Disclaimer: Naruto adalah komik milik Mashashi Kishimoto. Amu tidak memilikinya, dan hanya meminjam karakter-karakternya untuk fict saya ini. Saya juga harus minta maap ama Mashashi-sensei karena Naru -lagi-lagi- saya jadiin cewek *sembunyi dikolong meja*
HAPPY READING \(^.^)/
The Other Side
©Amu dröttningu
Jam dinding kembali berdentang. Mata onyx itu menoleh dan menatap jam dinding yang ada di kamarnya. Jam masih menunjukkan pukul dua pagi. Masih ada sekitar lima jam lagi untuk dia 'bangun tidur'. Mata itu menolehkan kepalanya ke dinding kamar. Menerawang jauh ke angan-angan. Menerobos tumpukan bata yang ada di dalamnya.
"Lalu apa maumu?!"
Sayup-sayup terdengar suara teriakan-teriakan dari wanita dan pria yang sedang bertengkar di telinga Sasuke.
"Kau pikir kau itu siapa, hah?!"
Lagi-lagi suara teriakan. Tapi kali ini dibarengi dengan suara benda pecah. Vas mungkin. Sasuke menghela napas. Selama tiga jam tadi Sasuke terus mencoba untuk tidur, atau setidaknya menutup matanya. Tapi dengan suara-suara teriakan itu, rasanya tidak mungkin. Teriakan-teriakan itu hanya akan berakhir setelah sang wanita menangis, atau setelah kakaknya pulang dari 'pekerjaan'-nya.
Jangan heran kenapa Sasuke begitu sinis kepada kakaknya. Seriously, mana ada pekerjaan yang membuatmu berbau alcohol pada saat kau pulang? Kecuali kalau dia adalah seorang bartender. Tapi, tidak. Keluarganya adalah keluarga yang 'terpandang', begitu kata orang-orang yang 'awam'. Seorang Uchiha akan selalu menjunjung tinggi harkat dan martabatnya dimanapun mereka berada meskipun mereka berada di atas tumpukan 'sampah', begitu kata ayahnya. Tapi pada akhirnya, apa yang terjadi sebenarnya justru adalah sesuatu yang justru menjadi kebalikannya. Memang, klan mereka sangat di hormati. Generasi-generasi Uchiha selalu berdedikasi tinggi, mempunyai tutur kata dan perilaku yang baik dan mencerminkan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang patut diremehkan. Tetapi itu hanya sampul saja. Di dalamnya terdapat berjuta-juta rahasia yang akan membuat public mati ditempat ketika mengetahuinya. Sebuah klan yang 'kolot', begitu pikir Sasuke.
Karena merasa tidak akan bisa tidur lagi, Sasuke mengambil I-pod yang ia letakkan di meja kecil dekat tempat tidurnya kemudian mengambil sebuah novel dari dalam laci. Novel itu yang baru saja ia beli kemarin. Setelah memasang headsetnya, ia kembali membaca buku yang sebenarnya telah ia selesaikan beberapa jam yang lalu.
Suara-suara itu terus terdengar. Teriakan demi teriakan, jeritan demi jeritan. Tapi Sasuke tak mengindahkan suara-suara itu, maupun suara kaca yang baru saja pecah. Telinganya kini seolah tidak dapat mendengarkan apapun di dunia 'luar'. Seolah-olah ia hidup di dalam dunianya sendiri.
**********
Tubuh itu bergetar dengan hebatnya. Suara air yang mengalir dari shower kamar mandi terus terdengar. Air itu kini mulai meluap keluar dari pintu kamar mandi, seolah menggantikan air mata sang gadis yang kini tengah duduk di pojokan kamar mandi.
Ia terus terdiam disana. Kadua lututnya terlipat di depan dada sementara ia menundukkan kepalanya di atas kedua lengan yang ia letakkan di atas lututnya. Ia tak bergerak. Tak bersuara.
Ketika goncangan tubuhnya mulai berkurang, sang gadis mengangkat wajahnya, memperlihatkan raut wajah sendu miliknya. Ia terdiam beberapa saat, seolah ingin menyusun kembali sisa-sisa keberanian dan harga dirinya yang telah meluntur dari dirinya. Dan ketika semua telah ada dalam genggamannya, ia meraih sesuatu di atas kloset dengan tangan kirinya.
Sebuah pisau belati kecil tergenggam erat di tangannya.
Sejenak ia hanya melihat benda mungil itu dengan tatapan mata yang kosong. Dan dengan wajah yang kosong pula ia mengalihkan pegangan pisau itu ke tangan kanannya.
Dengan perlahan, ia mulai mengukir goresan-goresan di pergelangan tangan kirinya. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati. Seakan-akan ia sedang mengerjakan suatu seni yang sakral, yang membuat dirinya harus mengatur nafasnya seirama dengan goresan-goresan yang ia ukir di tangannya sendiri.
Perih.
Noda-noda merah mulai merembes keluar dari goresan-goresan itu. Meliuk-liuk indah di bawah pergelangannya, hingga ia jatuh tak berdaya di atas lantai. Membuat yang putih menjadi merah.
Terkadang alisnya berkerut, menahan rasa perih yang amat sangat menjalari tangannya. Meski begitu, ia tidak menghentikan kegiatannya. Dengan telaten ia terus menggores kulit demi kulit di pergelangan tangannya sampai ia merasa puas. Pisau yang ada di genggamannya ia biarkan jatuh ke lantai. Kedua tangannya terkulai lemas, sementara pergelangan tangan kirinya terus mengeluarkan darah.
Perih memang. Sakit.
Tapi ia tidak pernah menyesal atau menangis. Ia melakukan hal ini dengan kesadarannya, dengan kemantapan hatinya, meski ia tahu ini adalah perbuatan dosa. Untuk melukai dirimu sendiri, sementara kau berpura-pura semuanya baik-baik saja. Namun baginya, hal inilah yang dapat menjadi 'candu' bagi dirinya, hatinya, harga dirinya. Karena ia berpikir, melakukan hal seprti ini masih lebih baik dari pada ia harus melemparkan dirinya di atas awan minuman memabukkan, ataupun obat-obatan setan.
Karena dengan cara inilah, ia akan lebih mudah untuk menjalani 'kehidupan'-nya di esok hari. Karena dengan begini, ia akan lebih mudah menjadi 'Naruto' kembali.
********
A/N: Waaa, maap yah kalo pendek bangeett…
Kan baru prolog… hehe ^^v
Kali ini Amu mo nyoba bikin fict multichap di Naruto, soalnya kan biasanya Cuma one-shot doang =="
Tapi story ini ga bakal lebih dari 10 chapter kok *ga ada yang nanya*
Jadi mohon bantuannya ya, tolong kritik dan sarannya juga *bow*
Ngomong-ngomong, ini fict idenya tau-tau aja dateng. Padahal niatnya mo bikin prekuel Pregnant?! Oh NO! =="
Tapi moodnya lagi pengen buat yang dark-dark gitu deh .v
Yaudah deh, thanks for reading.
Review please? ^^v
