Eh... Halo '-'/ nama saia di sini HERO, tapi terkadang dipanggil ATAP, entah kenapa '-'
Nama Thinkgiez itu disarankan oleh seseorang yang memanggilku ATAP '-' mungkin ada sebagian yang tahu siapa dia '-'
Lalu ini... .-. ... mungkin cukup .-.
WARNING: OOC, TYPO(maybe), AU
KuroFEM!akashi/FEM!akashiKuro
Chapter 1
Langit terlihat sangat damai dengan langit biru dan awannya yang berwarna putih. Nyanyian burung yang terdengar merdu. Suara langkah kaki manusia yang sedang sibuk. Anak kecil tertawa riang tanpa memikirkan beban apapun. Semua damai. Sangat damai. Begitu juga yang dirasakan lelaki dengan surai yang seirama dengan hamparan langit di atasnya—
"Kuroko! Nikahilah aku!"
"Hah?"
Mungkin tidak.
.
.
Battle Begin!
.
.
Kadang sebagian orang tidak tahu apa yang harus mereka lakukan di saat seperti ini. Ya, di saat seperti ini. Ketika seseorang berdiri di hadapanmu. Menyudutkanmu. Menatap tajam ke arahmu dan—memerintahmu. Ya, itu pasti kalimat perintah. Perintah untuk menikah. Akashi Seijurou. Gadis yang sudah cantik, dia juga dari kalangan terpandang. Ayahnya memimpin sebuah perusahaan besar. Entah apa perusahaan itu, tapi sekarang ini hal itu tidak penting. Yang lebih penting sekarang adalah keadaan Kuroko Tetsuya.
Di saat dia sedang asyik menikmati vanillashakenya sembari membaca novel misteri yang sudah di bagian klimaks. Hal itu tertunda. Tertunda oleh hal tak masuk akal dan membingungkan. Saat ini Kuroko tahu, dia masih SMA. Bahkan belum mencapai kata lulus. Dia masih kelas satu. Anak yang masih belum bisa apa-apa tanpa orang tua. Dan sekarang ada seorang gadis yang sangat jauh derajatnya dengan Kuroko berdiri di depannya. Dan melamarnya mungkin.
"Ehm... Akashi-san?" tanya Kuroko sembari menutup bukunya dengan terpaksa. Benar, ia terpaksa menunda bacanya untuk berbincang dengan seorang lady di depannya. Kuroko tahu benar, Akashi bukanlah orang yang dapat dilawan, bukan karena ayahnya. Terkadang Akashi terlihat sangat menyeramkan dan sangat menjunjung tinggi kesopanan. Jadi sebisa mungkin Kuroko bersikap hormat padanya. Kalau mau, Kuroko tidak akan menutup bukunya jika lawan bicaranya bukan Akashi.
"Ya, kenapa?"
"Begini... kenapa tiba-tiba kau memerintahku menikahimu? Selain itu aku masih SMA,"
"Hal itu tidak penting sekarang, sekarang aku ingin kau menikahiku,"
Kuroko sekarang sweetdrop. Jawabannya sangat tegas. Pancaran matanya sangat serius. Bahkan dia sampai duduk bersimpuh di atas rumput. Kuroko menggaruk tengkuk lehernya "Begini, maafkan bila aku lancang... tapi jelas aku tidak bisa. Aku masih SMA, lagipula tidak mungkin, kan? Menikah dengan orang yang mengobrol saja tidak pernah bahkan mencintai?" tolak Kuroko dengan Bahasa sesopan-sopannya. Kuroko sedikit cemas. Mungkin setelah ini dia akan babak belur atau apa. Menolak si nona absolute di sekolah ini.
Tapi, yah, kenyataan selalu saja berbeda.
Tidak disangka gadis muda bersurai merah panjang ini berdiri tanpa ada komentar atau pukulan sama sekali. Kuroko juga heran dengan itu. Sejauh yang Kuroko lihat selama ini. Jika ada seseorang yang membangkang perintahnya, Akashi tanpa ampun akan—mengancam? Mereka dengan gunting yang seirama dengan warna rambutnya. Jika ancaman masih tak mempan. Nona muda ini akan bertindak. Itu sangat mengerikan. Sampai sekarangpun tidak ada yang berani menolaknya.
"Baiklah, aku mengerti,"
"Oh, kau mengerti, ya?" Kuroko mulai sedikit cemas. Ia memundurkan tubuhnya menjauhi sedikit dari Akashi.
"Ya, untuk saat ini kita hanya dapat bertunangan,"
"Heh? Tung... apa?"
"Kau benar, kita masih murid SMA, dan kau sama sekali belum mengenalku, jadi untuk saat ini mari kita berusaha saling mengenal dan menci—"
"Tunggu!" spontan Kuroko memotong pembicaraan Akashi.
"Kau berani sekali memotong pembicaraanku,"
"Maaf, tapi aku tidak bisa menikahimu, meskipun bertunanganpun, aku tak bisa, maafkan aku Akashi-san,"
Hening. Mata mereka saling beradu. Setelah itu Akashi memalingkan wajahnya. Memdecakkan lidahnya dan menatap kembali lelaki yang berada di bawahnya, sedang duduk tenang memegangi novel. "Kenapa kau semudah itu menolaknya?"
"Kalau ditanya kenapa? Karena aku tidak mengenalmu bahkan menyukaimu..."
"Makanya sudah kubilang—"
"Lagipula, kau seorang lady dari keluarga terpandang harusnya tidak mendekati orang biasa sepertiku, kan?" Kuroko berdiri dari tempatnya semula duduk lalu pergi meninggalkan gadis absolute sendirian di perkarangan sekolah.
Beberapa langkah setelah Akashi sudah tidak terlihat lagi, Kuroko berjongkok dengan cucuran keringat yang membahana. Tampangnya datar, tapi tangannya merinding dan badannya keringatan. Bagaimana tidak? Yang baru saja ia tolak adalah Akashi Seijurou. Meskipun memiliki emosi datar seperti itu. Kuroko tetap saja manusia yang akan takut oleh hal yang berbahaya.
.
.
.
Akhirnya jam pulang sekolah tiba. Dengan tergesa-gesa Kuroko berkemas, dan beranjak pergi dari bangkunya. Dia sangat ingin melanjutkan novel yang sedang ia baca. Karena saat istirahat siang dia sempat diganggu tuan putri yang tidak bisa dilawan. Tuan putri yang memiliki surai merah panjang yang lembut dan harum. Mata heterochromnya yang seperti dapat mengendalikan orang lain. termaksud Kuroko sendiri. Ya, jujur saja dia sempat tak berkutik saat bertatapan mata. Cowok yang menyedihkan.
Lalu di sisi lain.
Gadis dengan parasnya yang sangat cantik. Cara berjalannya yang anggun. Dan tubuhnya yang ideal itu membuat dirinya terlihat sempurna dan mencolok di antara lautan manusia ini. Lalu saat ini dia sedang berjalan sendirian tanpa pengawal apapun di tengah rakyat jelata. Akashi, bukankah itu bahaya? Untuk seorang tuan putri sepertimu? Tapi Akashi tidak berpikir begitu. Dia merasa aman berjalan sendirian seperti itu. Tidak peduli dengan lirikkan para berandal pasar di sana.
Tentu saja Akashi menyadari mata para lelaki tingkat rendah itu sedang meliriknya. Dan tidak lama ada seorang dari mereka yang nekat mendekati nona muda bersurai merah dengan maksud menggoda. Tanpa mereka sadari bahwa mereka sedang menggali lubang kubur mereka sendiri "Hei, tuan putri dari mana kau? Mau ikut bersama kami?"
Akashi masih bertampang datar menatap lawan bicaranya "Tidak, terimakasih," tolaknya tegas. Sangat tegas. Dan entah mengapa itu membuat cowok yang tidak lain adalah lawan bicara Akashi naik pitam. Dia malah semakin menggali sangat dalam liang kuburnya, dengan menarik tangan Akashi yang berharga itu.
"Ayo, ikut aku, nona!"
"Kubilang tidak, sampah,"
"Eh?"
Aura yang mengebu-ngebu. Tatapan mata yang haus akan darah. Gunting yang merah dan terasah. Mereka para berandalan memancing sisi yakuza Akashi. Wajah mereka yang tadinya menyebalkan kini kian menciut dan mengeluarkan air mata menyedihkan dan beberapa liter lendir dari hidung. Akashi berjalan maju. Mendekati orang yang barusan menariknya. Reflek si berandalan itu terjatuh. Kakinya sudah sangat lemas setelah bertatapan beberapa detik dengan monster di depannya. "Jika kubilang tidak, ya tidak, kau tak mengerti apa yang kukatakan?" Akashi mengangkat guntingnya dan—
Ckris
Ia menggunting beberapa helai rambut sampah di depannya yang sudah sedikit memutih. Setelah itu kawanannya membawa pergi orang yang terkapar lemas yang tidak lain adalah salah satu dari mereka. Akashi menghela nafas penyesalan. Ya, sedetik setelah para preman itu pergi, dia sedikit menyesali satu hal "Kenapa... tadi tidak kugores saja sedikit wajahnya, ya? Pasti cukup untuk pelampiasan," itulah yang ia sesalkan. Akashi saat ini mungkin sedang kesal. Karena hal ceroboh yang ia lakukan hari ini, harga dirinya jadi sedikit hancur. Ditolak oleh rakyat biasa itu bukanlah masalah kecil. "Padahal Cuma serangga," gumamnya sambil menatap gunting kesayangannya.
"Rupanya aku tidak perlu turun tangan," saat itulah tiba-tiba saja Kuroko muncul dan sudah berdiri tegap di samping Akashi, dengan meminum segelas minuman favoritnya. Gadis surai merah itu langsung menangkap sosok lelaki yang tingginya hampir setara dengannya "Terus... ngapain seorang tuan putri di sini?" tanya Kuroko to the point. Dengan tampangnya yang selalu datar.
"Hanya sedang mengitari tempat para rakyat biasa ini, kupikir menarik juga,"
"Heh... sruuppppppp... gluk, tanpa bodyguard?"
"Aku bisa menjaga diriku sendiri,"
"Heh... ssrruuuuppp... gluk, di luar dugaan, kau bodoh, ya?"
"Hei, bisakah kau tinggalkan minuman itu dan jangan mengataiku,"
"Hmm, kau memang bodoh... meskipun kau absolute atau apa, kau ini perempuan,"
Angin berhembus menyempurnakan panggung teater kedua orang ini. Matahari sore yang menyinari mereka seperti lampu sorot. Ekspresi wajah Kuroko yang begitu serius. Saling bertukar pandang. Baru pertama kali ini Akashi mendengar seseorang mengatakan itu dengan tulus. Baru kali ini ada seseorang yang membangkangnya. Baru kali ini ada orang yang mengatainya. Baru kali ini ada orang yang berbicara enteng dengannya. Dan baru pertama kali ini Akashi dibuat bingung oleh seseorang.
"Ng, ada apa? Kenapa kau melamun? Ada yang salah dengan wajahku?"
"Eh? Ah, tidak ada, aku akan pulang sekarang, akan kutelpon supir pribadiku,"
"Tunggu, sebelum itu... mau ikut bersamaku?"
Kuroko reflek menarik tangan Akashi. Lalu menyeretnya paksa ke sesuatu tempat.
Skip
"Jadi... kenapa kau membawaku ke majiburger?"
"Aku rasa kau lapar, apa kau tidak makan makanan cepat saji?" tanya Kuroko yang baru saja datang dengan membawa dua biji hamburger lengkap dengan minumannya, vanillashake. Padahal ia baru saja membeli minuman itu sebelumnya. Mungkin satu gelas tidaklah cukup.
"Tidak, makanan tetap makanan, tidak ada bedanya... akan kumakan," Akashi mengambil jatah hamburgernya. Setelah membuka bungkusnya ia melahapnya dengan anggun. Terlihatnya begitu, tapi caranya mengunyah makanan sama sekali tidak. Tuan putri ini terlalu cepat mengunyah hingga baru beberapa detik saja hamburger itu sudah hilang. Kuroko yang melihat itu dari dekat sangat takjub dengan kecepatan mulut Akashi. Sangat tidak disangka. Bahkan Kuroko saja kalah.
Setelah selesai dengan urusan hamburger. Akashi beralih ke vanillashake. Ia meneguknya sekali dan—
Hoowaa~
Terpancar kebahagiaan dari gadis bersurai merah ini. Kuroko tersenyum sangat tipis dan ikut meneguk minumannya "Sudah kuduga, kau pasti suka," ujar Kuroko dengan ekspresi yang sudah berganti dari senyuman tipis menjadi tawa. Jujur, Akashi sedikit terpaku melihat Kuroko saat itu. Kuroko terlihat sangat manis saat tertawa. Dan saat bertampang datar, itu sangat menyebalkan.
"Kuroko... aku ingin pergi ke sesuatu tempat setelah ini,"
Setelah selesai meneguk vanillanya, Kuroko menatap cerah ke arah Akashi. Memberikan senyuman terbaik yang ia miliki pada Akashi. Dengan tegas ia memjawab permintaan Akashi, "Baiklah,"
SKIP :v
Ngiung-ngiung
Jder! Jder!
Suaranya sangat berisik. Banyak anak muda yang berdatangan untuk bermain. Berderet mesin yang beragam jenis. Dan itu untuk dimainkan. Dan Kuroko saat ini sungguh sangat penasaran. Kenapa Akashi memintanya menemani ke game center?
"Nah, Kuroko! Ayo kita bermain sampai jarimu kapalan," perintah Akashi dengan gaya khasnya. Kuroko mengangguk dan mengikuti Akashi dari belakang.
"Akashi-san, kenapa harus game center? Dan juga langitnya sudah gelap... apa tak apa kau pulang malam?"
"Keinginanku adalah milikku... aku tidak peduli, untuk saat ini ayo kita bermain sepuasnya,"
Kuroko menghela nafas berat. Terpaksa ia menghabiskan uang jajan sebulannya yang seharusnya ia pakai untuk membeli vanilla shake selama sebulan untuk bermain di tempat ribut ini. Meskipun awalnya Kuroko ogah, ujung-ujungnya ia juga jadi keasyikan bermain bersama Akashi. Hampir seluruh permainan mereka mainkan. Tidak ada yang terlewat. Hingga pada akhirnya mereka merasa lelah dan memutuskan untuk mengakhiri bermain di dalam sana.
Setelah itu mereka pergi membeli minum dan berjalan pulang.
"Kau tidak menelpon supir pribadimu?" tanya Kuroko sambil meneguk minuman kalengnya.
"Tidak, akan lebih baik berjalan kaki,"
"Heh... gitu," akhirnya pembicaraan berakhir sampai di sana. Mereka sama-sama sibuk meneguk minuman kaleng milik mereka sendiri. Sama sibuk melangkahkan kaki menuju rumah sendiri. Tapi terkadang mata Akashi melirik ke arah sesosok lelaki di samping kirinya yang sedang membaca novel sambil berjalan. Dan entah sejak kapan novel itu sudah ada di tangannya. Lalu ia dapat membaca novel tanpa menabrak tiang atau orang lain, itu cukup mengagumkan. Beberapa lama kemudian Kuroko memulai kembali percakapan sambil membaca buku.
"Kau sepertinya cukup tertarik dengan suatu hal yang merakyat, ya?"
"Heh? Ya, karena selama ini aku tumbuh besar di lingkungan yang membosankan, jadi mungkin tak ada salahnya bermain-main di tempat para rakyat jelata berkumpul,"
"Bisakah kau tidak menjawab dengan wajah seram itu?"
Setelah itu kembali hening. Dan tidak lama Kuroko memulai kembali percakapan.
"Kau ingat kejadian tadi siang? Saat kau mela—"
Buak!
Entah mengapa Kuroko malah dipukul dengan keras hingga terjatuh terantuk dinding pagar rumah. Perhatian semua orang langsung tertuju kepada mereka berdua. Dan bergosip berbagai macam hal "Apa yang kau lakukan, Akashi-san? Ini sakit," gerutu Kuroko kesal. Novelnya jadi sedikit kotor dan lecek sekarang.
"Ah... padahal tadi aku sudah melupakannya, tapi kau malah mengingatkanku lagi tentang itu,"
"Seharusnya tidak perlu sampai mendorongku," Kuroko yang setengah berdiri itu kembali dirobohkan oleh tuan putri di depannya. Membuat kepalanya menempel kembali pada pagar batu itu "Akashi-san!"
Duak!
Salah satu kaki ramping milik Akashi menendang dinding tepat di samping pelipis Kuroko. Membuat Kuroko sedikit melebarkan matanya. Dan setelah itu kembali datar "Apa maumu Akashi-san?"
"Kau tahu? Kau sudah membangkangku saat itu,"
"Hah? Aku tidak bermaksu—"
"Kau juga memutuskan pembicaraanku,"
"Itu karena kau bicara yang an—"
"Aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan, dan kau seharusnya turuti saja perintahku tadi siang, sampah,"
"Hah?"
Akashi menurunkan kakinya. Merendahkan tubuhnya dan membuat wajah mereka sejajar. Pancaran mata Akashi sangat berbeda dibanding tadi. Kedua iris merahnya seakan memerintah Kuroko secara tidak langsung untuk tidak bergerak sama sekali. "Ini perintah, mulai saat ini kau adalah tunanganku," bisik Akashi pelan. Tapi bisikannya itu membuat bulu kuduk Kuroko berdiri sekejap. Seakan dia telah dihipnotis.
Setelah itu Akashi berdiri tegak dan menaiki mobil hitam yang tidak lain adalah mobil pribadinya. Entah sejak kapan dia menelpon dan menyuruh seseorang untuk menjemputnya. Tapi saat ini hal itu tidak penting. Yang sekarang penting adalah keadaan Kuroko.
"Setelah seenaknya memberi perintah dan pergi begitu saja..." Kuroko berdiri dari tempatnya duduk tadi. menepuk bajunya agar tersingkir dari debu. Minuman kalengnya yang masih ada setengah tumpah. Novel kesayangannya jadi lecek. Kali ini Kuroko benar-benar kesal. Belum lagi ada beberapa manusia yang bergosip sambil menatap Kuroko dengan pandangan mengejek "Heh... ternyata dia egois juga," bisik Kuroko dengan pose yang cukup membuat dirinnya terlihat keren. Dengan menaruh buku kecil itu di dekap mulutnya dan meletakkan tangannya pada saku celananya. "Hmp, tapi aku ini bukan tipe orang yang penurut, Akashi-san," setelah berbisik pada dirinya sendiri sekali lagi, Kuroko melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya melewati rute yang lebih dekat.
Ia mendongakkan kepalanya menatap langit hitam yang tak berbintang dan tak berbulan. Langit malam di kota saat ini sungguh menyebalkan. Tidak hanya ditendang hingga jatuh, ia juga seenaknya diperintah dan dipermalukan di depan public. Dan itu semua terjadi di bawah langit yang sama dan kota yang sama. Bagi Kuroko hal ini sangat menyebalkan. Saking menyebalkannya, sampai membuat sisi gelap Kuroko muncul.
.
.
.
.
TBC
