"Umma, umma, aku ingin lihat adik kecilnya dong. Apakah dia tampan sepertiku?"
Nyonya Cho tergelak mendengar ocehan anak lelakinya. Sulung dari tiga bersaudara itu mencoba menggapai-gapai lengan Ummanya untuk melihat adik kecil yang baru beberapa hari lalu hadir di tengah-tengah mereka. Melihat usaha jagoan kecilnya, wanita cantik itu menurunkan sedikit tubuhnya agar si sulung dapat melihat adik kecil yang ada dalam gendongannya.
"Waaahh imutnyaa... Pipinya chubby sekali Umma. Aku jadi gemas." Cho Jung Soo, si sulung yang baru berusia tujuh tahun itu terlihat berbinar menatap adik barunya. Menurutnya, adik kecilnya itu mahkluk paling menggemaskan yang pernah Jung soo lihat. Saking gemasnya melihat si mungil berparas malaikat itu, tanpa sadar tangan-tangan kecilnya menekan dan mencubit pipi adik kecilnya hingga pipi bulat itu memerah. Tak ayal, si kecil pun menangis. Menangis keras sekali saat diperlakukan seperti itu oleh hyungnya sendiri. Membuat Nyonya Cho menghela nafas melihat kelakuan anak sulungnya, mencoba mengerti bahwa Leeteuk –panggilan lain Jung So— hanyalah anak kecil.
"Jung soo-ya... jangan begitu. Kau tidak kasihan melihat adikmu menangis? Lihat, pipinya jadi semakin mirip buah cherry kan?"
"Hahaha..iya umma, dia jadi semakin menggemaskan. Umma, dia memang imut, tapi kalau masalah tampan, aku masih lebih tampan darinya kan umma?" Nyonya hanya bisa terkekeh mendengar ucapan polos anaknya. Wanita berusia sekitar 30-an akhir itu mengelus pucuk kepala sang anak, ia sependapat dengan dengan pernyataan si sulung. Mahkluk mungil yang ada di gendongannya hanya bisa mengerjap polos dengan mata coklat bulatnya yang jernih. Melihat hyung dan ummanya tertawa seperti itu, membuatnya berhenti menangis.
"Hahaha Kyunnie... kenapa chagi?" Mata wanita cantik itu beralih pada bayi mungilnya. "Kau mau tertawa juga? Hyungmu ini dari tadi terus merengek meminta umma untuk menyebutnya tampan. Padahal kan yang paling tampan itu Kyunnie ya...hahaha..." Umma tergelak ketika mengamati wajah Leeteuk yang seperti tak rela ketika menyebut adiknya lebih tampan.
"Ya! Umma, aku yang paling tampan. Sedangkan adik kecilku ini imut. Lalu Hae-ya manis!" Leeteuk mengerucutkan bibirnya.
BRAAAKKK
"Ummaaaaaa, hyuuuuunng, aku pulang..."
Dan, sepertinya Nyonya Cho kali ini harus berusaha lebih keras lagi untuh menidurkan si kecil. Dua hyungnya itu pasti tak akan lelah mengganggu adik imut mereka.
EXTRASENSORY PERCEPTION
By Duet PeTeng (Cui'Pz Cherry & Kyunnieminnie-chan)
INSPIRED BY KOTOURA-SAN © ENOKIZU
SUPER JUNIOR ©SMent
Cast :
Cho Kyuhyun as Cho Kyuhyun
Park Jung Soo as Cho Jung Soo (Leeteuk)
Lee Donghae as Cho Donghae and other
.
.
.
"Huwaaaaaaaaa... Ummaaaaa..."
"Ya! Diam bocah! Kenapa kau tiba-tiba menangis, eoh?"
"Umma...Huwaaaaaa... Hyung nakal, umma..."
"Aissshhh kau berisik!"
"Ummaaaaaaaa..."
"Diaaaaaaaaaaammmmmm..."
Ibu muda itu menghempaskan nafas lelahnya ketika mendengar teriakan yang bersahutan yang lagi-lagi terdengar itu, Nyonya Cho yang berada di lantai atas harus turun melihat keadaan dibawah. Tepatnya melihat keadaan kedua anaknya. Yang entah karena apa bisa saling berteriak seperti itu.
"Ya Tuhan... ada apa ini Hae-ya? Kenapa adikmu ini menangis?—oh, kyunnie..waeyo? Jangan menangis chagi." Nyonya Cho menenangkan si kecil yang masih menangis sesenggukan.
"Hiks..u-umma..hiks..h-hyung maca melalang Kyu ikut belmain dengannya...Kyu kan bocan ummaaa..huwaaa..."
"Mwo?" Bola mata Donghae membesar mendengar pengakuan Adiknya. Jika ada yang bilang bahwa anak kecil itu tak pernah berbohong, Donghae akan meralatnya, buktinya magnae satu ini sungguh pandai mengada-ada. "Aku tidak bilang tidak boleh kan Kyu?! Jangan mengarang cerita dong!" meski dalam hati sebel juga jika Kyu mengganggunya bermain bersama teman-teman lain.
"Chagi, benar apa yang hyungmu katakan?"
"Ani umma, Kyu benal-benal dengal kalau Hae-hyung melalang Kyu belmain belcamanya..."
"Bohong umma! Bocah itu bohong!" Donghae menggeleng. "Serius, aku tidak mengatakan apapun." Donghae mengangkat dua jarinya, berisyarat sumpah.
Nyonya Cho menautkan alis, bingung melihat pertengkaran kedua anaknya. Yang satu bilang tidak, yang satu bilang iya. Jadi yang mana yang harus Ia percayai? Melihat Kyunnie kecilnya menangis, Ia jadi tidak tega, tapi mana mungkin Hae-nya berbohong? Sejak kapan dia jadi pembohong? Seingatnya, Ia tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk berbohong. Sungguh saat ini Ia bingung. Ini pertama kalinya anak-anaknya bertengkar sampai seperti ini.
"Hae-ya, umma tau kau tidak mungkin bohong. Tapi, umma juga yakin kalau Kyunnie juga tidak mungkin berbohong. Jadi..mungkin kalian hanya salah paham saja. Nah... Kyunnie, kau jangan menangis lagi, arrachi? Hae hyung mau kok bermain dengan Kyunnie. Iya kan Hae-ya?" Nyonya Cho memandang anak keduanya dengan pandangan penuh harap. Berharap, Hae nya menganggukkan kepalanya dan meraih tangan sang adik untuk bermain bersama. Tapi...
"Hae-hyung bilang aku melepotkan umma..huwaaaaaaa…hiks..hiks." Seketika itu, Nyonya Cho tersentak, jelas-jelas dia tidak mendengar apapun dari mulut anak keduanya. Hae-nya itu masih bergeming di tempat. Tidak mengucapkan sepatah katapun. Tapi, apa yang barusan Ia dengar dari mulut mungil anak bungsunya?
"Tuh kan umma, Kyunnie bohong! Aku kan tidak bilang apa-apa!"
"Anni, hyung jangan bohong pada umma. Yang Kyu dengal itu cuala hyung kok! Kyu tidak bohong! Umma, Kyu tidak bohong!" mata bocah kecil itu terlihat masih berkaca-kaca. Dengan penuh harap, ditarik-tariknya gaun yang dikenakan ummanya. Mencari dukungan.
"Hhh..kalian jangan membuat umma bingung ne. Umma percaya pada kalian. Kyunnie, kau main dengan kim ajjushi saja ya? Mau kan? Hae-ya, kalau kau mau main, ajaklah adikmu. Dia mungkin bosan dirumah terus. Toh, Kyunnie sudah cukup besar, dia tidak akan merepotkanmu. Arrachi?" Nyonya Cho mengelus lembut kepala kedua anaknya. Sambil tersenyum hangat, Ia bangkit berdiri dan menatap keduanya dengan pandangan menenangkan. Meninggalkan dua orang bocah yang masih saling tatap itu di ruang keluarga.
Yang paling kecil, masih menatap dengan mata coklat jernihnya yang berkaca-kaca. Sedangkan yang lebih besar, terlihat memperhatikan adiknya itu dengan seksama. Seolah-olah dia sedang meneliti, apakah ada yang salah dengan adiknya itu? Dia merasa adiknya itu bisa menebak apa yang ia pikirkan. Entahlah, mana mungkin adiknya itu bisa membaca pikiran orang kan? Apalagi, sang adik masih berusia 4 tahun. Pikirnya.
"Hyung..Kyu…benal-benal bica mendengal cualamu lho. Hyung pikil ada yang calah padaku ya?"
DEG
Tiba-tiba saja, tubuhnya menegang mendengar ucapan sang adik. Tidak, tidak mungkin kan... adiknya itu.. ―ah ini hanya kebetulan. Mungkin hanya kebetulan saja. Iya, dia berusaha menghilangkan pikiran itu jauh-jauh. Tapi kenapa Ia justru takut pada adiknya? Wajah adiknya masih tetap imut seperti biasa. Bahkan bisa dibilang, kalau sekarang wajahnya itu bertambah imut berkali-kali lipat dengan kepala yang sedikit dimiringkan, dan mata bulatnya yang masih sedikit berkaca-kaca. Ah, tentu bukan itu yang membuatnya takut pada adiknya, melainkan...
"Hyung..kau takut pada Kyu? Waeyo?" Lagi. Adiknya itu bertanya dengan wajah yang membuat semua orang ingin mencubit pipinya. Gemas. Tapi tidak dengannya. Ia benar-benar merasa aneh. Setiap kata yang tidak diucapkannya selalu bisa ditebak oleh adiknya. Ah, Ia benar-benar harus pergi sekarang juga. Pergi bermain bersama teman-temannya yang sudah dari tadi menunggunya di luar.
Tetapi, saat Ia hendak melangkahkan kakinya menuju pintu depan, Ia dikejutkan oleh ucapan sang adik. Yang lagi-lagi membuatnya bergidik ngeri.
"Hyung jangan takut pada Kyu... Kyu bukan anak aneh hyung... Huaaa jangan tinggal Kyu..." dan kalimat itu diakhiri dengan ledakan tangis yang lebih keras dari sebelumnya. Dan kali ini, Ia —Cho Donghae, tidak menghiraukan ucapan adiknya. Dia terus melangkah keluar dengan sedikit terburu-buru. Tidak mau mendengar tangis adiknya yang sedikit lagi pasti membuat Ibunya mengomel padanya.
Jika ada pilihan, Kyuhyun akan lebih memilih menjadi manusia biasa seperti kedua Hyungnya. Tanpa kemampuan aneh yang justru membuatnya terlihat aneh.
Kyuhyun tumbuh tak seperti remaja kebanyakan. Mungkin selama ini sosoknya dikenal angkuh dan begitu arogan. Kyu sepenuhnya sadar, ia tak memiliki image 'baik' di depan orang –bahkan keluarganya sendiri— remaja itu tak peduli, ia lebih suka jika waktunya habis untuk menjajah buku di perpustakaan yang sepi. Benar-benar sendiri, hingga ia tak perlu lagi mendengar isi pikiran orang-orang yang sebenarnya tak ia inginkan. Ia lebih memilih hidup individual dan menganggap teman itu sama sekali tidak penting. Kyu tidak pernah butuh teman. Ia bisa melakukan semua sendiri. Ia pintar, kaya dan multitalent. Tentu saja, banyak mata yang memandangnya heran, bagaimana selama ini dia begitu tahan seorang diri? Ah, tapi nyatanya tak ada yang berani melontar tanya.
"Kyuhyun itu aneh..."
"Ganteng tapi seperti tidak waras."
"Wow, gitu... super sangat disayangkan, ya..."
Kyuhyun mendengar itu. Sangat jelas meski beberapa gadis itu melafalkan gunjing dengan nada berbisik. Kyuhyun geram, ia meremas lembar buku yang dibacanya dengan penuh emosi sebelum angkat kaki. Biasanya perpustakaan sepi, tapi kali ini ruang pengap itu dihuni beberapa gelintir murid yang hadir tanpa tujuan jelas, dan itu sangat berisik.
"Kyu..." sapa satu suara yang Kyuhyun kenal sebagai teman sebangkunya –Kibum, remaja yang sengaja mengikuti Kyuhyun ke manapun ia pergi.
"Mau ke mana?" mata ramah di balik kacamata minus itu menatap Kyuhyun heran, mengamati bagaimana cara magnae keluarga Cho itu menggulung dan meremas-remas buku yang sempat di bacanya tadi. Ia sedang dalam keadaan tidak baik hari ini. Oh, bukankah anak itu selalu terlihat tidak baik? Memang, tapi setidaknya Kibum sudah berusaha mendekati tuan muda itu.
"Apa pedulimu?" Nadanya menantang. Selalu seperti ini, Kibum tahu Kyu tak pernah menyukainya. Tak akan pernah bisa meski sebesar apapun usaha untuk menyenangkan hatinya. Bahkan, jika ia berlutut di bawah kaki sang pewaris Cho itu sekalipun, tak akan membuatnya luluh. Kibum tak tahu lagi, apa yang harus ia lakukan kini?
"Tidak, sebenarnya aku hanya—"
Kyuhyun merasa tak perlu mendengar penjelasan itu. Ia sudah tahu semua lebih dulu. Ia kembali melenggang dengan langkah lebarnya. Tanpa tujuan. Yang jelas ia butuh tempat yang tenang.
"Aisshh..." Sungguh, Kibum bernafsu melepas sepatunya dan melemparnya tepat mengenai kepala si angkuh itu. Tapi, apa dayanya? Toh, yang terlontar tetap kata bernada penuh sesal, "Mian—" Kibum mengisi rongga dadanya dengan udara, sebanyak-banyaknya. Tenang, ia harus tenang. "Aku hanya ingin—"
"Kau!" kyuhyun menghentikan langkahnya, memutar tubuhnya menghadap Kibum sebelum menatap tajam rekan sebangkunya yang hendak menyusul. "Diam saja. Jangan dekati aku. Aku tidak suka ada orang asing di dekatku. Mengerti?"
Tidak. Kibum tak akan pernah bisa mengerti. Bagaimana mungkin ada manusia yang selalu ingin sendiri. Lalu... apa katanya tadi? Asing? Ini sudah sangat keterlaluan! Hampir satu tahun duduk bersebelahan dan setan itu bilang 'orang asing' yang benar saja!
"Satu lagi..." lanjut Kyuhyun, "kau tak perlu sungkan karena Ayahku membiayai sekolahmu, kau tak perlu terus menemaniku meski Ayah sendiri yang minta."
Kibum tercengang, ia berpikir sejenak, dan bertanya pada diri sendiri, bagaimana mungkin Kyuhyun bisa tahu?
Seringai pahit mengembang, Kyuhyun tahu. Ia selalu tahu. Bahkan hal yang paling rahasia bagi Kibum sekalipun.
Bisa kau bayangkan, di balik cangkang kerang yang begitu keras itu ada makhluk yang begitu lemah? Ya, seperti halnya Kyuhyun yang selalu bersembunyi dari sisi lemahnya dengan berlaku kasar. Leeteuk, pemuda itu mencoba tahu diri untuk tidak bertanya, kenapa di jam malam seperti ini Kyuhyun baru menginjakkan kakinya di rumah, dengan sekujur tubuh yang basah. Di luar memang sedang hujan. Deras sekali hingga membuat dadanya menyesak. Bukan, bukan karena dinginnya, melainkan kata-kata Kyuhyun tempo hari, "Aku suka hujan, karena hujan itu menyamarkan kesedihan." Leeteuk tak begitu paham apa maksudnya, tapi ia yakin di antara tetes hujan itu ada air mata yang berusaha Kyuhyun samarkan. Terlalu banyak hal yang ia alami di usianya yang masih 16 tahun. Terlewat banyak perih yang mengoyak hatinya, hingga memaksanya memaksanya dewasa sebelum waktunya. Kau bisa bayangkan, bagaimana mangga muda yang diberi karbit? Warnanya boleh menguning dan terlihat masak, tapi tidak dengan rasanya yang tetap saja masam.
Mata pemuda belasan tahun itu redup, seperti terhalang kabut yang begitu pekat. Hey, apakah ia sadar ada seseorang yang tak bisa tenang melihat mata itu? Tidak, tidak. kyuhyun bahkan mungkin tak pernah sadar jika ada Leeteuk yang selalu mondar-mandir di ruang tamu, itu hanya memiliki satu tujuan: menunggu magnae-nya pulang.
Akhir-akhir ini, Kyuhyun memang sering pulang larut. Kadang ia pulang dengan tubuh sempoyongan beraroma menyengat yang Leeteuk yakini sebagai bau bir. Tak jarang, dengan seragam SMA-nya yang masih lengkap, Kyuhyun digotong supir taksi karena benar-benar tidak sadarkan diri setelah dibuat teler minuman keras.
Kyuhyun begitu berantakan. Ia sering tertawa lantang, berbicara tak jelas dan mendadak menangis. Leeteuk yakin, remaja itu tidak gila, mungkin ia hanya depresi. Kemana Kyuhyun si kecil ceria dan begitu jahil pada kakak-kakaknya itu? Jika mengingatnya Leeteuk hanya bisa menggeleng. Ia tak tahu jawabnya. Bahkan pertanyaan dari pikirannya sendiri tak pernah bisa terjawab. Leeteuk menggigit bibir bawahnya, selama ini ia cukup dekat dengan adik bungsunya, dan Leeteuk merasa hanya dengannya Kyuhyun bisa bicara apa saja. Termasuk tentang beban yang mengganjal hidupnya. Tentang kemampuan aneh itu.
"Mungkin kau kebanyakan nonton film." Leeteuk masih menyimpan rasa bersalahnya atas komentar asalnya ketika Kyuhyun mencurahkan beban hatinya, dulu. Seharusnya, sebagai kakak Leeteuk bisa mendengar dan mempercayai adiknya lebih dari siapapun. Tapi, bagaimana jika itu terlalu konyol? Apa sistim harus percaya itu masih berlaku?
"Kyu... dari mana?" ada mendung di mata Leeteuk ketika Kyuhyun melangkah melewatinya begitu saja. Tak ada reaksi, tak ada sekecap jawab yang terlontar. Kyuhyun terus melangkah, seakan Leeteuk itu tak ada.
"Kyu..." Ulang Leeteuk dengan desah lelah. Kepalanya bergerak, mengikuti langkah magnae itu. Namun, sekali lagi tak ada reaksi. leeteuk terhenyak, Kyuhyun mungkin tidak mendengarku, pikir Leeteuk.
"Aku mendengarmu, Hyung..." datar, tanpa intonasi, tanpa senyum. Leeteuk tercengang, apa barusan magnae itu benar-benar membaca pikirannya? Tidak. Mana ada kemampuan seperti itu? Ini pasti kebetulan.
"Sudah kubilang ini bukan kebetulan!" Kali ini Kyuhyun berteriak. Frustasi. Ia tak ingin seperti ini. Sama sekali tidak. Tapi, entah... sejak kapan ia mendengar semua. Semua pikiran orang-orang di sekitarnya. Ia dengar semua. Dari niat buruk orang-orang yang mengaku sebagai sahabatnya –yang nyatanya hanya mengincar sesuatu darinya— hingga isi hati hyung-hyungnya yang merasa iri dengannya.
Leeteuk menggigit bibir bawahnya ketika menatap magnae itu memandangnya tajam. Ada getaran halus di bahunya. Gigi terkatup dan ujung hidungnya memerah. Seperti menahan tangis.
"Mian, Kyu..." Leeteuk mencoba meriah bahu itu, namun sang magnae mundur beberapa jengkal dan menggeleng pelan, "jangan sentuh aku." Magnae mendesis, nyaris tanpa suara. Punggung tangannya mengusap airmata yang bahkan belum sempat membuncah dari sepasang matanya.
Leeteuk tak tahu harus bagaimana. Ia masih bingung, kemana perginya senyum seringai yang begitu nakal itu? Dingin, kenapa Kyuhyun kecilnya yang sekarang begitu dingin? Seperti orang yang lupa bagaimana cara tertawa. Hening di antara mereka. Leeteuk tak tahan lagi melihat adiknya terus seperti ini. Sebenarnya ada apa? Kenapa Kyu tak mau lagi bercerita?
"Karena Hyung tak mungkin percaya!"
"Cukup Kyu," lanjutnya Leeteuk. Ada sesuatu yang tersirat di mata Leeteuk. Kyuhyun bisa membaca itu. Jelas sekali. Mata itu yang bertanya, bagaimana mungkin ia menjawab pertnyaan yang belum terlontar?
"Aku lelah, sangat lelah." Desah nafas terdengar di sela keluhnya. Leeteuk berusaha menormalkan ekspresinya sebelum memaksa senyum mengembang di bibirnya, "Ya sudah, kau boleh istirahat."
"Kau tahu, kan? Aku tak pernah mengharapkan ini..." Kyuhyu tertawa miris, refleksi di hadapannya pun membayang dengan wujud serupa. Sekejap, dalam detik berikutnya yang tertangkap oleh mata coklat gelap itu adalah seringai, seringai paling mengerikan. Wajah Kyuhyun menegang, bayang di hadapannya memandang tajam. Pelan perlahan, bola mata itu berubah warna. Merah. Pekat. Mengerikan. Kyu menggeleng singkat, menghempaskan semua imajinasi, jika memang itu hanya imajinasi. Jemarinya mencengkeram erat helai rambutnya dengan frustasi.
"Tidak," desisnya tertahan. Nyatanya bayang di hadapannya makin menjadi, tertawa keras sekali. Mendengung-dengung nyaris memecah gendang telinganya.
"Diam..." menutup sepasang telinganya bukan upaya yang bagus, suara tawa itu masih terus menderu. Menyerbu indra mendengarnya tanpa toleransi.
Kyu tak tahan lagi. Jika terus seperti ini, pasti apa yang selama ini dikatakan orang-orang akan menjadi kenyataan. Gila! Tidak waras!
To Be Continued...
Apa itu Quartet PeTeng?
Quartet PeTeng adalah nama Genk penulis Geje yang punya hobi, visi dan misi yang sama. Kami yang beranggotakan 4 orang anggota, antara lain:
Cui'Pz Cherry (sebelumnya aktif di fandom Naruto)
Kyunnieminnie-chan (Sudah lama berkeliaran di Screenplays)
Amai Yuki (sampai kini masih keukeuh dan juga aktif di fandom Naruto)
Kecebong (Author yang cukup dikenal di Fandom Naruto dengan fanfic-fanficnya yang agak 'nakal' , dan karena tulisan 'nakalnya' pula dia jadi punya banyak fans di negrinya *Fandom Naruto maksudnya*) ahahahhahahaha... ehem *keselek*
(Yang pengen ngobrol bareng kami, para 'Author Sarap' Like fanpage kita ya: Hansamu Lovers Club)
Sementara nama PeTeng itu sendiri bukan berati gelap lho. Baiklah, mending kita kupas tuntas saja apa itu PeTeng...?
PeTeng itu akronim dari Pecinta Ganteng!
Tunggu!
Please jangan mikir yang nggak-nggak dulu! Bukan berarti member Quartet PeTeng itu mata keranjang, Play Girl, hidung belang atau selalu mementingkan penampilan fisik saja. Sungguh, itu sama sekali tidak benar. Sebenarnya PeTeng itu diambil dari kebiasaan unik kami yang selalu ribut kalau membahas orang ganteng. Hahha... type ganteng kami benar-benar berbeda.
Sedangkan Fanfiksi ini digarap berdua saja (Cui'Pz Cherry dan Kyunnieminnie-chan) karena Kecebong dan Amai juga proyek di Naruto, tapi suatu saat, mau tak mau mereka kudu nulis di fandom Screenplays, sebagai pembuktian seberapa tangkas mereka menulis meski bukan di dunia tulis mereka.
Akhir kata, mau ff ini lanjut atau tidak?
Silahkan jawab di review! And Chaooo...
