Mungkin, saat ini adalah akhir dari kehidupanku.
Yap. Aku yakin, 100%, dengan menggunakan logika dari otak terbatasku—hei, aku cukup pintar, setidaknya aku lulus SMP dengan hasil memuaskan!—dan seluruh kemampuan indera perasaanku, aku yakin bahwa inilah saatnya aku akan bertemu Sang Maha Pencipta.
Tidak... aku tidak perlu dikasihani. Aku yakin betul, aku merasa teramat yakin bahwa aku tidak perlu dikasihani.
Hanya satu pesanku, tolong, apapun yang terjadi, balaskan dendamku untuk Sang Pembuat Masalah Nomor Satu itu!
Oh, Len, demi seluruh cinta seorang kakak pada adiknya, aku bersumpah jika aku terlahir kembali ke dunia ini, aku bersumpah aku akan membunuhmu!
Circle.
.
.
"Ini permintaan pertama dan terakhirku, Rin! Kumohon!"
Kalau diingat-ingat lagi, penderitaanku mungkin dimulai setelah liburan musim semi di tempat dengan warna kuning dominan—kamarku sendiri. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa adikku, Kagamine Len, akan menjebloskan kakak kembarnya sendiri ke dalam penderitaan tak berujung selama musim panas.
Aku mendongakkan kepalaku, menatap mata biru safirnya yang cemerlang selayaknya warna mataku. Kami kembar identik, aku akui itu. Aku bisa melihat diriku di bagian dirinya dan pasti Len juga berpikiran sama sepertiku.
Dalam usia ke 16 tahun, kami berdua sama-sama berada di tingkat sepuluh, tapi di sekolah yang berbeda. Setelah lulus SMP, Len memutuskan untuk menunaikan permintaan Papa kami untuk masuk ke sekolah olahraga. Yah, aku cukup mengerti ambisi Papa yang mantan atlet sepak bola untuk dapat melihat Len berhasil di bidang itu.
Setidaknya beliau berpikir bahwa Len akan berhasil karena memiliki bakat cemerlang Papa.
Sementara itu, aku masuk Hikōshiki gakuen—salah satu sekolah dengan standar biasa saja, tapi memiliki seragam manis dan lucu. Tidak ada yang salah dengan masuk ke tempat yang menurutmu memiliki sesuatu yang menarik dan lucu bukan?
Lagipula, disana aku bertemu dengan teman-teman sekolah menengah pertamaku dulu dan bahkan beberapa teman di taman kanak-kanak. Mereka semua adalah orang-orang yang menyenangkan. Aku senang berada disana dan kuharap, Len juga bahagia di Crypton—sekolah olahraganya itu.
"Rin!"
Aku membiarkan pikiranku berlarut kemana-mana, membiarkan adikku merasa diabaikan. "Iya, Len! Ada apa?" Aku meletakkan buku novel yang baru saja kubaca dan meraih wajahnya. "Kau butuh apa?"
Len tersenyum manis hingga membuatku ingin mencubitnya. Dari dulu, aku selalu merasa Len seperti adik perempuanku. Sifatnya yang manis dan lembut selalu membuatku terlihat seperti sisi kembar yang laki-laki. Seolah seharusnya aku yang terlahir sebagai laki-laki, bukannya dirinya.
"Aku butuh bantuanmu, Neechan."
Dia jarang memanggilku dengan sebutan itu, jadi kurasa permintaan ini mempertaruhkan hidupnya.
"Yaa?" Aku masih tersenyum.
"Kau tahu," dia memegang tanganku dan meletakkan di pangkuannya saat dia duduk di sebelahku, "Papa sangat ingin aku masuk ke akademi putra itu kan?"
Aku memiringkan kepalaku. "Yap."
Len menunjukkan senyuman tipis. "Dan kau juga tahu bahwa aku sangat menyayangi Papa bukan?"
Aku mengangguk pelan. "Sepanjang sejarah hidupku, aku dan kau memang menyanyangi Papa dan Mama."
"Kau benar. Umm... kau juga tahu bukan bahwa aku sudah berada disana sejak tahun ajaran bulan April saat musim semi kemarin kan?"
"Hei, Len, aku sudah tahu semua itu!" sahutku sambil tertawa. "Kau ke kamarku hanya untuk menceritakan hal itu?"
"Tidak... maksudku... Neechan, aku senang bersekolah disana. Aku punya banyak teman yang suka menolongku disana..." Dia mengigit bibir bawahnya. Dia selalu melakukannya ketika dia merasa gugup.
"Kau sudah melakukan yang terbaik, Len."
"Walaupun aku tidak bisa masuk tim inti sepak bolanya... aku sungguh merasa sangat senang disana." Len kembali menunjukkan senyumnya. "Tapi..."
"Tapi?" Alisku terangkat.
"Kau juga tahu bukan, bahwa aku juga memiliki mimpi..."
"Maksudmu impian bekerja sebagai koki dan membuka toko kue itu?"
Dia mengangguk cepat dengan mata berbinar. Aku selalu tahu bahwa adikku yang manis ini suka sekali melakukan pekerjaan rumah tangga, terutama memasak. Dan hei, masakannya benar-benar enak sampai mengalahkan rasa masakan Mama. Di awal-awal, Papa terlihat baik-baik saja dengan hal itu, tapi lambat laun, dia mulai merasa bahwa remaja laki-laki yang memasak agak tidak normal.
Karena itulah, di kelas sembilan kemarin, beliau menyimpan semua peralatan memasak dan menyuruh Len untuk fokus belajar agar dia diterima di Crypton.
Dan untuk membuat Papa senang, Len melakukan segalanya, menahan ambisi serta hobinya dalam menciptakan makanan-makanan manis, belajar dengan tekun agar diterima di Crypton. Dia benar-benar hebat karena bisa melakukannya sampai tahap ini.
Len menganggukkan kepalanya dengan sorot mata sedih. "Aku... bukannya aku tidak bersyukur karena di terima di Crypton, tapi kadang... aku selalu berpikir segalanya akan lebih baik jika aku tidak diterima disana... maksudku..."
Aku mengusap kepala adik kembarku. "Dengar, kurasa tidak baik kau berpikir seperti itu Len." Aku tersenyum walaupun aku tidak yakin itu akan mengurangi beban di hatinya. "Crypton adalah sekolah yang hebat dan aku yakin kau akan baik-baik saja disana. Mengerti?"
"Tapi Rin..." Dia meraih jemariku, mengenggamnya. Aku bisa merasakan tubuhnya bergetar. "Aku... aku punya mimpi lain... dan aku yakin aku bisa mewujudkan mimpi itu... Aku hanya butuh kesempatan..."
"Kesempatan apa, Len?"
Dia mengenggam tanganku erat-erat. "Neechan, aku berhasil di terima di sekolah musim panas koki muda di Hokkaido."
Aku mengerjap pelan. Aku selalu tahu kalau adikku benar-benar hebat! Senyumku mengambang dan aku segera memeluknya. "Benarkah itu benarkah, Len?" Aku hampir menjerit. "Kau benar-benar hebat! Adikku benar-benar hebat!"
Len juga tersenyum lebar hingga matanya menyipit. "Aku... awalnya aku juga tidak percaya, tapi... aku... aku benar-benar senang, Rin."
"Kau sudah bilang pada Papa dan Mama?" Senyuman Len menghilang. Bisa kutebak, dia pasti belum mengatakannya. "Tenang saja!" Tanganku menepuk pundaknya. "Aku yakin Papa dan Mama akan memperbolehkanmu! Aku akan membantumu memberitahu mereka!" Aku sudah berdiri di atas lututku ketika tangan Len menarikku.
"Tapi..."
"Tidak apa, Len! Aku yakin Papa akan setuju!"
"Tidak... dia tidak akan setuju, Rin."
"Kenapa?" Dahiku berkerut mendengar jawabannya.
"Sebenarnya... aku berencana ke Hokkaido dengan uang tabunganku dan tidak akan mengatakan apapun pada Papa dan Mama."
"Tidak tidak!" Aku kembali duduk. "Kenapa? Maksudku, ini libur musim panas kan dan—"
"Tidak ada libur musim panas di Crypton, Rin."
"EH?"
Len menegakkan kepalanya dan menatapku dalam-dalam. "Tidak ada libur musim panas di Crypton."
"Omong kosong! Bagaimana mungkin mereka melanggar peraturan pemerintah? Sekolahku punya libur musim panas, begitu juga dengan—"
"Tidak ada libur musim panas di Crypton, Rin." Len kembali mengulang kalimatnya. Dia menarik napas panjang dan menghembuskannya. "Summer camp. Mereka mengisi liburan musim panas dengan summer camp. Di summer camp, murid Crypton akan dididik berdasarkan minat dan bakat mereka terhadap olahraga."
"Maksudmu, mereka menyuruhmu latihan olahraga di cuaca sepanas ini?" pekikku. "Itu melanggar hak manusia untuk liburan!"
"Semua orang setuju akan program itu, Rin. Papa juga setuju dan menyuruhku untuk mengikutinya."
Aku menatap Len dengan bingung. Lantas... bagaimana dengan sekolah musim panas koki muda itu? Kalau Len harus mengikuti summer camp, itu artinya dia tidak memiliki kesempatan untuk mengejar mimpinya lagi dan...
"Aku cuma butuh kesempatan."
Aku menarik napas panjang. "Aku akan bilang Papa agar kau tidak perlu mengikuti summer camp, Len." Aku menatapnya lurus-lurus. "Aku akan mengusahanmu agar—"
"Tidak, Rin... aku tidak mau..."
"Tapi Len, kau harus mengikuti sekolah koki itu. Maksudku, inilah kesempatanmu. Kita tidak tahu apakah kau bisa mendapatkannya lagi nanti? Aku tidak meremehkan kemampuanmu, maksudku—"
"Aku mengerti, Rin. Justru karena itu, aku berencana pergi kesana."
Sampai titik ini, aku sama sekali tidak memahami situasinya. Kalau Len tetap pergi, Papa pasti marah karena Len tidak mengikuti summer camp. Akan tetapi, Len melarangku untuk memberitahu Papa. Cepat atau lambat, Papa akan mengetahuinya bukan? Lantas, untuk apa memperpanjang masalah?
"Aku... tidak... mengerti... Len." Aku menatap wajah adik kembarku dengan dahi berkerut. "Apa maksudmu?"
"Aku akan mengikuti keduanya sekaligus." Dia berkata dengan tenang. "Aku akan menghadiri sekolah koki muda di Hokkaido dan mengikuti summer camp di waktu yang sama."
Adikku pasti sudah gila! Cuaca yang panas pasti sudah membuat otaknya mencair! Bagaimana mungkin bisa ada Kagamine Len di dua tempat yang berbeda di waktu yang sama? Hokkaido dan Tokyo jelas berjauhan! Tidak mungkin dia—
Tidak... Tunggu dulu!
Aku menatap Len, mencoba mencari keseriusan dalam pernyataannya barusan. "Kau tidak berpikir..." Aku berkata lambat-lambat. "Kau sungguh tidak berpikir bahwa..."
Len mengangguk pelan seolah dia bisa membaca apa yang ada di pikiranku sekarang. "Karena itulah kubilang ini adalah permintaan pertama dan terakhirku, Neechan." Dia meraih tanganku kembali, mengenggamnya erat supaya aku bisa merasakan keseriusan permohonannya. "Aku ingin Neechan berperan sebagai Kagamine Len dan mengikuti summer camp selama liburan musim panas ini."
.
.
tobecontinued
note below.
Hikōshiki = diambil dari judul buku Maker Hikōshiki Hatsune Mix
Crypton = diambil dari nama perusahaan pengembang Kagamine Rin-Len
author note.
plot story belongs to ReiyKa
the character doesn't belong to ReiyKa
update tergantung hits cerita :)
semakin banyak yang baca, semakin saya buat cepat lanjutannya
ada yang mau komentar sesuatu tentang cerita ini? ;)
