Takdir

Naruto milik Masashi Kishimoto

Warning: OOC, Crack pair, Typo, Gaje

Hinata pov.

Namaku Hinata Hyuga, namun itu dulu sebelum aku menikah dengan seorang agen intel bernama Sasuke Uchiha. Kehidupan rumah tangga kami sangat berbeda, kami sangat jarang bertemu walau status kami sebagai suami istri. Kami disibukkan dengan segala tugas negara, ia sebagai agen inteligent yang sering menyamar dan berpergian, begitupun denganku yang seorang tentara yang bertugas menjaga pertahanan negara.

Kami pernah satu tahun tidak bertemu, bukankah itu terdengar tidak masuk akal? Ya tapi itu kenyataannya, kami sangat mementingkan peker- ah tidak! Kami mementingkan negara dibandingkan diri kami sendiri. Benar-benar pasangan aneh bukan? tapi itulah kami, aku mencintainya, begitupun ia mencintaiku, kami saling percaya satu sama lain, walau sulit kami telah berhasil menjalani 3 tahun lamanya rumah tangga kami. Diusia kami yang menginjak kepala tiga kami belum dikaruniai seorang anak, bukan lebih tepatnya aku belum bisa memiliki anak.

"Sasuke-kun sudah bangun?" aku menghampirinya yang sedang duduk dimeja kerjanya dikamar kami, aku membawa secangkir kopi untuknya, meletakkannya dimeja disamping tanganya yang bergerak lincah pada laptopnya.

"Hinata, sejak kapan kau pulang?" tanya Sasuke-kun terkejut saat melihat kehadiranku

"Dini hari tadi, maaf tak memberitahukanmu" ucapku tulus

"Kenapa tak membangunkanku?"

"Hehehe.. Sasuke-kun terlihat sangat pulas tidurnya jadi aku tidak tega membangunkanmu tadi malam"

"Hah... Kau bahkan tak membangunkanku tadi, apa kau tak merindukan suamimu ini?"

"Tentu saja aku merindukanmu sasuke-kun" aku memeluknya erat, menyalurkan rasa rinduku karena hampir tiga bulan kami tidak bertemu. Sasuke balas memelukku, menarikku lebih dekat, mendudukkanku dipangkuanya.

"Tadi aku keluar dulu membuatkan kopi untukmu, eh sampai sini Sasuke-kun sudah sibuk saja dengan laptop" aku mengerucutkan bibirku sambil mengangkat kepalaku, menatap wajah sasuke-kun yang sedang tersenyum kecil.

"Apa sebegitu inginya kau kucium? Hingga mengerucutkan bibirmu itu" aku menatap kesal Sasuke-kun, semakin membuat bibirku mengerucut kesal, namun tak bertahan lama saat aku merasakan benda lembut nan basah mengecup bibirku, tidak ia mulai melumatnya. Aku masih diam, jujur aku masih belum terbiasa melakukanya, mungkin bisa dihitung dengan jari. Dengan sedikit kikuk kuikuti permainannya, aku tau dalam ciuman kami ia sempat terkekeh dengan tingkahku. Ia menekan tengkukku untuk memperdalam ciuman kami, namun aku segera mendorong dadanya, aku kehabisan nafas. Dengan terpaksa Sasuke-kun melepas ciumannya, ia menatapku dengan tatapan bertanya, yang hanya kubalas dengan mengambil udara dengan rakus.

"Hinata" panggil Sasuke-kun dengan suara lirih, aku mendongak, aku melihat mata onyxnya yang menatapku kembali menunduk, aku tak berani menatapnya, aku takut pertahananku hancur.

"Hime?" panggilnya lagi, ia mengangkat daguku, memaksaku menatap wajah tegasnya. Ia mengecup bibirku pelan dan lembut, aku bisa merasakan rindu dan cintanya dalam kecupan itu.

"Tak bisakah?" tanyanya membuat mataku memanas

"M-maaf, maaf Sasuke-kun" aku berdiri dari pangkuannya, mencoba menahan air mata yang ingin menerobos keluar.

"Maaf aku selalu mengecewakanmu, sejak awal kau sudah aku peringati Sasuke-kun" aku berbalik tak ingin melihat wajah kecewa Sasuke-kun.

"Aku pria normal Hinata!" ia membalik tubuhku, membuatku berhadapan denganya, aku bisa melihat wajah kesal tertahanya.

"Aku tahu Sasuke-kun! Aku tahu, hanya saja aku... aku tak bisa... Aku takut... aku... maafkan aku" airmataku keluar tanpa diminta, dengan kasar kuhapus air mata yang menghiasi pipiku.

"Maaf" Sasuke-kun mendekapku erat, membiarkan air mataku membasahi kaos yang digunakannya. Aku tak tau harus berkata apa, aku hanya mampu menangis dalam peluknya.

Hinata

Sasuke pov.

"Hinata aku harus berangkat, nanti siang kamu juga akan berangkat bukan?" aku menatap intens istriku itu, bersama hanya beberapa hari setelah tugas panjang mungkin sudah biasa bagi kami. Tapi ada sesuatu yang berbeda dengan hari ini, ada sesuatu yang membuatku enggan pergi, sesuatu yang membuatku takut meninggalkan Hinata.

"Iya, Sasuke-kun harus hati-hati dalam bertugas, jaga kesehatan dan jangan ceroboh" Aku tersenyum kecil, bagaimana mungkin aku mengecewakannya, Istriku ini sangat prefeksionis dalam bekerja. Dia akan rela melakukan apapun jikapun nyawa taruhanya. Aku tak bisa berdiam diri karena alasan tak berdasar itu, aku harus tetap berangkat.

"Kau juga, dan juga jangan terlalu baik dengan pria" aku mengusap rambut indigonya pelan, dan lihatlah ekspresi kekanakannya, padahal ia sudah berumur 29 tahun.

"Apa salahnya jika aku baik, apa aku harus jadi orang jahat begitu?" aku hanya tersenyum kecil melihat tingkah istriku itu

"Kau hanya akan memberi harapan palsu pada mereka, dan kau adalah milikku"

"Aku bukan barang Sasuke-kun, lagipula aku mencintaimu, sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu"

"Hn, aku lebih mencintaimu Hime" kukecup kening Hinata lembut sebelum aku beranjak pergi menjalankan tugas negara kembali.

Sasuke

Di dalam hutan belantara, sekelompok orang berpakaian serba hijau dengan menenteng senapan tampak sedang merencanakan sesuatu, dibelakang mereka banyak orang berpakaian lusuh dan tampak pucat menatap cemas pada mereka.

"Kapten kita harus pergi segera!"

"Aku tahu, kalian pergilah, selamatkan sandera dan diri kalian. Aku akan menahan mereka selagi kalian pergi"

"Tapi.."

"Ini perintah! Jika kalian melawan itu hanya akan membahayakan mereka" Hinata melirik para tawanan para kelompok pemberontak yang berhasil diselamatkan.

"Jadi pergilah! Aku akan menahan mereka"

"Kapten" ucap lirih semua pasukan penuh ketidak relaan

"Segera pergi! Sampaikan maafku pada Sasuke-kun" Hinata menatap kedepan dengan penuh keyakinan

"Cepat! Tunggu apa lagi?" desak Hinata pada anak buahnya.

"Siap kapten, kami akan kembali membawa bantuan" Semua pasukan dan para sandera telah berlari menjauh, membuat Hinata dapat bernafas lega.

"Tuhan tolong lindungi hamba" Hinata bersembunyi dibalik semak-semak, menunggu kedatangan kelompok pemberontak itu, ia melihat mereka yang berjumlah sepuluh itu mendekat. Ia perhatikan mereka bergerombol membuat Hinata tersenyum miring, tanpa membuang waktu Hinata melempar sebuah granat kearah mereka

"Awas granat!" teriak salah seorang, tapi sayang mereka terlambat

DUAAARRR... ledakanpun tak terelakan, darah bermuncratan mengotori pepohonan dan tanah. Namun Hinata belum bisa bernafas lega, karena masih ada lima orang yang berhasil bertahan. Sekali lagi Hinata melempar granat terakhirnya

"Granat lagi!"

DUUUAARR... kepulan asap menghalangi penglihatan Hinata, dengan sigap ia berlari mencari tempat lain untuk bersembunyi.

Drrrtt...Drrrttt...Drrrttt... sebuah senapan rakitan memecahkan keheningan yang tadi melanda, bersyukur Hinata sudah berpindah dari tempatnya bersembunyi tadi.

"Keluar kalian! Dasar tentara pengecut!" teriak salah seorang dari tiga pemberontak dengan marahnya.

"Beraninya kalian membunuh anggotaku! Keluar Brengsek!"

'Kau kira aku bodoh mau menurutimu, tidak akan! Jikapun aku mati aku harus membunuh kalian terlebih dahulu' pikir Hinata sambil menatap mereka bertiga dengan tajam, ia angkat senapan kebanggaan para tentara itu. Ia harus membidik mereka dengan tepat dan cepat, agar keberadaanya tak diketahui.

Dor Dor Dor... Hinata menarik pelatuknya, menumbangkan dua orang disana

Drttt...Drrrttt...Drrrtt... Seseorang yang selamat mengarahkan tembakannya kearah pohon tempat Hinata bersembunyi.

"Sial, aku ketahuan! Baiklah berlari keluar dan satu lawan satu! Siapa cepat dia yang menang" Hinata bersiap keluar,

Drrttt...Drrrttt...Drrrttt.. namun hujan peluru masih menghujani kearahnya. Dengan tekad bulat ia berlari "Aggrrhh" sebuah peluru berhasil mengenai punggungnya, dengan gerakan cepat Hinata menekan pelatuknya.

Dor. ... Ia tekan pelatuknya dengan masih berlari menghindari hujaman peluru

Drrrttt...drrrttt..drrtt..

Hinata berhenti berlari, membidik pemberontak itu, dan DOR. Satu peluru berhasil bersarang dijantungnya. Hinata terjatuh berlutut, darah keluar dari perut, punggung dan lengannya yang terkena peluru.

"T-tak kan k-ku bi-ar-kan kau hidup!" Hinata melihat sosok yang tadi ditembaknya masih bertahan, ia melemparkan sebuah granat kearah Hinata. Mata Hinata terbelak, dengan sisa tenaganya ia bangkit berlari menjauh dari granat yang dilempar kearahnya.

DDUUUAAARRR... ledakan pun terjadi, Hinata yang belum jauh pun ikut terhempas.

To Be Continue?