Summary :

Pria itu tak lagi mengejarnya. Dalam hatinya dia sudah bersumpah tidak akan mempercayai detektif bernama kim namjoon lagi. Hal itu akan diingatnya setelah keluar dari sekolahnya bahkan wilayah yang selama ini menjadi saksi masa kecilnya dan juga tempat yang penuh kenangannya bersama sang ibu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Jinyoung pulang eomma~"

Remaja berusia limabelas tahun tersebut tampak kesal dengan seragamnya yang basah karena hujan. Saking sibuknya mencoba mengeringkan seragam sekolahnya, ia baru tersadar sejak tadi tidak ada sahutan dari ibunya seperti biasanya. Bahkan ibunya akan menghampirinya ketika pulang sekolah.

"Eomma?"

Seketika ia tersentak karena gagang pintu rumahnya yang rusak dan pintu itu terbuka dengan mudahnya. Sekali lagi ia terkejut karena keadaan rumahnya begitu berantakan dan bahkan vas bunga pecah berserakan di lantai. Merasa ada hal yang buruk terjadi, jinyoung memasuki kamar ibunya dan benar saja. Kejadian buruk sudah menimpa ibunya.

"Eomma! Eomma kenapa?" Tangannya bergerak menyentuh dahi ibunya yang sudah berdarah.

"Dia...mencarimu."

"Siapa eomma? Siapa?"

BRAKK!

"Sembunyi..."

"Eomma!"

"Cepat."

.

Tubuhnya sudah bergemetaran karena ketakutan. Ide untuk bersembunyi di bawah ranjang dengan tetap menatap sang ibu yang sekarat bukanlah hal yang baik. Tubuhnya menegang saat suara ketukan bots semakin mendekat dan seorang lelaki bertubuh tegap menghampiri ibunya.

"Eomma..." Dia hanya bisa memanggil dan menangis dalam diam.

"Dimana anak itu?"

"Aku...menyuruhnya...pergi..."

"Wanita sialan! Akan ku kirim kau ke neraka!"

Jinyoung mencoba menolong ibunya dan sontak ibunya menggeleng. Dia beruntung karena pria itu tidak menyadari keberadaannya. Pria itu sempat berhenti dan mencoba memeriksa bawah ranjang. Namun ibunya malah menyentuh sepatu pria itu dan membuat pria itu mencekiknya hingga mati.

Setelah melakukan perbuatan keji itu, ponsel pria tersebut berbunyi.

"Ya! Ini aku! Aku belum bisa menemukan liontinnya."

"..."

"Anak itu sudah di suruh pergi oleh wanita jalang ini."

"..."

"Kita mempunyai detektif kim. Aku tidak akan meninggalkan jejak apapun."

Setelahnya pria itu pergi dan setelah mendengar suara pintu yang ditutup, jinyoung keluar dari persembunyiannya dan menghampiri ibunya yang benar-benar sudah tidak bernyawa lagi.

"Eomma...hiks...hiks..."

.

Rumahnya menjadi ramai saat ia mencoba meminta bantuan pada tetangganya. Mereka memanggil polisi. Seorang menghampirinya yang masih terbalut selimut dari tetangga yang menolongnya tadi dan menunjukkan identitasnya sebagai polisi. Jinyoung mencoba menahan tanda pengenal tersebut dan mendorongnya dengan kasar setelah menbaca nama yang tertera. Kim Namjoon.

"Kau yakin tidak terluka? Apa kau yakin tidak perlu ke rumah sakit?" Merasa tidak ada jawaban, detektif itu mencoba tersenyum menenangkan. "Kau bisa tinggal di rumahku."

Jinyoung menyentak dengan kasar saat detektif itu mencoba menyentuhnya dan membuat detektif itu terkejut.

"Aku mendengar percakapan kau dan ibuku. Dia bilang dia tidak ingin bersaksi. Tapi aku diam-diam melihat amplop yang kau berikan dan aku mencoba memberikan pengertian kepada ibuku. Aku mau ibuku bersaksi karena kau akan melindungi ibuku dari ancaman apapun. Bukankah kau menjanjikan semua itu? Jawab aku! JAWAB!"

Jinyoung sudah tidak tahan lagi dan pergi dari sana. Namjoon tidak ingin menghalangi karena jinyoung pasti terpukul apalagi menyaksikan ibunya terbunuh dari jarak yang kurang dari satu meter.

.

Jinyoung memilih sekolahnya yang sudah dalam keadaan gelap. Termenung disana memikirkan nasib sial yang dialaminya. Setelah digosipkan sebagai anak dari wanita simpanan kini ia harus menerima nasib kehilangan ibunya sebelum sempat menanyakan kebenaran dari gosip tersebut.

Kemudian tangannya tergerak untuk menatap liontin miliknya yang merupakan pemberian sang ibu. Di dalam liontin tersebut ada foto sang ibu dan laki-laki yang merupakan ayahnya. Begitulah ucapan sang ibu. Tapi anehnya ia sama sekali tidak diizinkan untuk bertemu dengan ayah kandungnya.

Kalung?

Sejenak terjadi perang batin didirinya sendiri. Setelah mendengar pria tadi menyebut nama detektif kim, pembunuhan ibunya yang ditangani oleh detektif kim, dua hal itu membuatnya menjadi ragu. Ia pun mengeluarkan kartu nama detektif kim namjoon yang diambilnya dari amplop foto korban pembunuhan yang membuat ibunya harus menjadi saksi. Jinyoung akhirnya memilih untuk menghubungi detektif tersebut.

"Hallo? Kau dimana nak? Apa kau baik-baik saja?"

Jinyoung menggigit bibir bawahnya dan mengangguk. "Iya. Aku baik-baik saja. Sekarang aku berada di sekolah."

"Syukurlah. Tetap disana sampai aku datang. Aku sudah berada di dalam mobil dan akan sampai dalam waktu limabelas menit."

"Tunggu! Sebenarnya aku baru mengingat sesuatu."

"Katakan saja."

"Aku mendengar pria itu mencari sebuah liontin. Apa mungkin liontin yang dimaksud adalah milikku?"

"Aku dalam perjalanan dan kita akan bicara nanti. Jangan bergerak sedikit pun."

Jinyoung memutuskan sambungan telepon. Setelah limabelas menit berlalu, jinyoung merasa bosan dan keluar dari kelas. Koridor begitu tampak gelap dan tiba-tiba saja jinyoung mendengar suara ketukan sepatu bots dihadapannya. Lama kelamaan bayangan itu semakin jelas. Waktu teraa terhenti sejenak hingga jinyoung melarikan diri.

Selama pelariannya, jinyoung hanya mengingat satu tempat. Setelah menuruni dua lantai, ia memasuki laboratorium sains. Diambilnya zat asam yang mampu menyebabkan luka bakar yang parah. Ia bersembunyi di samping pintu dan bersiap-siap menyiramkan zat asam tersebut kepada pria itu.

BYURR!

PRANGG!

"ARRGHHH!"

Pria itu tak lagi mengejarnya. Dalam hatinya dia sudah bersumpah tidak akan mempercayai detektif bernama kim namjoon lagi. Hal itu akan diingatnya setelah keluar dari sekolahnya bahkan wilayah yang selama ini menjadi saksi masa kecilnya dan juga tempat yang penuh kenangannya bersama sang ibu.

.

.

.

.

.

.

.

Yey! Prolog sudah selesai.

Terima kasih yang sudah membaca.

Tunggu chapter-chapter berikutnya juga ya?

Terima kasih dan sampai jumpa~~