Di ruang tamu yang mewah itu, duduk 4 orang yang memasang ekspresi serius dan tampak tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Mereka tampak menunggu seseorang.
"Sudah kau telepon dia, Minato?" tanya sesosok wanita berambut merah yang kini sedang duduk dan menyilangkan kakinya erat-erat. Tangan kanannya menggoyang pelan secangkir Wine merah.
Pria bersurai kuning dengan mata biru menaruh tangan kanannya di dagu. Dia juga menyilangkan kakinya dengan aura yang mencekam namun terkesan sopan. Minato menatap Kushina dalam-dalam.
"Tentu saja. Sifatnya memang seperti itu.." gumam Minato pelan.
"Haah, kita sudah menunggu selama 10 menit dan ternyata dia adalah sesosok yang hebat. Aku tak percaya," kata sesosok gadis berambut merah dan memakai kacamata. Dia menggoyangkan gagang kacamatanya perlahan.
"Hei Kakashi-san, apa pendapatmu tentang malam ini?" tanya gadis tadi.
"Menurutku akan buruk, Karin.." kata seorang pria bersurai putih dengan masker misterius yang menutupi wajahnya. "Kau harus bersabar, Karin.."
Karin kembali membetulkan kacamatanya. "Ini memakan waktuku.."
"Gomen,"
Semuanya memandang ke arah pintu ruang tamu dan mendapatkan sesosok remaja bersurai kuning yang masih memakai seragam sekolahnya namun berada dalam keadaan acak-acakan. Minato menaikkan alisnya.
"Ada apa dengan dirimu, Naruto?"
Naruto-sang remaja tadi-tersenyum tipis. Di belakangnya ada sesosok gadis berambut pirang dengan kuncir kuda yang panjang. Gadis tadi menghela napasnya perlahan.
"Dia menyelamatkan seorang gadis dari para penjahat-penjahat tak tahu diri," sang gadis melirik ke arah Naruto "Aku sudah berkata kalau itu bukan urusannya tetapi dia.."
Naruto menoleh ke arah Ino dan tersenyum licik "Ya, Ino. Itu adalah kebiasaanku. Hanya saja aku hampir membunuh mereka di jalanan.."
Karin mengibaskan rambut merahnya. Matanya terpicing tajam menatap Naruto. "Kau itu memang aneh. Aku tak percaya kau orang hebat di keluarga ini,"
Naruto mengangkat bahunya tak acuh. Dia kemudian melirik ke arah sang Tou-san, Minato.
"Jadi, ada apa Tou-sama?"
Minato mengambil beberapa berkas yang berada di atas meja dan membukanya perlahan. Bibirnya tersenyum tipis saat menemukan berkas yang dia cari. Minato menyisihkan yang lainnya dan menatap lama berkas yang telah dipilihnya.
"Keluarga Hyuuga telah membohongi kita tentang kontrak batubara di Oto. Mereka telah menjual saham sebesar 75 persen kepada keluarga Sabaku. Aku tidak suka keluarga kita dipercundangi," Minato menopang wajahnya di pegangan kursi. Matanya menatap tajam Naruto.
"Lakukan C-9, sendirian.."
"C-9! KAU MENUGASKAN DIA MEMBUNUH SELURUH KELUARGA HYUUGA SENDIRIAN PAMAN MINATO?!" Karin membetulkan kacamatanya dengan gugup.
'C-9,' Kakashi meneguk ludahnya 'Tuan Muda Naruto memang..'
Kushina menutup matanya sambil terus menggoyangkan winenya "Apa tidak terlalu berlebihan, Minato?"
Minato menoleh ke arah istrinya dan menyatukan buku-buku jarinya.
"Tidak Kushina. Dengan penipuan ini, perusahaan keluarga kita rugi sebesar 13 Triliun Yen. Dampak dari beberapa negosiasi dan segala hal yang kita lakukan untuk mendapatkan potensi batubara itu gagal.."
Ino melirik ke arah Naruto. Naruto menundukkan kepalanya.
'C-9, berarti..' Ino menahan napasnya '..Melakukan pembunuhan massal terhadap suatu kelompok orang dan memutilasinya serta menghilangkan bukti secara bersih, atau kata lain..Genosida!'
'Naruto,' Ino dapat merasakan semuanya menunggu respon Naruto '..Bisa kau melakukan hal tersebut sendirian?'
"Jadi, apa kau menerimanya?"
Naruto mengangkat kepalanya dan tersenyum.
"Tidak perlu kau tanya, Tou-sama," safir itu tampak menakutkan "Aku senang melakukannya!"
LOVE THE ENEMY
By Icha Ren
NARUTO BY MASASHI KISHIMOTO-SENPAI
Warning: Typo(s), Aneh, Gajeness, Kacau Balau, Gore, OOC Dan Lain-Lain
Rate: T+
Genre: Romance, Crime, Drama
Pair: Naruto-Hinata dalam selimut kebencian
Summary:
Siapa bilang kalau orang yang kau cintai adalah orang yang kau sukai. Naruto dan Hinata, dua latar berbeda yang mempunyai tujuan kelam. Naruto sang pemburu yang merasa buruannya selesai dikejutkan dengan buruannya, Hinata, yang berhasil lolos dari misi Genosidanya. Saling mencari tahu dan saling mengincar nyawa, keduanya berada dalam permainan cinta yang mempertaruhkan nyawa!
.
.
.
Enjoy it!
Chapter 1: Kegagalan Pasti Ada
Hinata berlari cepat menaiki bis malam terakhir itu. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Dia terlambat untuk sampai ke rumahnya di kompleks keluarga Hyuuga karena menunggu bis terakhir malam ini. Hinata duduk di dekat jendela dan membaca pesan dari Nii-sannya, Neji.
From: Neji-nii
Hinata, cepat datang. Kami sudah tak sabar melihatmu setelah sekian tahun kau tinggal di Oto
Hinata tersenyum pelan. Angin malam berhembus pelan menerpa helaian rambut indigonya. Lavendernya menatap rembulan malam yang tampak tenang. Dia membetulkan rambutnya dan merapikannya dengan manis.
Bis itu berhenti di depan gerbang kompleks Hyuuga. Hinata segera membayar bis dan turun dengan cepat. Senyuman manis di wajah cantiknya terus mengembang. Dia benar-benar tidak sabar untuk bertemu keluarga besar Hyuuga, apakah mereka sudah berubah atau belum.
Saat kakinya menjejakkan kaki tepat di depan gerbang. Hinata mendengar suatu teriakan kesakitan. Wajah Hinata mengkerut kebingungan. Gadis itu segera melangkah cepat memasuki gerbang kompleks Hyuuga dan matanya langsung disuguhi pemandangan yang mengerikan.
Dua penjaga gerbang Hyuuga tergeletak mengerikan di dalam pos penjaga mereka. Darah di mana-mana dan beberapa organ berceceran.
Hinata menutup mulutnya. Dia segera berlari memasuki lebih dalam kompleks Hyuuga dan mendapatkan pemandangan yang benar-benar menekan otaknya.
Puluhan mayat Hyuuga tergeletak di jalan. Darah-darah berbau anyir langsung merasuk ke hidungnya. Hinata tidak dapat menahannya dan langsung muntah. Wajahnya kini terlihat kacau.
"APA YANG KAU LAKUKAN!"
Hinata dapat mendengar jelas teriakan itu. Itu suara kakaknya, Neji.
'Neji-nii!' Hinata segera berlari ke arah ujung kompleks, karena rumah keluarga utama Hyuuga yang dipimpin ayahnya adalah rumah tradisional berukuran besar. Ayahnya adalah seorang pemimpin Hyuuga corp. yang berbisnis di bidang pertambangan. Para pekerjanya adalah hampir semua Hyuuga. Keluarga Hinata pun dihormati serta disegani karena bantuan Hiashi dalam bidang pekerjaan yang sangat berefek positif pada Hyuuga lainnya.
Hinata menutup mulutnya saat melihat dua penjaga rumahnya tergeletak di depan gerbang rumahnya dengan potongan tubuh yang begitu mengerikan. Hinata berjalan sedikit limbung. Kaki-kakinya dengan langkah bergetar memasuki kompleks rumahnya dan mendapatkan kolam di tengah-tengah halaman depannya kini berubah menjadi merah. Merah darah yang mengerikan. Pelayan-pelayan keluarganya tampak mengapung di kolam tersebut dengan anggota tubuh yang tidak lengkap. Hinata menggigit bibirnya. Pelipisnya berdecit sakit. Gadis bermata lavender tersebut berjalan cepat memasuki teras rumahnya dan membuka pintu gesernya yang setengah terbuka menjadi benar-benar terbuka. Kakinya sedikit terpeleset akibat sebuah genangan darah dan Hinata menelan ludahnya kembali saat melihat mayat Ko, pengasuh pribadinya saat kecil tewas di ruang duduk tamu dengan pisau-pisau yang menancap di setiap anggota tubuhnya.
Dua pisau menancap di kedua mata, sebuah pisau menembus leher Ko dari kiri ke kanan. Delapan pisau dengan jelas menancap berjejer di dada Ko hingga ke perutnya, dan belasan pisau tanpa ampun menancap di kedua tangan dan kaki sang pengasuh. Air mata Hinata jatuh perlahan-lahan. Psikologinya sangat amat tertekan. Hinata merasakan denyutan di urat saraf otaknya terasa putus dan berdecit kesakitan. Hinata berjalan terhuyung-huyung ke ruang rumah keluarganya. Kembali terdengar suara Neji, namun itu adalah suara kesakitan yang memilukan.
"ARRGHHH-" suara itu berhenti seketika dengan nada tercekat yang memilukan telinga Hinata. Hinata langsung ingin berlari dan meneriakkan nama Nii-sannya. Tapi otaknya langsung menyuruh untuk tetap diam dan jangan bersuara. Hinata berjalan pelan, tetap dengan badan bergetar ketakutan, dan saat mengintip di balik pintu yang setengah terbuka, mata lavender itu melebar. Melebar penuh ketakutan.
Tubuh Neji tergeletak diam di kursi ruang keluarga dengan keadaan yang terikat. Kepala Nii-sannya tergeletak manis di meja ruangan tersebut dan tetesan-tetesan darah segar masih terlihat jelas tercecer dari urat leher kakaknya. Hinata merasa mual. Campuran antara rasa takut, jijik, sedih, marah..semuanya bercampur menjadi satu. Hinata membuka perlahan pintu ruang keluarga dan berjalan mengendap-endap dalam gelap. Terdengar suara keributan dari kamar orang tuanya dan otak Hinata langsung merespon cepat.
'Tou-san! Kaa-san!'
Hinata dengan cepat berjalan ke dalam kamar orang tuanya. Pintu itu tertutup rapat. Hinata menundukkan kepalanya dan menyejajarkan kepalanya dengan lubang kunci kamar. Mata Hinata kembali membulat sempurna.
Di lubang itu, terlihat sesosok pemuda, hanya punggungnya yang terlihat, sedang menebas kepala ayahnya tanpa basa-basi. Mata Hinata menajam. Di punggung pemuda tersebut ada sebuah lambang spiral berwarna merah. Cipratan darah dari leher ayahnya pun tertempel di dinding dan pemuda itu langsung berbalik menuju ke arah pintu. Mata Hinata melebar. Dia segera bergerak menjauhi pintu dan kepalanya menoleh ke kanan-kiri dengan cepat. Dia pun menemukan sebuah lemari hias di samping TV-keluarganya dan langsung bersembunyi di sana. Jantung Hinata berdegup kencang.
Terdengar suara pintu terbuka dan di sela-sela celah lemarinya Hinata dapat melihat tubuh tegap pemuda tersebut berdiri dengan santai. Hinata berusaha melihat wajah sang pembunuh, namun matanya tidak dapat menangkap bentuk wajah pemuda itu karena celah yang dibukanya sangat kecil. Hinata berusaha membuka sedikit celah lemarinya. Pemuda itu sudah berjalan menuju ke ruang tamu, dan pada saat daun pintu lemarinya lebih terbuka, Hinata hanya mendapatkan satu tambahan fakta.
Rambut sang pembunuh berwarna kuning cerah, dengan beberapa cipratan darah di helaian-helaian ujungnya.
.
.
.
Sarapan pagi di kediaman Namikaze mewah seperti biasanya. Ayame bersama ayahnya yang merupakan koki keluarga selalu melaksanakan tugas mereka dengan baik. Minato sendiri sudah menganggap anak-ayah tersebut sebagai anggota keluarga besar Namikaze. Minato selalu ingat bahwa dia selalu membunuh koki-koki yang tidak sesuai dengan selera dirinya, sang istri, maupun anaknya. Minato terkekeh pelan. Pemimpin Namikaze corp. ini memang kejam. Mereka punya permainan sendiri untuk membunuh saingan perusahaan mereka walaupun itu adalah cara ilegal.
Berita pagi ini sungguh membuat gempar seluruh Jepang. Kompleks keluarga Hyuuga ditemukan sepi dan tanpa seorang pun yang menghuninya. Namun ditemukan sedikit gas asam yang sangat aneh dan nampak berbahaya. Beberapa bangunan Hyuuga yang terkena dampak gas tersebut nampak meleleh. Satu hal yang pasti, keluarga Hyuuga telah hilang dari peredaran bumi. Minato tersenyum tipis mendengar berita yang hampir mengisi semua saluran pertelevisian Jepang. Mata birunya menatap sosok anaknya yang memakan semangkuk Mie Ramen dengan wajah tenang.
"Pekerjaanmu malam tadi tidak terlalu bersih ya, Naruto.."
Naruto menghentikan suapannya. Matanya yang senada dengan safir biru sang ayah hanya melirik sekilas. Naruto kemudian kembali memasukkan makanan kesukaannya tersebut ke dalam mulutnya.
"Untuk seukuran anak SMA berusia 16 tahun, wajar jika dia mengerjakan C-9 dengan keadaan tidak terlalu sempurna, Minato.." kata Kushina dengan nada lembut. Tangannya sedang memotong sepotong daging sapi lada hitam yang nampak menggoda. Minato menaikkan alisnya.
"Apa ada masalah, Naruto?"
Naruto meminum jus jeruknya dan menggelengkan kepala perlahan "Aku tidak tahu, Tou-sama. Tapi entah kenapa saat efek gas penghilang bukti mayat dan darah itu sedikit lagi akan hilang," mata Naruto berubah tajam "Para polisi sudah datang. Hal itu membuatku harus pergi dari lokasi pembunuhan..entah,"
Naruto berdiri tegak dan mengambil sebuah lollipop yang siap diemut oleh sepupunya Karin.
"Hei~! Apa yang kau lakukan Naruto!"
Naruto langsung mengulum lollipop rasa jeruk tersebut. Dia membuat gerakan maaf dengan kedua tangannya. Karin mendengus pelan dan membuka sebuah lollipop rasa coklat. Naruto berjalan ke luar rumahnya dan melirik sekilas ayahnya.
"Entah kenapa sepertinya ada yang melaporkan para polisi itu atas tindakanku, Tou-sama.."
Minato menaikkan alisnya "Apa kau ketahuan?"
Naruto memanggul tas hitamnya di atas bahu kanannya. Dia menghela napas dan menggaruk belakang kepala dengan tangan kirinya yang bebas.
"Kuharap beres. Kegagalan bukanlah tipeku.."
.
.
.
Sesosok gadis bersurai indigo kini sedang memasang sepatunya dengan cepat. Dia mengambil tasnya dan berlari ke luar rumah. Dengan cepat dia mengunci rumah kontrakan tersebut dan matanya memandang tajam ke depan.
Hinata Hyuuga, yang berhasil lolos dari gas yang dibuang oleh pemuda bersurai kuning itu kini sedang menapak sebuah tujuan kelam. Bagaimanapun, balas dendam membara membakar jiwanya yang dulu suci. Hinata sudah memantapkan pilihannya. Dia tidak mau menjad suci lagi.
Gadis Hyuuga itu ingat saat dia melihat gas aneh berwarna kehijau-hijauan yang sepertinya melenyapkan daging, tulang, rambut, dan darah menyeruak secara merata di seluruh kompleks keluarganya. Hinata segera keluar dari lemari tersebut dan berlari menuju belakang rumah keluarganya. Ingat, rumahnya berada di ujung kompleks dan belakang rumah ayahnya adalah batas terakhir kompleks Hyuuga dan langsung menghubungkan Jalan Raya Konoha. Hinata berhasil lolos dengan tas yang masih setia dibawanya dan dia berlari cepat menuju kantor polisi. Hinata mengabari para polisi menggunakan topi-agar wajahnya tidak kelihatan-dan para polisi nampak tidak percaya dengan laporannya. Hinata ingat dia membentak para polisi tersebut dan mengatakan periksa saja.
Hinata menghela napasnya. Dia menundukkan kepalanya dan kembali menangis kecil. Dia teringat semua keluarganya. Dia teringat wajah kaku sang Tou-san. Senyum lemah lembut Kaa-sannya. Wajah tegas Neji. Wajah penyemangat Hanabi. Dan wajah penuh kasih sayang Ko. Hinata ingat dia menemukan mayat ibunya yang sedang memeluk mayat ayahnya yang sudah tanpa kepala. Dia ingat mayat Hanabi yang tubuhnya terbelah menjadi dua bagian. Kiri dan kanan. Bayangkan! Pembunuh itu benar-benar sadis. Hanabi masih tergolong muda dan harus mati seperti itu..
Tangan Hinata terkepal erat. Jika dia menemukan sosok bersurai kuning dengan lambang spiral di punggungnya maka dia akan membunuhnya. Memotong tubuhnya kecil-kecil dan kalau berani maka dia akan memakan mayat orang tersebut mentah-mentah. Hinata sudah memantapkan dirinya bahwa dia tidak lagi suci.
"Hinata-san, tidak pergi ke sekolah?"
Hinata mengangkat kepalanya dan melihat Nona Shizune, sang pemilik kontrakan menatapnya dengan wajah kebingungan. Hinata tersenyum kikuk dan membungkukkan badannya dengan hormat.
"Go-gomen. A-aku tadi tiba-tiba merenung," Hinata mengangkat kepalanya dan berjalan dengan langkah cepat. Shizune melambaikan tangannya dan berteriak kepada Hinata untuk hati-hati di jalan. Hinata menoleh ke arah Shizune dan tersenyum tipis.
Hinata kini berjalan menuju sekolah barunya di Konoha. Konoha High School merupakan sekolah favorit kedua di Jepang setelah Tokyo International School. Hinata kembali sedih. KHS merupakan tempat dulu kakaknya-Neji-bersekolah dan Hanabi sangat ingin masuk ke sana. Hinata ingat bahwa Neji akan mengantarkannya ke sekolah barunya pada hari pertama dia pindah dan akan membawanya keliling Kota Konoha setelah pulang sekolah.
Itu hanya janji. Dan Neji tidak akan pernah menepatinya.
Ya, tidak akan pernah..karena Neji sudah mati.
.
.
.
Naruto yang turun dari Limousine mahalnya hanya melambaikan tangan ketika supir pribadinya, Iruka, melambaikan tangan dan meneriakkan kata-kata penuh semangat ke arah Naruto. Naruto mendengus pelan dan mengedipkan mata kanannya.
"Aku akan baik-baik saja, Paman iruka.."
Iruka tertawa pelan "Jangan jajan ramen terlalu banyak Tuan Muda."
Naruto menghela napasnya 'Sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu-ttebayo,'. Naruto pun menatap gedung tinggi KHS dan melangkahkan kaki menuju gerbang sekolah elit tersebut. Ino sudah menunggunya dengan tatapan tajam. Ino merupakan pengawal pribadinya sekaligus penasihat dalam segala tindakan Naruto. Inocihi-ayah Ino-merupakan sahabat ayah Naruto sekaligus penasihat utama perusahaan Namikaze corp. Kakashi-si masker misterius-adalah sekretaris pribadi ayahnya dan merupakan agen pembunuhan yang sangat amat berbahaya. Naruto bahkan mengakui kalau kemampuan Kakashi dalam membunuh berada satu tingkat di atasnya.
"JAA TUAN MUDAAA!" teriak Iruka penuh semangat. Naruto menoleh ke arah Iruka dan menganggukkan kepalanya dengan tenang. Ino berjalan di samping Naruto dengan tas yang dia taruh di kedua pahanya. Gadis cantik bersurai pirang itu melirik sekilas ke arah Naruto.
"Aku dengar misi C-9-mu malam itu masih sedikit meninggalkan jejak,"
Naruto membetulkan letak dasi merahnya "Ada sedikit keganjalan. Kau tenang saja Ino, aku sudah membereskan semuanya.."
Ino menghela napasnya. Dia mengibaskan pelan poni rambut yang menutupi mata kanannya.
"Kau membuatku khawatir. Coba kau menerima bantuanku malam itu, kita berdua bisa bekerja cepat dan saat para polisi itu telah datang maka semua gas pelenyap bukti sudah tidak akan terdeteksi lagi.."
"C-9 tidak cocok untuk gadis sepertimu," Naruto memandang datar ke arah kelasnya "Tetap beri nasihat yang penting saja kepadaku, Ino.."
Ino sedikit memasang ekspresi kesal. Mata aquamarinenya menatap tajam Naruto "Kau memang keras kepala,"
"Siapa yang keras kepala?" tanya Naruto tetap dengan mata yang lurus ke depan.
"Ingatkah saat kau membantu seorang gadis dengan para preman yang mengelilinginya?! Itu sebenarnya bukan urusanmu!"
Naruto berhenti sejenak di depan kelasnya "Lalu?"
Ino masuk ke kelasnya dengan langkah cepat "Kau tidak mau mendengarkan nasihatku Naruto!"
Naruto memandang datar Ino dan menaikkan bahunya perlahan. Saat mereka masuk, para anak-anak kelas 2-A akan meneriakkan nama keduanya dengan riang. Ya, semua di KHS mengira Namikaze Naruto dan Yamanaka Ino adalah sepasang kekasih. Bisa dimaklumi, karena mereka hampir berangkat sama-sama, pulang bersama, dan hampir melakukan sesuatu bersama. Tapi Naruto dan Ino tidak memusingkan hal tersebut. Mereka melakukan hal tersebut karena banyak kegiatan perusahaan Namikaze corp. yang harus mereka bahas.
"Wao! Kenapa Nyonya Namikaze lebih dulu masuk daripada suaminya dan duduk dengan wajah kesal!" kata Kin Tsuchi dengan nada menggoda. Para wanita berteriak lebay.
"KYAAAA! MEREKA BERDUA SEDANG BERTENGKAAR!"
"INO-CHAAAAN! JADILAH PACARKU DAN TINGGALKAN SI MUKA BRENGSEK ITU!" teriak Rock Lee, ketua kelas 2-A yang lebaynya minta ampun. Ino mengerling ke arah lain.
"HIKS..HIKS..HIKS..AKU DITOLAAAAK!" kata Lee lebay.
"MEMANGNYA TADI KAU NEMBAK LEE?!"
"ADUH LEE, COBA KONSULTASI DENGAN GUE!"
"SINI LEE, GUE CIPOKIN KE OROCHI-SENSEI!"
Naruto yang duduk di samping kanan Ino hanya melirik sekilas ke arah gadis Yamanaka tersebut. Naruto mengangkat bahunya saat Ino menolehkan kepalanya ke arah lain sambil bertopang dagu. Safirnya menatap datar ke arah seluruh laki-laki di kelasnya yang nampak iri setengah mati.
"NARUTOOO! KENAPA KAU TIDAK MEMINTA MAAF KEPADA INO-CHAAAN!" teriak Lee dengan mata berapi-api.
"KAU BENAR NARUTO YO! JIKA AKU JADI KAU, MAKA AKU AKAN SEMBAH SUJUD DI KAKI INO SAMBIL MENCIUM-CIUM SEPATUNYA!" yang ini adalah Killer Bee, wakil ketua kelas.
"Nih cium sepatuku, pasti kau akan merasa senang Bee.." kata Suigetsu, salah seorang dari kelompok tiga perangkat kelas yang suka berbuat onar tersebut. Bee langsung mencium kaki Sui dan muntah-muntah. Sui menyengir.
"YO! APAAN KAU SUI! MAU KULARIAT!"
"Tadi aku meninjak tinja ayam, ehehehe.." kata Suigetsu tanpa perasaan malu. Lee pun melerai keduanya dengan mata berapi-api.
"HYAAAAAH! GUY-SENSEI BILANG KALAU BERKELAHI ITU TIDAK BOLEEEH! KITA MAIN ADU SUIT AJAAAA!"
Naruto menelungkupkan kepalanya untuk menghilangkan suasana tidak jelas di kelasnya. Matanya memandang datar ke arah Ino yang kini menatap sendu ke arah papan tulis. Tanpa sengaja iris Aquamarine itu melirik ke arah Naruto dan wajah Ino berubah terkejut. Ino memalingkn wajahnya dari Naruto.
'Ino ngambek ya, hmm..' Naruto kembali duduk tegak di kursinya dan mengambil sebuab buku tebal dari dalam tasnya. Buku filosofi Kajimaru Keita, yang menulis tentang bagaimana caranya menghilangkan rasa kasihan dan peduli pada orang lain merupakan kunci menuju kesuksesan. Naruto membuka halaman yang sudah ditandainya dan dia membaca Sub-bab di buku tersebut.
Sub-Bab 12 Kegagalan Pasti Ada
Alis Naruto bertautan. Entah kenapa dia tidak suka dengan judul Sub-bab kali ini. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Naruto segera menutup bukunya begitu mendengar lonceng sekolahnya berbunyi dengan kencang. Anko-sensei yang merupakan guru terdisiplin di Konoha High School segera masuk dan berdiri tegak di depan kelas. Naruto memandang bosan sang guru dan menatap ke arah luar, di mana pemandangan jalan serta gedung Kota Konoha dapat terlihat dengan jelas. Sebuah gedung tinggi pencakar langit dengan 987 lantai merupakan pusat perusahaan ayahnya. Gedung mewah itu terlihat sangat jelas dan merupakan salah satu ikon kota Konoha. Suara Anko sedikit menyadarkan Naruto dari lamunannya tentang bagaimana suksesnya sang ayah membangun dinasti kekayaan keluarga Namikaze.
"-Ada siswi baru yang akan masuk di kelas ini,"
Semua cowok berteriak kencang. Siswi baru?! Semuanya langsung mengharapkan kalau siswi tersebut berwajah cantik, manis, dan imut. Naruto tetap memandang bosan ke luar jendela kelasnya. Hanya telinganya saja yang menangkap setiap kata-kata yang dilontarkan oleh guru kelasnya tersebut.
"Yawarakai-san, silahkan masuk ke dalam.."
'Yawarakai-san. Hn, arti namanya lembut,' Naruto tetap memandang bosan ke luar jendela. Sesosok gadis manis bersurai indigo sepunggung berjalan tenang memasuki kelas 2-A. Matanya berwarna lavender lembut dan pipinya sedikit tembem kemerah-merahan. Bibirnya tipis dan senyumannya begitu manis. Hinata berdiri dengan kedua tangannya yang memegang tas berada di depan membungkukkan badannya dengan sopan dan berdiri tegak sambil tetap memasang senyuman terbaiknya.
"Kenalkan, saya Yawarakai Hinata dan saya pindahan dari Kota Oto. Mohon bantuannya teman-teman dan salam kenal," suara Hinata begitu lembut dan enak didengar. Para cowok berteriak kencang dan berdiri dengan penuh semangat.
"KAWAAAAAIIIIIII!" teriak para siswa di kelas 2-A dengan mata berapi-api. Terutama Lee yang bahkan diangkat teman-temannya sambil membawa sebuah bendera yang entah kenapa sudah ada wajah tersenyum Hinata di sana.
Naruto tidak peduli. Matanya tetap tertuju kepada pemandangan megah Kota Konoha. Dia melirik sekilas sebuah bangku kosong yang berada di samping kirinya dan Naruto tahu bahwa gadis itu pasti akan duduk di sana. Jadi dia tidak perlu melihat ke depan untuk mengetahui se-manis apa gadis yang kini diteriaki teman-teman cowok maupun ceweknya dengan sangat amat meriah.
"Naruto..Naruto.."
Terdengar suara Ino memanggilnya dari sisi kanan. Naruto menaikkan alisnya. Ino sudah tidak mempermasalahkan lagi perdebatan mereka tadi?
"Hei, menurut berkas misimu," Ino terdiam sejenak. Naruto yang masih tetap bertopang dagu dengan tenang hanya bergumam pelan. Ino dapat mendengar gumaman pelan Naruto. Sang Yamanaka sedikit mengeraskan suaranya saat suara teman-temannya semakin ricuh ketika Hinata menjawab salah seorang pertanyaan tidak penting anak-anak kelas 2-A apakah dia punya pacar atau tidak, dan Hinata menjawabnya tidak.
"Hei Naruto, menurut berkas misimu apakah para Hyuuga itu err," Ino memasang ekspresi ragu "Apa mereka memiliki mata yang seperti tanpa pupil?"
Naruto menaikkan alisnya lagi. Kenapa Ino tiba-tiba bertanya seperti itu. Naruto menjawabnya dengan tenang.
"Tentu saja, ada apa?"
Ino langsung bangkit dari kursinya dan memegang kepala Naruto dengan cepat. Ino menggerakkan kepala Naruto ke depan sehingga Naruto begitu jelas melihat sesosok gadis bersurai indigo dengan wajah cantik nan manis kini sedang tersenyum ke arah teman-temannya. Lee yang mengetahui gelagat Naruto dan Ino berteriak kencang dan lebay.
"UWOOOO! APA YANG DILAKUKAN PASANGAN SERASI KITA DI KELAS?! INO-CHAN MEMEGANG KEPALA BRENGESK NARUTO DENGAN KEDUA TANGANNYAAAA!" teriak Lee dengan mata berapi-api. Tentu saja, Naruto dan Ino menjadi pusat perhatian. Hinata yang matanya tertutup karena tersenyum kini memandang ke arah Ino dan Naruto dan mata lavendernya melebar sempurna.
Begitu pula dengan Naruto. Saat dia melihat iris Amethsyt itu, safirnya bergetar penuh keterkejutan.
Tidak mungkin. Tidak mungkin. Ini..mimpi kan?! Begitulah yang berkecamuk di pikiran Naruto.
'Rambutnya..rambutnya berwarna kuning. Apa..apa dia!' tubuh Hinata menegang 'Apa dia pemuda itu?! Apa dia orang yang membunuh keluargaku?! APA DIA YANG MEMBUNUH KAA-SAN, TOU-SAN, NEJI-NII, KO, DAN HANABI!'
'Mata itu. KEPARAT! KENAPA MASIH ADA HYUUGA YANG HIDUP! TIDAK MUNGKIN AKU GAGAL! AKU SUDAH MEMASTIKAN SEMUA HYUUGA TEWAS DI TANGANKU TANPA SISA! APA DIA ORANG LAIN? MARGANYA..TUNGGU! MARGA BISA DIMANIPULASI. YA! TAPI KENAPA..KENAPA MASIH ADA HYUUGA YANG HIDUP!' tubuh Naruto sedikit bergetar dan tangan kananya tanpa sengaja menyibak buku filosofi Kajimaru Keita. Buku itu terbuka pada Sub-bab 12 dan judul yang Naruto benci tadi terpampang dengan jelas di depan iris matanya. Naruto menatap tulisan tersebut dengan pandangan nanar tak percaya.
Sub-Bab 12 Kegagalan Pasti Ada
Kegagalan Pasti Ada..
Kegagalan Pasti Ada..
Kegagalan Pasti Ada..
Kegagalan Pasti Ada!
'TIDAK MUNGKIN?!' Naruto memandang tajam Hinata, begitu pula sebaliknya.
Dan dimulai saat ini, cinta dengan rasa penuh permusuhan dimulai! Sang pemburu sudah melihat seekor buruannya yang lepas dan dia tidak akan membiarkannya selamat!
Tatapan Naruto dan Hinata begitu tajam! Mereka seolah-olah mengatakan kalau perang akan segera dimulai!
TBC
Author Note:
Huwohohoho..Icha membawa fic baru dengan genre Romance yang berbeda. Setelah selesai dengan Project TBT: The Death Scroll yang tinggal dipublish (Icha menyerahkannya kepada Doni-san untuk mengupdatenya), Icha akan mencoba memasuki fic bergenre Crime. Bagaimana Minna, jelek atau hancur, atau aneh atau lebay kayak Lee *diketekin*
Mohon bantuannya ya dengan review dan saran kalian. Review dan saran serta kritik kalian akan membuat Icha semangat mengerakan fic ini di sela-sela kesibukan sekolah Icha.
Untuk anggota keluarga besar Namikaze masih ada lho, dan Minato kok terkesan jahat ya di sini? *plak*
Jadi, mohon bantuan dan reviewnya ya..thanks for reading.
Tertanda. Icha Ren
