Disclaimer : Kalo Vocaloid milikku, akan kubuat RinLen jadi main pair, dan Kaito bisa sama Miku dan Luka~ *plak*

Rated : T (Teen).

Genre : Romance, family, humor, drama.

Warning : Abal, typo(s), GaJe, drabble, 10 shoots, all normal POV, Rinto & Lenka saudara tiri, dan teman-temannya.

Main pair : RintoxLenka.


Author's Territorial


Kaito : Yo, minna, Kaito kembali dengan fic drabble~

Koyuki : Pairnya adalah Kagamine twin, Rinto-kun and Lenka-chan~

Kaito : Enjoy the first chapter~ Remember, don't like? Don't read~


1 of 10


First Word : Family.


Seorang anak perempuan sedang berdiri berhadapan dengan anak laki-laki yang ekspresinya tidak dapat dideskripsikan.

"Namaku, Kagami Lenka. Karena orang tua kita sudah menikah, semoga kita dapat menjadi keluarga," ucap anak perempuan itu sambil mengulurkan tangan dan tersenyum manis.

Dengan satu gerakan, anak laki-laki itu menepis tangan yang terulur padanya, "Kau dan ibumu bukanlah keluargaku!" ujarnya dingin sebelum meninggalkan anak perempuan itu.


Rinto meminum air mineralnya. Latihan basket selama 3 jam cukup membuatnya lelah. Dia menengok ke kiri dan kanan. Aneh. Kenapa aneh? Biasanya, ada seorang gadis bersurai honey blonde bergaya ponytail yang membawakannya sesuatu untuk dimakan, setelah latihan basket. Tapi, gadis itu sama sekali belum terlihat.

Kagamine Lenka, nama gadis itu. Dia merupakan saudara 'tiri' dari pemuda berjepit itu. Yah, walaupun Rinto tidak ingin menganggapnya sebagai saudara, tetap saja gadis itu saudara tirinya.

Menunggu beberapa saat, gadis itu masih belum terlihat. Entah kenapa, rasa khawatir mulai timbul di benaknya. Dia menggelengkan kepalanya.

'Ah, Rinto, kenapa 'sih kau pikirkan orang itu?' batinya.

Diambilnya ponsel berwarna oren dari tasnya. Dicarinya nama 'Lenka' di contact listnya. Kemudian dia menekan tombol berwarna hijau.

Tiga kali nada sambung, panggilan itu pun dijawab.

"Rinto-kun? Tumben kamu menelpon Lenka-chan. Ada apa?"

"Lily-san? Kenapa Anda yang mengangkat telponnya? Apa Lenka sudah pulang?"

"Lenka-chan lupa membawa ponselnya. Bukankah dia bersamamu?"

Jawaban dari sang ibu tiri membuat Rinto semakin khawatir. Dia langsung memutuskan sambunggan secara sepihak. 'Ah! Anak itu!'

Dia langsung berjalan menuju tempat yang biasa dilewati gadis itu. Sampai di sebuah koridor, dilihatnya sosok yang dicarinya sedang terduduk di lantai. Barang-barang yang dibawanya terjatuh, termasuk kotak makanan yang diyakini untuknya.

Dia mendekat ke tempa gadis itu terduduk, "Oi, Baka. Apa yang kaulakukan di sini?"

Gadis itu mengangkat wajahnya, beberapa bulir air mata terlihat di ujung-ujung mata azurenya. Tangannya memegangi pergelangan kaki kanannya.

"E-eh! Ri-Rinto-kun!?"

Rinto memandang gadis itu heran, sebelum mengerti apa yang dialami gadis itu.

"Kakimu terkilir, huh? Kenapa bisa?"

Dengan agak takut, Lenka menjawab pertanyaan Rinto, "Ta-tadi a-aku terpeleset…" ujarnya sambil menundukan wajahnya.

Dengan cepat, Rinto langsung membalikkan badannya dan berjongkok di depan Lenka. Lenka menatap Rinto heran. Rinto mengirimkan signal untuk naik ke punggungnya. Dan Lenka pun menggeleng dengan cepat. Rinto menatap gadis itu heran.

"Kenapa?"

"Na-nanti merepotkanmu…"

"Kalau kau diam di sini sepanjang hari itu akan lebih merepotkan…"

"Serius, akan lebih baik jika kau menurut sejak awal…"

"Go-gomennasai…"

Rinto berjalan menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari sekolahnya. Tentu saja sambil menggendong Lenka di punggungnya. Lenka menatap punggung Rinto, sebuah kalimat meluncur dari bibirnya.

"Gomennasai…"

"Untuk?"

"…Aku selalu mencoba jadi saudara yang baik untukmu, tapi yang ada aku malah selalu merepotkanmu…"

Rinto terdiam mendengar perkataan Lenka. Terngiang lagi di benaknya perkataan kasar yang pernah diucapkannya… dulu. Ya, dulu, dia tidak mau mengakui Lenka sebagai saudarinya, mungkin sampai sekarang pun belum.

Tapi, gadis itu selalu baik padanya. Selalu perhatian padanya. Selalu berusaha agar dirinya diakui oleh Rinto. Tapi, kenapa? Kenapa dirinya tidak mau mengakuinya… kalau dia membutuhkan Lenka. Dalam hatinya. Keberadaan gadis itu seperti cahaya di kegelapan. Dia yang pertama kali mengajak Rinto berbicara sejak pernikahan ayah dan ibu tirinya, tepat 50 hari kematian ibu kandungnya. Saat itu Rinto sama sekali tidak mau bicara pada siapa pun. Dia yang pertama kali menyeka air mata Rinto saat pemuda itu menangis, tidak bisa menerima kenyataan ayahnya sudah menikah lagi, dan ibunya sudah benar-benar tiada.

Sungguh, sebenarnya Rinto sangat menyayanginya.

"Tidak usah seperti itu…"

"Tapi… aku memang selalu merepotkanmu. Selalu kau lindungi saat aku tidak tahu harus apa…"

Hah? Rinto menyeritkan dahi. Tidak. Bukan dia yang melindungi Lenka. Justru dia yang mencari perlindungan gadis itu. Mungkin, tanpa kehadiran Lenka, Rinto tidak akan bisa meneruskan kehidupannya. Mungkin, dia masih di dalam kegelapan tanpa cahaya. Ah, mungkin… sekali saja… ia akan membuat gadis itu… bahagia…

"Kau tidak perlu sungkan begitu. Kita 'kan keluarga…"


~First Word, END~


Author's Territorial


Kaito : Wuah! Apa ini!? Abal banget! Gomen kalau ancur banget. Soalnya ini first drabbleku. TTATT

Koyuki : Chapter dua akan diupdate secepatnya.

Kaito : Ini nggak sampe 700 word 'kok. Nggak termasuk disclaimer, author note, dan kawan-kawan.

Koyuki : Untuk word selanjutnya, hi-mi-tsu~

All : Review, minna-san-tachi~


R&R?