-Fik Pembuka NaruSaku Day-

Warning: Canon, gila, memble. Gak ada bashing chara. Ohm, alurnya emang nurut dari anime-nya episode 500an, semoga nyambung yak, enggak terlalu spesial sih, InsyaAllah twoshoot deh (warning gaje)

Flashback merupakan scane NaruSaku dari komik aslinyaaa.

DISCLAIMER: MASASHI KISHIMOTO

Beta Reader: Sukie 'Suu' Foxie

Just for fun :D


"Ninpo choju giga."

Boof...

Lukisan yang baru saja digambar pemuda putih pucat itu—berupa burung kecil—keluar dari kertas lukisnya sesudah kepulan asap menghilang.

Kemudian burung itu diberinya gulungan yang mungkin isinya pesan singkat untuk disampaikan kepada seseorang. Setelah itu, sang burung pun terbang ke langit setelah ia mengerti maksud sang tuan dengan suatu kode.

Pemuda ninja itu—Sai, menggulung sesaat gulungan ninjanya, lalu menyimpannya di dalam ransel punggungnya.

Sai menarik tubuhnya untuk berdiri dari posisi jongkoknya, kepalanya ditolehkan ke kanan dan ke kiri untuk melihat keadaan di sekitar. Ia hanya bisa bernapas datar untuk sementara.

Kalau mau menebak pikirannya sekarang, mungkin dari wajah pucatnya sudah dapat ditebak dengan jelas apa yang tengah ia pikirkan. Raut wajah mulus itu menampilkan perasaan takut sekaligus cemas akan musuh yang baru saja ditemuinya beberapa saat yang lalu.

Sempat ia tidak percaya dengan apa yang sudah Kabuto lakukan; ia membangkitkan lagi ninja-ninja yang sudah dibunuh sebelumnya, termasuk kakaknya. Yah, kakaknya-lah satu-satunya musuh yang mampu membuatnya menitikkan air mata, membuatnya takut untuk membunuh, membuatnya hampir kehilangan akal dan pikiran.

Pria itu bingung. Haruskah ia melawan kakaknya yang saat ini sedang mengejarnya bersama Deidara? Di tengah kebingungannya, ia pun memutuskan untuk berlari dari kenyataan, berlari dari pertarungan beberapa saat yang lalu. Dan itu disebabkan oleh satu hal yang sudah pasti. Kakashi-sensei saja mengerti mengapa ia bersikap demikian.

Ya. Sai tidak sanggup.

"Kau tidak apa-apa, Sai?" pertanyaan Kakashi yang secara tiba-tiba muncul ini membuat pikiran Sai buyar berhamburan mengambang ke atas langit. Sontak ia menoleh ke asal suara yang ternyata ada di belakangnya.

"Kakashi-sensei."

"Tenang saja, ada aku di sini. Kita akan melawan mereka bersama," ujar Kakashi berusaha menenangkan perasaan salah satu anak didiknya itu.

Sai terdiam sesaat. Ia menatap datar pada sosok guru yang sangat dihormatinya itu.

Apakah ia harus terus melarikan diri dari kakaknya? Sedangkan yang lain berusaha mati-matian untuk memusnahkannya kembali?

Mungkin juga tidak, untuk bagian Shikamaru. Pria jenius itu juga diketahui bertemu dengan seseorang yang sangat dihormatinya.

.

.

.

Shikamaru hanya bisa menatap nanar pada guru yang berada di depannya itu. Ia tidak berbuat apa-apa kecuali meragukan apa yang tengah ia lihat. Sungguh, apa ia masih bisa mempercayai penglihatannya sekarang? Namun, seandainya penglihatannya itu benar, kenapa ia tidak berlari ke arah sosok itu dan memeluk erat dirinya—lalu mengatakan 'aku merindukanmu, Sensei'?

Sayangnya kenyataan itu berbanding terbalik dengan yang diharapkan.

Yah, gurunya yang sudah lama meninggal sekarang ada di hadapannya memang, tapi bersama dengan Kakuzu—yang pastinya juga dihidupkan oleh Kabuto.

Ino hanya bisa terbelalak kaget. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia mau melawan Kakuzu asalkan tidak melawan gurunya itu.

Chouji dan ayahnya tetap berdiri tegar. Walaupun nyatanya Chouji pun merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan oleh Shikamaru—ingin menghindari.

Hutan yang dipijak oleh tim sepuluh itu sudah tidak berbentuk lagi. Hutan ini sudah seperti padang yang gersang karena serangan-serangan dari musuh sebelumnya.

"Shi-Shikamaru..." suara Ino terdengar bergetar, "haruskah kita melawan, Asuma-sensei?" Sekali lagi mata birunya menatap sosok gurunya yang berdiri tak jauh di depannya sana.

Ini sungguh perang! Perang kali ini bukan hanya membuat fisik lelah. Namun hati dan perasaan pun ikut berperang!

"Ayo kita pergi," akhirnya Shikamaru memutuskan sesuatu yang pasti. Meskipun demikian, keputusannya kali ini terdengar tidak tegas. Itu sudah pasti. Ia tidak bisa melawan gurunya. Alasannya? Yah... karena jelas ia tidak sanggup! Semua pasti akan mengerti kalau berada di posisinya.

"Ta-tapi..." Chouji angkat bicara. Jujur saja, ia juga tidak ingin bertarung melawan gurunya. Tapi apa yang akan terjadi kalau mereka memilih untuk mundur? Bukan tidak mungkin Konoha yang berada di belakang mereka akan benar-benar hancur—walaupun nyatanya Konoha sudah rusak parah.

Shikamaru tidak menghiraukan Chouji. Ia akan tetap melanjutkan langkahnya. Tapi Chouji mencoba menahannya kembali dengan berkata, "Apa kau lupa pesan Sensei sebelum meninggalkan kita, Shikamaru?"

Choza yang berdiri tepat di samping anaknya tersenyum hampir menyeringai. Ternyata didikan dari Asuma memang tidak sia-sia. Anaknya kini sudah menjadi kuat dan tumbuh besar.

Pria jenius itu tersentak kaget, benar yang dikatakan Chouji. Tidak selamanya mereka bisa menghindar, bukankah semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya? Pria itu mengurungkan niatnya apalagi ketika Ino mulai angkat bicara.

"Kalau begitu aku ikut bertarung denganmu, Chouji!"

Yah, kali ini Shikamaru hanya bisa menyerah dengan pendapat teman-temannya.

.

.

.

Sakura keluar dari ruang bawah tanah—tempat persembunyian yang sudah dibuat untuk para penduduk Konoha—yang berhasil selamat dari ancaman penyerangan Akatsuki yang telah dihidupkan kembali.

Sengaja ia keluar pada siang hari seperti ini, mungkin ia sedikit merasa lelah. Ia juga manusia. Ia butuh udara segar sekarang walau sudah tidak banyak lagi udara itu tersedia untuknya.

Saat ia menginjakkan kaki ke tanah desa Konoha. Matanya hanya bisa mamandang nanar ke arah sekelilingnya. Konoha bukanlah lagi desa sejuk yang terasa tenang seperti dulu. Desa itu kini sudah seperti lapangan luas yang hancur karena terserang meteor. Kemudian pandangan emerald-nya beralih pada kelima patung Hokage. Dan untungnya patung itu masih tetap pada tempatnya—walau benda itu sudah hampir hancur.

"Kapan ya, semua ini berakhir?" gerutu gadis pink itu sembari duduk di salah satu batu besar yang berada di dekatnya.

Ia di sini sendiri. Tanpa Tsunade, ia juga pasti tahu mana yang seharusnya ia lakukan dan mana yang seharusnya tidak dilakukan. Bukankah ia sudah dianggap—oleh banyak orang—sebagai jelmaan dari sang Hokage?

Matanya menangkap sebuah papan yang tergeletak tidak jauh di depannya. Papan itu seperti merk sebuah nama toko. Kalau diperhatikan lebih jelas itu seperti nama sebuah tempat makan yang sering ia kunjungi bersama teman-temannya dulu.

Ichiraku.

Ah iya, ia ingat tempat itu. Kini tempat itu sudah merata bersama tanah. Rasanya sungguh membuat hati miris kalau harus berkeliling di sekitar sini. Karena jelas, semua kenangan itu selalu ada di setiap sudut di desa ini. Selalu ada bersama dengan kepahitan yang menyertai.

.

Flashback.

.

"Panas!" Naruto berteriak ketika mulutnya mulai menyentuh mie ramen yang baru saja disediakan oleh Pak Teuchi. "Makan dengan tangan kiri itu memang sulit, ya?" gerutu Naruto kesal. Padahal ia ingin sekali segera menghabiskan semangkuk ramen panas itu dengan cepat. Perutnya yang sudah meminta untuk diisi dengan cepat pun membuat hatinya semakin kesal.

Sakura menghentikan makannya, ia menatap Naruto sesaat. Kemudian pandangannya beralih pada lengan kanan Naruto yang terbalut perban. Lengannya menjadi patah seperti itu karena Naruto menggunakan jurus barunya; rasengan shuriken.

"Ada keretakan di beberapa bagian... tubuhmu tidak kuat menahan jurus itu. Jurus baru ini untuk waktu terjepit saja! Tidak boleh sering digunakan."

"Hehehe, tidak masalah kalau Sakura-chan mau menyembuhkannya."

"Jangan bicara begitu! Dengan ninjutsu medis pun, tidak berarti langsung sembuh total."

"..."

"Tapi... rasanya, aku merasa senang begini."

"Eh?"

"Rasanya aku dan Sakura sama-sama lebih dekat dengan Sasuke."

Kata-kata itu terngiang begitu saja di kepala Sakura, tanpa ia sadari hatinya menjerit entah karena apa. Ia juga merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya.

"Jurus baru Naruto memang berbahaya. Lihat saja jasad Kakuzu. Jurus itu mungkin bisa diibaratkan seperti sebuah jarum kecil yang terbuat dari cakra angin, yang mampu menghancurkan setiap sel-sel dalam tubuh Kakuzu."

"Jadi, jurusnya menyerang setiap sel tubuh?"

"Iya, begitulah."

Kata-kata Tsunade sewaktu ia mengotopsi mayat Kakuzu mampu membuatnya tercengang. Ternyata benar, semua kerja keras Naruto tidak berakhir sia-sia. Sakura boleh berkata 'waw' sekarang, namun itu tidak akan ditunjukkannya pada pria yang selalu dianggapnya bodoh itu.

"Apa boleh buat, pinjam sumpitnya!" tiba-tiba Sakura menawarkan hal itu pada Naruto. Ia agak sedikit menggeser kursinya untuk merapat—lebih mendekat pada pria blonde itu.

Sontak Naruto menoleh kepada Sakura, melihat Sakura, ia malah tercengang sambil berkhayal. 'Jangan-jangan Sakura... mau menyuap ramen padaku.'

"Ayo, aaa..." Sai yang sedari tadi juga berada di antara mereka langsung mengambil alih sumpit milik Naruto. Ia menyodorkan sumpit itu ke mulut Naruto dengan senyum khasnya seperti biasa.

Naruto langsung menolehkan kepalanya ke arah Sai, "Panas, hei! Yang kuharapkan bukan kamu!" ia memberontak kesal karena harapannya dihapus seketika oleh Sai. Sial, kalau saja Sai tidak ada tadi mungkin ia bisa bermanja-manja ria dengan Sakura.

Sedangkan gadis yang diharapkannya tadi, hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah laku kedua temannya ini. Memang Sai tidak bisa disamakan pada Sasuke, walau begitu, pria itu tetaplah teman mereka. Entah sampai kapan, semoga mereka selalu bersama.

.

End of flashback.

.

Gadis itu hanya bisa tersenyum pahit, sepahit apa yang tengah dirasakannya saat ini.

Sekarang, kalau berdiri di tengah-tengah desa Konoha yang rata seperti ini, angin rasanya bertiup dengan kencang. Bukan hal yang aneh memang. Bukankah semua bangunan yang mampu menghambat tiupan angin tidak ada, jadi angin bisa bertiup sesuka hati mereka.

Angin yang tengah bertiup itu bukanlah angin hangat yang sesuai dengan musim saat itu, tapi angin hangat yang mampu menambahkan perasaan aneh pada dirinya.

Ingin menjadi angin? Sayangnya kau tidak bisa, Sakura.

Tak lama kemudian, seekor burung kiriman dari Sai datang tepat di hadapan gadis itu. Setelah ia meletakkan surat dari dalam mulutnya ke tanah, burung itu pecah menjadi tinta yang berceceran di atas tanah.

Sakura mengulurkan tangannya untuk mengambil gulungan surat itu, lalu membuka dan membaca isinya.

"I-ini tidak mungkin." Seketika mata emerald gadis itu terbelalak kaget. Hatinya bergemuruh takut sekaligus cemas. "Yamato-shisou..." lirihnya dengan nada kecemasan. Gadis pink itu langsung menjatuhkan gulungan yang sudah selesai dibacanya ke tanah. Ia pun berlari kencang, menjauh dari tempatnya berada sekarang.

Dan mungkin ini saatnya ia keluar dari desa.

.

Yamato-sensei dan Anko-sensei sudah menghilang.

Hati-hati.

.

.

"Ah, akhirnya aku bisa istirahat."

Naruto langsung menjatuhkan badannya sepenuhnya di atas rumput hijau tempat ia berlatih bersama Bee. Tangannya dilipatkan ke belakang kepala untuk menopangnya melihat ke arah langit biru luas di atas sana. Cara bersantai seperti ini memang kerap kali ia lakukan, mungkin juga cara ini adalah cara yang ampuh baginya untuk melepas kelelahan di sepanjang latihan kerasnya.

Suara gemericik air dari atas yang jatuh ke danau membuat dirinya merasakan sesuatu. Air terjun yang tak jauh di dekatnya terus mengalir dan menimbulkan suara berisik itu. Walau tidak menganggu tapi suara itu mampu membuatnya teringat akan sesuatu.

.

Flashback.

.

"Latihannya cukup sampai di sini!"

Masih berada di atas jembatan batang kayu bersama bunshin-bunshin-nya, untuk latihan membelah air terjun—pria blonde yang asli itu menoleh dan memang benar mendapati Kakashi yang berada di sampingnya.

Boof, boof, boof, boof.

Bunshin yang dibuatnya untuk latihan bersama di atas batang kayu—yang membentang seperti jembatan itu, serempak menghilang bersama kepulan asap.

"Eh?" Naruto malah tercengang pada kedatangan Sensei-nya itu.

"Ehm, ini ada sesuatu untukmu." Kakashi menyerahkan sebuah keranjang kecil yang tertutup dengan sehelai kain. "Dari Sakura."

Naruto penasaran dengan apa yang berada di dalam sana. Ia mengambil alih keranjang tersebut. Sesaat keranjang itu hanya dipandanginya saja, kemudian mengambil salah satu butiran yang berwarna hitam yang berada di dalam sana.

Baru saja pil penambah energi itu menyentuh ujung lidahnya, kala itu pula disemburkannya, "Tidak enak!" Naruto menutupi mulutnya sambil bergidik ngeri. Ternyata rasanya memang benar-benar aneh.

"Sebaiknya kau istirahat dulu sebentar," ujar Kakashi. Kemudian pria bermasker itu turun dari sana dan mendekat pada Yamato yang sedari tadi mengawasi di bawah.

Naruto menemukan sebuah surat yang ikut berada di dalam sana. Diambilnya surat itu. Dan ternyata itu adalah tulisan tangan Sakura. Ia hanya bisa tersenyum. Walau rasa pil ini aneh, yang penting ia mendapatkan sedikit perhatian darinya. Dan semua itu mampu membuat tekad Naruto semakin kuat untuk berusaha keras berlatih.

Yah, semua itu tujuannya tentu saja agar dapat membayar janjinya pada Sakura. Satu-satunya tujuannya, mendapatkan Sasuke kembali. Hanya itu.

.

End of flashback.

.

"Yo yo yo. Ke-na-pa kau malah istirahat, Malas! Waktumu tidak banyak! Dhum dhum dhum!" pembimbing Naruto latihan—ekor delapan- menghampirinya dengan nada suara seperti biasa. Kalau diperhatikan ia sudah seperti penyanyi ala RnB. Tampang monsternya tidak mendukung dengan tingkah kelakuan sehari-harinya. Walau begitu ia adalah salah satu jinchuriki yang tangguh.

Soal kekuatan? Tentu saja ia tak kalah unggul dari yang lainnya. Ia bahkan mampu mengalahkan Sasuke dan bisa saja menyeret Sasuke hidup-hidup untuk kepuasaannya. Namun sayang, waktu itu Sasuke kabur dari hadapannya.

Sasuke takut? Mungkin.

Kembali ke situasi Naruto saat itu. Padahal Naruto baru sebentar berusaha memejamkan mata—malah sudah diganggu oleh orang yang bisa dibilang berisik ini.

Pria itu mendengus sebal, kemudian dibalikkannya badannya ke samping kiri—membiarkan guru pembimbingnya itu berceloteh ria sendiri. Kedekatannya bersama Bee tidak sebatas apa yang terlihat, bukan juga sebatas guru dan murid. Tentunya, semua itu hanya bisa dirasakan oleh mereka berdua.

"Ayo, kau harus berlatih menggunakan pedang. Kalau bisa, sekali enam pedang. Tapi, untuk pemula sepertimu gunakan tiga pedang dulu. Aku pun akan menggunakan tiga pedang."

Naruto menghela napas pelan, berpura-pura terlihat seperti orang yang sangat bosan, "Menguasai satu pedang saja belum, bagaimana mau tiga?"

"Tenang saja, ini mudah. Kau kan sudah menguasai jurus untuk mengendalikan Kyuubi. Benar kan?" Bee menunggu respon dari Naruto sesaat sesudah celotehannya, tapi kelihatannya pria blonde itu sudah terlelap begitu saja. "Woi kau tidur? Bangun woi!"

.

.

"Karin! Karin!"

Gadis berambut merah itu menoleh ketika ia merasakan namanya dipanggil seseorang. Suara keras seorang perempuan yang dirasakan seperti sebuah kecemasan.

Tap tap tap...

Bunyi suara ketukan kaki Sakura yang berlarian di sepanjang lorong bawah tanah ini menggema sampai ia berhenti tepat di hadapan Karin.

Selagi Sakura sedikit mengatur napasnya di depan gadis merah itu, Karin mengawasinya dengan seksama, "Kenapa kau memakai jubah cream ini?" Karin agak heran memang karena Sakura sudah memakai jubah berwarna cream yang biasanya hanya dipakai untuk pergi misi.

"Kita keluar sekarang!"

"Apa? Ke mana, Sakura?"

"Yah, membantu mereka yang sedang berperang di sana. Aku membutuhkanmu Karin. Aku yakin, kau pasti dapat membantuku."

"Ta-tapi, bukannya ak—"

Belum sempat Karin menyelesaikan kata-katanya, Sakura sudah memotongnya, "Ayo kita pergi sekarang, lagi pula di sini ada chuunin yang dapat diandalkan," setelah mengatakan kata-kata itu Sakura berbalik memunggungi Karin, "lagipula aku percaya padamu. Ayo!"

"Ha-ha'i." tidak ada pilihan untuk gadis merah ini, lagipula kemarin ia sempat dibantu oleh Sakura untuk memulihkan keadaan dirinya. Mungkin sekaranglah saatnya ia membalas semua itu. Dengan membantu Konoha untuk berperang melawan musuh yang nyatanya dulu adalah komplotannya.

.

.

Gua lembab yang berdinding batu yang tersembunyi di balik pepohonan itu tampak seperti tempat tinggal para hewan hutan. Hanya orang polos yang menganggapnya seperti itu. Andai ada yang bisa merasakan kehadiran seseorang di sana. Mungkin ia akan tahu kalau di sana ada salah satu anggota Akatsuki.

Markas itu tentu saja jauh dari desa Konoha maupun jauh dari permukiman desa lain.

Gua yang lumayan besar itu ternyata tampat Kabuto dan Tobi sekarang bersembunyi. Mereka yang merasa menguasai tidak mau turun tangan duluan untuk menghancurkan siapa saja yang dianggap musuh.

Yah, ternyata Kabuto memang tidak sia-sia mencuri mayat Asuma dari kuburannya, mencuri mayat Kakuzu dari rumah sakit dan mencari mayat yang lain—yang sudah mati sebelumnya. Ternyata tidak sia-sia juga Kabuto memakai jurus terlarang untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Tentu saja yang mempunyai ide ini adalah Tobi.

Hanya satu mayat—mungkin lebih tepatnya tubuh seseorang yang tidak ditemukan.

Hidan.

Entah dimana sekarang salah satu anggota Akatsuki itu berada. Mereka tidak tahu.

Andai mereka tahu, kalau kemarin Hidan dikubur hidup-hidup oleh Shikamaru. Mereka pasti tidak perlu susah-susah menghidupkan Hidan kembali. Karena jelas, monster yang bernama Hidan itu tidak akan pernah mati walau dengan ditimbun tanah sedalam kemarin. Ia hanya diasingkan saja untuk sekarang, mungkin juga untuk selamanya. Yah, Shikamaru memang jenius.

Yamato yang akhirnya berhasil menemukan tempat ini—setelah beberapa waktu kemarin sempat menyelinap- malah tertangkap sekarang.

Di hadapan mereka berdua, Yamato, dengan tubuh yang tergeletak lemah, akan dimanfaatkan dengan cara mengambil kekuatannya. Seperti halnya saat mereka menyiksa Gaara kemarin—yang ujung-ujungnya tujuan mereka sekarang adalah menciptakan Zetsu-Zetsu baru. Ternyata kekuatan Yamato ini, mampu menandingi sepuluh ribu Zetsu. Mungkin juga mereka berdua dapat menciptakan sepuluh ribu Zetsu dengan satu tubuh dan kekuatan Yamato.

Yah, saat ini mereka boleh tersenyum merasa menang. Bagaimana untuk ke depan nanti?

Suara ketukan kaki menggema dari ujung gua sana. Kabuto dan Tobi tahu itu siapa. Pasti seorang Uchiha yang keras kepala.

"Aku ingin keluar dari dalam sini, di sini terlalu pengap."

Sosok pemilik suara semakin mendekat sampai cahaya yang berasal dari lilin satu-satunya itu menangkapnya.

"..." tidak ada jawaban dari mereka. Mereka sedang sibuk mengamati Yamato yang sedang dihisap kekuatannya.

"Aku tidak akan bertindak bodoh."

.

.

Entah sudah berapa lama Sakura dan Karin terus menyeimbangkan kekuatannya untuk berlari di atas tanah yang gersang dan berdebu itu. Dulu, rute ini memiliki atmosfer yang tidak separah ini. Baru beberapa minggu yang lalu tempat ini masih layak dilalui oleh orang-orang yang hendak menyeberangi perbatasan, sekarang tempat ini terasa begitu berbeda. Namun begitu, mungkin rute inilah satu-satunya tempat yang aman untuk dilewati.

"Karin apa kau sudah merasakan sesuatu?" tanya Sakura masih tetap dalam posisi larinya. Jubah cream-nya melayang ke belakang seiring langkah gerak kecepatan kakinya.

Karin diam sebentar, sambil berlari ia sambil memusatkan cakra-nya. "Belum, sepertinya masih jauh. Tapi aku yakin tempatnya masih berada di depan sana. Apa kita memang harus menyelamatkan Yamato?"

"Yah, kalau bukan kita siapa lagi? Sebelum terlambat kita harus menyelamatkannya, aku tahu ini tidak mudah. Tapi, bukankah semua rookie-9 sudah kebagian tugas untuk mengalahkan musuh?"

"..."

.

.

DUAR!

"Gaara!" teriakkan Hinata menyerukan nama Gaara hampir tertelan oleh ledakan serangan dari salah satu boneka Sasori. Ia sempat menutup telinga sebentar—merasa takut dengan apa yang dihadapinya. Namun pada detik berikutnya ia sadar. Ia tidak boleh takut dengan apa yang akan terjadi sekarang.

Bukankah ia sudah bukan seseorang yang lemah? Yah, ia sadar akan hal itu. Hanya saja kebiasaannya yang selalu takut dan ragu-ragu masih sering hinggap dalam benaknya. Tapi ia tidak bisa seperti ini terus. Ia harus berdiri tegap!

Gaara terpental jauh ke belakang. Untungnya pria berambut merah itu sigap untuk mengendalikan pasirnya sehingga tubuhnya tidak terhempas langsung ke tanah.

Hinata maju hingga ia membelakangi Gaara. Ia tidak takut pada Sasori yang berada di depannya itu. Pria imut yang berambut merah itu memang dihidupkan kembali oleh Kabuto, namun untungnya kekuatannya tidak sehebat dulu. Bahkan serangannya lebih cenderung melamban, sehingga mata byakugan Hinata masih bisa membaca tiap jarum yang dilemparkannya.

"Kau tidak apa-apa, Gaara?" Temari langsung menghambur mendekat ke arah Gaara—membantu adiknya untuk berdiri sesaat.

Sedangkan Kankuro sibuk menghancurkan para boneka lain yang dikeluarkan Sasori sebelumnya.

Para pasukan boneka Sasori dengan mudah dihancurkan hanya dengan dua boneka yang dikendalikan oleh Kankuro. Tenang, Kankuro bukan orang yang lemah seperti beberapa waktu yang lalu—yang dengan mudah dijatuhkan oleh Sasori dengan sekali serangan.

DUAR!

.

.

.

"Karin awaaas!" Sakura tiba-tiba berteriak menyuruh Karin menghindar karena tiba-tiba gadis pink itu merasakan sesuatu yang datang.

SAT.

Dua buah shuriken memang mengarah cepat ke arah mereka berdua. Sebenarnya Karin juga sudah menyadarinya, hanya saja dalam keadaan yang gugup seperti ini, ia cenderung melamban dalam gerakan.

Untungnya Sakura dan Karin sempat menghindar dengan cara melompat, refleks.

Sakura berbalik ke belakang—menanti siapa yang telah melempar shuriken tadi padanya. Ternyata musuh sudah mengetahui keberadaan mereka. Ah, mereka memang hebat.

Sakura menahan napas sejenak. Siapa saja yang menyerangnya barusan akan dihadapinya sekarang. Kalau pun itu dapat melayangkan nyawanya, ia tidak takut.

"Sakura, aku tahu siapa orang ini," sela Karin tiba-tiba. Akhirnya jurusnya dapat membantu melacak siapa yang barusan menyerangnya tadi.

"Benarkah?" Sakura bertanya meyakinkan pada Karin, sedikit banyaknya jantungnya juga mulai bereaksi aneh, dan aliran darah yang memang kencang karena sehabis berlari, semakin bertambah kencang. "Sebaiknya kau segera keluar sekarang!" tantang Sakura pada penyerangnya.

Sosok yang dimaksud Sakura mulai menampakkan dirinya. Sakura pun harus menelan sedikit kekecewaan pada sosok tersebut.

"Chiyo-baasama..." lirih Sakura terkesan takut setelah sosok itu benar-benar tertangkap oleh matanya.

.

.

"Hei, apa aku tidak ada hari libur untuk latihan?" Naruto bertanya di sela-sela latihan permainan pedangnya.

Trang!

Kedua pedang yang berada di tangannya jatuh karena hentakkan dari satu pedang Bee—yang digerakkannya dengan menggunakan mulut. "Kau mau membunuhku, hei! Aku bertanya!" Naruto berteriak tanpa kendali. Hampir saja hentakkan dari satu pedang tadi mengenai perutnya. Bisa-bisa habis latihan ini ia malah mati, bukan bertambah hebat.

Bee menarik dirinya mundur ke belakang sedikit menjauh dari Naruto. Dibuangnya pedang yang berada dalam mulutnya tadi ke tanah, "Kau memang tidak bisa menguasai pedang."

"Tentu saja, karena aku tidak bisa."

"Apa? Alasan macam apa itu, yooo!"

Naruto sweatdrop melihat tingkah monster aneh yang berada di depannya. Bisa-bisanya monster seperti ini yang menjadi guru pembimbing latihannya.

Tapi walau begitu, berkat Bee, ia bisa mengendalikan Kyuubi dari dalam dirinya, mulai dari ekor satu sampai ketahap perubahan sempurna. Bukankah itu hal yang sulit bagi pemuda seperti Naruto?

Semua itu bahkan mampu membakar kulit tubuhnya jika ia salah mengatur cakra pada perubahannya. Tapi berkat latihan bersama Bee, semua itu tentu bisa ia kendalikan.

"Hei, kau tahu kan Konoha dalam bahaya? Apa sekarang aku sudah bisa kembali ke sana?"

"Maksudmu, kau mau membantu mereka dan meninggalkan latihan ini?"

Belum sempat Naruto menjawab, Bee langsung memotongnya, "Tidak bisa! Kau masih belum bisa apa-apa, yooo!"

"Apa? Jadi untuk apa aku berlatih selama ini kalau aku sama sekali tidak membantu apa-apa? Bukankah aku berlatih semua ini untuk menyelamatkan Konoha?"

"Ya, ya, ya, terserah kau! Pokoknya kau belum bisa ke mana-mana! Kau itu baru sedikit mengetahui tentang dirimu." Bee berbalik mencoba meninggalkan Naruto.

"Tapi... Hei! Mau kemana lagi kau?" Naruto telat untuk menghentikan gerak kaki Bee. Monster itu sudah menghilang dari pandangannya seketika, entah ke mana ia pergi sekarang.

"Hah." Lagi, Naruto menghempaskan tubuhnya ke tanah bersama dengan kedua pedang yang digenggamnnya tadi. Kembali ia memandangi langit seperti ketika ia mulai beristirahat.

Padahal baru sebentar ia melakukan sesuatu yang dianggap Shikamaru menyenangkan itu, pemuda blonde itu malah merasa bosan dan akhirnya ia memutuskan untuk bangkit duduk di tempat.

Kalau sudah ditinggal sendirian seperti ini, ia malah merasa kesepian. Untungnya ia selalu punya teman yang selalu menemaninya kapanpun ia mau.

Pemuda blonde itu tersenyum—ah, tidak. Lebih tepatnya ia menyeringai sendiri, kemudian ia menggigit ujung jempol kanannya, darah merah segar sedikit keluar dari sana, lalu ia mengambil kertas gulungan yang biasa disimpannya di dalam saku celananya.

Dengan cepat ia menggoreskan darah tadi di atas kertas itu lalu segera membentuk segel yang sudah dihapal sebelumnya.

"Kuchiyose no jutsu."

Boof.

Kepulan asap putih sesaat mengepul di antara Naruto, kemudian asap putih itu menghilang dan digantikan oleh dua ekor katak kakak beradik yang ukuran tubuhnya tentu saja lebih besar dari Naruto.

"Ada apa lagi memanggil kami?" Katak kuning yang bernama Gamakichi angkat bicara dengan suara lembutnya, wajah sang katak memang sangat imut, tapi dibalik itu ia mempunyai sifat yang menyebalkan. Walau begitu mereka tetaplah teman bagi Naruto.

"Iya, padahal kau kan sedang latihan!" Gamatatsu menimpali pembicaraan adiknya.

"Hehehe..." Sesaat Naruto terlihat menggaruk belakang kepalanya yang pastinya tidak gatal. "Aku ingin keluar dari sini sebentar untuk melihat keadaan Konoha, tapi tidak diperbolehkan oleh Bee," jelas pria blonde itu langsung ke intinya, "kalian bisa membantuku?" tanyanya dengan sedikit harapan.

Kedua sang katak tampak berpikir di tempat. Seperti biasa, jika kedua sang katak ini dimintai sesuatu pasti mereka minta imbalan. Apalagi kalau yang kuning, biasanya dia...

"Kalau begitu jangan lupa snack-nya."

Naruto langsung sweatdrop di tempat, ternyata dugaan sebelumnya benar. Kalau soal seperti ini ia sudah paham, ini memang kerap kali terjadi. "Hahaha, kalau Konoha sudah pulih kembali, kau akan kuberikan banyak snack."

"Wah, benarkah?" ujar sang katak kuning berbinar-binar.

"Ah, sudahlah. Tidak usah dipedulikan dia!" sela Gamatatsu cepat. "Apa kau mau keluar sekarang?"

"Yah, kalau bisa sih sekarang."

"Baiklah kalau begitu masuklah ke dalam mulut adikku."

Lagi-lagi sudah Naruto menduga hal ini bakal terjadi.

Sang katak kuning mulai membuka mulut dan menjulurkan lidah panjangnya untuk mempersilahkan Naruto masuk. Mau tak mau Naruto mulai merayap memasuki mulut sang kodok yang nyatanya tidak sebesar dengan porsi tubuhnya, tentu saja hal itu bukanlah sebuah masalah dengan adanya ninjutsu.

Boof...

Dan kemudian kedua sang katak itu pun pergi dari sana dengan meninggalkan gumpalan asap seperti saat ia datang tadi.

.

.

.

"Chiyo-baasama." Untuk yang kesekian kalinya Sakura menyerukan nama sosok paruh baya yang kini benar-benar berada di hadapannya. Rasa rindu dan haru itu kian menyerbak dalam hatinya. Sungguh ia tidak percaya dengan semua ini. Kakinya lemah tak berdaya melihat semua kepahitan yang hitam dalam diri yang tidak berdosa itu.

Karin memandang ekspresi wajah Sakura yang ketakutan, gadis berambut merah ini sudah bisa menebak pikiran dan perasaan Sakura lewat mimik yang disampaikannya. Sedikit banyak, Karin juga mengetahui siapa wanita paruh baya di depannya ini. Ia dan Chiyo kan sama-sama ninja medis.

"Sakura, pergi dari sini!" Karin mengambil keputusan cepat untuk dirinya dan juga Sakura. Walau kekuatannya tidak terlalu besar, ia yakin ia bisa mengatasi ini.

Daripada Sakura yang memang kuat, tapi sepertinya tidak bisa mengatasi masalah ini.

Sakura menoleh cepat pada Karin, mata emerald-nya membulat paksa tak percaya, "Ka-karin, kenapa kau berbicara seperti itu?"

"Yang ini serahkan padaku," ujar Karin sembari mencoba tenang dengan tersenyum—agar Sakura merasa sedikit tenang dan percaya padanya, "bukannya kau percaya padaku?"

Sakura tidak tahu lagi ia harus bicara apa pada Karin sekarang, yang pasti ia sangat ingin menangis. Dan sepertinya ia harus menuruti Karin tanpa pikir panjang.

"Ba-baik." Sakura mengambil langkah mundur, perlahan ia menjauh dari Karin dan dari hadapan Chiyo. Di detik berikutnya gadis itu berbalik dan mulai berlari sekencang-kencangnya agar menjauh dari sana.

Karin mengeluarkan dua buah kunai dari balik jubah cream-nya, "Ayo kita bertarung."

.

.

"Hosh... hosh... hosh..." Sakura memutuskan untuk berhenti sejenak dari larinya. Saking ia gugup tadi, cakra pada kakinya tidak berpusat maksimal sehingga membuat kakinya melemas.

Tubuh gadis pink itu perlahan merosot ke tanah karena mungkin ia tidak sanggup lagi menahan rasa lelah pada kakinya.

"Chiyo-basama..." Sakura masih tetap menyerukan nama wanita paruh baya yang sangat dihormatinya itu. "Kami-sama, tolong aku..." tambahnya lirih.

Saat ini mungkin ia sudah jauh dari tempat Karin dan Chiyo tadi bertarung, bagaimana keadaan Karin sekarang? Apa ia bisa mengatasinya? Yah, semoga saja. Lagipula Sakura harus mempercayainya.

Karin harus menang, biar saja nenek Chiyo yang kalah. Namun begitu ia juga tidak tega kalau nanti ia mendengar Chiyo mati untuk yang kedua kalinya.

Tidak, tidak! Ia harus berdiri sekarang dan melanjutkan rencananya.

Baru saja Sakura mencoba untuk berdiri tiba-tiba ada suara yang mengagetkannya, "Haruno Sakura, kita bertemu lagi."

Suara dingin nan datar itu dirasakan Sakura berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Hatinya berdecak kaget sekaligus bergemuruh.

"Sa-Sasuke?" sosok dengan suara dingin tadi tidak mau membuat Sakura menunggu, ia langsung menampakkan dirinya dari balik semak-semak dengan pandangan tajamnya.

Dalam keadaan seperti ini Sakura berusaha untuk tenang, karena pertemuan yang secara tiba-tiba dengan Sasuke bukan untuk pertama kalinya terjadi. Sepertinya ia harus mati sia-sia di sini—hanya itu yang berada dalam pikirannya yang sekarang terasa labil.

Bagaimanapun juga, walau Sasuke pernah mencoba untuk membunuhnya ia tetaplah sahabatnya—itu adalah perkataan Naruto yang mampu menyentuh hatinya tempo hari.

Jujur saja, keinginan Sakura untuk membunuh Sasuke itu ada, walau tidak sebesar keinginan Sasuke untuk membunuh Naruto.

Sasuke semakin mendekat ke arahnya, tapi tetap saja Sakura mencoba untuk tidak mundur walau hanya satu langkah. Tangan kanannya merogoh jubahnya dan ia pun menarik keluar sebuah kunai.

Memang kunai bukanlah tandingan pedang yang dibawa oleh Sasuke. Walau begitu Sakura harus memiliki rasa percaya diri untuk mencoba melawannya.

"Di mana Naruto?" adalah pertanyaan pertama yang dilemparkan oleh Sasuke dengan nada datarnya seperti biasa.

Sakura sudah bersiap menangkis jika saja Sasuke tiba-tiba menyerangnya. "Oh, jadi kau mau mencari Naruto? Sayangnya dia tidak ada di sini."

"Hn, kalau begitu sebagai gantinya, kau saja yang kubunuh terlebih dahulu."

Sakura tidak terkejut dengan ucapan Sasuke kali ini. Jelas, ia sudah menduga hal ini terjadi, karena sebelumnya ia juga pernah mendengar hal semacam itu—yang sempat meluncur dari mulut Uchiha yang satu itu.

Dengan cepat Sasuke mengeluarkan pedang dari sarungnya—secepat kilat kini ia sudah berada di hadapan Sakura sambil menyeringai tipis.

Sakura terbelalak kaget, otaknya seketika membeku karena harus bertatap langsung dengan mata onyx yang masih berwarna hitam itu.

Sedetik kemudian Sakura tersentak dan sadar dengan apa yang ada di depan matanya, sekuat tenaga ia mencoba untuk mundur, tapi terlambat. Mata onyx Sasuke sudah berubah merah—sharingan itu sudah muncul.

Tubuh Sakura benar-benar dibuat kaku olehnya. Ternyata pedang yang dikeluarkannya tadi hanya ancaman belaka agar gadis pink itu hanya terpaku pada kilatan pedang itu.

Kini yang dirasakan oleh Sakura tubuhnya seperti tertusuk oleh seribu pedang yang tidak nyata. Yah, ia terkena genjutsu luar biasa dari Sasuke.

"AAARGHHH!" Tidak ada hal yang bisa Sakura lakukan kecuali menjerit. Menjerit saja rasanya susah sekali. Ayolah badan, mengapa menjadi lemah seperti ini? Seharusnya ia mampu menangkalnya. Tapi sayang, kekuatan Sasuke memang sudah jauh lebih besar.

Sakura masih dalam keadaan berdiri mematung dengan rasa sakit pada setiap inchi tubuhnya. Ia semakin tertatih untuk bernapas. Jangankan bernapas, membuka mata saja rasanya sulit sekali.

Tidak ada darah yang mengalir memang, tidak ada satupun pedang yang tertancap. Tapi rasanya seluruh badannya benar-benar dibuat kesakitan.

"ARRGGHH!" Lagi, Sakura menjerit kesakitan bersamaan dengan tubuhnya yang tersungkur ke tanah.

Masih dalam keadaan tubuh yang gemetar Sakura masih bisa merasakan langkah kecil Sasuke mendekat ke arahnya—sampai langkah kaki itu tepat berada di depan wajahnya.

Sekilas Sakura malah memikirkan Naruto. Kalau memang benar ini adalah kisah akhir dari riwayat hidupnya, bolehkan ia berharap sembari menjeritkan nama pemuda blonde itu?

Seperti sewaktu melawan Pein, Sakura menyerukan keras namanya di tengah lapangan luas desa Konoha. Apa kali ini pun ia akan tetap diizinkan untuk menyerukan nama pemuda itu lagi sambil berharap bahwa ia akan datang?

Erat-erat Sakura menutup matanya sambil mencoba menyerukan nama pemuda itu. Rasa sakit itu tentu saja masih menjalar hingga detik ini. Sepertinya ia hanya bisa menjeritkan nama pemuda itu keras-keras dalam hatinya.

Dirasakannya pula Sasuke meraih lehernya dan mengangkatnya ke udara sembari mencekiknya kuat.

Sebenarnya, apa yang dilakukan Sasuke adalah sebuah kesia-siaan. Cekikannya hanya akan membuang tenaganya saja karena jelas rasa sakit akibat jurus genjutsu-nya-lah yang lebih berpengaruh pada Sakura.

Meskipun demikian, tangan dingin itu masih tetap dapat dirasakan oleh kulit leher Sakura. Tangan yang sering membunuh orang itu, kini sedang berlabuh pada kulitnya.

Ternyata Sasuke tidak akan menyiksanya lama-lama sampai ia mati. Sasuke sudah memutuskan bahwa ia akan melenyapkan satu nyawa itu dengan cepat…

.

-TBC-


Hahaha, aku gak peedeee XD *gulunggulung dilantai*

Jelek banget yak? Maklum khayalan gadis kecil *?*

Dan tidak lupa special thanks to my beta reders #berlinang air mata#cipikacipiki

Uhm, author NaruSaku yang udah nyiapin fiknya, ayo apdet & share linknya diwall grup ^^

-Thanks for reading-

Happy NaruSaku Day^^