Naruto and All Character©Masashi Kishimoto.
From Hell, To Hell©Miseta Harumi Kitara.
Rated : M for Gore, later for Lemon.
Genre : Crime, Suspense, Hurt/Comfort rather Romance or Drama? I don't care.
Warning : AU, Death Chara, OOC, Gore and Lemon, Not recomended for child, Gaje-ness, Alur yang nggak jelas, Miss Typos bertebaran kemana-mana dan dimana-mana, Pembunuhan diumbar-umbar, Pendek sekali, sangat bahkan, dan YAOI/BL atau apalah anda menyebutnya. Wanna leave it before something happen to you?
Summary : Di atas darah, kuatapi dengan kain putih peredam jeritan. Di bawah darah, kulapisi debu penghisap jejak kematian. Dengan cinta, kupersilakan kau menyeret nyawa korban. Dengan hukum, kusembunyikan dirimu di balik lindungan setan...
.
.
Don't Like, Please Click Back
.
.
Happy Reading, Minna! Enjoy...
.
.
.
.
Manusia, makhluk apakah kalian sebenarnya? Korban atau yang dibalik topeng?
.
.
.
.
Sunagakure, 12 March 20xx. 6.00 a.m
Telah ditemukan mayat seorang wanita muda yang dibunuh secara brutal. Kemarin (03/11) seorang pemuda asal Otogakure menemukan wanita malang yang telah merengang nyawa di sebuah bangunan bekas pabrik yang akan dihancurkan. Deidara (19), pemuda yang menemukan mayat wanita itu mengakui bahwa dirinya mencium bau busuk dari dalam gedung tak terpakai saat hendak mengambil bola basket yang menggelinding mendekati mayat wanita itu. Mayat yang diperkirakan telah dibunuh sejak sehari sebelum ditemukan sudah dalam keadaan yang mengenaskan dengan tubuh yang terkoyak dan termutilasi. Bahkan hingga saat ini masih belum diketahui pembunuhnya maupun identitas wanita malang tersebut. Polisi mengatakan bahwa pembunuhan ini akan segera dituntaskan dengan mendatangkan dua detektif ahli, Sasuke Uchiha dan Shikamaru Nara dari Konohagakure.
.
.
.
.
Kalian semua lemah...
.
.
.
.
Sunagakure, 12 March 20xx. 12.00 a.m
Sasuke berjalan dengan langkah lebar, dia sudah sangat terlambat. Sesekali diliriknya jam yang bertengger manis di pergelangan tangannya. Seharusnya dia sudah memperkirakan keberangkatannya dari Konohagakure. Seharusnya dia tidak meremehkan kemacetan lalu lintas walau hanya sedetik saja. Dan seharusnya dia tak berdebat dengan sang kekasih sebelum datang kemari. Ah, dia merasa bersalah pada pemuda manis itu. Dia yang salah sudah memaksakan Naruto membukakan pintu rumahnya lebar-lebar di Sunagakure. Padahal dirinya sudah tau bahwa Naruto harus menyelesaikan seluruh tugas skripsinya.
Mata hitam kelam itu mencoba mencari pusat kerumunan itu. Beberapa wartawan sempat mencoba mewawancarainya sesaat sebelum akhirnya dia berlalu begitu saja, tak mempedulikan kalimat tanya yang begitu panjang terlontar dari para pencari informasi. Pemuda berkulit pucat itu akhirnya sampai di tengah pusat perhatian, setelah sebelumnya dicegah beberapa polisi yang langsung mengijinkannya masuk. "Ah, kau terlambat, Uchiha...," sapa pria bermasker hitam yang berdiri tepat di sampingnya. Sasuke tak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk menebak pria di sampingnya itu.
"Maaf. Aku sedikit terjebak dalam kemacetan. Lagipula mengapa kau ada di sini, Kakashi?," tanyanya datar, sempat mengucapkan permohonan maaf atas keterlambatannya. Pria itu mencubit bawah dagunya. Berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan pemuda itu. "Aku juga dimintai bantuan kepolisian Suna untuk menuntaskan pembunuhan ini...," ujarnya, "...seperti kau dan Shikamaru..." Sasuke menatap pria itu sejenak, lalu meninggalkannya dan mendekati mayat wanita itu. Belum dipindah, sesentipun tidak berubah. Tetap di tempatnya. Bersandar di tembok dengan darah yang menggenang.
Tubuh itu tak berbentuk lagi. Terpotong-potong bagai ayam yang siap dibeli, terbelah-belah menjadi beberapa bagian. Kaki dan tangannya ditemukan setengah jam yang lalu, jauh dari tempat dirinya berada saat ini. Matanya hancur, mungkin dilepas terlebih dahulu sebelum dihancurkan. Tubuhnya dibelah menjadi tiga bagian, dada, perut dan pinggang. Kepalanya yang pecah nyaris putus dari lehernya. Isi tubuhnya terurai keluar. Seluruhnya, tak terkecuali otak. Memberikan sensasi mengerikan di tempat yang sudah tak berfungsi ini.
Mata Sasuke menyipit tajam. Dia memang sering melihat mayat, namun baru ditemukannya mayat dalam keadaan semengenaskan ini. Dan mayat itu adalah wanita. Seorang wanita tanpa identitas, tubuhnya yang hancur tak mampu dikenali siapapun. Bau busuk mengudang beberapa lalat yang langsung mengerubungi wanita malang itu. Keadaan gedung ini semakin pengap setelah kejadian mengenaskan itu terjadi. Mengundang berbagai kalangan manusia dengan berbeda profesi hanya untuk mengasihani mayat yang bersandar pada dinding-dindingnya.
Sasuke langsung merasa mual setelah berjarak sekitar tiga kaki dari mayat itu. Diambilnya masker dan sarung tangan karet dari dalam saku celananya, memulai penyelidikan. Ditelitinya setiap detail mayat itu. Barulah dirinya menyadari bahwa kedua bibir dan pipi wanita ini dipotong secara brutal entah bagaimana, menampilkan deretan gigi yang berdarah-darah. Potongannya memang brutal, tapi terlihat rapi. Sangat rapi bahkan, seperti menggunakan gergaji mesin. Namun sayangnya tak ditemukan alat pencabut nyawa itu dimanapun.
Polisi sudah menyusuri seluruh tempat di Suna, namun tak ditemukannya benda pembunuh itu. Tak ditemukan, bagai dibuang ke dasar neraka. Ya, ke dasar neraka bersama identitas sang korban. Malangnya wanita ini, malangnya nasibnya. Dihabisi dengan tak berperikemanusiaan oleh manusia bertangan dingin. Ah, mungkin lebih tepatnya iblis berdarah dingin. Ya, iblis. Bukankah penghancur manusia itu sudah dapat dikatakan sebagai iblis?
Sasuke menegang sejenak saat pundaknya ditepuk oleh seseorang di belakangnya. Mata kelamnya menatap kesal pada pemuda berambut nanas di belakangnya, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Jangan mengagetkanku, Nara. Kau tak mau aku melepaskan kepala yang nyaris putus ini?," tanya Sasuke ketus, lengkap dengan ada sarkasmenya. Shikamaru hanya memutar bola matanya malas sebelum menyahut, "Kau tak perlu marah, Uchiha. Mayat itu akan dibawa ke ruang autopsi..."
Pemuda berambut raven itu berdiri sebelum akhirnya menjauh dari sang mayat tanpa identitas. Mata kelamnya bertemu dengan mata cokelat pemuda bertato taring di kedua pipinya, membiarkan sang ahli forensik mengerjakan tugasnya. Dia tak habis pikir, mengapa wanita itu harus ditemukan dengan keadaan seperti itu. Tak pernah dirinya melihat pembunuhan sebrutal ini. Namun sel-sel otaknya kembali memutarkan sebuah film ingatan lama miliknya. "Tidak mungkin dia...," batinnya menggumamkan sesuatu yang tak jelas.
.
.
.
.
Kalian semua bodoh...
.
.
.
.
Sunagakure, 12 March 20xx. 1.30 p.m.
Sang mayat telah diangkut dalam ambulans dengan kantong mayat, menuju rumah sakit kepolisian Sunagakure untuk diautopsi. Namun Sasuke tak langsung mengikuti ambulans menuju rumah sakit, tak menunggui hasil autopsi. Dia lebih suka melihat-lihat tempat ditemukannya mayat dari pada tak menemukan apapun dan menunggu hasil autopsi. Rupanya hal yang sama dilakukan oleh Shikamaru. Pemuda ini juga lebih memilih mencari petunjuk di gedung tua ini dari pada menunggu hasil autopsi yang entah kapan akan keluar.
Dia mencari bukti di sekitar gedung, membiarkan Sasuke mencari sesuatu di tempat mayat diletakkan begitu saja. Sudah dicarinya berkali-kali, namun sayangnya tak ditemukannya apapun. Nihil, tak ada petunjuk satupun. Mata cokelatnya menyipit saat melihat sang Uchiha hanya terdiam begitu saja di depan TKP. Dihampirinya sang Uchiha yang mematung itu dan berkata, "Percuma saja kalau kau hanya diam memandangi tempat itu, Uchiha!" Mata pemalas itu menatap tajam pada sang Uchiha, benar-benar tak menyukai cara kerja rivalnya ini. Sasuke hanya mendengus kecil, "Lalu kau mau apa?"
"Kerja sama..."
"Hm?"
"Bekerjasamalah denganku. Kita akan mendapatkan bukti yang banyak jika bekerja sama...," jelas Shikamaru dengan malas, namun dirinya sangat serius saat ini. Masa bodoh dengan rivalnya, dia hanya ingin kasus ini ditutup dengan sang pembunuh di balik jeruji besi. Masa bodoh dengan sikap egois nan arrogan sang Uchiha, dia hanya ingin kasus ini selesai tanpa ada korban berikutnya. Ya, dia sudah memperhitungkan adanya korban berikutnya. Ini bagaikan pembunuhan berantai yang sering dijumpainya, namun sepertinya pembunuh menghapus jejak dengan sangat baik. Terlalu baik untuk dikatakan sempurna. Menghancurkan bentuk wajah sang korban, menghapus identitas. Mencukur habis rambut korban, menghapus identitas. Benar-benar sempurna untuk sebuah karya setan.
Sasuke menutup matanya erat, berpikir sejenak. "Hn. Terserah kau...," ujarnya acuh tak acuh. Namun dalam hati, dirinya membenarkan usulan sang Nara. Dia mungkin butuh prediksi akurat tentang korban berikutnya, jika akan terjadi pembunuhan berantai. Dia mungkin butuh prediksi akurat tentang pembunuhnya, jika terjadi sebuah teror. Butuh, inilah yang selalu diincar detektif. Butuh, inilah yang selalu dijadikan pelepas kehausan akan misteri para detektif. Dirinya butuh, dirinya butuh. Tak peduli dengan lawan, tak peduli dengan kawan. Manfaatkan, selalu dirinya memanfaatkan. Memanfaatkan prediksi maupun hasil analisis orang lain, diubah oleh dirinya menjadi sebuah petunjuk menuju kemenangan.
Shikamaru mendesah pelan, tak sanggup menanggapi jawaban sang Uchiha. Dirinya pasrah jika dia akan direpotkan oleh sang Uchiha, yang terpenting kasus ini ditutup dengan segera. "Hei, Shikamaru...," panggil Sasuke mengalihkan pikiran detektif yang satunya lagi. "Kau merasa ada yang aneh dengan dinding ini?," tanya Uchiha itu mencoba menguji kepekaan sang Nara. Shikamaru mengernyitkan dahinya, sebelum pada akhirnya dirinya mencoba memperhatikan dinding tempat dimana sang korban diletakkan sebelumnya. Matanya membulat seketika, menyadari keganjilan yang ada. Benar-benar sempurna, sekali lagi dirinya memuji sang pembunuh. Sungguh karya tanpa cacat, benar-benar tak pernah terbesit di benaknya sebelumnya.
Getar handphone melenyapkan seluruh analisis yang terbentuk. Pesan singkat dari sahabat. Shikamaru langsung beranjak pergi meninggalkan gedung tua itu. "Ayo. Kita harus segera menuju rumah sakit kepolisian...," ajaknya pada Sasuke yang masih mematung di tempat. Matanya menyiratkan semangat yang membara, bagai telah menemukan mangsa empuk di tengah padang savana luas. "Hasil autopsi sudah keluar...," ujarnya lagi, meninggalkan Uchiha menyeringai kesenangan yang kemudian mengikutinya menuju rumah sakit kepolisian.
.
.
.
.
Dan kalian semua egois...
.
.
.
.
Sunagakure, 12 March 20xx. 2.00 p.m.
Sasuke mengutak-atik smartphone –nya sesampainya di rumah sakit kepolisian Sunagakure. Hasil autopsi memang sudah keluar, namun kepolisian mengatakan ada baiknya jika mereka menunggu kepastian dari tim forensik. Entah apa yang menyebabkan hasil forensik secepat ini, namun melihat ketua tim itu adalah Kiba Inuzuka, maka tak ada yang tak mungkin bagi pemuda pecinta anjing sekaligus dokter bedah termuda handal itu. Shikamaru pergi menuju coffe machine, membeli dua gelas cappucino dan memberikan salah satunya pada sang Uchiha. "Kau mau kopi?," tawarnya seraya meletakkan gelas itu di samping Sasuke. Sang Uchiha hanya terdiam membisu, tak juga dirinya mengambil kopi itu. Dirinya terlalu berkonsentrasi akan kasus, tak peduli selama apapun dirinya harus menunggu di sini.
Shikamaru menghela napas panjang nan berat. "Jangan terlalu tegang...," ujarnya sambil menyeruput kopinya. Sasuke hanya mendelik ke arahnya sebelum akhirnya terpaku pada dinding putih di depannya. Ah, dinding. Entah mengapa mengingatkannya kembali pada gedung tua itu. Pada kasus yang baru saja ia tangani. Pada TKP yang aneh. "Bagaimana dinding itu tak ternoda darah tepat di bagian leher korban yang nyaris putus?," kembali pertanyaan itu menjadi headline dalam pikirannya. Dirinya tak habis pikir, tempat yang seharusnya ternoda lebih banyak darah itu malah tak sedikitpun terkena darah. Kemungkinan yang sangat banyak muncul di kepala sang Uchiha. Namun sebelum dirinya mencoba menguji otaknya, Kiba keluar dari ruang autopsi.
"Bagaimana, Kiba?," tanya Shikamaru tak sabar lagi, rupanya dirinya juga haus akan informasi. Kiba menyuruh mereka duduk kembali, memposisikan diri menghadap dua detektif jenius itu. "Sudah kupastikan korban dibunuh dengan menggunakan kapak―," jelas Kiba membuat kedua pemuda di hadapannya membelalakkan mata. Kapak? Serapi itukah? Kiba menggeleng pelan, mengetahui analisis para detektif yang sangat melenceng jauh. "―pelaku sepertinya sudah sangat ahli menggunakannya, sehingga membunuh korban pun terlihat rapi potongannya."
"Tapi itu mustahil, kan? Maksudku, kapak itu pasti akan membuat sebuah bekas berkali-kali..."
"Sayangnya, Shika, dia dibunuh dalam sekali sabetan di pinggang... Bukan di leher..."
Kembali kedua mata itu terbuka lebar-lebar. Ini mustahil untuk seorang manusia. Ini mustahil untuk dilakukan. Ini mustahil, ini begitu sempurna. Ketiganya sama-sama menghela napas pajang. Bingung mau mempercayainya atau tidak, namun inilah faktanya. "Ada satu lagi―," ucap Kiba menyita perhatian keduanya, "―mengenai identitas korban, aku sudah mengetahuinya..." Sasuke dan Shikamaru kembali bangkit dan mendesak Kiba. Sang pemuda pecinta anjing itu hanya menghela napas sekali lagi dan menjawab. "Dia bernama Hinata Hyuuga..."
.
.
.
.
Yang kutau kalian semua pantas mati...
.
.
.
.
~TBC~
.
.
A/N : Another Dark Theme fict! Maaf pendek... Nulisnya sambil merinding disko, sih~. Yeah, saya jujur saja nggak begitu suka nulis fic berlanjut macam ini, namun akhirnya chapter 1 selesai... Fiuh~. Lumayan lega setelah menghadapi masa kegalauan luar binasa(?). Review for the galau-ness me, please? (OwO)
