Di sebuah Villa yang cukup—sangat besar, dan megah, terlihat kini seorang gadis kecil, yang berusia sekitar enam tahun, sedang berlari dengan tergesa-gesa menelusuri koridor Villa tersebut.

Gaun biru muda dengan banyak renda selututnya itu terkibar-kibar, saking kencangnya ia berlari. Rambut pirang keemasan sebahunya itu pun terkibar ke belakang. Mata sapphirenya berbinar-binar. Di tangan mungilnya, terdapat sebotol anggur, yang begitu mewah dan mahal, sepertinya...

"Ayaaaahh!" ucap gadis itu, seraya memasuki sebuah ruangan yang cukup besar.

Matanya yang bulat menagkap sosok ayahnya, sedang berdiri membelakanginya, menghadap ke jendela besar. Sang ayah lalu sedikit menoleh, melihat sang buah hati. Mata biru pria itu mengisyaratkan bahwa ia adalah sosok yang tegas dan keras.

"Aku membawakan ini untuk ayah!" ucap gadis kecil itu bersemangat, seraya menyerahkan sebotol anggur itu.

Ayahnya masih saja tetap tidak merespon sama sekali. Malah pandangannya makin menajam. "Tadi Bibi Merry yang ingin membawakannya! Tapi aku memaksanya! Habis, kalau tidak begini, aku tidak bisa bertemu ayah" ucapnya lagi, tanpa mengubris tatapan tajam ayahnya.

"Anak bodoh," akhirnya sang ayah berucap. "Berapa kali ayah harus bilang, jangan temui ayah! Ayah sedang sibuk!"

Gadis kecil itu tersentak. Namun ia berusaha mengendalikan dirinya. Ia merunduk sejenak, lalu kembali mendongkak dengan senyumannya yang gemilang.

"Aku hanya ingin membawakan anggur ini!"

"Tidak usah, cepat kembali dan belajar sana!" usir ayahnya kasar.

Sang gadis tetap tidak menyerah. "Ayah, aku letakkan anggurnya di sini yah!" ucapnya seraya meletakkan anggur tersebut di atas meja yang sedikit lebih tinggi darinya itu. Meja kerja ayahnya. Ia lalu kembali tersenyum. "Ayah tahu tidak, hari ini hari—"

PRANGGGG!

"Kyaaaa!" pekikan gadis itu terdengar, ketika ayahnya langsung saja menyingkirkan anggur itu dari mejanya dengan emosi, membuat botol itu harus menabrak lantai, hingga pecah berkeping-keping, dan isinya pun tumpah kemana-mana. Gadis kecil itu hanya menutup telingnya kaget.

"BERAPA KALI AYAH MARAH SEPERTI INI KARENA KAU? AYAH SEDANG SIBUK! CEPAT KELUAR, ATAU KAU KUSERET!" bentak ayahnya emosi. Wajah ayah itu memerah, dan terlihat urat kemarahan di dahinya saking marahnya.

Nyali yang besar dari gadis itu langsung ciut. Ditatapnya sang ayah dengan raut ketakutan. Ia menunduk. Rasanya ia ingin sekali menangis. Tapi ia tahu, jika ia melakukan itu, ayahnya tidak akan merasakan kasihan. Malah akan tambah marah. Maka gadis itu pun mengukir senyuman terpaksa di wajah manisnya.

"Ah! Maafkan aku, sudah mengganggu ayah!" ucapnya ceria. "Aku panggilkan pelayan untuk membersihkannya ya Ayah!" sambungnya, seraya keluar meninggalkan ayahnya yang masih dalam keadaan marah.

Di luar, gadis itu langsung disambut dengan beberapa pelayan yang ada di rumah itu yang ternyata tadi menguping di balik pintu. Mereka menatap gadis tersebut dengan pandangan khawatir.

"Nona, nona tidak apa-apa?" tanya salah seorang pelayan dengan nada khawatir.

Bukannya langsung menangis dan mengadu, gadis itu malah memberikan senyuman terbaiknya kepada tiga pelayan berseragam sama tersebut. Sang pelayan—yang tidak mengerti perasaan gadis itu— pun tersenyum lega.

"Ohya, bisakah salah satu dari kalian membersihkan pecahan anggur di ruangan ayah?" pinta sang gadis sopan.

"T—tentu saja, nona..."

Si gadis lalu tersenyum tipis, lalu meninggalkan pelayan-pelayan itu.

.

Si sebuah kebun yang asri, gadis kecil itu kini tengah berlari sekencang mungkin. Pipinya basah oleh air matanya sendiri. Terkadang ia mengeluarkan suara isakan yang pilu. Sedih sekali rasanya...

Hari ini hari ulang tahunnya...

Ayahnya tak tahu akan hal itu... dan takkan pernah tahu. Bahkan ia tak ingin tahu...

Tanpa sengaja, kaki gadis itu tersandung akar pohon.

.

.

Disclaimer : Togashi Yoshihiro

Title : My Princess

Story By : Natsu Hiru Chan

Genre : Romance, Friend Ship

Rated : K+ - T

Pairing : Kuroro X Kurapika

WARNING(S) : AU, OOC, typo bertebaran dimana-mana, abal, norak, GaJe, lebay, gak jelas, alur acak-acakan, dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, hipotensi, dan gangguan kehamilan dan janin! *dikeroyok*

Summary : Siang dan Malam. Itulah julukan yang diberikan pada dua orang itu, karena mereka tak pernah akur sekalipun. Tapi bagaimana jika salah satu dari mereka malah mengetahui rahasia besar musuh bebuyutannya tersebut?

.

.

.

Don't like, don't read! XP

.

Brukkk!

Pemuda pirang itu tersungkur di lapangan basket setelah mendapatkan hadiah tinjuan dari salah seorang temannya—errr... maksudnya teman sekelasnya.

Ia menghapus darah yang mengalir deras di sudut bibirnya, dan segera bangkit, menyerang balik pemuda yang baru saja memukulnya.

"Hei! Hei! Ada apa ini? Hentikan perkelahian kalian!" harusnya kedua pemuda itu saling menyerang satu sama lain, jika seorang guru tidak datang untuk melerai mereka berdua.

Kedua pemuda itu menjadi pusat perhatian, baik sekelas mereka, maupun kelas lain. Bagaimana tidak? Kedua pemuda itu, adalah salah satu dari cowok populer di sekolahnya.

.

Ruang kepala Sekolah...

"Kalian ini, kalau bertemu seperti akan perang saja!" omel kepala sekolah berkepala botak, terhadap dua pemuda yang saat ini berdiri di depannya.

"Dia yang mulai duluan! Dia langsung saja melempariku bola!" ucap salah seorang pemuda bertubuh tinggi, tegap. Matanya berwarna hitam kelam, misterius, bagaikan permata onyx yang tersembunyi di kegelapan. Rambutnya pun berwarna hitam berkilau, dengan perban putih yabng melilit dahinya. Kulitnya yang putih pucat bak mayat itu kini penuh dengan memar.

"Enak saja! Bukannya kau yang duluan melemparku dengan kerikil?" protes seorang pemuda lagi. Ia jauh berbeda dengan pemuda serba hitam tadi. Tubuhnya kurus dan lebih pendek. Matanya bulat, berwarna biru sebiru permata sapphire. Rambutnya berwarna pirang keemasan. Kulitnya putih cerah, dan penuh memar pula. Mereka berdua terlihat begitu kontras.

"Siapa yang meleparmu kerikil?"

"Aku melihatnya sendiri! Kau jangan berbohong!"

Kepala sekolah itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya frustasi. Perdebatan kecil itu MUNGKIN akan berakhir pada perkelahian seperti tadi.

Mereka berdua adalah Kuroro Lucifer, dan Kurapika Kuruta. Mereka dari kelas yang sama, kelas 2-A.

Kuroro Lucifer sangat populer di kalangan para gadis. Pemuda itu memiliki paras tampan dan berwibawa. Ia juga sangat ramah terhadap wanita. Ia jago dalam pelajaran, dan hebat di bidang olahraga. Kuroro juga berasal dari Keluarga Lucifer, yang kabarnya memiliki banyak perusahaan besar yang tersebar di beberapa wilayah di seluruh dunia. Kesempurnaannya itu mengundang banyak rasa iri, pada kaum Adam.

Berbeda dengan Kuroro, Kurapika juga populer baik dikalangan para siswi, maupun para siswa. Bagaimana tidak? Ia cukup tampan. Ah tidak! Banyak yang menyebutnya 'manis.' Apalagi jika ia tersenyum, membuat para lelaki jadi merasa bahwa diri mereka ini memiliki kelainan. Kurapika juga memiliki kemampuan yang sama dengan Kuroro. Namun ia hidup lebih sederhana, dan tidak terlalu mencolok.

Entah kejadian apa yang menimpa mereka di masa lalu... mereka menjadi musuh bebuyutan. Selalu saja berkelahi, meski sebenarnya yang duluan memulai perkelahian itu adalah Kuroro. Semua juga heran dengan mereka berdua ini. mungkin hal ini disebabkan kejadian dua tahun yang lalu, ketika mereka sedang dalam Masa Orientasi Siswa. Saat itu Kuroro salah mengira kalau Kurapika adalah seorang gadis. Maka pemuda itu mencoba untuk menggoda Kurapika, akibatnya mereka berdua ditertawai banyak orang.

Kuroro merasa ditipu, dan mencap Kurapika sebagai 'cowok aneh, berwajah banci' dan Kurapika merasa bahwa Kuroro telah mempermainkannya, dan mencap pemuda itu sabagai 'cowok tidak baik, playboy cap buaya.' Dan takdir, atau lebih baik disebut dengan nasib sial, mereka malah sekelas.

Pada akhirnya, mereka bagaikan akan memasuki era perang dunia ke III jika bertemu.

.

~My Princess~

.

"Hari ini kau berkelahi dengan si Lucifer itu lagi?" ucap salah seorang pemuda tinggai berambut hitam, dengan kacamata bundar. Dia adalah Leorio, sahabat Kurapika.

Kurapika memasukkan alat-alat tulisnya dengan tenang. Kelas sudah kosong, hanya ada mereka berdua saat ini. "Ya..." ucapnya pendek. "Dia mengatai aku Rapunzel..." sambungnya.

Leorio menatap Kurapika malas. "Dan kau mengatainya dahi aneh, bukan? Aku sudah dengar gosipnya!"

Kurapika menghela nafas. Ia sendiri juga tak tahu, kenapa ia bisa begini. Ketika ia ingin mengajak Kuroro untuk genjatan senjata, pemuda itu selalu saja mencari masalah dengannya, membuat Kurapika jadi membuang niat itu jauh-jauh.

"Terserah! Aku sudah tidak peduli dengan cowok aneh itu!" ucapnya, saraya menutup tasnya, dan meninggalkan kelas itu. Leorio hanya mengikutinya, sambil mengangkat bahu.

Mata sapphire-nya lalu menatap bangku yang ada di pojon kiri belakang, bangku Kuroro. Perasaan kesal kembali menyelimuti hatinya. Ia pun kembali memalingkan wajahnya dan meninggalkan kelas itu.

Bangku Kuroro ada di pojok kiri belakang, sedangkan bangku Kurapika ada di pojok kanan depan. Benar-benar jauh!

.

"Tadaima," ucap Kurapika malas, seraya memasuki rumahnya. Diletakkannya sepatunya di rak sepatu, dan menggantinya dengan sendal rumah.

Pemuda itu bisa mendengar langkah derap kaki dari dapur. Lima detik kemudian, keluarlah seorang bocah berambut hitam jabrik, sambil tersenyum lima jari pada Kurapika. "Okaeri, Onee-chan!" ucapnya ceria.

Kurapika menatap Gon malas. "Berapa kali aku harus bilang, jangan memanggilku begitu!" ucapnya kesal.

Gon terkiki geli. "Gomenasai, Onii-chan!" ucapnya lagi.

Kurapika hanya tersenyum tipis, pada 'adik'nya yang baru berusia 13 tahun itu. Ia pun masuk ke dalam, diikuti oleh Gon yang masih cengar-cengir tidak jelas.

Kurapika sampai ke dapur, mendapati seorang wanita muda berambut merah pendek, yang sangat cantik. Wanita itu sedang mempersiapkan makan siang, tentunya untuk Gon dan Kurapika.

"Kau sudah pulang, Kurapika?" tanya wanita itu tanpa menoleh pada Kurapika, dan tetap mempersiapkan makanan.

Kurapika lalu mengambil tempat duduk di samping meja makan yang berbentuk persegi itu. gon duduk di depannya. "Iya..."

Wanita itu pun duduk di sisi meja lainnya. Mereka bertiga makan siang, sambil bercakap-cakap. Suasana di ruangan itu memang begitu hangat. Apalagi dengan tiga orang hangat, tentunya.

.

.

"Sudah berapa kali aku bilang, kau jangan berkelahi lagi, Kurapika..." ucap wanita berambut merah, seraya memasangkan perban di rahang Kurapika yang luka.

Kurapika menghela nafas berat. "Bibi Mito, dia duluan yang mulai!" ucap Kurapika malas. Saat ini mereka berdua tengah duduk di sisi ranjang Kurapika.

Kamar Kurapika tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman. Terdapat satu ranjang kecil, meja belajar, lemari pakaian, dan dua rak buku di sana. Terdapat pula jendela di dinding samping ranjang Kurapika.

Mito menatap Kurapika sendu. Dielusnya pipi Kurapika yang agak memar. "Padahal kau cantik... sampai kapan kau mau seperti ini terus, Kurapika?"

Sekali lagi Kurapika menghela nafas. Ia lalu menatap Mito dengan malas. "Bibi Mito, saat ini aku tidak ingin membahas hal ini dulu! Aku lelah..." ucapnya.

Mito memaksakan untuk tersenyum lagi. Ia pun mengibaskan rambut pirang Kurapika yang lembut, ke belakang telinga pemuda itu. "Kalau begitu istirahatlah..." ucapnya lembut. Kurapika hanya membalasnya dengan senyuman tulus penuh arti.

Mito pun mengecup lembut dahi Kurapika, sebelum ia pergi meninggalkan kamar itu... meninggalkan Kurapika sendirian di sana...

Blamm...

Kurapika langsung saja merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk. Memejamkan matanya, lalu membukanya kembali. Tangan pemuda itu lalu terangkat, dan meraba dadanya sendiri. Wajahnya langsung kusut, penuh kesal. Tangan kecil itu lalu berpindah ke pergalangan kaki kirinya, menemukan subuah benda yang dingin terlilit di sana.

Gelang... tepatnya gelang kaki. Gelang itu berbahan dasar emas putih, dengan ukiran-ukiran yang rumit. Kecil, tak terlalu besar, dan bersinar terkena sinar matahari siang.

Pemuda itu menatap datar ke depan, tepatnya pada langit-langit kamarnya. Ia akui, pukulan Kuroro benar-benar sakit, dan menyakitkan... namun saking seringnya mereka bertengkar, Kurapika jadi terbiasa, dan 'kebal' dengan pukulan dari pemuda itu.

Kurapika juga menyadari, bahwa semakin lama Kuroro semakin kuat saja. Ia tahu, hal itu memang wajar, bagi seorang laki-laki. Tapi kenapa tidak untuk Kurapika? Mungkin saat mereka kelas tiga nanti, Kurapika akan kalah...

"Siaaall!" gumam Kurapika kesal.

Pemuda itu lalu memutskan untuk tak memikirkannya. Ia langsung memiringkan tubuhnya, dan mencoba untuk tidur. Untungnya... hal itu berhasil...

.

~My Princess~

.

"Kurapika-kun! Maukah kau menjadi pacarku?" tanya seorang gadis cantik, di sebuah kebun sekolah yang cukup sepi. "S—sudah lama aku menyukaimu!"

Kurapika menatap gadis itu datar, lalu menghela nafas. "Maaf, tapi saat ini aku tak ingin pacaran dengan siapapun..."

Gadis itu ditolak... ditolak mentah-mentah oleh Kurapika, tanpa diberi kesempatan. Yah, Kurapika memang tidak pernah mengatakan kalimat-kalimat manis, seperti 'masih banyak pemuda yang lebih baik dariku,' atau bagaimanalah! Ia tak ingin memberikan harapan kosong pada gadis itu.

"O—oh! Kalah begitu, m—maafkan aku! Aku sudah mengganggu jam istrirahatmu!" gadis itu langsung saja pergi, tanpa meninggalkan sepatah katapun.

Kurapika menatapnya datar. Diregangkannya otot-ototnya itu karena pegal. Gadis itu benar. Ia telah mengganggu jam istirahatnya, yang harusnya ia gunakan untuk membaca, ataupun melakukan hal-hal yang lebih menyenangkan lainnya.

"Hahahahaha, kau bisa saja," telinga Kurapika langsung suara seorang gadis yang datang ke arahnya, beserta langkah kaki yang bergesekan dengan rumput-rumput kering.

Mata pemuda itu langsung menangkap sosok Kuroro Lucifer, sedang berjalan-jalan bersama seorang gadis berambut biru tua yang dikuncir satu. Kalau tidak salah, gadis itu anak kelas tiga...

"Huh!" Kurapika mendengus. Bukan kemarin, hari ini, besok, ia selalu melihat Kuroro berjalan dengan gadis, yang setiap harinya silih berganti. Apa Kuroro memang begitu berbakat, dalam urusan wanita? Pikir Kurapika.

"Dasar playboy cap buaya!" gumam pemuda itu penuh kesal.

Kuroro yang menyadari kehadiaran Kurapika, lalu melirik pada pemuda yang berdiri lebih dari lima meter darinya itu. Pandangan mereka bertemu.

Kuroro lalu tersenyum mengejek, pada si pemilik rambut pirang tersebut. Sedangkan Kurapika menatap penuh emosi. Aksi 'perang menatap' dari keduanya pun tak terhindarkan. Gadis yang Kuroro rangkul saat ini pun, merasa canggung dengan keadaan ini.

Ia mengenal Kuroro dan Kurapika. Siapa yang tak kenal mereka berdua? Mereka banyak diberi julukan, seperti air dan api, siang dan malam, langit dan bumi, pokoknya apalah! Yang jelas tidak akan pernah bertemu selamanya! Tentu saja, baru bertemu saja langsung mau perang!

Machi—nama gadis itu— pun mencoba mencairkan suasana. Dipeluknya erat tangan Kuroro yang kekar itu.

"Kuroro! Kapan ke kantinnyaaa!" rengek Machi.

Kuroro lalu melirik sedikit pada Machi, lalu tersenyum tipis. Kurapika tahu bahwa itu adalah senyuman palsu, yang selalu Kuroro keluarkan pada semua orang. Selain dalam hal pelajaran, Kurapika juga ahli dalam hal psikolog, sehingga ia tahu hal itu.

"Baiklah, ayo pergi. Aku muak, bertemu dengan cowok banci..." ucap Kuroro pedas, seraya meninggalkan tempat itu.

Emosi Kurapika naik. Banci katanya? Enak saja! Kalau dia mau, seluruh cewek di sekolah ini bisa ia pacari semuanya! Masalahnya adalah, dia tidak mau! Memang sih, Kurapika lebih pendek dan kurus, dibanding dengan ukuran tubuh laki-laki sebayanya. Tapi soal kekuatan, Kurapika tak kalah tuh! Dan Kuroro malah menyebutnya BANCI?

"DASAR PLAYBOY GILA!" teriak Kurapika dari kejauhan. Kuroro yang mendengarnya tak mengubrisnya sama sekali, membuat Kurapika makin naik pitam saja.

"Huh!" pemuda itu mendengus, sambil melipat kedua tangannya di dada. "Semoga besok kau dapat jerawat!" kutuknya.

~My Princess~

.

"Haaa?" Kurapika terlonjak kaget, ketika ia berdiri di depan cermin, mengibaskan poni pirangnya ke belakang. Jerawat!

Padahal kemarin ia baru saja mengutuk Kuroro itu agar wajahnya ditumbuhi oleh jerawat. Tapi kenapa malah ia yang kena? Apakah ini karma? Tapi... Kurapika agak senang juga sih! Soalnya ini jerawat pertamanya! Itu artinya ia sudah memasuki masa pubertas!

Ah, masa pubertas di kelas 2 SMU? Yang benar saja...

"Hhhhh..." pemuda itu menghela nafas.

Ia lalu memegang dadanya. Kurapika menghela nafas panjang lagi. Pemuda itu memperhatikan tubuhnya lekat-lekat di depan cermin.

"Kurapika..." Kurapika segera menoleh, ketika mendengar suara bibi Mito memanggilnya. Tatapan wanita itu terlihat begitu serius.

"Ada apa, bibi?" tanya Kurapika heran.

Mito lalu maju mendekati Kurapika, hingga saat ini wanita itu berdiri di depannya. Tangannya memegang kedua bahu Kurapika, lalu mengecup dahi pemuda itu dengan begitu lembut. Ditatapnya wajah Kurapika lekat-lekat.

"Ada apa?" tanya Kurapika lagi, melihat sikap bibinya yang aneh.

"Kurapika... entah mengapa, semakin lama kulihat kau semakin cantik saja..." ucap Mito, sukses menimbulkan semburat merah di pipi pemuda itu. Cantik?

Kurapika tak mengatakan apapun, tetap menunggu kelanjutan kalimat dari Mito. Mito lalu menghadapkan tubuh Kurapika pada cermin, membiarkan pemuda itu menatap pantulan dirinya lekat-lekat di sana.

"Lihatlah... tubuhmu semakin lama semakin berbentuk. Kau tidak bisa menyamar terus seperti ini..."

Akhirnya Kurapika tahu kemana arah pembicaraan ini. Ia lalu menghela nafas berat. Ia tahu itu. semakin hari, dadanya juga semakin'tumbuh.' Tubuhnya pun semakin berbentuk menyerupai perempuan. Kulitnya semakin memulus, seiring berjalannya waktu. Berbeda dengan teman-temannya. Mereka semua semakin lama semakin tinggi dan kekar. Jika ditanya kenapa tubuh Kurapika begitu kecil dari ukuran laki-laki, ia hanya bilang 'sedang dalam masa pertumbuhan'.

Mito lalu meraih dagu Kurapika, menatap mata sapphire itu, seolah berusaha menembusnya, melihat apa yang tersirat di dalam pikiran Kurapika. Namun Kurapika hanya melirik ke arah lain, tak berani menatap sang bibi.

"Kurapika, tatap aku!" ucap Mito tegas. Akhirnya Kurapika menurut. Ditatapnya Mito seolah ia berkata. 'Apa yang bibi inginkan?'

"Kau itu seorang perempuan..." ucap Mito lembut dengan nada kasihan. "Sebaiknya kau hidup, selayaknya gadis-gadis remaja lainnya..."

Kurapika memutar bola matanya. Ditepisnya tangan Mito dengan lembut, dan menatap ke arah lain lagi. "Aku belum siap, menerima kenyataan pahit itu..."

"Kurapika! Kau tidak bisa terus-terusan seperti ini!"

"Aku tahu!" Kurapika setengah berteriak, membuat Mito tersontak kaget. Gadis itu memang memiliki emosi yang tinggi, dan cepat naik.

"Tapi aku tidak bisa! Bagaimana mungkin aku menjadi seorang gadis yang lemah, ketika aku tertimpa begitu banyak masalah yang sangat berat? Apa kata orang-orang nanti? Seorang gadis, selama ini bersama laki-laki, masuk ke toilet pria, mengenakan baju pria? Ha! Tidak! Tidak, terima kasih..." bentak Kurapika lagi.

Mito menatap Kurapika sendu. Gadis itu memang kuat. Bukan hanya dari kekuatan fisik. Hatinya juga sekuat baja. Mito tak pernah melihat Kurapika mengeluh ataupun menangis. Gadis itu selalu mencoba untuk menyelesaikan semua masalahnya sendirian. Mata Mito berkaca-kaca, begitu ia melihat aura kesedihan di balik mata sapphire Kurapika. Mito seolah merasakan kesedihan, yang selama ini dipendam gadis itu.

Kurapika tersentak kaget, ketika melihat setetes cairan mengalir di pipi bibinya. Rasa bersalah langsung menghantuinya.

"A—ah, bibi Mito. Maafkan aku! Aku tidak bermaksud..."

Kurapika tak melanjutkan kata-katanya, begitu Mito langsung memeluknya erat. Rasanya hangat sekali. Seperti dipeluk oleh ibunya sendiri...

Ah! Benar juga! Seumur hidup, Kurapika tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Melihat langsung wajah ibunya pun tak pernah! Itu karena... ibunya telah meninggal dunia, karena pendarahan saat melahirkan Kurapika. Ia adalah seorang pembunuh. Itulah yang selalu menghantui kepala gadis itu.

Bahkan ayah Kurapika sendiri pun bilang begitu. Ia sangat membenci Kurapika, karena telah membunuh ibunya. Sang ayah tak pernah membiarkannya mengetahui wajah ibunya. Ia langsung membakar habis semua foto-foto sang ibu, hingga tak tersisa sedikitpun.

Kurapika hanya tahu sosok ibunya, dari cerita Mito. Katanya ibu Kurapika adalah wanita yang sangat cantik, dan lemah lembut. Rambutnya berwarna orange, panjang. Matanya yang besar berwarna sapphire itu memancarkan kelembutan. Mungkin ibu Kurapika adalah wanita yang paling semurna. Tak heran, kalau ia melahirkan putri yang tak kalah sempurnanya. Sayangnya, sikap galak dan keras dari ayahnya pun turun pada Kurapika.

"Kurapika, aku hanya ingin yang terbaik untukmu..." ucap Mito. Ia menangis di bahu Kurapika yang keras. Wanita itu merasakan kesakitan di hatinya, ketika melihat penderitaan Kurapika di balik mata gadis itu.

Kurapika mengelus bahu Mito dengan lembut. "Maaf... tapi aku akan baik-baik saja. Terima kasih, sudah mengkhawatirkanku!

.

.

Ucapan Mito benar. Subuh Kurapika semakin membentuk. Saat ini Kurapika sedang berada di ruang olahraga, sendirian, dengan pakaian olahraga sekolahnya. Sebuah kaos putih, dan celana biru selutut bagi laki-laki, dan celana biru setengah paha bagi perempuan.

Untunglah baju Kurapika kebesaran, sehingga tidak memperlihatkan dadanya dengan jelas. Gadis itu juga sudah melilitkan perban di sana, agar tidak terlalu kentara. Yah, Kurapika baru saja selesai ganti baju. Ia memutuskan untuk menjadi yang paling akhir. Tentu saja ia tak ingin seseorang mengetahui identitas aslinya.

Baru saja gadis itu hendak keluar, matanya langsung membelalak sempurna, ketika merasakan kesakitan di bagian perutnya. Sakit sekali. Bagaikan ditinju oleh Crish John, petinju hebat asal Indonesia(?).

Brukk!

Gadis itu langsung jatuh ke lantai, sambil memegangi perutnya yang sakit.

Gadis itu langsung teringat, akan pelajarannya di kelas satu, tentang perkembangan manusia. Saat seorang gadis memasuki masa pubertas, yaitu masa dimana ia menuju kedewasaan, akan ada tanda-tanda seperti timbul jerawat, datang bulan, dan lain-lain. Apakah Kurapika mengalami datang bulan untuk pertama kalinya?

Ah! Tapi dia sudah kelas 2 SMU! Kenapa telat sekali?

Bukan itu yang harusnya ia khawatirkan! Masalahanya, saat ini Kurapika berada di ruang olahraga. Bagaimana jika ada orang yang masuk? Selain itu... perut Kurapika semakin sakit saja. Demi jerawat yang timbul di hidung Leorio! Rasanya benar-benar sakit!

"Akkhhhh!" Kurapika bersikeras menahan rasa sakit ini. kenapa para gadis lainnya masih bisa berjalan, menari, saat datang bulan dengan rasa sakit ini? Kurapika rasanya ingin mati saja!

Brakk...

Mata gadis itu membelalak sempurna, ketika mendengar suara pintu ruang olahraga dibuka seseorang. Gadis itu juga merasakan derap kaki orang itu mendekatinya.

Gawat!

.

.

Di lapangan Hunter High School, para siswa maupun siswi, utamanya kelas 1-A, 2-A, dan 3-A saat ini sedang berkumpul di lapangan. Yah, saat ini adalah jam olahraga mereka.

Terlihat Kuroro dan teman-temannya saat ini sedang melakukan pemanasan. Beberapa temannya memandangnya cemburu, ketika para gadis menyorakinya, meski ia hanya bertindak acuh-tak acuh. Kuroro memang terlihat begitu keren saat memakai pakaian olahraga. Kulitnya yang terkena matahari pun membuatnya bagaikan model lukisan.

"Aaaahh! Kuroro senpaaaaii!" jerit salah seorang siswi kelas 1.

Kuroro tak mengubrisnya. Ia tetap melakukan pemanasan, bersama teman sekelasnya, Leorio.

Pemuda itu langsung merasakan tepukan di bahunya. Ia menoleh, dan menadapati Shalnark di sana. "Kau mau main bola?" tanyanya.

"Wah, ide bagus!" setuju Leorio.

Kuroro nampak berpikir sejenak, lalu tersenyum mengiyakan.

"Kalau begitu, kau pergi ambil bola di ruang olahraga!" perintah Shalnark pada Kuroro.

"Lho, kenapa aku?"

"Soalnya hari ini tugasku yang mengambil bola! Tapi karena tadi aku membantumu mengerjakan tugas Teknologimu, makanya kau harus membayar jasaku!" ujar Shalnark penuh peraya diri.

Dia dimanfaatkan. Pikir Kuroro pada dirinya sendiri. Tapi... akhirnya ia mengalah sajalah. Lagipula saat ini telinganya sakit, mendengar jeritan-jeritan siswi centil itu.

"Hhh..." Kuroro menghela nafas, lalu berjalan dengan santai, menuju ruang olahraga.

"He? Tumben dia mau diperintah! Biasanya dia yang memerintah!" gumam Leorio, menatap kepergian Kuroro. Shalnark hanya terkikik geli.

.

Kuroro membuka pintu ruang olahraga dengan malas. Matanya langsung menangkap sesosok pirang sedang meringkuh kesakitan di lantai. Kuroro terkejut bukan main dibuatnya.

Pemuda itu segera berlari, melihat keadaan orang itu. Ketika ia melihatnya, astaga! Dia adalah Kurapika! Musuh bebuyutannya!

Kuroro dapat melihat peluh menetes di dahi Kurapika. Ia memejamkan matanya erat-erat, seolah merasakan sakit yang teramat sangat. Wajahnya pun memerah. Ada apa dengan si blonde ini? pikirnya.

"Hei, kau kenapa?" tanya Kuroro menendang-nendang Kurapika, bagaikan memastikan gadis itu sudah hidup atau masih mati(?)

"Nggghhhh!" lenguhan Kurapika terdengar.

Kuroro menaikkan sebelah alisnya. Lenguhan tadi... terdengar begitu manis, untuk seorang laki-laki.

Kuroro lalu berjongkok di dekat gadis itu. "Kau sakit?" tanyanya seraya menempelkan tangannya di dahi Kurapika yang basah. Tidak panas kok.

Mata Kuroro lalu tertuju pada tangan Kurapika yang memegang keras perutnya sendiri. Ada apa dengan bocah ini?

Rasanya Kuroro enggan untuk menolongnya. Tapi kalau dibiarkan, reputasinya bisa hancur! Nanti dia dibilang orang jahat, membiarkan orang menderita dengan wajahnya yang tanpa dosa. Enak saja!

Kuroro memutar bola matanya. Dengan malas, dia mengangkat Kurapika ala bridal style. Kuroro juga tak tahu kenapa ia mengangkat Kurapika seperti itu. Sepertinya... tubuhnya bergerak sendiri.

Kurapika memberontak dengan lemah. Ia benar-benar tak ingin disentuh oleh Kuroro. Bagaimana kalau nanti ketahuan? Gawat! Ini benar-benar gawat!

"Tenanglah, bodoh!" kesal Kuroro, berusaha menahan agar tubuh Kurapika tidak jatuh.

Mata Kuroro lalu menangkap noda kemerahan di lantai ruang olahraga itu. ia menyipitkan matanya, untuk melihat jelas, noda apa itu.

"Sakit!" erangan Kurapika yang ada digendongannya, membatalkan niat Kuroro untuk melihatnya. Dengan enggan, pemuda itu pun menggendong Kurapika menuju UKS, yang berada di ujung koridor.

Brukk...

Kuroro melempar Kurapika dengan asal di ranjang UKS. Ih! Kalau ia kembali nanti, ia harus mencuci tangannya terlebih dahulu!

"Kau ini kenapa?" tanya Kuroro penasaran. Kurapika masih terbaring lemah di ranjang UKS tersebut. Sesekali ia mengerang kesakitan. "Tidak biasanya kau begini! Mau kupanggilkan petugas UKS?" tanya Kuroro.

Kurapika hanya menggeleng-geleng, membuat Kuroro mendengus kesal.

"Ya sudah! Aku mau kembali ke lapangan! Nanti aku bilang kalau Kuruta bolos jam olahraga!" ucap Kuroro, seraya tersenyum mengejek, dan bergegas hendak meninggalkan ruangan yang serba putih itu.

Walaupun sudah hampir mati rasanya, kenapa Kuroro masih sempat-sempat saja mengejeknya? Dasar cowok menyebalkan! Pikir Kurapika kesal. Mungkin saat Kurapika hampir jatuh ke jurang, dengan satu tangan kirinya masih berpegangan pada batang pohon yang rapuh, Kuroro pasti tidak akan menolongnya, dan berkata bahwa jatuh saja sana! Jangan naik lagi ya!

Baru saja Kuroro hendak meninggalkan UKS itu, matanya lalu menangkap noda kemerahan di ranjang UKS yang putih. Karena penasaran, Kuroro memperhatikan noda, yang berada dekat Kurapika itu, terurtama pada bagian bawahnya.

Lama Kuroro memperhatikannya, noda itu semakin melebar. Hingga akhirnya ia menyadari suatu hal.

Mata onyx-nya membelalak. Terlihat rona merah tipis di pipinya yang putih. Ia mundur beberapa langkah, memperhatikan wajah Kurapika. Kuroro masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Dengan ragu, tangan pemuda itu bergerak,

Tap!

Mendarat tepat di atas dada Kurapika. Kurapika menyadarinya! Hampir saja seluruh rambut pirangnya rontok saking terkejutnya! Bagaimana ini? bagaimana iniiii! Ia rasanya ingin bangun, dan langsung menghajar pemuda itu, lalu membenturkan kepalanya keras-keras ke tembok berulang kali, agar pemuda itu kehilangan ingatannya. Tapi rasa sakit di perutnya membatalkan segalanya.

Sekali lagi Kuroro dibuat terkejut, begitu merasakan 'suatu tonjolan' di dada Kurapika. Tangan Kuroro bergetar. Apakah semua ini benar? Atau hanyalah mimpi! Terlalu mustahil untuk menjadi kenyataan, dan terlalu nyata untuk menjadi mimpi!

Pandangan Kuroro lalu berpindah pada bagian bawah Kurapika. Dengan cepat, pemuda itu menggeleng.

Tidak, tidak! Terlalu bodoh untuk seorang Kuroro terlambat menyadarinya! Ia tak perlu mencari 'bukti' lain. Dua saja sudah cukup. Ditatapnya Kurapika dengan pandangan tak percaya.

Kurapika Kuruta... adalah seorang gadis!

.

~TO BE CONTINUED~

Aaahh! Akhirnya jadilah chapter satu!

Gomen, kalo ceritanya abal bin norak! Soalnya Natsu ngerjainnya terburu-buru banget! Apalagi ulangan semester udah dekat! Aaaahhh! POOR NATSUUU!

Okay! Sejelek-jeleknya fic ini, tapi review sangat dibutuhkan! Akhir kata, review pleasee...! XD

.

NATSU HIRU CHAN