Rating:

T for death hint

Genre:

Mystery, Horror

Warning:

OOC. Typo. Maksa. Tidak sesuai kaedah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan mungkin hal lainnya yang membuat ff ini sulit dibaca m(_ _)m

Psycho!chara. Harem!Seto. AU!school.

Rating, summary, warning, dan chara bisa berubah sewaktu-waktu, tergantung isi ceritanya .-.

Disclaimer:

Author Kousawa Alice cuma bikin fanficnya, kok. Karakter Kagerou Project tetap punyanya Jin, saya nggak ada hak mengklaim apapun '-'


Summary:

"Karena aku mencintai Seto. Hanya itu." Warning inside. Mind to RnR? ;3


Chapter 1—Mary.

.

Jatuh cinta.

Hanya alasan sederhana seperti itu saja bisa membuat seseorang berubah. Ingin lebih cantik, lebih langsing, lebih pintar, dan lain-lain. Lebih ingin diperhatikan oleh lawan jenis—begitu katanya.

—tapi, gadis itu tidak merasa begitu.

Memang benar dia juga jatuh cinta. Ia juga ingin diperhatikan oleh orang yang ia sukai.

Tapi, bagaimana caranya?

Kalaupun dia tahu, memangnya pemuda tampan dan populer seperti dia akan menyukainya? Yang bisa ia lakukan hanya menatap punggung si pemuda sambil berharap suatu hari pemuda tersebut akan membalas perasaannya.

Nyut.

"Mary. Kau melamun," Kido mencubiti pipi si gadis—yang diketahui bernama Mary.

Begitu Kido melepaskan cubitannya, Mary menggosok pelan pipinya, "I—ittai..."

"Dasar," Kido mendengus keras, kemudian melihat kearah yang diperhatikan Mary. "Hee, Seto memang banyak yang suka, ya."

Wajah Mary mendadak memerah sampai ke telinga, "I—iya."

"Mary juga suka, 'kan?"

"E—eh?! I—itu tidak benar!"

Kido tersenyum tipis. "Tak ada salahnya menyukai seseorang, kok."

Tapi kalau ditolak, tetap saja menyakitkan, batin Mary perih.

Bukan berarti Mary tidak pernah mencoba mendekati Seto, tapi ia selalu kalah oleh gadis lain yang berkerumun—seperti lalat—di sekitar Seto. Dengan tubuh yang lemah begini, ikut berkerumun dengan gadis lainnya sama saja dengan mati. Bisa-bisa dia kehabisan nafas.

Mary menghela nafas pelan.

Penampilan culun, tubuh lemah, rambut acak-acakan, hikkikomori pula... Aku memang tidak pantas menyukai Seto, tanpa sadar Mary tersenyum miris pada dirinya sendiri.

"Hei, gadis-gadis~ Bisakah kalian menyingkir sebentar~? Kurasa aku butuh ketua kelas kita ini sebentar~" Suara itu sukses memecah lamunan Mary.

Mary kenal baik suara itu karena memang ia selalu memperhatikan sekitar Seto.

—tentu saja itu Kano, sahabat baik Seto.

Setahu Mary, mereka bersahabat sejak SD, jadi tak mengherankan mereka sangat dekat. Apalagi wajah Kano sendiri tak kalah tampan, rasanya cocok sekali dengan Seto. Duo pangeran yang bikin klepek-klepek.

Mary melihat Kano menarik Seto keluar kelas sementara Seto menebar senyuman dan melambai-lambai kepada gadis-gadis tadi—yang berwajah antara kecewa dan bahagia mendapat lambaian tangan Seto.

Mary berpikir, pasti menyenangkan bisa menjadi Kano. Selain ia bisa dekat dengan Seto tanpa halangan, para gadis tak akan cemburu apabila ia dekat dengan Seto. Kalau sampai para gadis itu cemburu, mungkin memang ada kelainan.

.

.

.

.

Aku ingin ia hanya memperhatikanku.

.

.

.

.

"Kozakura-san."

Mary menenggak, mendapati pemuda berambut hitam berjepit kuning di sisi kirinya itu tersenyum padanya.

—Seto.

"Kenapa?" tanya Mary pelan, balas menatap Seto.

Seto medekatkan wajahnya dan Mary, membuat wajah Mary merah padam dan kacamatanya melorot.

"E—eh...?!" Mary jadi gugup.

Mengangkat kepalanya, Seto kemudian bergumam, "Apa benar matamu minus?"

Jeda sesaat.

"Hah? Maksudnya—"

Seto tersenyum tipis, "Kalau diperhatikan, kau lebih cocok tanpa kacamata, Kozakura-san."

Mary mangap, ia kehabisan kata-kata. Seto memujiku? Rasanya seperti mimpi!, hanya itu yang bisa Mary pikirkan.

Seto berjalan meninggalkan Mary yang masih sibuk ber-blushing-ria.

.

.

.

.

Ah. Tidak boleh. Aku harus tenang. Jangan sampai ketahuan.

.

.

.

.

Entah kenapa, hari ini kelas mendadar ribut. Beberapa gadis terlihat ketakutan. Mary tahu, ada yang tak beres.

"Kido-san, apa yang terjadi?" Mary menepuk pundak Kido.

Kido berbalik, "Oh, Mary. Sebaiknya kau periksa laci mejamu dulu."

Mary mendatangi mejanya dan langsung meraba laci mejanya. Mary cukup yakin tak ada apapun dilacinya sampai ia merasakan tangannya menyentuh selembar kertas.

—eh, tunggu. Seingatnya, lacinya selalu kosong, 'kan? Lalu, kertas apa ini?

Mary menarik kertas itu keluar, dan ia menemukan selembar kertas dengan tulisan yang berantakan dan penuh dengan cipratan tinta merah.

.

Menjauhlah dari Seto Kousuke, atau kalian akan rasakan akibatnya!

.

Mary menatap dalam kertas di tangannya itu. Surat ancaman?, batinnya. Ia mulai mencoba memahami apa yang terjadi.

—itu tinta merah atau... darah? Kenapa samar-samar berbau amis?

Mary melirik gadis lainnya, beberapa dari mereka juga masih memegang kertas yang mirip dengan Mary—tidak identik karena bentuk cipratan tinta merahnya berbeda.

"B—bagaimana ini?"

"Apakah kita akan dibunuh?"

Gumaman panik dari para gadis terdengar seperti dengungan karena mereka saling berbisik.

"Jangan khawatir, gadis-gadis~" Kano kemudian mendatangi kerumunan gadis-gadis yang sejak tadi terlihat ketakutan. Ia kemudian menepuk pelan kepala salah satu gadis yang hampir menangis, "Itu hanya surat ancaman biasa, kok~"

Gadis yang kepalanya ditepuk-tepuk oleh Kano itu menoleh dengan wajah khawatir, "Kano-san, apa kau tahu siapa pelakunya?"

Kano mengangkat bahunya.

Raut wajah gadis itu jadi horror.

Tatapan Mary beralih ke Seto yang sejak tadi diam. Dari ekspresinya, ia tampaknya memikirkan sesuatu.

"Kido-san."

Kido menoleh kearah Mary. "Kenapa?"

"Keadaannya aneh."

"Apa maksudmu?"

Mary tak menjawab.

.

.

.

.

Aku tidak tahan. Mereka semua menyebalkan.

.

.

.

.

Hanya teror seperti itu tidak menghentikan para gadis untuk mendekati Seto. Mary mensyukuri hal itu. Tentu saja karena itu berarti siapapun yang mengirim surat teror itu masih akan beraksi. Mary senang ia tak perlu susah payah memikirkan cara memancing si pelaku.

Tak perlu menunggu lama, beberapa hari kemudian pelaku kembali beraksi.

"KYAAAAAAAAAA!"

Mary sendiri kaget mendengar teriakan tersebut. Ia mempercepat langkahnya menaiki tangga.

"Kozakura-san? Apa kau yang berteriak?" Tahu-tahu saja Seto sudah berjalan cepat sejajar dengan Mary.

Mary menggeleng.

Mereka berdua mempercepat langkah dan mendapati seseorang terduduk di depan pintu kelas—salah satu murid kelas mereka, Kisaragi Momo. Wajahnya pucat dan matanya terbelalak.

"Kisaragi-san, apa yang terjadi?" Seto segera mendatangi Momo dan membantunya berdiri.

Momo gemetaran, mulutnya komat-kamit tapi tak ada suara yang keluar. Ia akhirnya mengacungkan telunjuknya kearah kelas dan ia bergetar makin hebat.

Kano muncul dari ujung koridor, "Hei, apa yang—"

"Kano! Tolong bawa Kisaragi ke UKS!" seru Seto cepat.

"Memangnya kenapa—"

"Cepat!"

Kano tak menjawab lagi dan segera menggendong Momo.

Setelah Kano dan Momo tak terlihat lagi, Seto memasuki kelas, diikuti Mary yang berjalan di belakangnya.

"Apa... Ini?"

Seto dan Mary tidak dapat menyembunyikan keterkejutan mereka. Bagaimana tidak, apabila keadaan kelas yang mereka lihat saat ini sangat mengerikan.

Meja dan kursi semuanya berantakan, lantai kelas dipenuhi cat merah yang bertumpahan, sementara di dinding terdapat tulisan besar yang ditulis dengan cat merah pula.

.

'SHINE.'

—mati.

.

Satu kata yang sukses membungkam Seto dan Mary. Mereka hanya berdiri kaku di depan pintu.

.

.

.

.

Mary memutuskan untuk menjenguk Momo di UKS. Banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Momo, seperti apa yang gadis itu lihat di dalam kelas yang mungkin ia dan Seto lewatkan.

Sesampainya di UKS, tak ada petugas disana. Biasanya akan ada 2 orang yang duduk menjaga UKS, tapi kali ini tak ada seorangpun.

"Permisi? Ada orang?"

Tak ada jawaban.

Mary memasuki UKS. Keadaan benar-benar hening. Apa Momo-san tertidur?, pikir Mary.

Ia melangkahkan kakinya memasuki ruangan yang dipenuhi bilik-bilik. Entah kenapa, Mary mencium bau tak sedap didalam.

—seperti... Bau darah?

Perlahan-lahan, gadis itu melangkah masuk.

Pyak.

Mata Mary membulat lebar. Genangan darah?! Bagaimana mungkin...?!

Ia segera menyibak tirai bilik terdekat, menemukan sosok Momo yang tak bernyawa bersimbah darah. Tubuhnya tergeletak begitu saja di pinggir tempat tidur, sementara perutnya terkoyak. Yang bisa Mary lakukan hanya membungkam mulutnya sendiri, berusaha meredam teriakannya.

"Ukh..." Suara itu mengagetkan Mary. Mary menoleh ke asal suara.

Tangan seseorang berusaha menggapai pinggiran kasur, kemudian perlahan-lahan sosoknya mulai terlihat.

"Kano-san...?!" seru Mary kaget.

"Eh? Kozakura Mary?" Kano tak kalah kaget.

Dapat dilihat, lengan Kano dipenuhi luka sayatan.

"Kano-san, apa yang terjadi?! Kenapa Momo-san—"

"Sial! Dia melarikan diri!"

Mary tertegun. "A—apa?"

Kano menatap mata Mary, "Seseorang mengincar kami! Dia... Dialah yang membunuh Kisaragi-chan dan membuat luka-luka ini!"

"Siapa dia?"

Kano menunduk, "Entahlah. Aku tak melihat wajahnya. Tapi aku ingat ia mengatakan sesuatu."

Kano kembali menatap Mary, tampaknya meminta persetujuan untuk melanjutkan kalimatnya. Mary mengangguk.

"Katanya, 'Aku adalah satu-satunya milik Seto! Aku! Aku!'. Aku yang baru saja kembali untuk mengambil obat penenang untuk Kisaragi-chan, tak sengaja melihat dia menusuk Kisaragi-chan dan merobek perutnya. Saat aku berusaha lari untuk memberitahukan hal ini, orang itu melihat kearahku dan melukaiku, akhirnya ia memukulku dan akupun pingsan."

Jantung Mary berdegup kencang. Siapa sebenarnya orang itu? Dia mengirim surat ancaman kepada seluruh gadis di kelas, bahkan membunuh Momo! Mungkin ia juga yang menulis tulisan di kelas. Siapapun itu, aku harus mengetahuinya!

Tekad Mary sudah bulat. Ia akan memastikan siapakah yandere yang merupakan 'Seto Addict' ini.

.

.

.

.

Benar-benar orang yang merepotkan.

.

.

.

.

Berita kematian Kisaragi Momo dan kelas yang di teror mulai meluas ke seisi sekolah. Kano dipanggil sebagai saksi atas pembunuhan tersebut.

"Kano-san, apa kau ketakutan saat itu?"

"Apa luka-luka Kano-san sakit?"

"Bagaimana rasanya dalam keadaan begitu, Kano-san?"

Para gadis terus mengajukan pertanyaan bertubi-tubi pada Kano. Mary sendiri mencatat beberapa jawaban Kano yang mungkin bisa ia gunakan sebagai petunjuk.

"Kano-san, apa kau ingat sesuatu tentang ciri-ciri pembunuh itu?"

Pertanyaan yang bagus, batin Mary. Mary sendiri penasaran akan hal itu. Sayangnya ia lupa menanyakannya pada Kano waktu itu dan kalau harus berkerumun dengan para gadis di sana... Yah. Nggak, deh.

"Sayangnya tidak, para gadis~" Sungguh jawaban yang mengecewakan.

Mary menghela nafas kecewa. Tak ada yang benar-benar bisa membantu dalam tanya-jawab antara para gadis dengan Kano kali ini.

"Kalau tak salah, aku mendengar anggota OSIS kini menyebut si pelaku dengan sebutan 'Bloody Blonde'. Apa kau tahu alasannya, Kano-san?"

Bloody Blonde?, batin Mary. Mungkinkah para anggota OSIS menemukan suatu petunjuk yang bisa membuat mereka memberikan cap itu pada si pelaku?

"Ah, itu? Masih belum pasti, sih. Soalnya disana ada aku dan Mary-chan, kami berdua sama-sama pirang, 'kan? Bisa saja waktu itu rambut salah satu dari kami rontok," jelas Kano penuh senyuman.

Ya, tapi kita tak bisa mengesampingkan kemungkinan pelaku memang berambut pirang.

"APA?!"

Teriakan para gadis itu sukses membuat Mary yang sedang melamun itu terjatuh dari kursinya.

"Kenapa?" tanya Kano polos kearah para gadis.

"Kenapa Kozakura-san disana?! Jangan-jangan dia—"

Kano menggeleng cepat, "Tidak, tidak~ Dia justru yang menemukan kami~"

Para gadis itu menebar deathglare kearah Mary, seolah mengatakan 'berani sekali bocah hikkikomori macam kau mendekati pangeran!'.

Seseorang tiba-tiba mengulurkan tangannya ke depan Mary.

"Perlu dibantu berdiri, Kozakura-san?" Ternyata itu Seto.

Para gadis menjerit—entah karena iri pada Mary atau karena Kano tiba-tiba melepaskan kodok yang ia tangkap.

Mary menyambut uluran tangan Seto dan berdiri, ia menepuk pelan roknya, "Terima kasih, Seto-san."

Seto tersenyum.

.

.

.

.

Gadis sialan.

.

.

.

.

"Kozakura Mary."

Mary yang semula sedang sibuk menulis potongan misteri kasus yang ia kerjakan—kasus teror di kelasnya—menoleh kearah asal suara. Ternyata ia adalah ketua OSIS. Wajahnya terlihat aneh—membuat Mary merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.

"A—ano? Kenapa?" tanya Mary gugup.

"Bisa ikut aku ke ruang OSIS sekarang, Kozakura-san?"

Mary mengangguk. Ia kemudian menutup bukunya dan menyimpannya di laci.

.

.

.

.

Aku akan menghancurkan semua barang bukti.

.

.

.

.

"Kozakura Mary, kau divonis sebagai pelaku pembunuhan."

Mary tak dapat mempercayai pendengarannya.

"A... pa?"

"Ya. Kau divonis sebagai pelaku atas pembunuhan Kisaragi Momo."

"T—tapi, tak ada buktinya, 'kan...?" Tanpa Mary sadari, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Ada." Mary tersentak mendengar jawaban ketua OSIS. "Kami mendapatkan informasinya dari orang terpercaya."

"Siapa?!"

"Aku tak bisa mengatakannya."

Mary terperangah.

Seseorang menjebaknya, ia tahu itu. Seseorang yang merupakan informan OSIS itu pasti dalang sebenarnya.

Tapi, siapa...?

"Motif pembunuhan; katanya kau membunuh Kisaragi Momo karena menganggapnya saingan cinta?" Ketua OSIS mulai mengajukan pertanyaan.

"Aku tidak membunuh Momo-san!"

"Kami tidak bisa mempercayai perkataanmu begitu saja, Kozakura-san."

.

.

.

.

.

.

Ketua OSIS mengintrogasi Mary sampai hari sudah menjelang malam. Hampir seluruh murid sudah pulang, tentu saja.

Ketika ia berjalan menuju kelas, Mary melihat Kido keluar dari dalam kelas. Ia terlihat tegang. Kido melangkahkan kakinya dengan cepat, tampak terburu-buru.

"Eh? Kenapa Kido-san belum pulang?" gumam Mary heran.

Setelah Kido sudah tak terlihat lagi, barulah Mary memasuki kelas.

Ketika Mary menuju mejanya, ia melihat ada abu kertas bertebaran di lantai. Siapa yang membakar kertas di kelas, sih?, batin Mary heran.

Saat Mary sampai tepat di mejanya, ia tak dapat menahan keterkejutannya.

"Catatanku!" jeritnya.

Keadaan buku itu sudah benar-benar tak baik. hampir semua halamannya terbakar, dan beberapa halaman dipenuhi bekas guntingan. Begitu Mary mencoba membuka halamannya, buku itu langsung hancur.

"Tak mungkin...," bisik Mary tak percaya. Air mata kembali menetes di wajahnya.

Kemudian, Mary teringat kejadian sesaat sebelum ia memasuki kelas—ia melihat Kido dengan ekspresi yang mencurigakan. Mungkinkah... Kido?!

.

.

.

.

.

.

"Kau menuduhku?" Mary dapat mendengar nada dingin dalam suara Kido.

"Bu—bukan... Aku hanya bertanya—"

"Menurutmu aku adalah 'bloody blonde'? Lucu sekali." Kalimat Kido penuh nada sarkastik.

"Sudah kubilang, aku hanya ber—"

Kido memotong, "Terserah. Tak ada bukti, kau tak bisa menangkapku begitu saja."

"K—Kido-san..."

Kido berjalan meninggalkan Mary.

.

.

.

.

.

.

Mary menghela nafas pelan. Ia baru saja menghancurkan pertemanan dengan satu-satunya temannya. Ia juga kehilangan kepercayaan pada temannya itu—begitu pula sebaliknya.

"Boleh aku duduk disini?"

Mary mengangguk—tapi ia tak melihat ke asal suara.

Orang itupun duduk di sebelah Mary.

Hening lama, sampai akhirnya orang di sampingnya kembali membuka suara, "Kau bertengkar dengan Kido?"

Mary kembali mengangguk. Tatapannya kosong—ia sendiri tak yakin apa anggukannya tadi memang diperintahkan oleh otaknya.

"Kenapa?" tanya suara itu lagi.

"Aku menuduhnya."

"Kozakura-san." Tunggu. Rasanya Mary mengenal suara dan imbuhan nama itu...

Dan untuk pertama kalinya, Mary menoleh, mendapati Seto dengan senyuman tipis terukir di wajah tampannya.

Seto melanjutkan omongannya, "Kau tak mempercayai temanmu?"

Mary menunduk, "Bukan begitu, hanya saja—"

"Benar-benar rencana yang buruk." Mary dapat mendengar Seto bergumam pelan.

"Apanya?"

Sesaat Seto membuka mulutnya sedikit, tampak hendak mengatakan sesuatu. Tapi akhirnya ia menggeleng pelan, "Tidak. Bukan apa-apa."

.

.

.

.

Saatnya memusnahkan saksi mata~!

.

.

.

.

Karena hari ini giliran Mary piket, maka ia pulang terlambat.

"Mary. Aku akan membuang sampah," ujar Kido pelan, kemudian berjalan keluar.

Mary mengangguk dan melanjutkan menyapu kelas.

Brak!

Mary tak sengaja menabrak meja.

"Aw...," gumam Mary pelan, mengusap pinggangnya yang sakit.

Baru saja ia akan kembali menyapu, pandangannya teralih ke selembar foto yang terjatuh tepat di samping meja yang ia tabrak. Tampaknya sebelumnya foto tersebut berada di laci meja tersebut.

Mary mengambil foto tersebut. Itu adalah foto ketika kelas mereka mengikuti study tour ke Osaka.

Eh? Kenapa wajah Momo ditandai dengan silang? Lalu, Seto ditandai dengan tanda hati? Dan... Kenapa wajahku di lingkari? Tunggu. Mungkinkah yang duduk di tempat ini adalah 'bloody blonde'?

Mary berusaha mengingat posisi tempat duduk kelas—siapa yang biasanya duduk di meja itu. Baris kedua dari kiri, meja ketiga dari belakang...

"Bodohnya aku meninggalkan foto itu. Tapi aku sudah menduga kau akan menemukannya, Mary." Kano.

Mary berbalik menatap Kano yang kini berdiri di depan pintu, "Ka—Kano-san, kau yang membunuh Momo-san...?"

Kano membalas dengan nada ceria, "Ya~! Gadis itu tak beruntung karena melihatku beraksi, jadi sebelum ia melapor, kubunuh saja dia~"

"Kau... 'Bloody blonde'...?"

"Panggilan yang jelek sekali, aku tak suka. Tapi, kalau mempertanyakan kebenarannya, memang benar~ Akulah bloody blonde~! Aktingku bagus, 'kan, Mary-chan~?" Kano bicara seolah-olah ia tak melakukan hal yang salah.

"Lalu, surat itu...?!"

"Ulahku juga~"

"Kenapa kau melakukannya...?"

Raut wajah Kano berubah. Kali ini ekspresinya serius—meskipun senyuman masih terpampang di wajahnya. "Alasannya mudah~"

Kano berjalan mendekati Mary. Dan saat itu juga rasanya seluruh anggota gerak Mary membeku—pikirannya memerintahkan untuk lari, tapi tubuhnya seakan mati rasa. Yang bisa Mary lakukan hanya berharap Kano tak melakukan sesuatu padanya.

Kano mendekatkan bibirnya dengan telinga Mary, "Nee, akan kuberitahu alasannya, Mary-chan~"

Jleb.

Sesuatu yang tajam dan dingin menembus tubuh Mary—ia dapat merasakannya.

"Karena aku mencintai Seto. Hanya itu."

.

.

.

.

.

.

.

.

"Oh? Saksi mata? Gawat, gawat~"

Jleb.

"Aku tak mau ada saksi mata, jadi—"

Jleb. Jleb. Jleb.

"—sa-yo-na-ra, Kido-chan~"

.

.

.

.

End or Continued?


A/N: Hwhwhw, akibat kekurangan asupan ff psycho, akhirnya sayapun bikin ini :'3

BAHKAN DI FF YANG HARUSNYA WARAS BANGET JUGA TETEP AJA SAYA BIKIN HOMO-HOMO— /gegulingan/

Rencananya mau psycho!Seto sih, tapi malah jadi psycho!Kano. Yah, pengaruhnya ke ff ini banyak banget sih, nggak mirip ide awal saya. Semoga aja nggak terlalu aneh -7-)a

Judul tiap chapter sesuai dengan point of view, biar saya nggak susah mikir x'3 /alpls

Ini kalau saya lagi rajin, mungkin akan di update. Nggak tau ini masih akan lanjut atau nggak, tergantung mood .-. Kalau yang review sampai 5 orang, mungkin bakal saya lanjutin -w-)b

Sekian dari saya~! Mind to review-ssu~? :3

Tebar cintah,

Kousawa Alice.