Tahun 1954

Seorang gadis berambut hitam berdiri diam memandang kearah langit. Sesekali matanya berkedip menatap langit heran. Gambaran sebuah bulan di kala pagi masih terlihat samar-samar. Memandang matahari yang belum terlalu panas. Tapi, matanya bergerak gelisah.

"Naori." terdengar sebuah teriakan dari arah belakang gadis itu. Hening. Tak ada sahutan apapun, bahkan membalikkan badan pun tidak.

"Naori." seorang wanita yang masih muda menghampiri Naori, menepuk pelan pundak kecilnya.

Naori mengalihkan pandangannya. Menatap heran kearah wanita yang sepertinya adalah gurunya.

"Ada apa?" tanya wanita itu lagi.

Naori tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu ayo. Teman-temanmu sudah masuk untuk berfoto pembukaan sekolah yang pertama." ajaknya dengan senyum lembut yang dibalas anggukan Naori. Gadis itu segera berbalik dan berjalan pelan kekelasnya.

.

.

.

"Baiklah anak-anak, karena hari ini adalah hari pertama pembukaan sekolah, dan kalian adalah angkatan pertama, silahkan gambar sesuatu yang kalian fikir akan terjadi 50 tahun mendatang atau yang akan terjadi dimasa depan. Kalian boleh melukiskan apapun yang kalian suka. Misalnya, kalian menjadi dokter. Suatu saat, kita akan membukanya lagi untuk generasi penerus." ujar seorang guru paruh baya dengan rambut disanggul rapi.

"Sensei, kalau melukiskan naik pesawat luar angkasa bagaimana?" tanya seorang murid diiringi tawa dari teman-temannya.

Sang guru pun tersenyum. "Tentu saja. Kenapa tidak?" balasnya ramah. "Nah sekarang, gambar apa apa pun sesuka kalian."

Bisik-bisik pun mulai terdengar. Entah para muridnya menyiapkan pensil dan kotak warna mereka. Atau sibuk berdiskusi tentang gambar apa yang akan dibuatnya.

Seorang gadis berambut hitam duduk di meja pojok paling belakang, menggoreskan pensilnya. Bukan sebuah gambaran dimana ada sebuah gunung dan matahari, atau sebuah bintang dan pesawat luar angkasa, atau bukan pula sebuah negeri dongeng dengan berbagai pemanis yang tidak masuk akal seperti gajah terbang. Atau dia akan menggambarkan dirinya naik mobil terbang bersayap dimasa depan. Apa yang bisa difikirkan oleh seorang anak berusia 6 tahun selain menggambar hal semacam itu? Tapi beda dengan Naori, dia hanya menulis angka. Ya hanya deretan angka yang terus menyambung. Kertasnya penuh dengan semua angka yang bahkan tidak dimengerti oleh gurunya yang sedari tadi memperhatikannya.

"Naori!" panggil sang guru.

Hening.

Gadis itu masih terus menggoreskan pensilnya pada kertas menuliskan deret angka yang entah apa maksudnya. Ataukah gadis kecil ini sedang bermain sudoku?

"Naori, waktu habis." ujar gurunya lagi.

Masih hening.

Naori masih setia dengan pensil dan kertasnya.

"Naori kita akan terlambat nanti, waktu sudah habis." ujar sang guru sekali lagi lalu berjalan cepat kearah Naori yang masih menunduk dan menulis.

Dengan cepat, sang guru menarik kertas Naori dan segera memasukkanya ke dalam amplop bertuliskan namanya. Uchiha Naori.

EE

Disclaimer : Naruto punya MK

Story by Pena Bulu

Pair : SasuFemNaru

Rated : M ( Not for lemon )

Warning : FemNaru. Typo bertebaran, EYD hancur, OOC, membingungkan, FLASHBACK TIBA-TIBA TANPA PERINGATAN dan berbagai kekurangan yang tidak disebutkan. So hati-hati saja.

Don't Like Don't Read

Tahun 2004

Seorang gadis berambut pirang nampak berlari dengan senyuman yang terkembang. Sesekali dirinya berjinjit agar bisa melihat seorang nenek yang rambutnya bahkan sudah memutih, wajahnya masih nampak cantik, terlihat dari sorot matanya bahwa nenek itu masih bersemangat tinggi.

Nenek itu bukan hal yang baru di sekolah ini, dirinya adalah guru pertama disekolah ini pada saat didirikan pada tahun 1954. Tahun ini tepat ulang tahun sekolah ke-50 itu berarti saatnya time kapsul itu diangkat dan para murid yang sekarang menerima amplop dari seniornya.

Naruto sang gadis berambut pirang segera berlari kedepan untuk mendapatkan sebuah amplop dari salah satu seniornya. Tangannya terulur berusaha mendapatkan sebuah amplop walau harus berdesakan dengan teman-temannya. Yah gadis ini tergolong cukup mungil untuk gadis berusia 6 tahun. Tapi walaupun begitu, jangan heran dengan tingkahnya yang seperti tidak pernah lelah itu.

Naruto tersenyum lebar ketika dirinya melihat nenek itu tersenyum sembari mengulurkan sebuah amplop untuknya. Dengan segera gadis itu menerimanya dan bergumam terimakasih tanpa suara. Naruto mundur dari antrian teman-teman yang sedari tadi rasanya hanya mendorongnya kesana kemari.

"Hei Gaara-kun. Kau dapat apa?" Naruto memperhatikan seorang gadis bertanya pada seorang laki-laki yang cukup pendiam dikelasnya.

"Wah, pesawat luar angkasa ya? Bagus sekali." puji gadis itu.

Naruto jadi membayangkan apa yang akan dia dapatkan. Sebuah gambaran gunung, atau laut, seberapa indahnya? Atau gambaran seseorang menaiki sebuah roket menuju luar angkasa? Ah membayangkan menuju ruang angkasa, melihat pleiades dari dekat, bagaimana rasanya? Yah Naruto memang sedikit banyak menyukai astronomi, itu juga karena ayahnya dulu seorang dosen astrofisika di sebuah universitas, sebelum kejadian itu terjadi.

Naruto menggelengkan kepalanya berusaha menyingkirkan fikiran tentang orang tuanya.

Naruto segera membuka amplopnya, senyuman yang tadi mengembang pun hilang. Dirinya harus menelan kekecewaan. Bukan gambar unik yang dia lihat, namun hanya sederet angka yang tak dimengertinya. 'Apa ini sebuah permainan?' fikirnya bingung.

"Naruto." panggil seorang gadis berambut merah bernama Sara dengan nada manjanya. "Kau dapat apa?"

"Entahlah, hanya sebuah angka." balas Naruto lalu menggedikkan bahunya. "Mungkin sebuah teka-teki rahasia?" tambahnya.

"Yah tidak asik." cibirnya lalu pergi meninggalkan Naruto.

"Uchiha...Naori? Apa bibi Mikoto mengenalnya ya?" gumam Naruto yang membaca nama pemilik amplopnya.

.

.

.

Tahun 2014

Tahun ini tahun kedua Naruto duduk dibangku SMA. Cibiran dan ejekan sudah biasa dia terima. Sejak kejadian penerimaan amplop, Naruto menjadi pribadi yang berbeda. Sifat periangnya pun entah hilang kemana. Dirinya lebih sering menatap langit dan menuliskan deretan angka-angka yang sama tanpa disadarinya, tetapi selalu saja ada yang mengganggunya ketika dia akan menyelesaikan deretan terakhir. Sama seperti kertas yang diterimanya, belum sepenuhnya selesai. Bayang-bayang hal mengerikan pun selalu menghantuinya.

Bertahun-tahun, Naruto memendam keingintahuan tentang apa maksud dari angka-angka ini. Menjadi seorang yang pendiam itu tidaklah menguntungkan, tak ada teman. Dirinya terkadang berteriak tak jelas, atau hanya memandangi langit, membuatnya selalu dianggap orang aneh. Beruntung baginya, dimana gadis itu berhasil memecahkan misteri dibalik deretan angka yang diterimanya setelah dia berhasil memecahkan kode angka 911012996. Kode ini, membuat masa SMPnya semakin berubah terus hingga dirinya duduk dibangku SMA.

Shock pasti akan kalian alami jika mengetahui apa yang terjadi di balik kode itu. Tanggal 11 bulan 9 tahun 2001. Peristiwa gedung WTC yang terjadi pada hari dan tahun yang sama dengan korban jiwa 2996 orang. Bagaimana mungkin kertas yang ditulis dan ditimbun selama 5 dekade lalu bisa meramalkan kejadian dikemudian hari? Ini tidak masuk akal.

Sejak saat itu, Naruto menjadi semakin sering mendengar bisikkan aneh. Pernah suatu ketika, Naruto memperingatkan temannya tentang bencana putusnya sebuah jembatan yang memakan korban 125 jiwa, tapi apa yang didapatnya? Cibiran. Dia selalu dianggap gila, bahkan oleh Uchiha Sasuke yang dulu sering bermain bersamanya saat kecil. Namikaze Naruto, seorang gadis yang tinggal dikediaman Uchiha sejak kecil karena kedua orang tuanya sudah lebih dahulu pergi ke pelukan Tuhan karena sebuah kebakaran hotel yang bahkan juga tertulis di kertas yang dia punya.

"Seandainya aku lahir lebih cepat, dan menerima kertas ini sebelum kebakaran itu terjadi, pasti aku masih bersama kaa-san dan tou-san." Lirihnya lalu menyembunyikan wajahnya pada libatan tangan di atas meja. Tak dihiraukannya keramaian dalam kelas ataupun tatapan tak suka dari teman-temannya.

"Dasar pembunuh tidak waras." ujar seorang pemuda berambut pantat ayam dengan nada sinis tepat saat pemuda itu melewati bangku Naruto.

Hening.

Gadis itu sudah sangat sering mendengarnya entah dirumah, disekolah dimanapun mereka bertemu. Alasannya? Karena keluarga Uchiha meninggal dalam sebuah kecelakaan yang mana terjadi disebuah jalan raya. Dan yang selanjutnya, sudah dipastikan Sasuke semakin membencinya. Pemuda itu beranggapan Naruto adalah gadis yang aneh, gila dan pengguna sihir. Padahal Naruto tidak tahu menahu tentang sihir. Hanya gadis itu seringkali mendengar jeritan dan melihat kejadian-kejadian menyeramkan baginya. Apa ini salahnya?

Naruto sebelumnya sudah mengingatkan kepada bibi Mikoto dan paman Fugaku supaya jangan menjemput Uchiha sulung ke bandara saat itu. Tapi dengan sabar bibi Mikoto malah meyakinkan dirinya, jika tidak akan terjadi apapun pada mereka.

"Aku tidak gila. Aku tidak gila. Aku tidak gila." lirih Naruto. Telinganya kembali terganggu dengan bisikan-bisikan yang entah dari siapa. Kilas balik tentang kejadian itu pun berputar menjadi sebuah film pendek yang menghantui fikiran.

"Naruto? kau tidak apa?" tanya seorang gadis bercepol dua. Hanya dia satu-satunya orang yang mau berteman dengan Naruto.

Naruto terlonjak kaget. Iris safirnya berkaca-kaca menatap mata Tenten.

"Naruto? Kau sakit?" tanya Tenten lagi.

"Ah tidak." balas Naruto cepat kemudian berdiri dan membungkukkan badannya kearah Tenten.

Tenten hanya menatap kepergian Naruto heran.

==PenaBulu==

Naruto menangkupkan tangannya dibawah aliran air. Membasuhkannya pada wajahnya seolah berusaha menghilangkan bayang-bayang itu lagi.

Bayang-bayang teriakan dan kebakaran disaat yang sama. Ditengah jalan raya menuju bandara, semua kendaraan berbaris. Kemacetan karena kecelakaan yang tidak terlalu parah sebenarnya.

Adakah yang berfikir kenapa Naruto bisa tahu? Karena dirinya mengikuti orang tua Sasuke kemana mereka pergi. Saat itulah Naruto baru sadar jika deretan angka itu sudah memuat lokasi yang akan terjadi bencana. Memuat koordinat lokasi bencana pada GPS. Bukankah itu keren? Surat yang sudah ditimbuh 5 dekade guys bisa dengan jelas memberitahukan bencana beserta lokasinya.

Saat itu, Naruto berdiri dengan jas hujan dan melihat jalanan ditutup. Gadis itu berbincang sebentar pada salah seorang polisi yang berjaga untuk mengamankan jalan. Tak lama setelah itu, banyak orang berteriak histeris, yang kemudian dari arah belakangnya sebuah pesawat terbang dengan rendah dan miring.

Sayapnya bergesekan dengan badan jalan juga beberapa mobil terlempar tepat didepan mata Naruto. Air hujan bercampur dengan darah. Rintikan hujan berlomba dengan jeritan. Naruto berdiri diam, badannya terasa kaku, jiwanya seolah tertarik kebelakang entah kemana.

Bunyi ledakan menyadarkan Naruto dari lamunannya. Naruto menolehkan kepalanya kearah kiri dengan pelan, sangat pelan. Iris safirnya memantulkan kobaran api yang terjadi disana. Otaknya kembali mengingat sebuah angka 13031381. Tanpa terasa, setetes liquid bening meluncur mulus dipipinya.

"13 Maret 2014, korban 81 jiwa? Aku harus mencegahnya." lirihnya. Dengan tergesa, Naruto berlari kearah badan pesawat yang sudah terbelah menjadi 2 dan beberapa bagian terbakar. Tak hanya bagian pesawatnya, tetapi juga para penumpang pun seolah juga menjadi makanan api yang menyala.

Dengan bermodalkan keberanian, Naruto berusaha menyelamatkan para korban hingga dirinya ditarik paksa oleh tim SAR yang datang sedikit terlambat.

Naruto memukulkan tangannya ke kepalanya sendiri. Bayang-bayang itu muncul lagi. Dimana 3 orang Uchiha menjadi korbannya. Uchiha Itachi, Uchiha Fugaku, dan Uchiha Mikoto. Bayangan Itachi yang saat itu tengah berlari kearahnya tapi sayangnya langkah kakinya kalah cepat dibanding ledakan yang terjadi.

"Seharusnya aku bisa mencegahnya. Ini salahku." lirihnya disela isak tangisnya. Tangannya sudah mencengkeram pinggiran wastafel erat. Marah, ya marah pada dirinya sendiri. Kenapa setiap kejadian itu diluar kendalinya?

"Wow lihat. Anak berambut pirang yang aneh. Otak yang tidak waras, dan fisik yang seolah menutupi ketidak warasan otaknya. Seharusnya kau tidak bersekolah disini nona, kau harus masuk rumah sakit jiwa. Atau kau bisa masuk ke sekolah sihir Hogwarts jika kau mau." ujar seorang gadis berambut pink sebahu.

"Aku tidak tahu sihir apa yang kau gunakan. Tapi bisa kau ajari aku berlatih sihir, Namikaze?" sindir Sakura dengan kekehan mengejek.

"Well, Haruno-san. Rambutmu bahkan lebih aneh. Berwarna pink? How can?" balas sebuah suara bernada santai dari belakang Haruno Sakura.

"Tenten?" lirih Naruto.

"Kau! Aku tak punya urusan denganmu Tenten." sinis Sakura. Mata hijaunya melirik tajam kearah Tenten.

"Yah memang tidak. Tapi kau sepertinya ingin membuat masalah dengan temanku." Tenten berjalan menghampiri Naruto dan menepuk pundaknya pelan.

"Orang tak waras ini kau sebut teman?" herannya. "Ah, atau jangan-jangan kau sama tak warasnya dengan Naruto?" tanya Sakura. Senyum miring penuh kemenangan pun tercetak jelas diwajah cantiknya.

"Ya, aku memang tak waras karena meladeni orang abnormal berambut pink seperti kau." ujarnya lalu menarik Naruto keluar toilet menghiraukan teriakan tak terima dari Sakura.

.

.

.

Naruto berdiri gelisah dikamarnya menatap sebuah papan tulis ukuran sedang yang tertuliskan angka-angka yang sudah dilingkarinya. Tepat hari ini, 25 Juli 2014 korban 45 orang.

"Aku harus menghentikannya sebelum terlambat." lirihnya.

Dengan cekatan, Naruto membuka GPS dari komputer kamar. Menuliskan dua pasang angka yang menjadi koordinat letak tempat bencana ini akan terjadi.

"Mall di pusat kota Konoha?"

Tanpa berfikir panjang lagi, Naruto segera meraih jaketnya dan segera keluar kamar.

Mata beririskan sewarna batu safir itu menyipit. "Sasuke-kun, kau akan kemana?" tanya Naruto yang melihat Sasuke sudah berdandan layaknya anak muda yang akan nongkrong di cafe, mall atau akan sekedar jalan-jalan.

"Bukan urusanmu." jawabnya Sinis.

"Katakan!" kata Naruto. Tangannya menarik lengan jaket milik Sasuke.

"Apa urusanmu?"

"Katakan kau akan kemana?" ulang Naruto dengan penekanan disetiap katanya. Matanya menatap Sasuke tajam.

Sasuke mengerutkan keningnya heran. "Mall Konoha." balasnya datar.

"Kalau begitu jangan pergi, kau bisa sa –"

"Dasar Aneh. Jika kau ingin mengatakan tentang kematian, lebih baik kau simpan saja. Aku bukan orang gila yang akan mempercayainya. Lagi pula aku tak akan mendengarkan omong kosong dari orang yang bahkan otaknya saja sudah bermasalah. Kau sama saja dengan nenekku. Sama-sama tidak waras." sinis Sasuke lalu menepis tangan Naruto.

Naruto menundukkan kepalanya. Menghela nafas, siapa disini yang tak waras? Dirinya bahkan mengatakan kebenaran. "Kalau begitu bolehkah aku ikut?" tanya Naruto hati-hati.

"Tidak! Aku tidak akan pernah mengambil resiko untuk mempermalukan diriku sendiri jika orang gila semacam dirimu ikut denganku." sinis Sasuke lalu pergi ke garasi tanpa memperdulikan Naruto.

Naruto meraih kunci salah satu mobil milik Obito – Paman Sasuke yang kini merawat mereka–. Gadis itu segera berlari melewati pintu samping yang langsung membawanya ke garasi.

.

.

.

"Oke tenang Naruto. Kau bisa mengemudi. Walaupun belum cukup umur kau bisa mengemudi. Pelan pelan dan tenang." ucap Naruto mensugesti dirinya sediri. Kakinya segera menginjak pedal gas, manjalankan mobil ini pelan-pelan.

Naruto masih fokus kedepan mengikuti mobil Sasuke, salahkan dirinya yang tak pernah pergi keluar, jadi untuk ke mall saja dia tidak tahu jalannya.

Naruto kembali menancap gasnya ketika mobil Sasuke melaju semakin cepat mengejar lampu hijau yang hanya tinggal beberapa detik saja.

"Aduh." pekik Naruto lumayan keras ketika kepalanya terantuk stir mobil gara-gara dia menginjak remnya mendadak dan menimbulkan decitan keras. "Terkadang dia lebih tinggi dari tingkat menyebalkan." kesalnya.

Naruto kembali mengemudi dengan tenang, disini ramai. Kepalanya dia tolehkan kekanan dan kekiri, instingnya mengatakan jika mall ada disekitar sini.

Naruto masih tetap mengemudikan mobil yang dipakainya dengan pelan dan stabil.

Gadis pirang itu tersenyum ketika matanya menangkap sebuah tulisan yang dihiasi dengan lampu kelap-kelip warna-warni bertuliskan Konoha Mall.

==PenaBulu=

Naruto berjalan tak punya tujuan, dirinya mencari Sasuke. Naruto bahkan keluar masuk toko pakaian untuk sekedar melihat-lihat. Dan sekarang dia bosan.

Disini bahkan tak ada yang mencurigakan, semuanya sama seperti keadaan 2 jam yang lalu saat gadis itu memasuki mall. Ramai, banyak orang, dan dirinya sekarang bingung. Harus kemana lagi? Memasuki toilet? Ayolah, Naruto sudah melakukannya 4 kali, dan dia hanya sekedar mencuci tangan atau sesekali merapikan rambutnya. Bermain di zona semacam Time*zone atau Fanta*sy? Sayangnya Naruto tak membawa uang lebih. Ke food court? Lupakan dirinya masih terlalu kenyang untuk saat ini. Lagi pula dirinya tidak berniat untuk berjalan-jalan disini. Dia punya misi disini.

"EVERYONE, LOOK AT ME!"

Naruto mengalihkan pandangannya kearah seorang laki-laki tua yang mengangkat kedua tangannya ke atas. Tertawa keras dengan kepercayaan diri yang tinggi untuk membuat semua orang mengalihkan perhatian padanya. Padahal yang dilakukannya hanya berdiri diam.

Tak lama setelah itu, sebuah ledakan terjadi. Tak hanya ledakan yang berasal dari laki-laki itu, tapi juga diberbagai sudut, terdapat ledakan yang sama pula. Jeritan, tangisan, api, membuat tubuh Naruto menjadi lemas seketika.

Gadis itu berjalan berusaha tetap seimbang, dirinya harus mencegahnya. Mencegah semuanya. Jangan ada korban lagi. Iris safirnya menampilkan pantulan orang yang berlalu lalang dan kobaran api yang menghasilkan kepulan asap hitam pekat. Sesekali dirinya malah menabrak orang yang berusaha keluar menyelamatkan diri. Satu hal yang pasti jika terjadi bencana, seseorang akan menyelamatkan nyawanya terlebih dahulu.

Naruto berjalan pelan. Sesekali tangannya meraba sesuatu agar dirinya tetap seimbang. Bau anyir bercambur dengan bau asap ini semakin menyesakkan. Gadis itu terus berjalan, mengedarkan pandangannya, siapa tahu ada yang perlu bantuannya.

Air mata Naruto meluncur turun, perutnya terasa mual. Sekali lagi dirinya gagal. Gadis itu menggigit bibir bawahnya ketika harus melewati potongan-potongan badan dari korban yang sudah berlumuran darah. Mayat-mayat dengan mata yang melotot dengan darah disana sini. Iris safir itu bahkan melihat seseorang jatuh dari lantai 4 mall ini.

Naruto menghentikan langkahnya seketika. Seluruh badannya menjadi kaku ketika melihat seorang wanita dalam posisi tengkurap berjalan dengan tangannya, menyeret dirinya membuat goresan darah memajang dari kakinya yang sudah hilang sebelah. Wajahnya yang sudah penuh dengan darah dan terlihat kesakitan itu menatap tepat diwajah Naruto. Tangannya terangkat berusaha menggapai Naruto, seolah meminta pertolongannya.

Dengan perlahan, Naruto mendekat. Gadis itu mengesampingkan rasa takut dari dalam dirinya. Dengan segera Naruto berlutut dan meraih tangan yang sudah berluburan darah, gadis itu berniat memapahnya untuk keluar. Tangan berwarna tan itu bergetar ketika melihat darah terus mengalir dari kaki wanita itu.

Senyum tipis yang jelas menyiratkan ketakutan itu Naruto berikan ketika wanita yang hendak ditolongnya tersenyum tulus padanya.

Belum sempat Naruto memapahnya, tepat dari atas jatuh sebuah atap kaca yang langsung menancap pada punggunya.

Naruto berjengit kaget ketika wajahnya terkena cipratan cairan kental berbau anyir ini. Dengan tubuh yang bergetar, Naruto berdiri. Kaki-kaki jenjangnya mundur teratur. Tangannya terangkat menutupi mulutnya yang seakan ingin mengatakan sesuatu.

Naruto berhenti ketika kakinya menginjak sesuatu yang membuat keseimbangannya sedikit goyah. Dengan gerakan patah-patah, Naruto menolehkan kepalanya kebelakang sepotong tangan tanpa pemilik. Naruto mengeluarkan isakan lirih. Sebelah tangannya membekap mulutnya dan sebelah lagi memeluk dirinya sendiri. Ingin rasanya menjerit tapi tenggorokannya terasa tercekat.

Gadis bermata safir itu menggelengkan kepalanya dan berlari pelan meninggalkan tempat itu walau kakinya terasa lemas.

Naruto berbelok kearah kiri, sebentar lagi pintu keluar. "Sebentar lagi aku akan bangun. Ini hanya mimpi." lirihnya.

Naruto menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya untuk menghampiri seorang gadis yang tengah mengaduh kesakitan dan berteriak minta tolong. Salah satu tangannya tertimpa dinding yang roboh.

Naruto bahkan tak yakin jika tulang ditangan gadis itu masih utuh.

Cukup lama untuk Naruto menggeser sebuah dinding itu, lalu segera memapahnya keluar mall. Mengabaikan luka ditubuhnya sendiri. Berada didalam juga tidak baik, semakin lama asap hasil kebakaran semakin menyesakkan.

.

.

.

Naruto tak mengindahkan luka baretan yang ada ditangannya, dia harus menemukan Sasuke. Baginya, Sasuke itu terlalu penting untuk hidupnya. Jika diminta untuk menjelaskan, jawabannya adalah abstrak bin absurd. Gadis itupun bingung kenapa dirinya merasa Sasuke begitu berharga baginya. Gadis bermarga Namikaze itu harus memastikan bahwa Sasuke selamat dari kecelakaan ini. Dirinya tak ingin menemukan Sasuke dalam status bukan manusia bernyawa. Gadis itu tak ingin melihat Sasuke berakhir seperti mereka para korban.

Nafasnya tersengal karena terlalu banyak menghirup asap, yang jelas-jelas sangat tidak baik untuk pernafasan. Gadis itu berjalan dengan sisa kesadarannya mencari tempat yang belum dilingkari garis polisi berwarna kuning untuk segera masuk kedalam lagi.

"Naruto?" gadis berambut pirang itu mengalihkan pandangannya. Penglihatannya memburam, tapi dia melihat dengan samar seorang pemuda berambut nanas menghampirinya.

"Mendokusai. Sasuke!" teriaknya yang kini sudah memapah Naruto.

Pandangan Naruto semakin memburam tapi telinganya masih jelas untuk mendengar suara Shikamaru yang berteriak memanggil Sasuke.

"Sasuke? Kau selamat?" tanya Naruto. Seketika itu, Naruto benar-benar kehilangan kesadarannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Hallo, saya kembali menulis fict super gaje bin aneh dan mengabaikan hutang fict terdahulu xD terisnpirasi (PLAGIAT:red) sebuah film Knowing yang diperankan Nicolas Cage xD Walaupun film jadul (blm jadul banget baru tahun 2009) tapi keren abis kecuali endingnya yang agak bikin alis naik :v dan ff saya ini bikin alis copot :v

Sejujurnya pengen lanjutin hutang fict tapi rasanyaaaa malas banget entah kenapa, dan ujung-ujungnya malah ngantuk sendiri waktu ngetiknya tapi akhirnya saya juga update hutangnya xD Padahal tinggal dikit lagi selesai, heung. Saya emang lebih cocok nulis OS rasanya #curhat

Kritik dan Saran ditunggu :D