TEACHER AND ME

MAIN CAST: NAMJOON, SEOKJIN, YOONGI, JIMIN

PAIRING: NAMJIN/slight YOONMIN

RATE: T++

WARNINGS: TYPO, CERITA ABSURD.

.

.

.

Chapter 1.

Seokjin berjalan dengan langkah gontai. Ia baru saja keluar dari kelas dan sekarang menuju ke kantin. Kepalanya penat, stress, sangat tertekan. Intinya, suasana hati pria itu sangat campur aduk dan ia butuh makan. Makan? Ya, makan.

Bagi Seokjin, hanya makan dan apapun yang berhubungan dengan makananlah yang bisa membuat moodnya membaik.

Setelah sampai di kantin yang penuh sesak , Seokjin pun segera memesan berbagai jenis makanan. Para siswa yang tau siapa Seokjin sudah biasa melihat pemandangan itu. Seokjin dikenal dengan perut karetnya. Ia bisa makan bermangkuk mangkuk Ramyeon, ayam utuh, atau makanan apapun dengan porsi besar (jika suasana hatinya sedang buruk)

Beberapa wanita sebenarnya sangat iri pada Seokjin. Bagaimana bisa pria itu tetap berbadan ideal padahal makanan yang ia makan segunung!. Asumsinya hanya dua: Ia rajin berolah raga atau pria itu memang cacingan.

Tapi melihat Seokjin yang terlihat sangat sehat, rasanya asumsi kedua kurang relevan. Baiklah, mungkin asumsi pertama yang tepat.

Mereka tidak tahu saja, Seokjin jarang sekali olah raga. Ia hanya berolahraga ringan seperti lari (lari mengejar adiknya), bersepeda (bertaruh berlomba sepeda dengan adiknya), dan berenang (saling menenggelamkan satu sama lain dengan adiknya). Jadi sebenarnya Seokjin hanya beruntung memiliki gen yang tak mudah gemuk.

Seokjin kemudian duduk disebuah meja kosong yang tak lama penuh dengan makanan yang ia pesan. Pria itu segera menyuap makanannya dan makan dengan lahap.

Sesuap. Dua suap. Tiga suap. Sampai akhirnya makanannya sudah habis setengah.

Seokjin tidak begitu lapar sebenarnya. Ia hanya sedang kesal. Ingat, Moodnya sedang buruk kan?

"woah.. kau belum makan setahun, Jin?" sebuah suara terdengar. Seokjin mendongak. Ia melihat sahabatnya, Yoongi, baru saja duduk di depan Seokjin sambil mengunyah cemilannya. Yoongi menatap heran Seokjin.

Ia bukan heran Seokjin makan banyak. Tapi ia heran kenapa Seokjin makan segini banyak dalam 1 minggu! Pasti ada sesuatu yang terjadi.

"aku sedang kesal!" kata Seokjin setelah menelan kunyahannya.

"kesal kenapa?"

"ya seperti yang kau tau. Nilai kalkulus ku mengerikan." Sahut Seokjin sebal sambil mengaduk ngaduk-an makanan nya dengan gusar.

"lalu?" Tanya Yoongi datar. Seokjin kembali menatap Yoongi dengan tatapan tak percaya.

"lalu katamu?! Yoongi, 1 minggu ini nilai ujianku jelek semua. Kau tahu kan kita sudah kelas tiga. Kalau begini terus aku tidak akan lulus!" kata Seokjin dengan nada meninggi. Namun Yoongi masih saja menyahutnya dengan datar.

"memangnya kau sudah ada tujuan mau kuliah dimana?"

Tangan Seokjin yang sedang tadi sibuk mengaduk ngaduk tak jelas akhirnya melambat. Ia terdiam sebentar "ah.. soal itu a-"

"tuhkan! Aku sudah tau. Kau saja belum tau mau melanjutkan kemana. Aku sudah paham deh Jin. Paling paling setelah lulus kau akan menjalani sisa hidupmu dibawah timbunan makanan." Belum sempat Seokjin menyelesaikan ucapannya, Yoongi sudah memotong tanpa rasa bersalah.

"Enak saja! Aku tidak semaruk itu! Aku juga punya cita cita!" Sembur Seokjin kesal.

Si pria yang lebih putih terkekeh "hahaha aku bercanda. Jadi apa tujuanmu?"

"aku ingin sekolah memasak. Meraih gelar chef lalu membuka restoranku sendiri. Tapi kau tau kan appa ku bagaimana." Mata Seokjin sedikit Sendu. Yoongi mengangguk angguk mengerti. Keluarganya dengan keluarga Seokjin kenal satu sama lain, jadi ia sudah tau sekali bagaimana appa Seokjin.

Sebagai CEO perusahaan besar, Tuan Kim pasti membutuhkan penerus. Dan Seokjin anak sulung, ia yang nantinya akan memikul beban itu. Tapi bagaimana melakukannya jika nilai Seokjin saja pas pas-an

"ah.. aku semakin frustasi setiap kali memikirkannya!" Seokjin kembali mengaduk ngaduk makanannya dengan gusar.

"kalau begitu, jangan dipikirkan." Sahut Yoongi tanpa dosa. Seokjin mendelik. Melihat tatapan kesal itu, Yoongi hanya tertawa sampai tiba tiba ponselnya berbunyi.

Yoongi mengambil ponsel disaku sementara Seokjin memutuskan untuk melanjutkan acara makannya yang terganggu.

"yeoboseyo?"

"…."

"arraso. Yasudah kalau begitu aku saja yang kesana bagaimana?"

"…"

"tidak apa apa. Kau sudah makan?"

"….."

"ada yang ingin kau makan? Aku akan membawakannya."

"…."

"bicara apa kau. Aku kekasihmu. Masa begitu saja repot."

"…."

"yasudah kalau begitu terserah aku saja ya?"

"…"

"baiklah. Tunggu sebentar, aku akan kesana."

Dan sambungan itu dimatikan.

"Jimin. Ia masih disibukkan dengan tugas. Aku akan menghampirinya. Kau tak apa apakan kutinggal sendirian?" kata Yoongi sambil memasukan kembali ponsel kesakunya.

"bukankah memang hampir selalu begitu?" Tanya nya dengan tatapan menyindir. Yoongi tersenyum kecil. Lalu ia mengacungkan jari telunjuknya. Memberi kode pada penjual makanan tak jauh dibelakang Jin, bahwa ia memesan satu.

Tak perlu repot repot mendatangi stand makanan. Seluruh isi sekolah ini miliknya.

"kau tau. Seharusnya kau mencari kekasih. Ku dengar fansmu cukup banyak disekolah." Lanjut Yoongi setelah kembali menurunkan tangannya.

Seokjin menghela nafas. Saran macam apa ini? "aku tak ada waktu. Sedang single saja pelajaranku keteteran. Bagaimana punya pacar."

"carilah yang pintar dan juga bisa membantumu belajar."

"pacaran saja dengan guru. Atau kepala sekolah sekalian biar aku bisa diluluskan dengan mudah." Jawab Seokjin asal sambil memutar bola matanya malas.

"baiklah. Kau mau ku jodohkan?" kata Yoongi dengan senyum meledek. Seokjin membelalakan matanya. Astaga, anak ini benar benar.

"ah. Tak ada gunanya bicara padamu. Sana pergi."

"hahaha aigooo kau sensitif sekali." Yoongi kembali terkekeh. Suara tawanya itu benar benar menyebalkan ditelinga Seokjin. Entah karena suara Yoongi memang jelek atau Seokjin yang sedang sensitif.

Tak lama, makanan yang dipesan Yoongi pun datang. Yoongi meraih bungkusan dimeja. Makanan yang akan ia berikan pada kekasihnya, Jimin.

"yasudah. Aku pergi dulu. Sampai jumpa Jin. Nanti kusampaikan salammu pada Kepala Sekolah." Ledek Yoongi lalu bangkit

"YAK!"

Dan pria itu tertawa tawa sambil melangkah pergi. Seokjin memandang kepergian Yoongi dengan tatapan sebal.

"aishhh. Anak itu. Kelakuannya masih saja seperti bocah." Gumamnya.

Yoongi sih enak. Meskipun ia juga duduk ditahun ke tiga, dan nilainya lebih buruk dari Jin, tapi keluarga Yoongi adalah pemilik sekolah ini. Ia bisa menyulap nilainya kapanpun dia mau. lagipula, Yoongi akan melanjutkan pendidikannya ke sekolah khusus musik dan itu diizinkan oleh kedua orang tuanya.

Jadi, nilai jelek bukan beban untuknya.

Sebenarnya Yoongi beberapa kali menawari Seokjin untuk mengubah nilainya di sistem data Kampus, namun Seokjin menolak. Ia tak ingin memanfaatkan temannya dan dia bukan orang selicik itu. Ia tak bisa mencoreng nama keluarganya lebih jauh lagi.

~ooo~

Untunglah tidak ada ulangan hari itu. Setelah pulang sekolah, Seokjin memutuskan untuk kembali ke rumah. Biasanya ia akan pergi dengan Yoongi atau Jimin. Namun sepertinya keduanya sedang sibuk. Ia juga tidak enak kalau selalu mengganggu acara mereka terus terusan.

Sesampainya dirumah, Seokjin memarkirkan mobilnya di garasi dan segera masuk.

"adikku sudah pulang?" Tanya Seokjin pada seorang maid yang sedang lewat tak jauh di depannya.

"sudah Tuan muda. Tuan Muda Taehyung sedang ada dikamarnya." Kata Maid itu sopan sambil membungkuk.

Seokjin mengangguk, ia pun melangkahkan kakinya ke kamar Taehyung yang berada di lantai dua, tak jauh dari kamar miliknya.

Seokjin mengetuk pintu kamar Taehyung beberapa kali. Namun tak ada respon.

Apa Taehyung sedang tidur?.

Sang kakak kemudian memutuskan untuk membuka pintu perlahan. Memastikan adiknya memang tidur.

Pintu terbuka perlahan. Seokjin mengernyitkan dahinya begitu melihat Taehyung yang sedang duduk dikasur dengan tatapan sangat serius kearah TV.

Serius itukah sampai tak mendengar ketukanku?

"hey kau sudah makan?" Tanya Seokjin sambil melangkah mendekati Taehyung yang masih fokus. Sang adik hanya mengangguk samar tanpa menolehkan pandangannya.

"apa yang kau tonton. Kok serius sekali." Seokjin yang sudah duduk disamping Taehyung, mengikuti arah pandang adiknya itu.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Dan setelah menyadari gambar yang terpampang jelas di TV, Seokjin membulatkan matanya.

"KIM TAEHYUNG!" Taehyung yang sedang asik menonton terlonjak kaget begitu sang kakak meneriakkinya.

"APA YANG KAU LAKUKAN HAH!" Tanya Seokjin lengkap dengan pukulan dikepala adiknya.

" appo~ Hyunggg sakitttt~" Taehyung meringis sambil mengusap kepalanya.

"JAWAB PERTANYAANKU!"

"aku hanya menonton film. Kan Hyung lihat sendiri." Sahut Taehyung polos, seolah tak tau maksud pembicaraan Seokjin.

"YA TAPI FILM YANG KAU TONTON ITU SALAH!"

"WAEEEE? Aktris nya idolaku"

"Wae?!" ulang Seokjin tak percaya. Adiknya ini polos atau tolol?

"Aku tak perduli apa itu aktris idolamu, temanmu atau …..SIAPAPUN! Tapi kau tidak boleh menonton film seperti itu!"

"memangnya kenapa?" Tanya Taehyung tak mau kalah masih dengan nada polosnya itu.

"aishhhh. Kau belum cukup umur Kim Taehyung!"

"lalu aku boleh menontonnya kalau sudah umur berapa?"

"18 tahun. Ah ralat. Bisa lebih dari itu jika otakmu belum bisa normal!" Seokjin berdiri lalu meraih remote yang berada tak jauh dari Taehyung

"akan ku hentikan layanan TV cable kamarmu." Kata Seokjin sambil mematikan TV. Membuat adegan wanita yang sedang bercumbu panas itu digantikan oleh layar hitam yang memantulkan bayangan Seokjin dan Taehyun.

"Hyuuunggg ini berlebihannnn. Aku janji tidak menonton itu! Aku nonton cartoon network saja!" rengek Taehyung.

"seperti kau mengerti bahasa inggris saja." Seokjin mendengus lalu segera keluar dari kamar Taehyung sambil membawa remote yang dikhawatirkan akan disalah gunakan lagi oleh adiknya itu.

.

.

Seokjin yang baru saja selesai mandi, meraih ponselnya yang daritadi berdering diatas kasur. Ia membaca sekilas siapa yang menelfon. Buru buru Seokjin mengangkat panggilan itu saat nama "Uri Eomma" terpampang di layar ponsel.

"yeoboseyo"

"hallo nak, apa kabarmu?" suara Nyonya Kim yang lembut terdengar di sebrang sana.

"baik Eomma. Appa dan eomma baik juga kan?"

"baik sayang. Taetae bagaimana? Apa dia nakal?"

Seokjin tertawa kecil, mengingat kejadian saat ia memergoki Taehyung barusan. "yah.. kurasa eomma sudah tahu jawabannya."

"hahaha anak itu. Tapi setidaknya ia yang menemanimu saat appa dan eomma tidak ada."

"ne eomma." Yah, memang benar sih, Eomma dan Appa Seokjin sangat sibuk. Hanya Taehyung temannya dirumah. Meskipun adiknya menyebalkan, tapi itulah yang membuat rumah mereka selalu terasa ramai.

"oh iya Jinnie, eomma dan appa akan tiba dirumah esok hari. Urusan di China sudah selesai jadi kami bisa pulang secepatnya. Ada yang ingin dibicarakan appamu sebelum berangkat lagi ke Jepang"

"bicara?" Seokjin menautkan alisnya. Jika memang perlu bicara, kenapa tidak ditelfon saja?

"iya Jinnie. Jadi, besok setelah pulang sekolah. Tolong langsung pulang kerumah ya nak?"

"arraso eomma." Jika sang ayah ingin bertemu dan berbicara dengan Seokjin (bahkan saat sedang sibuk) hal itu pasti berkaitan dengan hal penting.

"baiklah kalau begitu. Eomma tutup dulu. Sampaikan salam eomma pada Taehyung ne?"

"iya eomma. Sampaikan salamku juga untuk appa. Saranghe"

"saranghe."

.

.

Esok hari, tak lama setelah Seokjin pulang, supir yang bertugas menjemput Nyonya dan Tuan Kim di bandara pun sampai di rumah. Seokjin dan Taehyung saat itu sedang bermain game bersama. sampai akhirnya pintu utama terbuka dan suara ketukan sepatu heels terdengar.

"Taetae~ Jinnie~ eomma pulang!"

Taehyung yang mendengar suara eommanya itu lalu segera bangkit dan menghampiri sang eomma bagaikan anak kecil yang bertemu tokoh kartun kesukaannya. Seokjin menggeleng geleng kemudian ikut menghampiri ibunya itu.

"Eommaaa~ aku rindu sekali padamu" kata Taehyung lalu menghambur ke pelukan eommanya. Nyonya Kim memeluk anak bungsunya itu dengan rindu.

"eomma juga rindu padamu taetae"

"hai eomma. Bagaimana hari harimu di China." Sapa Seokjin yang berdiri tak jauh dibelakang Taehyung. nyonya Kim menoleh, ia membuka satu tangannya untuk menyambut Seokjin bergabung ke pelukan mereka.

"ah… anak eomma yang tampan. Yah begitulah. Dipenuhi kesibukan menemani appamu meeting ini itu" kata Nyonya Kim sambil memeluk kedua anaknya erat.

"apa hanya Eomma yang dapat pelukan?" suara berat sang appa yang baru masuk mengalihkan perhatian keduanya. Seokjin dan Taehyung melepas pelukan dengan eomma mereka lalu beralih ke sang appa. Memberikan pelukan kilat pada kepala rumah tangga Kim itu.

"kau sehat appa?" Tanya Seokjin begitu mendapati appa nya tampak sangat lelah.

"appa sehat nak." Seokjin tersenyum lega.

.

.

Begitu selesai makan malam, sang appa memanggil Seokjin keruang kerja. Sepertinya ingin membicarakan hal penting yang Nyonya Kim bilang di telfon.

"Kim Seokjin…" kata Tuan Kim serius sekali begitu keduanya sedang duduk berhadapan di sebuah sofa di ruang kerja yang nyaman. Jika sang appa sudah memanggil nama anaknya dengan nama lengkap, hanya ada tiga kemungkinan. Si anak membanggakan, si anak melakukan kesalahan atau sang ayah ingin berbicara serius.

Berhubung Seokjin belum pernah membanggakan, kemungkinan kedua dan ketiga terasa lebih tepat.

"ne appa." Jawab Seokjin setenang mungkin.

"appa sudah melihat semua nilai nilai sekolahmu." Nah, benarkan. Pasti Tuan Kim ingin membahas kesalahan si anak.

"ingat. Appa punya akses langsung untuk memantau nilaimu disekolah. Jadi mau kau kubur dimanapun hasil ujianmu, appa pasti tau." Lanjut sang appa begitu Seokjin tidak merespon apa apa.

"bagaimana bisa nilaimu nyaris pas pasan begitu Seokjin!" Tuan Kim menyipitkan matanya tak percaya. Seokjin kelabakan. Ia bukan siswa bodoh, namun entah kenapa semenjak ditahun ketiga, otaknya terasa sulit menerima pelajaran.

Mungkin materinya terlalu sulit? Atau tertekan mulai mengusiknya?

"aku juga tidak tau appa. Baru tahun ini kan nilai ku anjlok. Mungkin otakku sudah lelah." Bela Seokjin sambil menyenderkan tubuhnya. Ia memang benar benar lelah.

"justru karena sekarang tahun ke 3 nilai mu tidak boleh anjlok!"

"bagaimana lagi. Aku tidak tertarik dengan bidang akademis. Aku sukanya memasak, appa" kata kata Seokjin barusan terdengar seperti merengek. Ia lebih memilih memasak untuk ratusan orang ketimbang dijejali dengan ujian ujian dan ujian.

Mendengar penuturan jujur putra sulungnya, Tuan Kim menghela nafasnya.

"Jin.. appa tau kau tidak tertarik dengan bisnis." Seokjin terdiam, ia mendengar ucapan ayahnya dengan seksama.

"Tapi kau harus menyelesaikan sekolahmu dengan nilai bagus. Setelah itu lanjutkan apa yang kau mau. jika kau ingin memasak, terserah. Masak apa pun yang kau inginkan. Ayam, lobster, daging atau adikmu sekalian kau masak, terserah!" lanjut Tuan Kim. Seokjin membulatkan matanya, tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

"jinjja?" kata Seokjin sumringah. Apakah ayahnya benar benar mengizinkan minatnya sekarang?

Tuan Kim mengangguk.

"yah.. memang awalnya appa berharap kau yang meneruskan perusahaan, tapi appa tak bisa memaksakan kehendakmu kan."

"terima kasih appa!" kata Seokjin dengan senyum bahagia.

"tapi dengan satu syarat! Kau harus lulus dengan nilai bagus."

"baiklah appa~"

"dan karena appa baik hati. Appa akan mencarikan guru privat untukmu."sahut Tuan Kim mantap

Perlahan senyum Seokjin memudar. "a-apa? Aku tidak mauuuuu." Rengeknya.

"kau harus mau! memangnya kau pikir pendidikan disekolah cukup? Buktinya nilaimu segitu segitu saja." sindir Tuan Kim, memenangkan perdebatan dengan telak.

"yasudah terserah appa saja." Seokjin pun memutuskan untuk mengalah. Appa-nya sudah berbaik hati mendukung minatnya, masa ia egois sekali sampai menolak syarat ayahnya.

"good. Tenang saja nak. Appa akan mencarikan guru privat terbaik. Kau akan senang dan nyaman belajar dengannya." Kata Tuan Kim bersemangat. Seokjin hanya mengangguk sekenanya.

"yasudah, kau boleh pergi sekarang." Kata Tuan Kim. Dan Seokjin pun bangkit lalu kembali ke kamarnya.

Hanya les privat sampai lulus. Tidak akan buruk kan?

~ooo~

semenjak pembicaraan dengan ayahnya itu, ditambah tugas tugas sekolah yang menggunung Seokjin semakin pusing. Malam itu Ia memutuskan untuk pergi berbalanja bahan bahan untuk masak dirumah.

Seokjin mendorong trolinya sambil memasukan segala bahan yang ia perlukan tanpa perlu melihat daftar belanjaan. Pria itu sudah hafal diluar kepala.

Seokjin melangkah keluar begitu selesai membayar belanjaannya. Baru saja mau melewati pintu keluar, Seokjin yang kala itu sibuk mengecek ponselnya menabrak seseorang yang datang dari arah berlawanan. Membuat ponsel dan belanjaannya berjatuhan.

"ah-maaf." sahut Seokjin buru buru lalu mengambil ponselnya dan memungut bahan bahan yang berjatuhan.

"tak apa apa" kata pria yang baru saja ditabrak oleh Seokjin sambil tersenyum manis. Seokjin mengerjap ngerjapkan matanya. "tampan sekali"

Tangannya bergerak sendiri, tanpa menyadari bahan bahan apa yang ia masukan kekantungnya.

"aku permisi. Aku minta maaf." Sahut Seokjin buru buru sebelum jantungnya melompat keluar. Pria itu bergegas pergi tanpa menoleh sedikitpun ke pria di belakangnya.

Seokjin berjalan ke arah Mobilnya yang terparkir cukup jauh. Saat itu sudah malam dan cukup sepi, sesekali Jin merapatkan mantelnya sampai langkah kaki terdengar di belakangnya.

"tunggu!"

Seokjin menoleh sedikit lalu mendapati pria yang tadi ia tabrak sedang mencoba mensejajarkan langkah dengan dirinya. Astaga.. mau apa dia? Alih alih berhenti Seokjin malah mempercepat langkahnya.

"hey.. tunggu dulu."

Yaampun. Pria ini mengikutiku! A-apa dia penguntit? Pikiran Seokjin yang sudah kacau semakin error dengan asumsi asumsi bodohnya. Ia mempercepat langkahnya menuju mobil.

"hey jangan lari. Tung-"

Belum selesai pria itu bicara, Seokjin sudah membalikan badannya lalu menendang kaki penguntit itu keras keras. Ia bahkan melayangkan tinjunya-yang seperti tinju perempuan- disana sini.

"YAK! HEY!" kata pria itu sambil menutupi muka nya dengan kedua tangan. Tinjunya memang tidak sakit, hanya saja menyebalkan.

"kenapa kau mengikutiku! Dasar penguntit! Enyah kau!" begitu selesai melakukan penyerangan, Seokjin buru buru masuk ke mobil dan menancap gas nya dengan cepat. Meninggalkan pria yang terengah engah itu.

.

.

Seokjin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi sampai akhirnya tiba dirumah. Ia melangkahkan kakinya besar besar kearah dapur sambil menenteng bungkusan belanjaan.

Sesampainya di dapur, Seokjin menumpahkan segala bahan bahan yang ia beli keatas meja. Sebaiknya ia segera memasak agar moodnya kembali baik.

Tapi tiba tiba, ada yang aneh dari belanjaannya itu. Seokjin mengerjap mengerjap.

"a.. apa ini?" kata Seokjin begitu melihat banyaknya bungkusan mi isntant dalam berbagai rasa dan merek. Ia terdiam sebentar. Otak errornya mulai berfikir. Belanja-bayar-tabrakan-penguntit-salah bahan.

Kok terdengar aneh.

Tiba tiba Seokjin tersentak.

"aishhhhh. Bodoh sekali aku!" katanya bermonolog. Bukan kesal melainkan rasa bersalah yang sekarang memenuhi dadanya.

.

.

Si pria yang tadi diserang Seokjin kembali pulang ke Apartemen mungil sederhana yang ia huni bersama dengan temannya, Jackson.

"kau sudah pintar memasak rupanya?" Tanya Jackson sambil berkacak pinggang saat melihat bahan bahan belanjaan yang dibawa temannya sangat jauh berbeda seperti yang biasa mereka beli.

"bukan begitu, tadi saat beli makanan aku ditabrak oleh seorang pria. Dan dia malah memungut belanjaanku lalu pergi. Yah… jadi belanjaan kita tertukar." Jelas pria itu santai.

"memangnya kau tidak mengejarnya atau memberi tahunya?"

"sudah. Tapi dia tak mau dengar. Malah dia kira aku penguntit."

"bodoh sekali." Jackson terkekeh. Diikuti temannya itu, ia tersenyum begitu mengingat kembali pria yang menghajarnya tadi. Bukannya bayangan pukulan bertubi tubi, tapi wajah lucu si pria yang teringat di benaknya.

"well.. apa yang akan kita lakukan dengan bahan bahan ini?" kata Jackson, membuyarkan lamunan pria manis tadi.

Apa… aku akan bertemu lagi dengannya? Batin pria itu.

~ooo~

Seokjin sedang bersama Yoongi dan Jimin di kantin. Ia butuh kedua temannya untuk bercerita. Mulai dari ayahnya yang mendukung minatnya, les privat sampai insiden belanjaan tertukar.

Dan respon dari kedua sahabatnya itu-seperti yang Seokjin sudah tahu- benar benar sangat 'membantu'. Yoongi dengan tanggapan tepat dan pedasnya. Straight to the point

Dan Jimin yang memberikan pendapatnya diselingi candaan.

Obrolan mereka diinterupsi oleh suara ponsel Seokjin yang berdering.

"ya eomma. Ada apa?"

"Jinnie. Appa sudah menemukan guru yang cocok untukmu."

"benarkah? Siapa Eomma?"

"tunggu saja. Sore ini dia akan datang. Sore hari kau sudah harus ada dirumah, arra?"

"baiklah."

Seokjin mematikan panggilannya.

"appaku sudah menemukannya."

"menemukan apa?" Tanya Yoongi dengan sebelah alis terangkat.

"guru privat yang kuceritakan Yoongi" sahut Seokjin dengan nada malas.

"ah.. baguslah. Semoga otakmu bisa terbantu." Kata Yoongi sekenanya. Seokjin mendengus geli, sebenarnya ia merasa Yoongi sepertinya juga butuh guru privat.

"hwaiting hyung!" kata Jimin menyemangati sambil tersenyum dan mengepalkan tangannya.

Baiklah, semoga guru les privat pilihan ayahnya, memang guru terbaik.

.

.

Seokjin sedikit terlambat pulang kerumah. Bukan, bukan karena ia keluyuran. Tetapi Seoul saat itu sedang macet dan membawa mobil tidak membantu sama sekali.

"aku pulang." Kata Seokjin sambil melangkah masuk. Sepintas ia mendapati ibunya sedang berbicara dengan seorang pria berambut hitam yang sedang duduk saling berhadapan. (memunggungi Seokjin, jika dilihat dari posisi Seokjin berdiri)

Menyadari anaknya sudah pulang, Nyonya Kim yang sedari tadi sibuk mengobrol kemudian menoleh. "ah itu dia anakku. Seokjin, kemarilah nak."

Seokjin mendekat, sebetulnya ia penasaran juga dengan pria yang akan menjadi guru privatnya. "Jinnie, kenalkan, ini guru privatmu yang baru. Dan Kim Namjoon, kenalkan. Ini Seokjin anakku. Ia akan menjadi muridmu." Kata Nyonya Kim sambil berdiri, mengenalkan putra sulungnya.

Seokjin membulatkan matanya tak percaya begitu melihat wajah pria yang menjadi guru les privatnya.

"di-dia pria yang kuhajar kemarin." Batin Seokjin dengan jantung berdegub keras. Sementara guru nya itu, Kim Namjoon terlihat tampak biasa biasa saja. Ia bahkan menunjukan senyuman berdimple nya itu. Senyuman yang membuat Seokjin salah tingkah saat pertama bertemu.

"annyeong hasseo, Kim Namjoon imnida. Semoga kita bisa bekerja sama Seokjin-sshi." Kata Namjoon sambil membungkuk sopan.

Seokjin sempat membatu, buru buru ia kembali menguasai dirinya. Seokjin berdehem sekali, mengatur suaranya agar tak tercekat.

"annyeong hasseo, Kim Seokjin imnida. Mohon bantuannya." Kata Seokjin lancar sambil tersenyum. Mengabaikan jantungnya yang masih berdegub keras. Kaget, bingung dan salah tingkah. Semua melebur jadi satu

"baiklah kalau begitu, ku tinggal duluya. Biar lebih fokus belajarnya" Kata Nyonya Kim lalu pamit pergi. Meninggalkan kedua anak adam yang masih terdiam.

Astaga. Ini gawat!

Akhirnya… kita bertemu lagi, Kim Seokjin

.

.

.

TBC/END?

Hai. Ini ff multichap ku. Maaf kalo banyak yang kurang. Disini ceritanya Rapmon itu lebih tua dari Jin.

Dan meskipun Rate nya T. aku ga berani jamin gaada adegan NC. Karena… aku udah siapin adegan NC Jin sama Namjoon di beberapa chap

Heeheheh.

Jadi, gimana Chingu. Lanjutin atau ga nih? Jangan lupa reviewnya.

Ghamsamnidaaa~

-Tachi-