Cinta tidak akan membiarkanmu memilih kepada siapa kau akan jatuh.

Wonwoo mempercayai hal itu, karena ia mengalaminya. Dalam impiannya, ia selalu mengharapkan seseorang yang sempurna untuk menjadi tambatan hatinya. Seseorang yang tampan, kaya raya, cerdas, memiliki hati yang tulus, dan mencintainya.

Namun itu hanya menjadi khayalan Wonwoo semata. Karena pada kenyataannya, ia malah jatuh kepada sosok iblis berkedok malaikat.

Wonwoo tersenyum miris. Perasaan ini menyakitinya, membunuhnya secara perlahan. Ini lebih menyakitkan daripada ditebas oleh samurai sekalipun. Dan sialnya, perasaan ini terus tumbuh setiap detiknya. Wonwoo sudah berusaha menghentikannya, bahkan memilih untuk menjauh darinya. Namun apa daya, perasaannya justru semakin menggila. Cinta yang bertepuk sebelah tangan dan kerinduan yang membuncah membuatnya serasa ingin mati saat ini juga.

.

.:oo::oo::oOo::oo::oo:.

Fine

FreakinGyu's Present

Kim Mingyu & Jeon Wonwoo

Warn! Genderswitch for all uke.

DILARANG KERASCOPY PASTE DAN MENYALIN TANPA IZIN.

.:oo::oo::oOo::oo::oo:.

.


.

When facing this destiny has passed from time by time,

May our story be a dream that we can't wake up.

.


Pukul sebelas malam, langit menjadi segelap tinta. Orang-orang sudah mengistirahatkan diri sejak beberapa jam lalu.

Namun itu tidak berlaku bagi Kim Mingyu yang masih sibuk dengan layar komputer serta tumpukan dokumen yang diserahkan oleh sekretarisnya tadi sore. Ia menghela napas kemudian menyandarkan tubuh ke sandaran kursi. Kedua matanya terpejam. Jelas sekali, pemuda itu kelelahan.

Monoton. Hidupnya begitu monoton selama enam tahun ini. Yang dilakukannya sekolah, tidur, makan, sekolah, mandi, sekolah, tidur, sekolah. Dan saat dirinya sudah menjadi CEO di perusahaan keluarganya, tidak ada yang berubah dari pola hidupnya, hanya makan, bekerja, mandi, bekerja, tidur, bekerja, dan begitu seterusnya. Tidak ada hal istimewa yang dikerjakannya selama enam tahun belakangan ini.

Tentu saja.

Hal istimewa apa yang akan kau lakukan tanpa seseorang yang istimewa?

Mingyu tersenyum miris. Benar. Hal seistimewa apapun akan terasa hampa jika dikerjakan tanpa seseorang yang istimewa. Dan hal sesederhana apapun akan terasa istimewa jika dikerjakan bersama seseorang yang istimewa.

Lagi-lagi Mingyu tersenyum miris saat ingatannya melayang pada sosok yang selalu hadir dalam mimpinya selama dua tahun belakangan ini. Sosok gadis cantik yang sempurna.

Bagaimana keadaannya sekarang?

Mingyu merindukannya, sangat.

Mingyu rindu saat gadis itu menatapnya dengan teduh. Mingyu rindu saat gadis itu tersenyum tulus padanya. Mingyu rindu saat gadis itu tertawa. Mingyu rindu saat gadis itu menatapnya dengan khawatir ketika dirinya jatuh sakit. Bahkan Mingyu rindu tangisannya, tangisan sarat akan luka yang selalu Mingyu torehkan. Mingyu rindu, ia merindukan gadisnya.

Kedua matanya kembali terbuka saat ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ia meraih ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkan pesan padanya malam-malam begini. Ternyata dari kakaknya yang sangat menyebalkan. Dengan malas ia membuka pesan tersebut. Mingyu masih menampakkan ekspresi malas ketika membaca kata pertama pada pesan tersebut, namun selanjutnya, kedua matanya membulat sempurna. Napasnya tertahan, jantungnya berdetak tak karuan.

From: Idiot Jong

Gyu, dia kembali.

.


.

Cause all I know is we said hello,

And your eyes look like coming home,

All I know is a simple name, everything has changed.

.


.

Wonwoo duduk di kursi yang tersedia. Koper hitamnya ia letakkan di sampingnya, dan genggamannya tidak terlepas sedetikpun dari koper tersebut. Kedua matanya menyorot menatap datar orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya.

Kemudian tatapannya menangkap dua sosok yang berjalan menghampirinya. Ia bangkit dari duduknya dan melambai kepada dua sosok tersebut, yang tentu saja dibalas oleh keduanya. Kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk senyuman manis saat dua sosok itu sudah berada di hadapannya.

"Aku sangat merindukanmu," Sang gadis memeluk Wonwoo dengan erat, terlalu erat hingga membuatnya sesak. Namun itu tidak sebanding dengan rindu yang membuncah di dalam hatinya. Ia membalas pelukan itu tak kalah erat. Pelukan kakak sepupu tersayangnya, Byun Baekhyun.

Sementara sang pemuda tersenyum melihatnya. Interaksi dua perempuan itu terlihat sangat menggemaskan. Ia mengelus surai coklat Wonwoo dengan lembut, bibirnya mengulas senyuman tipis yang terlihat tulus. Calon suami Baekhyun, Park Chanyeol.

Kini tatapannya beralih pada Chanyeol, gadis itu tersenyum sebelum merentangkan tangannya seolah bersiap menyambut pelukan hangat Chanyeol.

Namun Wonwoo mendengus dan ketika Chanyeol malah berdiri di hadapannya. Apalagi kini ia ditatap dengan lekat, benar-benar lekat. Sepasang mata tajam milik pemuda itu menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Ia risih, sangat.

"Aku tidak tahu bagaimana Perancis bisa mengubahmu tapi kini kau terlihat seperti…" Chanyeol menggantungkan kalimatnya seraya kembali mengamati penampilan adik sepupunya, menatapnya lekat dari ujung kaki hingga ujung kepala, "…seperti wanita sungguhan."

"Sialan."

Dan detik selanjutnya, Chanyeol harus menahan diri agar tidak berteriak setelah Wonwoo menendang tulang keringnya, "Oh tidak… Baek tolong… Ini sakit sekali," Pemuda itu meringis kesakitan seraya memegangi tangan Baekhyun, meminta pertolongan dari calon istrinya. Namun Baekhyun malah menepis tangan Chanyeol dan merangkul Wonwoo.

Baekhyun terkekeh, "Aku suka kemampuan menendangmu," Ia menjulurkan lidahnya saat Chanyeol mendelik padanya. Tatapannya beralih pada Wonwoo, ia mengamati penampilan adik sepupunya sebelum menjentikkan jari, "Ah, apa eyelinermu baru? Aku rasa itu yang membuatmu terlihat berbeda."

Wonwoo tertawa kecil, "Kau selalu tepat dalam menebak eyeliner."

"Tentu saja. Kau lupa aku adalah The Queen of Eyeliners?" Baekhyun mengangkat dagunya, menyombongkan diri. Kemudian ia kembali memeluk Wonwoo erat, namun tidak membuat sesak seperti sebelumnya, "Aku benar-benar merindukanmu."

Wonwoo tersenyum, tangannya bergerak membalas pelukan kakak sepupunya. Benar. Dua tahun ini, Baekhyun meninggalkannya di Perancis karena ia harus mengurus butik milik sang ibu.

Ia juga merindukan Baekhyun, merindukan ibu dan ayahnya, merindukan teman-teman lamanya, dan merindukan dia…

Dia, seseorang di masa lalu Wonwoo.

Baekhyun melepaskan pelukannya. Ia menatap Wonwoo dengan senyuman manisnya,

"Selamat datang kembali, Wonwoo."

.


.

Hey, sister, do you still believe in me?

If the sky comes falling down for you

There's nothing in this world I wouldn't to do.

.


.

Baekhyun menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Wonwoo. Ia tersenyum dan menatap sebuah buku yang sengaja ia beli untuk Wonwoo tempo hari. Wonwoo suka membaca, dan Baekhyun akan selalu mendukung hobby adik sepupu tersayangnya itu.

Ia mengetuk pintu itu beberapa kali, namun tidak ada respon berarti dari dalam kamar. Baekhyun mengernyitkan dahinya heran, kemudian tangannya bergerak membuka pintu itu perlahan.

Dan Baekhyun tersenyum saat melihat Wonwoo yang tertidur di ranjangnya. Gadis itu belum mengganti pakaiannya, bahkan kopernya masih tergeletak di samping ranjang. Wonwoo kelelahan, Baekhyun mengerti itu.

Ia melangkah dengan hati-hati, takut menimbulkan suara dan mengusik tidur Wonwoo. Baekhyun meletakkan buku tadi di atas nakas, kemudian mendudukkan diri di samping ranjang.

Kedua matanya menatap Wonwoo dengan sendu. Tangannya terulur, menyingkirkan beberapa helai rambut Wonwoo yang menutupi wajah manisnya. Baekhyun tersenyum miris, ia mengelus surai Wonwoo dengan lembut.

Ia sudah dekat dengan Wonwoo sejak kecil, sejak Wonwoo lahir ke dunia. Baekhyun adalah anak tunggal, maka dengan adanya Wonwoo, ia merasa tidak lagi kesepian. Mereka selalu berbagi cerita tentang apapun. Namun entahlah… Baekhyun merasa Wonwoo menyembunyikan sesuatu dan ternyata tebakannya benar.

Enam tahun lalu, Wonwoo mendatangi apartemennya di Perancis dengan kondisi yang mengenaskan. Wajah pucat pasi, tubuh basah kuyup, pakaian yang lusuh, dan jangan lupakan tatapan kosongnya. Tidak ada yang bisa Baekhyun lakukan selain menangis, hatinya sakit luar biasa saat melihat Wonwoo seperti itu. Dan sejak saat itu pula, Baekhyun memutuskan untuk membawa Wonwoo tinggal bersamanya di Perancis.

Baekhyun selalu bertanya mengapa Wonwoo bisa menjadi seperti itu, namun jawabannya selalu sama. Wonwoo mengatakan tidak apa-apa, ia hanya ada masalah dengan orang tuanya hingga diusir dari rumahnya. Dan setelah itu, Baekhyun tidak bertanya lagi walau ia yakin bahwa Wonwoo masih menyembunyikan sesuatu darinya.

"Jangan memendam segalanya sendiri, adikku. Berbagilah denganku."

Baekhyun menundukkan tubuhnya, mengecup pelipis Wonwoo sekilas dan tersenyum lembut, "Eonni menyayangimu, Wonwoo-ya."

.


.

Somewhere out where the wind was calling,

I was on my way to find you.

.


.

Mingyu melangkahkan kakinya memasuki café itu. Hari ini ia libur, atau lebih tepatnya, meliburkan diri. Kata Seokmin, ia harus mengambil cuti beberapa hari ke depan karena selama beberapa bulan ini, Mingyu selalu bekerja hingga larut malam. Awalnya Mingyu menolak, namun pada akhirnya, ia menyetujuinya karena sahabat kudanya itu terus memaksa.

Sejujurnya, Mingyu bingung akan melakukan apa. Karena selama ini, ia tidak pernah menikmati hari libur. Dan pada akhirnya, ia berakhir di café ini, bermaksud menikmati secangkir kopi seraya menjernihkan pikirannya yang penat karena pekerjaan sialannya.

Mingyu menghela napas saat beberapa pengunjung perempuan melirik ke arahnya dengan genit. Sial. Ia selalu mendapatkan tatapan seperti itu di kantor, apa sekarang ia harus mendapatkannya juga?

Mingyu mulai berpikir untuk memakai masker sebagai penyamaran.

Mingyu menggeleng, mengenyahkan pikiran bodohnya. Kemudian ia mendudukkan diri di meja kosong yang berada pojok ruangan. Memanggil pelayan dan memesan secangkir kopi serta sepiring cake.

Pikirannya kembali melayang kepada sosok yang selalu hadir dalam mimpinya akhir-akhir ini. Gadisnya. Entahlah, Mingyu merasa gadisnya berada di dekatnya kini. Mingyu menggeleng. Mungkin ini hanya efek dari rasa rindunya saja.

Ia menghela napas. Rasanya berat sekali. Pekerjaan kantor dan rasa rindu akan gadisnya melebur menjadi satu. Mingyu menundukkan kepalanya dan menghela napas untuk kesekian kalinya.

Cih, ia seperti pemuda yang putus asa saja.

Ya… walaupun memang kenyataannya seperti itu.

Mingyu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Sudah lima belas menit dan pesanannya belum juga datang.

Ia mengedarkan tatapannya ke seluruh penjuru ruangan. Café ini penuh, semua mejanya terisi. Dan sialnya, kebanyakan pengunjung di sini duduk bersama pasangannya. Tidak seperti dirinya, duduk sendiri seperti pemuda kesepian.

Mingyu nyaris terlonjak dari duduknya saat netranya menangkap seorang gadis yang baru saja beranjak dari duduknya, mungkin berniat untuk meninggalkan café. Gadis itu mengenakan floral dress yang melekat indah di tubuh tingginya, surainya dibiarkan tergerai dengan curly yang menggantung indah di ujungnya.

Mingyu merasa familiar.

Tidak, bukan familiar.

Tetapi ia yakin bahwa ia mengenal gadis tadi.

Gadis tadi, gadisnya…

"Wonwoo…"

.


.

TBC

.

.

Hello~

FreakinGyu is here~

Ini ff debut gue sebagai Author di dunia perfanfictionan Meanie. Jadi mohon dukungannya, ceman-ceman.

Jadi gimana?

Lanjutin jangan?