Detektivelah Jiwaku Ayah!

Chapter 1

Naruto©Masashi Kishimoto

Detektivelah Jiwaku Ayah!©Yukihana Nokawa

Pairing dan Genre menyusul

.

AN. Oke.. ini memang bukan Post fict pertamaku, tapi Fict ini fict pertamaku di duta. Hehe.. jadi maaf kalau jelek fictnya dan triknya pasaran dan aneh. Dan untuk kesalahan tata bahasa, diksi, dan penulisan saya minta maaf.. karena saya juga sedang belajar menulis. Kritik dan saran anda sangat saya butuhkan...

.

OOC, Typo(s), Serius, Crime, Suspense, AU

Don't Like Don't Read

Selamat membaca

.

Pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Warna langit berubah dari putih bersih menjadi hitam kelam yang menandakan sebentar lagi hujan akan turun. Seorang pemuda berdiri tegak dengan kepala mendongak menatap langit di atasnya, rintik air hujan mulai turun membasahi sedikit demi sedikit tubuh putih pucatnya. Kilatan petir menyambat-nyambar memperlihatkan kekuatan serta keindahannya yang entah terlihat sangat menarik di mata pemuda itu sendiri. Tangannya terangkat keatas seolah ingin menggapai langit.

"Hey Teme.." Panggil seorang pemuda bersurai pirang yang saat ini berjalan pelan kearah pemuda pucat itu.

"Hn?" Balas pemuda yang dipanggil teme tanpa menoleh, rambutnya telihat emo, melawan gravitasi dan mencuat ke belakang.

"Tak ada." Ujar pemuda pirang itu datar.

Naruto dan Sasuke, ya.. nama pemuda bersurai Reven Emo a.k.a Sasuke Uchiha, dan pemuda Pirang a.k.a Naruto Namikaze. Mereka terdiam, tak ada yang mau untuk mendahului pembicaraan sepi ini. Diam.. diam.. dan diam…

Haaa—ahh.. anak muda memang begitu –mungkin-..

…oo0O0oo..

Di tempat Minato a.k.a Ayah dari Naruto kini sedang bersantai di depan TV LCDnya. Ia menatap gambar di dalam TV itu, Berita.. saat ini ia tengah melihat berita dengan sedikit antusias, hingga berhenti di berita terkini.. Berita tentang Bunuh diri yang terjadi di kota Suna, tatapan Minato menajam menatap layar Tv di depannya..

Korban berada di dalam sebuah kamar hotel yang terkunci dari dalam. Korban dalam keadaan tergantung layaknya seorang yang sedang bunuh diri. Namun di mata Minato kejadian itu tidak murni karena bunuh diri, ya.. itu bukan bunuh diri melainkan Pembunuhan yang memang sudah direncanakan matang-matang dan penuh dengan trik. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya beberapa kali karena kesalahan Polisi, atau bisa dibilang kesalahan analisa. Bukannya sombong. Ini kasus Pembunuhan bukan bunuh diri.. Dan semua ada buktinya!

Ia terkejut saat seseorang berambut Merah darah menggunakan topeng Rubah menemui seorang Polisi di belakang si pembaawa berita. Sepertinya mereka tengah memperdebatkan sesuatu.

Alis Minato terangkat sebelah, penasaran pada pemuda yang dengan berani menegur atau menyalahkan teori Polisi. Hebat dan Berani! Itulah yang ada dalam fikiraan Minato saat ini. Jelas saja Minato tau, karena memang diPublikasikan saat ini. Ingat! Ini memang siaran langsung.. Namun tiba-tiba panah melesat dengan kecepatan yang hamper tak terlihat menuju kearah Polisi yang saat ini berdebat dengan Pemuda Misterius itu. Entah tau atau bagaimana, Pemuda yang melihat sendiri Panah itu melesat ke arah polisi itu langsung men-sliding polisi itu hingga terjatuh, sedangkan anak panah itu tertangkap oleh tangan Kiri pemuda Misterius itu.

'Aku akui Pemuda Misterius itu memang hebat. Mungkin saja.' Batin Minato sembari tersenyum, berharap jika pemuda itu adalah anaknya. Ah tidak, ya anaknya tidak boleh ada dalam bahaya seperti itu. Pikirnya..

Ada sebuah kertas kecil yang tertali di ujung anak panah itu, Pemuda itu mengambilnya dan membuka lalu memberikannya kepada polisi di tempat. Polisi itu pun langsung membacanya.

Hey Detektif Bodoh, atau mungkin bisa dibilang Pecundang..

Aku ingin menantangmu.. Apa kau bisa menangkapku hmm? Bukan kah kau Detektive terhebat di masamu hmm? Temukan aku.. Dan tangkap atau mungkin Bunuh aku! Namun jika kau mampu sih.. Hahaha.. Pria yang menyedihkan!

Minatomenggertakkan giginya, karena ia tau pasti siapa yang dimaksud Detektif itu adalah dirinya. Langsung saja ia mematikan Tv itu, wajah yang semula geram berubah menjadi Acuh. Segera ia beranjak pergi dan berjalan ke kamarnya, namun langkahnya terhenti setelah mendengar nada dering telepon rumahnya. Ia berjalan ke arah tempat Telepon rumahnya berada.

"Moshi-moshi, kediaman Namikaze disini." Ujar Minato sembari memegang gagang telepon.

"Minato-san, kami dari kepolisian Konohagakure … kami ingin meminta tolong kepada anda un—"

"Tidak!" Ujar Minato tegas.

Tuuut… Tuuut… Tuuut...

Telepon ditutup sepihak oleh Minato, ia mengembalikan gagang telepon di gemggamannnya dengan kasar. Tanpa ia sadari seseorang telah memeluknya dari belakang, dan Minato tau siapa orang yang memeluknya. Minato hanya diam dan menutup mata menyembunyikan saffir indahnya. Hingga—

"Ayah…" Panggil lembut seseorang yang ada di belakang Minato.

Tangan Minato memegang lembut pergelangan tangan yang saat ini melingkari pinggangnya, tangan itu adalah tangan orang yang saat ini tengah memeluknya, lengan yang begitu halus. Minato menikmati sentuhan halus istrinya, ya... itu adalah istrinya Namikaze Kushina. Perlahan matanya terbuka dan memandang wajah istrinya yang saat ini terbenam di lehernya. Dengan bahasa tubuh Minato mengatakan 'Tidak' pada istrinya itu. Perlahan dilepaskannya tangan putih istrinya. Minato melihat kearah istrinya, matanya menatap mata istrinya dalam. Sedangkan kedua tangannya memegang pundak istri tercintanya.

"Kenapa?" Tanya Kushina lembut.

Minato tak menjawab, ia langsung melepas pegangannya dan melenggang pergi meninggalkan istrinya seorang diri. Sedangkan Kushina hanya menghela nafas pelan..

..oo0O0oo..

Minato duduk di pinggir ranjangnya, ia menatap sendu penghargaan yang tergeletak sembarangan di laci lemari yang kini sedang terbuka. Penghargaan untuk keberhasilannya, kehebatannya dalam menangani kasus-kasus yang terbilang rumit… ia teringat masa lalunya, di mana awal dari akhir karirnya menjadi seorang Detektif.

...

Sekitar 13 tahun yang lalu. Minato sedang menyelidiki kasus kematian seorang wanita. Wanita itu terbunuh di dalam kamarnya yang terang benderang dalam keadaan pintu yang terkunci dari dalam. Sedangkan posisi gadis itu duduk di kursi dekat jendela. Minato berjalan mendekat ke arah korban dan menemukan sebuah tanda sayatan berbentuk seperti alfabet 'X' di masing-masing pipinya. Alisnya berkerut melihat tanda 'X' yang sepertinya pernah ia lihat sebelumnya, kasus yang dulu berhasih di pecahkan oleh detektif lain. Atau mungkin bisa dibilang gurunya...

"Hn..." gumam Minato memegang dagunya. Ia berfikir.

"Bagaimana Detektif-sama?" tanya seorang polisi ber-penname Tatsu Tokiyaka.

"Kemungkinan ia mati satu jam sebelum kedatangan kita, tubuhnya saja masih sedikit hangat. Apakah ada orang yang dicurigai kepolisian?" tanya Minato tanpa mengalihkan pandangannya ke arah selain korban.

Tatsu mengangguk...

"Tersangka utama... pertama, Karin 20th dengan kesaksian ia hendak mengantar kopi ke kamar korban. Ke dua, Alice 25th dengan kesaksian ia sedang lewat depan kamar ini hendak menuju ke kamar temannya. Ke tiga, Albertz 30th dengan kesaksian ia sedang tidur di kamarnya. Nakayama 25th dengan kesaksian sedang menunggu Alice. Karin menuju kamar 314. Dan saat itu Alice menuju ke kamar 313, Nakayama ada di dalam kamar 313, sedangkan Albertz ada di kamr 315." Lapor Tatsu panjang lebar.

Minato coba menganalisa apa yang sebenarnya terjadi di kamar 314 beberapa waktu yang lalu. Karena di dalam kamarnya tak ada sidik jari milik ke empat tersangka. Ia masih belum menemukan titik terangnya.. Ia memutuskan untuk menggeledah kamar no 315 terlebih dahulu. Ruangan itu rapi, bahkan sangat rapi untuk ukuran seorang pria. Di dalam kamarnya terdapat dua buah cangkir, yang satu kosong bersih dan satunya lagi berisi kopi yang sudah habis. Di dinding tepat perbatasan kamar 314 dan 315 terdapat sebuah foto dinding kecil.

Sedangkan di kamar 313. Minato kembali menelusuri secara detail ruangan tersebut. Beberapa kali ia berkeliling melihat dengan detail masing-masing ruangan, namun ia masih belum menemukan apa-apa dan hanya secarik kertas. 'Pergi jangan ganggu dia! Atau kau akan mati!'Yah entahlah,, kenapa malah ada surat yang seperti itu. Minato yakin kalau pelaku ada di antara mereka berempat. Penelusuran terakhir adalah di kamar no 315... Tiba-tiba saja Minato tersenyum menatap dinding di kamar tersebut—.

"Tolong panggilkan ke empat tersangka!" Titah Minato tegas.

"Baik." Ujar Tatsu.

Tak lama kemudian Tatsu datang bersama ke empat orang tersangka.

"Apa alibi kalian pada saat pembunuhan terjadi?" Tanya Minato.

"Bukankah sudah di jelaskan Mr. Tatsu?" Tanya Alice.

"Aku hanya ingin dengar dari kalian saja." Ujar Minato.

...

"Pada saat kejadian, sekitar pukul 20.30 apa yang sedang anda lakukan?"

"Aku, malam itu atau saat kejadian itu aku sedang tidur di dalam kamarku. Aku menerima tamu, sudah jelas kan kalau di dalam kamarku ada dua buah cangkir." Ujar Albertz.

"Ah terimakasih, anda boleh kembali." Ujar Minato sopan.

...

"Baiklah, Alice-san.Pada saat kejadian, sekitar pukul 20.30 apa yang sedang anda lakukan?"

"Aku sedang berjalan menuju ke kamar sahabatku. Aku ada janji dengannya" Ujarnya.

"Alibimu Sangat lemah Alice-san." Ujar Minato.

...

"Nakayama-san? Apakah anda ada janji dengan Alice-san?" tanya Minato.

'Tidak, aku tak tau dia akan ke kamarku." Ujar Nakayama.

"Ah, baiklah terima kasih."

...

"Karin-san?" tanya Karin.

"Aku ingin mengantar pesanan korban, tapi saat aku mengetuk pintu korban sendiri tidak membuka kamarnya."

"Anda tau Karin-san, anda bisa saja tertuduh karena hanya anda yang sedang menuju kamar korban." Ujar Minato tegas.

"Tapi sungguh, bukan saya pembunuhnya." Tandas Karin.

"Anda boleh kembali." Ujar Minato.

...

Setelah acara introgasi singkatnya, Minato kembali berfikir dan memutar otak. Ada sebuah kejanggalan di sini, tepat dari kesaksian salah satu tersangka. Atau mungkin beberapa tersangka.

To Be Continue

.

Ahahay... siapakah pembunuh yang sesungguhnya? Coba tebak hehe... Padahal ini Flash back, ahaha...

.

Please Review...

Minta Concritnya ya...

Ini Chapter Perbaikan.. Maaf..

R

E

V

I

E

W

v

v

v