Kuro Oni
The Story by Kadalbotak
Characters by Masashi Kishimoto
Adventure, Suspense (Hopefully XD)
Rated T
Awal Mula
Hari ini adalah hari kelulusan untuk para murid tahun ke tiga di SMP Kamakura. Sebuah gedung olah raga telah di sulap dengan berbagai macam pernak-pernik untuk upacara kelulusan. Sebuah panggung pun telah di persiapkan untuk pidato dari perwakilan murid, para guru dan kepala sekolah. Ratusan kursi telah berjejer rapi menghadap kearah panggung, satu persatu para murid mengisi kursi kursi yang kosong begitu pun kursi untuk para guru dan kepala sekolah.
Tak terasa acara telah berlangsung, dimulai dengan pembacaan pidato dari perwakilan murid, ia berpidato tentang kesan-kesannya bersekolah di SMP Kamakura, tentang suka duka yang di alaminya, tentang manfaat apa saja yang telah ia terima, dan hal yang paling ia benci, yaitu harus meninggalkan sekolah yang cintai.
Akhirnya pidato dari perwakilan murid pun di akhiri dengan tepuk tangan yang meriah dan membahana di seluruh ruangan.
Pidato yang kedua adalah dari perwakilan guru, ia bercerita tentang suka duka yang ia alami, lika-liku yang ia hadapi selama mengajar, terutama mengajar siswa tahun ke tiga, terlebih lagi ia harus mengalami acara perpisahaan ini setiap tahun, namun ia hanya berpesan agar selalu mengamalkan semua ilmu yang kita dapat dan mendoakan agar semua siswa bisa menjadi orang yang berguna, dan bermanfaat. Pidato yang kedua pun di akhiri dengan tepuk tangan yang meriah. Lalu yang selanjutnya adalah pengumuman siswa siswi terbaik, dilanjutkan dengan pidato dari kepala sekolah.
Pidato dari kepala sekolah pun akhirnya dimulai. "selamat siang anak anak." Suara berat kepala sekolah membahana di seluruh ruangan.
"kalian tahu? Waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Tak terasa, kini kalian ada di penghujung akhir." Kepala sekolah memulai pidatonya perlahan-lahan.
"Ingatlah, kalian sekarang adalah manusia yang mulai beranjak dewasa. Manusia yang mulai mempunyai tanggung jawab, bukan hanya untuk diri kalian, tapi juga untuk diri keluarga kalian."
"Karena itu, dewasakanlah! Bukan hanya pikiran kalian tapi juga hati kalian, bantulah sesamamu, bergunalah untuk sesamamu maka kau akan menemukan kebahagiaan yang tak terhingga. Baik hari ini atau pun nanti, kalian adalah bagian dari SMP Kamakura, jadi jangan pernah lupakan sekolah ini dan jadilah orang yang berguna. Mungkin hanya itu yang bisa bapak sampaikan, terimakasih untuk semuanya."
Kepala sekolah mengakhiri pidatonya, yang diakhiri dengan tepuk tangan dan isak-tangis yang terdengar di beberapa kursi para murid. Mereka terharu mendengar pidato yang di sampaikan oleh kepala sekolah dan mereka pun sedih karena harus berpisah dengan teman seperjuangan mereka selama tiga tahun ini.
Setelah acara selesai, banyak murid yang menyempatkan diri untuk berfoto bersama. Mengabadikan momen yang takkan pernah mereka ulangi lagi, mereka berfoto bersama dengan gembira menikmati setiap detik yang mereka lewati. Namun, tatkala mereka melihat foto diri mereka, isak-tangis pun terdengar tak dapat mereka bendung, menyadari bahwa ini mungkin adalah saat terakhir mereka bersama, bercanda-tawa bersama. Dan di antara para murid pun banyak yang saling berpelukan untuk menuangkan segala perasaan mereka.
.
.
.
Naruto hanya bisa terbaring memandangi langit. Ia terbaring sambil memperhatikan awan yang bergerak dengan perlahan, burung-burung yang terbang seenaknnya, dan angin yang berhembus kesana kemari. Ingin sekali Naruto menikmati saat saat yang menyenangkan itu namun, sayang sekali sekujur tubuhnya penuh luka dan sesekali darah segar mengucur dari kepalanya. Untuk sekedar bergerak pun ia tak bisa, apalagi untuk berjalan dan menikmati suasana.
Naruto tak pernah menyangka bahwa musuh-musuhnya di SMP akan beramai-ramai menghajarnya di taman. Bila satu lawan satu mungkin ia akan masih bisa menghadapinya tapi empat orang sekaligus, itu terlalu sulit untuk ia hadapi sendiri dan akhirnya ia hanya bisa pasrah menerima semua pukulan yang mereka berikan padanya.
Di saat orang lain sibuk mengabadikan kenangannya, menikmati saat saat terakhirnya di sekolah. Ia malah mengabadikan rasa sakit di sekujur tubuhnya, menikmati rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya.
Pikiran Naruto mengawang, mengingat kejadian yang membuatnya tak berdaya.
.
.
.
Ini adalah hari terakhir Naruto berangkat ke sekolah. Hari ini adalah hari kelulusannya sebagai siswa tahun ketiga di SMP, sebagai hari yang istimewa Naruto pun memakai seragam sekolah yang baru saja di cucinya, karena ia tidak mau tampil buruk di hari itu. Ia memakai atasan warna hitam dan celana dengan warna yang senada, dan ia pun memakai jaket berwarna orange.
seperti biasa ia melewati jalan yang biasanya ia lewati. Melewati sebuah taman yang cukup besar, banyak wahana permainan disana. Pohon-pohon pun cukup rimbun terlihat, dan sering di jadikan tempat bermain anak anak. Ia melangkah dengan perlahan dan santai karena jadwal acara kelulusan tidak sepagi jadwal sekolahnya yang biasa, sehingga ia tak perlu berlari dengan tergesa-gesa menuju sekolah.
"NARUTO!" sebuah suara keras memanggilnya dari dalam taman, membuyarkan semua lamunannya yang tidak jelas.
Naruto berhenti dan menoleh ke arah suara itu berasal, ia berjalan mencari-cari dengan seksama orang yang memanggilnya dan alhasil orang yang memanggilnya adalah musuh Naruto selama di SMP, Sasori. Sasori menjadi musuh Naruto sejak mereka ada di tahun kedua sekolah.
Naruto berjalan perlahan mendekati Sasori, ia melangkah dengan sedikit waspada. Sesekali matanya melirik ke kanan ataupun ke kiri untuk memastikan bahwa tidak ada keanehan disekitarnya.
"Halo... Naruto, bagaimana keadaanmu?" Sasori menyapa ke arah Naruto di sertai dengan seringai yang membuat Naruto berpikir itu adalah seringai paling memuakkan sedunia.
"Jangan banyak basa-basi, apa yang kau mau dariku?" Ia menjawab dengan malas sambil memasukan tangannya kedalam saku jaket.
"Apa yang kumau darimu? Kira-kira apa ya?" Sasori berpikir sambil menyangga dagunya.
Naruto merasa kesal dengan semua tingkah Sasori yang berbelit-belit ini. Namun ia hanya diam sambil memperhatikan situasi, ia pun waspada jikalau ada hal yang tidak terduga yang akan dilakukan oleh Sasori.
"Hei Naruto, apa kau ingat kejadian dua bulan lalu, di belakang gedung olahraga." Sasori memecah keheningan di antara mereka.
"Ya." Naruto menjawab singkat.
"Saat kau menghajarku, dan meninggalkanku disana." Sasori bangkit dari bangku yang sedari tadi ia duduki.
Naruto menatap Sasori dengan tajam. Ia tak mengerti kemana arah pembicaraan Sasori.
"Ya, lalu."
"Bagaimana jika kukatakan bahwa aku dendam padamu karena kejadian itu, dan berniat membalasmu disini." Sasori berkata singkat.
Naruto sedikit terkejut dengan perkataan Sasori barusan. Ia menatap tajam ke arah Sasori.
"Apa kau sudah lupa, aku sudah pernah menghajarmu sebelumnya. Dan aku tidak keberatan bila harus menghajarmu lagi disini."
"Ciihh... jangan berpikiran sempit Naruto. Apa kau pikir aku tidak mempersiapkan apa-apa." Sasori meludah di hadapan Naruto.
"DEIDARA! KISAME! HIDAN! Keluarlah! Kita akan segera bersenang-senang." Sasori memanggil ketiga temannya yang sedari tadi memperhatikan dari kejauhan.
Ketiga orang yang tadi di panggil Sasori adalah teman-teman dari Sasori, sekaligus musuh-musuh Naruto yang ia pernah hajar dulu. Ketiga orang itu keluar dari balik pepohonan, dan berjalan menuju ke arah Naruto dan Sasori. Mereka lalu mengelilingi Naruto, di sebelah kanan Naruto adalah Deidara, orang yang mempunyai rambut pirang yang panjang, hampir mirip seperti rambut Naruto.
Di sebelah kiri adalah Kisame pria tinggi dengan wajah yang mirip seperti ikan. Dan di belakang Naruto adalah Hidan pria dengan penampilan biasa-biasa saja tapi punya kebiasaan aneh, seperti melakukan ritual-ritual tak jelas ataupun membaca hal-hal gaib dari forum internet yang sering di lihatnya.
Mereka semua pernah bertarung satu lawan satu dengan Naruto tapi mereka akhirnya kalah dan menyimpan dendam pada Naruto.
Naruto sangat waspada melihat gerak-gerik mereka. Ia mencoba berpikir bagaimana cara bisa lolos dari pengeroyokan ini.
Bila ia melawan, ia tak mungkin bisa menang melawan empat orang sekaligus. Tapi, bila mencoba melarikan diri, itu tak mungkin. Orang bernama Hidan itu ada di belakangnya. Naruto bepikir sematang-matangnya tentang cara bagaimana ia bisa lolos dari sana.
"Bagaimana Naruto? Apa yang akan kau lakukan sekarang?!" Sasori tertawa melihat ekspresi Naruto yang tak karuan.
"Jangan merasa ada di atas angin Sasori." Naruto menyeringai ke arah Sasori dan tiba-tiba Naruto berlari meraih kayu di antara semak-semak di dekatnya.
"Haaaaahahahahha... bodoh. Kau pikir sudah menang dengan mendapatkan kayu itu. Aku sudah mempersiapkan jika terjadi hal seperti ini Naruto. Kisame lemparkan padaku!" Sasori memerintahkan Kisame untuk melempar sesuatu.
Ternyata benda yang di lemparkan Kisame adalah sebuah stik baseball yang sudah Sasori persiapkan sebelumnya. Takut-takut bila ada kejadian yang tak terduga.
Sempat ada keraguan dalam raut wajah Naruto ketika ia melihat Sasori yang mendapatkan stik baseball. Namun beberapa saat kemudian, semua itu sirna dan berganti semangat yang berapi-api.
"Tenang saja Naruto aku tak akan membunuhmu, tapi kalau cacat. Mungkin bisa diatur." Sasori tertawa dengan keras melihat wajah musuhnya itu. "SERANG!"
Perkelahian antara keempat orang itu dan Naruto berlangsung sengit. Mereka menyerang Naruto secara serempak. menyerangnya dari segala arah, Naruto hanya bisa menyerang sesekali, karena ia terus menerus di serang dari segala arah. Menyerang setiap celah yang kosong dari dirinya. Ia mulai terkena pukulan di sekujur tubuhnya.
"Sial! Aku takkan bertahan lama dengan intensitas serangan yang seperti ini." Naruto menyadari batas kemampuannya.
"Jangan melamun Naruto!" kisame mengarahkan stik baseball ke pelipis Naruto.
"Buukk!"
Naruto terhuyung terkena serangan Kisame. Matanya berkunang-kunang tak fokus dengan apa yang dilihatnya. Darah segar mengucur dari kepalanya.
"Apa kau pusing Naruto?! Sini biar aku membuatmu bangun!" sebuah pukulan dari Hidan mendarat di perut Naruto, membuatnya terbelalak. Naruto tersungkur ke tanah, ia mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya.
"Heii Naruto. Kau tak menghormati lawanmu dengan tidur-tiduran seperti itu. Tapi, mungkin sebaiknya kau tidur saja untuk selamanya." Deidara mengarahkan pukulannya ke perut Naruto.
Naruto kembali mengerang memegangi perutnya. Ia menutup mata, bersiap mengahadapi serangan selanjutnya.
"Tenang saja Naruto, aku takkan membunuhmu, tapi aku akan menghajarmau habis-habisan!" Teriakan dari Sasori tak terdengar oleh telinga Naruto. Hanya ada suara yang dihasilkan dari perpaduan antara stik baseball dan tubuhnya. Tak ada lagi rasa yang di rasakan Naruto selain sakit.
Sasori dan yang lainnya memukuli Naruto cukup lama. Menumpahkan segala dendam mereka padanya. Memukul dengan segenap tenaga mereka. Dan yang bisa dilakukan Naruto hanya menunduk menahan pukulan yang datang dari segala arah itu.
.
.
"CUKUP!" Sasori mengkomando ketiga temannya untuk berhenti. "Ayo kita pergi!"
"Heeii Sasori, aku belum puas menghajarnya!" Deidara memprotes keputusan Sasori.
"Ya. Aku pun belum puas!" Hidan menyetujui pendapat Deidara.
"Begitupun aku." Jelas Kisame.
"Aku tahu kalian belum puas. Tapi, kita tak boleh mengambil resiko untuk membunuhnya, begini saja sudah cukup. kita bisa menghajarnya lain kali. Ayo!" Sasori kembali mengkomando ketiga temannya itu.
"Selamat tinggal pecundang!" Deidara menendang perut Naruto.
"Ciumlah tanah dibawahmu!" Hidan menginjak Naruto.
"Sampai jumpa lagi!" Kisame memukul Naruto dengan stik baseball.
"Dan ini hadiah perpisahan dariku!" Sasori menendang dada Naruto sekuat tenaga, sampai-sampai Naruto seperti kehilangan nafasnya untuk sesaat.
"sampai nanti Naruto!" Sasori menyeringai pada Naruto yang tak berdaya.
.
.
.
"SIALLL!" Naruto berteriak sekencangnya dalam posisinya yang masih terbaring. Mengeluarkan segenap amarah yang ia tahan sedari tadi.
"Memikirkan kejadian tadi benar-benar membuatku sangat marah!" Naruto merutuk dalam hati. "Akan kubalas mereka nanti!"
Setelah beberapa saat akhirnya Naruto bisa bangkit dan mencoba melangkahkan kakinya, meskipun masih di sertai dengan pening yang tak kunjung hilang dari kepalanya. Ia kemudian memaksakan diri berjalan menuju flatnya disertai dengan langkah yang ringkih.
.
.
Disisi lain jalan terlihatlah seorang gadis. Ia hanya berdiri mematung, sambil sesekali merapikan rambutnya yang indah terhembus angin. Ia melihat dengan seksama pemuda yang berjalan di seberang jalan. Ia memperhatikan kondisinya yang babak belur dan langkahnya yang begitu ringkih.
"Hinata-chan. Apa yang kau lamunkan?" seorang gadis berponytail memanggilnya dari depan.
"Tak ada."
"Kalau begitu ayo cepat, kita sudah terlambat."
"Hmm."
-To be continue-
Ok, sebenarnya chapter 1 ini adalah chapter dari fic saya yang dulu, yang sudah di hapus. Jadi, kalau ada yang merasa udah pernah baca, yang gak aneh juga, haha.
Komen? Kritik? Flame? Silent? yang jelas, terima kasih sudah menyempatkan baca.
Akhir kata, Jaa..
