An imagine, made by me. Tolong di baca sambil mendengarkan Untitled - Maliq & D'essential.

Review dibutuhkan, sangat, karena penulis masih newbie. Merci.


That girl call him again, it's the twice she called in a day. He sighed for a while, then slide the green button to answer it.

"Ne?"

"Sibuk tidak?" suaranya terdengar serak. Ada masalah.

"Kau mau aku menemuimu sekarang?" tanyanya sambil menutup buku yang sedang dibacanya tadi.

"Hmm."


"Dia… dia.. mengajakku untuk mengakhiri semuanya, Soo-ya." Ujarnya sambil mengalihkan pandangannya keluar café.

"Apa alasannya?" tanyaku perlahan.

"Dia… dia.. ada yang lain. Sudah setahun ini katanya. Dugaanku tepat sekali, namun.. kau tahu sendiri bagaimana perasaanku kan?" ujarnya sambil tersenyum pahit. Aku hanya bisa mengangguk dan menyedot Ice Coffee ku, membujuk amarah yang membuncah di dada agar reda sesaat.

"Aku.. masih tak mau mengakhiri ini semua." Kalimat itu lagi. Aku muak mendengarnya, sungguh. Rasanya ingin aku luapkan saja semua perasaanku padanya yang sudah ku kubur dalam dalam sejak 2 tahun lalu. Agar dia sadar kalau ada aku yang jauh lebih pantas.

"Apa… apa.. apa yang harus kulakukan kali ini Soo-ya?" tanyanya. Jadilah milikku. Denganku semua akan baik baik saja bahkan hal ini takkan terjadi padamu! Salahku yang hanya bisa berdiam diri menjadi pengecut ketika melihatmu tersakiti olehnya sejak awal.

"Soo-ya ada apa? Kau bisa menumpahkan kopimu jika gelasnya kau genggam terlalu erat seperti itu." Ujarnya menyadarkan lamunanku.

"Ah maaf."

"Ada apa Soo? Ada sesuatu yang terjadi hari ini?" aku menggeleng. Masalahku ya Cuma kamu.

"Lepaskan saja dia. Aku akan membantumu melupakannya kau tenang saja." Ujarku pelan.

"Kalau kau tak mampu melepaskannya karena kau merasa hubungan ini masih bisa dipertahankan, menyerahlah. Suatu hubungan takkan pernah bisa berhasil jika hanya satu orang yang memperjuangkannya, kau tahu itu kan?" lanjutku. Aku menyampirkan tasku dan bangkit dari hadapannya.

"Kau mau kemana?"

"Ada kelas."


It's been 3 months, sejak dia mengakhiri hubungannya. Dan selama 3 bulan itu, aku berusaha semampuku untuk membantunya untuk melupakannya. Namun hasilnya, nihil. Dia sendiri bahkan tak ada niatan untuk melupakannya dan menenggelamkan dirinya sendiri pada kenangan mereka berdua. Sebegitu dalamnya kah cintamu untuknya hingga aku, yang selalu ada di sisimu, tak bisa menggantikan tempatnya di hatimu? Aku menenggak air mineral yang ku genggam dengan rakus, berharap air yang mengalir bisa menghapuskan amarah itu.

"Kyungsoo-ya, kau tak apa?"

"Aku baik baik saja. Kita tampil berapa menit lagi?" Chanyeol melirik jam tangannya.

"5 menit lagi. Kau sungguhan mau ikut tampil bersamaku hanya untuk itu? Bagaimana kalau nanti dia malah— "

"Tak apa, aku siap menanggung semua resikonya Chan-ah."

"Selamat sore semuanya." Suara Chanyeol menggema memenuhi seluruh penjuru lampangan bisbol yang membuat hampir seluruh gadis yang ada berteriak girang. Teriakan mereka semakin keras ketika Chanyeol mengedarkan semyumannya keseluruh penjuru lapangan. Dasar playboy.

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru lapangan, dan menemukannya berada tepat di barisan tengah di depan panggung. Aku membalas lambaian tangannya sambil berharap dia akan melihatku , yang selalu melihat punggungnya selama ini, setelah penampilan ini.

"Sore ini special sekali untuk kalian, karena setelah penantian sekian lama, setelah sekian penolakan yang diterima olehku, akhirnya dia yang kita nanti – nanti penampilannya mau juga naik keatas panggung. Hari ini saya ditemani teman saya sekaligus sahabat saya, I proudly present you, the one and only, Do Kyungsoo." Teriakan kembali menggema. Aku hanya bisa tersenyum.

"Lagu pertama sore ini, ditujukan untuk kalian yang cintanya bertepuk sebelah tangan, dan juga khususnya untuk dia, yang selama ini selalu melihat punggung yang sama bahkan punggung itu sudah hilang dari tatapannya, tanpa ada niatan untuk membuka lembaran baru,padahal ada saya disini yang selalu ada buat dia, bukan hanya karena saya peduli tapi karena saya…" aku tak sanggup melanjutkannya. Keheningan itu terisi oleh jeritan iri dari seluruh penjuru lapangan bisbol yang disambut kekehan Chanyeol. "Karena saya…. sayang sama dia. Please accept my present, Untitled by Maliq &D'essential."

Ketika, kurasakan sudah

Ada ruang di hatiku yang kau sentuh

Dan ketika, ku sadari sudah

Tak selalu indah cinta yang ada

Mungkin memang, ku yang harus mengerti

Bila ku bukan yang ingin kau miliki

Salahkah ku bila

Kau lah yang ada di hatiku

Adakah ku singgah di hatimu, mungkinkah kau rindukan adaku

Adakah ku sedikit di hatimu

Bilakah ku mengganggu harimu, mungkinkah kau inginkan adaku

Akankah ku sedikit di hatimu

Bila memang, ku yang harus mengerti

Mengapa cintamu tak dapat kumiliki

Salahkah ku bila

Kau lah yang ada di hatiku

Kau yang ada, di hatiku


"Soo-ya." Aku menengok gugup mendengar siapa yang menghampiri. Sial. Kenapa harus gugup?!

"Chukkae, penampilanmu bagus tadi. Aku tak menyangka kau bisa bernyanyi sebagus itu." Ujarnya.

"Gomawo, ah tapi… suaraku tak sebagus itu." Aku meneguk kembali minuman kaleng yang ku genggam tadi. Ah, canggung sekali sih. Keheningan menyelimuti kami.

"Soo-ya."

"Ne?"

"Aku mau tanya sesuatu, boleh?"

"Apa?"

"Gadis yang kau maksud di panggung tadi….uh… aku tak bermaksud geer tapi.. uh…. Itu… aku?"

Aku mendengus sekeras yang kubisa untuk menghapus rasa canggung yang ada. Aku mengangguk pelan.

"Ya. Kau tahu kan sejak awal aku tak pernah mendukungmu dengannya. Dan….. well.. semua orang tahu kalau aku…." Sungguhan aku gugup! Ini saat saat yang paling mendebarkan setelah praktikum membelah mayat yang kulakukan 3 minggu lalu! Bahkan mulut ini rasanya kaku dan waktu terhenti sesaat. Aku berdeham pelan.

"Kau bilang, suaraku bagus tadi?"

"Iya, memang kenapa?"

"Kau mau aku nyanyikan setiap hari tidak?"

"Tentu saja aku mau."

"Tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Jadilah milikku."

FIN