnya.

Ia menatap butiran air di jendela. Di luar jendela hujan masih turun dengan deras sehingga dia masih harus terjebak di sini selama beberapa saat. Ia lupa membawa mantel hujan, bajunya akan basah jika dia memaksakan diri untuk pulang dengan payung. Jadi dia berusaha untuk menikmati lattenya sepelan dan selama mungkin sambil menatap jalanan dan pohon yang dahannya bergoyang-goyang karena angin kencang. Seketika ia menjadi sedih.

Sungmin tiba-tiba tersentak sehingga ia dengan cepat menuliskan apa yang ada di pikirannya saat itu di bukunya yang berwarna hijau neon.

-Las Palabras de Amor-

Sungmin sekali lagi harus berjuang dengan mimik wajahnya.

Sore ini setelah ia pulang dari pertemuan dengan sesama mahasiswa dari Amerika Serikat, Sungmin buru-buru keluar dari stasiun bawah tanah dan berlari untuk mampir ke kafe miliik Kang Hana. Awalnya dia ingin untuk langsung menuju apartemen Jessica Jung, temannya saat pelatihan bahasa Korea di tahun pertamanya datang ke Seoul, untuk bermalam berhubung dia tidak bisa pulang ke Daejeon malam hari seperti ini. Namun ketika dia menerima telpon dari Kang Hana dan diminta untuk mampir ke café, mau tidak mau Sungmin segera berbalik arah.

Dan sekarang Sungmin merutuki dirinya sendiri.

"Sungmin-ah, perkenalkan ini anak pertamaku, Cho Kyuhyun." kata Kang Hana. Beberapa saat yang lalu, Kang Hana yang sedang mengobrol dengan Sungmin tiba-tiba pamit keluar untuk menjemput seseorang yang datang dengan menggunakan mobil berwarna putih. Ketika Kang Hana masuk ke dalam kafe lagi, Sungmin hampir saja menyemburkan monster latte yang belum sempat ia telan.

Sungmin dengan canggung langsung berdiri dan membungkuk untuk memberi salam. Cho Kyuhyun mengatakan beberapa hal basa-basi biasa untuk orang yang baru pertama kali bertemu yang hanya Sungmin jawab sebagian besarnya dengan senyuman.

Belum sempat Sungmin berhasil untuk mengembalikan mimik wajahnya seperti semula, Kang Hana memaksanya untuk bertemu dengan orang yang paling ia hindari selama ini. Bahkan tadi ia sempat bermaksud untuk tidak menghiraukan keberadaan orang itu. Bukan bermaksud untuk tidak sopan, hanya saja hati Sungmin belum siap.

"Dan ini Shim Gaeun. Menantu pertamaku. Istri Kyuhyun."

Untuk sepersekian detik kepala Sungmin kosong. Ia tidak bisa berpikiran apa-apa. Di dalam kepalanya seperti ada black hole yang menyerap semua pikirannya—semua memori yang ada. Namun sepersekian detik berikutnya ia kembali sadar. Kemudian ia segera menegakkan badannya kembali dan memberikan sebuah bungkukan hormat kepada Shim Gaeun sambil menyapanya.

Dengan senang hati Kang Hana kemudian mengajak Cho Kyuhyun dan Shim Gaeun untuk duduk di meja yang sama dengan Sungmin. Dan kemudian mereka sudah membicarakan banyak hal. Kang Hana memamerkan menantu cantiknya, Shim Gaeun yang sangat baik dalam hal mengurus rumah tangga. Menurut Kang Hana juga, Shim Gaeun adalah menantu impian semua ibu di dunia ini.

Sedangkan Sungmin hanya mendengar dan menanggapi seadanya. Hanya beberapa saat. Hanya sebentar sebelum dia kemudian berpamitan kepada Kang Hana untuk pulang dengan alasan dia harus segera pulang sebelum malam karena dia harus bermalam di rumah temannya.

-Las Palabras de Amor-

Dulu sewaktu Sungmin masih bersekolah di LA, dia tidak pernah mendapatkan peringkat paling atas di kelasnya. Nilai paling buruknya adalah F+ untuk Kimia dan nilai terbaiknya adalah A- di Bahasa Inggris. Sungmin sudah terbiasa dengan status "orang bodoh" yang sudah melekat di dirinya sejak Sekolah Dasar. Sungmin sudah terbiasa untuk tidak menjadi yang pertama. Dan dia sudah terbiasa juga untuk tidak terlalu berharap banyak. Maka ketika menentukan lanjutan pendidikannya dia memilih untuk mempersilahkan keberuntungannya yang menentukan jalannya.

Sungmin memang bodoh dan dia juga percaya bahwa keberuntungannya tidak begitu baik. Namun saat itu sepertinya Tuhan mengasihaninya sehingga dia bisa diterima di UCLA HSSEAS. Nilainya saat ia berkuliah juga tidak bisa dibilang sangat baik. Berkali-kali dia dipanggil dosen pengampunya agar ia belajar dengan giat agar nilai GPA-nya bisa naik beberapa poin. Tentu saja Sungmin belajar dengan giat. Namun bagaimana lagi, Sungmin memang membutuhkan waktu lebih lambat dari teman-temannya untuk memahami suatu pokok bahasan.

Walaupun begitu, Sungmin tidak pernah menyerah. Walaupun nilai GPA-nya bahkan tidak sampai rata-rata para mahasiswa di UCLA namun dia tetap berada di jalur yang sekarang dia jalani. Dia sudah menuliskan apa yang diinginkannya ketika dia sudah lulus nanti. Dia ingin bekerja di YHJ Telecom. Sebuah perusahaan telekomunikasi besar di Korea Selatan.

Kenapa Korea Selatan? Dia hanya ingin berada di sana. Berada di satu tanah yang sama dengan orang yang sudah membantunya kembali mempunyai mimpi.

Maka dari itu, Sungmin tetap bekerja keras untuk mulai menaikkan GPA-nya beberapa poin demi memenangkan persaingan untuk mendapatkan tiket emas menuju KAIST. Dia mengabaikan rasa lelahnya. Dia mengabaikan cibiran orang-orang (teman-temannya) yang mengatakan bahwa akan sulit untuknya bahkan untuk bisa menyelesaikan gelar sarjananya tepat waktu. Dan juga dia mengabaikan rasa sakit hatinya saat ia mendengar berita bahwa orang yang membantunya kembali bermimpi akan menikah. Karena Sungmin percaya bahwa dengan didapatnya gelar masternya di KAIST bisa melancarkan jalannya menuju YHJ Telecom—melancarkan jalannya bertemu dengan orang itu.

Jatuh cinta membuatnya bersemangat untuk menjadi lebih baik. Ketika ia jatuh cinta, Sungmin bisa membayangkan bayangan yang bahkan lebih tinggi dari langit. Dan dia bisa dengan sepenuh hati bekerja keras agar dia bisa membangun roketnya untuk meraih mimpinya itu.

Saat sakit hati, Sungmin merasa kehilangan—tentu saja. Namun itu hanya sebentar. Tidak sampai sehari dia sudah kembali bangkit. Memang benar bahwa mimpinya dimulai dari orang itu, tapi ini ia harus menggapai mimpinya dengan atau tanpa "bayang-bayang" orang itu. Mimpinya bukan lagi didasari oleh orang itu. Namun ini murni karena dia ingin bekerja di sana, untuk mewujudkan mimpinya.

Itu yang Sungmin kira. Bahwa dia sudah terbebas bayangan orang yang sudah membantunya kembali bermimpi. Namun dia tidak pernah tahu.

to be continued...


Author's note

Halo, apa kabar kalian? Are you living your life well?

Aku kembali dengan cerita baru. Tapi maaf saja kalau cerita ini begitu berantakan. Aku akan mengakui kalau cerita ini masih berupa draft awal belum draft jadi seperti cerita-cerita sebelumnya. Aku butuh waktu lama untuk bisa menyelesai bab pertama ini begitu juga dengan bab-bab berikutnya. Jadi kupikir untuk memberiku semangat menyelesaikan cerita ini (di tengah-tengah jadwal tidak masuk akal semester ini) kupublikasikan di sini terlebih dahulu.

Berikan komentar kalian, ya!

xie xie.