Disclaimer: Semua orang tahu Harry Potter milik Joanne Kathleen Rowling. Saya hanya memberi skenario 'bagaimana-seandainya' yang berkembang jadi suatu cerita.
Rating: T
Warning: Typo(s), New Author yang belom ngerti dunia ff.
HEART BREAKER
Hermione duduk di ujung menara astronomi dengan Ron, menatap sepasang kekasih yang belakangan ini renggang karena seorang pria lain.
Oke, oke. Ia juga tahu bahwa ini sedikit canggung. Bisa kau bayangkan kalau kau bersama mantan pacarmu, menonton sepasang kekasih yang sedang berbicara dari hati ke hati?
Kalau ini bukan situasi serius, Hermione yakin dia sudah tertawa-tanpa-henti-sampai-nyaris-mati. Menertawakan keadaannya yang tidak menguntungkan.
Tapi, siapa sih yang bisa tertawa di tengah kejadian seperti ini? Apalagi, sepasang kekasih yang sedang makan hati itu sahabatmu.
"Maaf Harry, maafkan aku!" Ginny sesenggukan sambil merangkul leher Harry.
Hermione bisa melihat ekspresi sakit hati di wajah Harry—Harry tak bisa berbohong di depan kedua sahabatnya. Dengan ragu-ragu Harry memeluk pinggang Ginny dan menaruh kepalanya di bahu Ginny sambil memeluknya erat-erat.
Ekspresi rasa sakit terpancar di wajahnya. Hermione ingin menonjok siapapun yang melakukannya.
Keterlaluan. Casanova–amatir-yang-merasa-dirinya-paling-hebat itu menghancurkan banyak hubungan. Mematahkan hati gadis-gadis dengan kepercayaan palsu. Membuat para lelaki merasa ia tak punya kesempatan.
Termasuk hubungan kedua sahabat Hermione ini.
"A-aku tau kalau ini semua menyakitkan," suara Ginny tenggelam dalam dekapan Harry. "Di-disakiti… disakiti orang yang k-kau sayangi… karena ia mendekati lelaki lain—da-dan… dan menangis saat ia p-patah hati dan mencari kau lagi… Oh, Harry! Maafkan aku!"
Ginny menangis dengan begitu pilu dan Hermione melihat Ron menatap pasangan itu tanpa ekspresi, dengan tangan Ron yang terkepal erat sampai buku jarinya memutih.
Ia marah luar biasa.
"Harry!" seru Ginny. "D-di malam Hallowe'en itu—astaga!—i-ia terlihat begitu memesona, Harry. Mungkin ia Veela versi cowok atau apa, banyak sekali gadis merasakan hal itu—" Hermione tidak merasakan kekaguman. Ia hanya merasa banyak kupu-kupu—kupu-kupu kebencian karena kupu-kupu itu selalu muncul saat cowok keparat itu datang, dan organ tubuh yang meleleh. "—dan, mu-mungkin ia menganggap aku salah satu penggemarnya—bayangkan betapa mengerikan pikiran itu! Lalu, kau tau, sa-saat aku… aku menghilang, ia.. ia da-datang dan—Maafkan aku Harry! Astaga, ka-kami berciuman! Ia menciumku!"
Hermione yang berusaha tidak membayangkan adegan itu melihat tangan Harrry mendekap Ginny lagi, jauh lebih erat—erat dan sedikit kasar. Kaku. Dingin. Mungkin karena ia tidak mau kehilangan Ginny, atau karena pedih.
Siapapun yang melihat sepasang kekasih ini pasti akan tergugah. Sang gadis memohon permintaan maaf dari lelaki yang tetap tersenyum pedih walaupun tersakiti—dengan tangis yang merobek-robek hati siapapun yang mendengarnya—hanya karena seorang lelaki lain yang menggoda gadis itu.
Yah, memang tidak mudah mendengar kekasihmu mengakui bahwa ia berciuman dengan orang lain. Dengan musuhmu. Untuk main-main. Keparat.
"Ia ber-berkata seakan aku gadis… gadis tercantik di dunia, Harry." Ginny melepas pelukannya dan menatap mata Harry, dengan tangan tetap terkalung di lehernya. "Dan ia merayuku—tap-tapi… aku masih cukup waras—cukup waras untuk hanya berciuman sekali saja! Tapi, lalu… lalu ia… ia me-meninggalkanku begitu saja, de-dengan… gadis la-lain!" terdengar tangis memilukan lagi.
"Dan kau," Harry berkata lirih. "Kau melupakanku? Orang yang benar-benar menganggapmu gadis terbaik di seluru dunia? Yang melupakan segala kekuranganmu? Yang berperang bersamamu? Yang tidak pernah meninggalkanmu?"
"Maafkan aku Harry!" Ginny langsung menghambur ke pelukan Harry. "Maafkan aku! Aku takkan melakukannya lagi Harry, janji! Aku tidak mungkin berpaling! Aku mencintaimu! Amat sangat mencintaimu!"
Harry tersenyum—bukan senyum pedih lagi—senyum yang tulus. "Permintaan maaf diterima. Dan, apa sih yang membuatmu tertarik dengan manusia menjijikan itu?"
"Aku bukan tertarik," dengus Ginny. Air matanya masih berlinangan, tapi ia sudah gembira lagi. "Dia menggodaku, astaga. Dan maaf membuatmu tersinggung, dia… dia mendorongku ke dindingding, lalu… tiba-tiba ia melumat bibirku! Membuatku meleleh! Maafkan aku, Harry."
Arrggh. Pasti kepalanya akan meledak kalau adegan itu terputar di benaknya. Jijik.
Hermione melihat Harry menyeringai licik. Oke, seharusnya Harry ditempatkan di Slytherin. "Melumat bibirmu?"
Ginny yang sudah-mengerti-namun-pura-pura-tidak-mengerti-untu k-membuat-Harry-senang balas tersenyum. "Tentu saja. Bukan untuk menyinggung, tapi dia benar-benar melumatnya. Bukan sepertimu."
"Apa yang selama ini kulakukan? Memangnya ciumanku kurang memuaskan bagimu, hah?"
Dan pemandangan berikutnya adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan sepasang kekasih bukan di depan khalayak ramai.
Ron menggamit tangan Hermione. "Ayo—ini waktu, umm… privasi mereka."
"Yeah," sahut Hermione. "Sedikit menjijikan. Jelas kita nggak mau melihat adikmu berciuman panas dengan sahabatmu."
Mereka keluar dari menara astronomi dan berjalan turun dengan sedikit canggung.
"Laki-laki itu brengsek Hermione," dengus Ron saat mereka baru meninggalkan menara astronomi. "Kau harus hati-hati. Aku tak bisa membayangkan kalau kau menjadi mainannya, untuk hal seperti itu—"
"Aku. Bisa. Menjaga. Diri. Ron."
"Dia. Mantan. Pelahap. Maut. Hermione."
"Begitu juga Snape… dan aku mengerti kenapa kau takut. Jenius sekali, Snape memang suka merangsek ke kamar gadis-gadis tiap malam."
"Untuk menagih esai mereka."
"Sejak kapan sih, kau jadi sekutu Snape?"
"Sejak aku tau ada manusia lain yang lebih menyebalkan daripada Snape. Dia… astaga! Hermione, dia—"
"Aku tahu, Ron, aku tahu." potong Hermione jengkel. "Kau sudah memberitahuku hal itu nyaris sepanjang minggu ini. Dan aku bisa menjaga diri. Kita dapat order of Merlin kelas satu dan membekuk Voldemort, ingat?"
"Tapi kau-tahu-siapa jelas bukan lelaki brengsek yang bebas menciumi gadis-gadis di jalan, kan?" balas Ron. Sakit jiwa.
"Kau berkata begitu seakan-akan ada yang mau mencium Voldemort yang nyaris tidak punya bibir. Dan berhenti memanggilnya Kau-tahu-siapa, ia sudah mati." Hermione meneruskan langkahnya dengan cepat sehingga Ron harus mengejarnya.
"Jangan mengalihkan topik!" lelaki berambut merah itu merangkul Hermione akrab. "Tapi, kau harus berjanji—menjauh dari manusia keparat itu, bersikap seangkuh mungkin selama kau masih bisa, dan tutup pintu kamarmu selalu! Aku benar-benar bersyukur kalian pisah kamar!"
Hermione mendecak tidak sabar. "Jangan berkata seakan-akan kami pasangan suami istri yang sedang bersitegang, dong."
"Kau tau, Mione.. sebelum kalian melewatkan sehari saja setelah pernikahan kalian, siapkan pemakamannya."
"Oke… kedengarannya seperti ia mau memerkosaku saat tengah malam. Dan, kau tahu, ia laki-laki Ron, dan Hogwarts cukup bijaksana untuk memisahkan kamar Ketua Murid Laki-laki dan Perempuan!"
"Tapi ingat semua yang dilakukannya!" kata Ron sengit. "Ingat apa yang ia lakukan pada Ginny! Ingat apa yang ia lakukan pada adikku! Ia menggoda Ginny, membuat seakan ia menyukai Ginny, lalu meninggalkan Ginny yang nyaris bunuh diri dengan tersenyum! Sesuatu yang sangat rasional dan memang dilakukan seluruh siswa yang terlahir sebagai laki-laki di Hogwarts!"
"Oke, marah-marahmu yang tadi lebih baik, Rambut Merah."
"Bagaimana bisa?! Dan dia melakukannya hampir pada semua gadis di Hogwarts! Di Hogwarts. Mione, kalau kau punya gulungan perkamen, catat itu. Ingat berapa jumlah murid perempuan, kan, Ketua Murid? Manusia itu telah memanipulasi semuanya!"
"Oke, tenang Ron." balas Hermione. "Aku cukup cerdik untuk tidak jatuh pada pesona menjijikan musang, oke?" Ron menatap Hermione.
"Pesona? Kau menyebutnya pesona?" Ron mendecak. "Hermione, kupikir kau sudah agak terpengaruh. Kita harus segera ke Madam Pomfrey mungkin?"
Hermione mengacuhkannya. "Dan Harry mencintainya habis-habisan. Ginny pasti akan baik-baik saja mengingat Harry tidak akan membiarkan Ginny disakiti orang lain."
"Itulah masalahnya. Ginny punya Harry yang akan melindunginya dan menjauhkannya dari musang sialan—" Ron membuat gerakan seperti ingin mencekik. "—itu. Sedangkan kau? Kupikir, eh… su-sudah saatnya kaumemilikiseseoranguntukmenjagamu." Ron menambahkan dengan cepat.
Hermione beringsut tak nyaman dan mempercepat langkah. "Yah, kupikir aku masih memiliki satu batalyon anak Gryffindor untuk membelaku. Selamat malam, aku lelah."
Hermione menyudahi pembicaraan itu, meninggalkan Ron yang melongo.
Hermione berbelok menembus kegelapan Kastil saat mendengar sesuatu yang tidak biasa. Tunggu, tunggu.
Hermione mendengar suara-desahan-atau-isakan-kecil-yang-sepertinya-se ngaja-ditahan.
Duh. Dari mana?
Hermione mengikuti suara itu. Sebenarnya ini bukan sesuatu yang jarang terjadi. Siapa lagi kalau bukan Draco Malfoy yang menyebabkan gadis-gadis itu menangis setelah berciuman?
Tapi entah kenapa, ada harapan aneh di hatinya yang ingin agar bukan Draco yang melakukannya.
Dewi Fortuna, Liquid Luck, dan tanda-tanda keberuntungan lain tidak berpihak pada Hermione. Karena ia melihat gadis dan lelaki yang tidak seharusnya.
Lisa Turpin dan ya. Draco Malfoy.
Mungkin insting-Ketua-Murid, intuisi-anti-emansipasi-wanita dan Naluri-Perlindungan-Perempuannya sedang bekerja keras. Entah bagaimana, Hermione masuk ke ruangan tersebut, bersembunyi di balik tumpukan sarung-tangan-Herbologi-bekas-yang-sering-berdebat dan berusaha tidak muntah melihat pemandangan itu.
Dosa apa sih yang diperbuatnya sehingga harus menyaksikan adegan itu dua kali?
Ciuman itu bertambah panas, panas, dan panas sampai Hermione yang hanya menonton saja nyaris ikut merasakan efeknya. Entah bagaimana hawa di ruangan itu ikut terasa panas sehingga ia terpaksa membuka satu kancing jubah dan melepas rompi. Hermione berjanji saat hal ini berkembang lebih jauh, ia akan pergi dan memanggil arwah Abraxas Malfoy sekalian.
Tapi rupanya, ferret-brengsek-tak-layak-hidup itu menghentikan aktivitas liarnya, diiringi seruan protes gadis-yang-ditempatkan-karena-di-asrama-yang-salah -karena-anomali-topi-seleksi. "Drakie!" terdengar suara melengkingnya. "Oh, Drake. Kau sangat, sangat hebat. Bisakah kita bertemu lagi minggu depan di waktu dan tempat yang sama?"
"Bukankah kita selalu bertemu di Aula Besar?"
"Kau tahu apa maksudku, Draco," gadis-Ravenclaw-bukan-berjiwa-Ravenclaw itu berkata. "Bertemu dalam tanda kutip."
Oke, Hermione nyaris muntah secara harfiah, dan jelas-jelas bukan muntah dalam tanda kutip. Memangnya ada ya muntah dalam tanda kutip?
"Jelas tidak," tandas Draco sambil melipat tangannya di dadanya yang bidang. "Apa yang kau harapkan dari seorang laki-laki yang bahkan tidak tahu namamu? Besok akan ada gadis lain. Selalu."
Lisa Turpin hanyalah seorang gadis salah ditempatkan. Bukannya mengangkat-muka-dengan-arogan-lalu-tersedu-sedu-di -kamar seperti Slytherin, atau mengutuk-ferret-ganas-dengan-reducto-sebelum-berla ri-dengan-berlinangan-air-mata layaknya Gryffindor, cukup-berotak-namun-tetap-berhati-sehingga-tahu-ha rus-menangis-kapan-dan-dimana laksana Ravenclaw asli, atau malahan berterimakasih-atas-semuanya-dengan-cara-yang-meny entuh-hati-lalu-menangis-diam-diam sesuai citra Hufflepuff, Lisa malah tercengang dengan wajah ultra-goblok sambil meneteskan airmata sebelum berlari keluar ruangan.
Hermione tahu bahwa sudah saatnya dia unjuk gigi. "Congratulation untuk Draco Malfoy," ia mendesis sebelum bertepuk tangan kecil. Draco hanya menatapnya sekilas dengan pandangan tak terbaca sebelum keluar ruangan.
Hermione mencoba mengajak sarung-tangan-Herbologi-bekas-yang-suka-berdebat untuk berkompromi dalam mengadukan tindak-tanduk Draco pada Minerva. Merasa lebih baik menghindari Filch, Hermione segera keluar dari ruangan dekat jalan menuju rumah kaca itu, tanpa bertemu Draco Malfoy.
Sayangnya, bukan bertemu Draco Malfoy bukan berarti ia tidak bertemu siapa-siapa.
Lavender menunggunya di ujung lorong bersama Parvati yang bersemangat.
Bagus, pikir Hermione. Kalau ada penggila-gosip-titisan-Rita-Sketeer macam mereka, kasus ini akan berkembang menjadi buah bibir hangat. Skandal Draco Malfoy terkuak ke seantero Hogwarts.
Sebelum mengemukakan pidato kenegaraannya, Parvati sudah terlanjur nyerocos.
"Mione," katanya. "Benarkah yang kami lihat? Kau dan Draco baru selesai bercinta?"
"Astaga, berapa kali? Apakah dia hebat? Kenapa kalian tidak melakukannya di asrama kalian sendiri sih?"
Berani taruhan ukuran mulut-menganga-karena-terkejut-Hermione lebih besar dari ukuran mulut-tercengang-sakit-hati-Turpin. "Ini gila, astaga!" pekik Hermione frustasi. "Dibayar ribuan Galleon-pun aku takkan mau!"
"Tapi kau sudah melakukannya." Lavender berkata tegas disambung gelengan kuat Hermione.
"Semua bukti ada, oke?" tukas Parvati. "Kami memang tidak sejenius kau, Mione. Tapi kami tahu apa yang terjadi di ruangan tertutup yang penuh suara mendesah. Lavender berani bertaruh ia melihat kilatan-bergairah di mata Draco selesai ia meninggalkan ruangan ini."
"Jelas," papar Lavender penuh kemenangan. "Dan dua buah kancingnya terbuka, dasinya berantakan, ia berkeringat dan rambutnya acak-acakan. Kau? Rompi sekolahmu lepas, sebuah kancingmu terbuka, kau berkeringat, kakimu gemetaran dan rambutmu juga agak semrawut." Hell. Dengan kemampuan mengamati seperti ini, Lavender akan dianugrafi Order of Merlin kelas satu.
"Demi kesembilan nyawa anak-anak Crookshanks dan Mrs Norris kelak, nggak!" seru Hermione. "Apa kalian nggak melihat anak Ravenclaw yang keluar dengan baju lebih acak-acakan? Aku menonton mereka dan menunggu saat yang tepat memanggil McGonagall saat adegan makin parah! Saking panasnya, aku ikut merasakan efeknya dan membuka rompi di balik setumpuk sarung-tangan-Herbologi-bekas-yang-hobi-berdebat!"
"Ravenclaw?" delik Parvati. "Kami menunggu Professor Trelawney sesorean ini. Belok ke sana, itu tingkapnya kan? Kami sudah ada di sini dan tidak melihat satupun anak Ravenclaw!"
Oke. Ruangan tadi berada di lorong sebelum belokan menuju lorong ini. Menara Ravenclaw berada di ujung lain lorong itu, bukan ujung lorong itu yang menuju ke belokan ini. Hermione mengetahuinya saat mencari diadem itu dulu. Lavender dan Parvati tetap tidak boleh tahu, tiga sahabat itu telah berjanji pada anak didik Rowena Ravenclaw. Itu berarti Hermione tidak punya bukti. SIAL.
"Tapi kau juga tidak melihatku melalui lorong ini untuk ke ruangan itu, kan?" hal itu tiba-tiba terpikirkan olehnya.
"Bisa saja kau bercinta seharian penuh!"
"Parvati, kau boleh minta bukti bahwa sore tadi sebelum aku ke sana, aku berada bersama Harry dan Ginny." Dan Ron, tambahnya dalam hati. "Jadi tertutup sudah peluang kalau aku bersama Malfoy…"
"Ada lorong lain, Mione!" desah Lavender. "Lorong ke sana—" Lavender menunjuk lorong ke Menara Ravenclaw. "—tangga itu ke Menara Astronomi… bisa saja kau bermain dengan Draco secara kilat. Atau ronde pertama kalian di Menara Astronomi? Melihat betapa agresifnya Malfoy, itu mungkin saja."
ASTAGA NAGA. DEMI KLAN FLITWICK YANG TERPENDEK!
"Bisa saja gadis Ravenclaw itu ke Menara Astronomi," tukas Hermione.
"Filch berkeliaran dan alibi teman-temanmu mungkin tidak kuat. Tapi kami akan menjaganya, iya kan Parvati?"
"Yup. Sampai kami menangkap basah kalian sendiri."
Hermione hanya bisa memberikan pelototan tajamnya yang tersohor.
A/N: Makasih buat yang udah baca! Sebagai Author baru dengan cerita belum jelas dan ide timbul-tenggelam, semua kutukan, howler, caci-maki, dan (makasih banget kalau ada!) pujian, boleh disalurkan lewat tombol 'Review' di bawah. Harus dilanjutkan atau nggak?
