"Kurasa kau harus tahu sesuatu."

Uzumaki Naruto menoleh memandang Uchiha Sasuke yang duduk di sampingnya, di bawah pohon maple di halaman belakang sekolah yang sepi.

Sasuke balas menatap Naruto, melihat ekspresi penuh tanya pada wajah tan itu, dan tanpa peringatan apapun, ia mendaratkan bibirnya di bibir Naruto.

Naruto hanya bisa mengerjap.


Sudah tiga tahun berlalu sejak itu. Saat ini, baik Sasuke maupun Naruto sudah menjadi mahasiswa di Universitas Konoha. Tahun pertama.

"Kau kelihatan tidak sehat," gumam Sasuke sambil mengunyah salad-nya yang ekstra tomat.

Naruto mendudukkan diri di bangku kantin di hadapan Sasuke dengan tampang lesu dan langsung mengeluh panjang. "Ternyata kuliah tidak seindah apa yang kubayangkan waktu SMA dulu."

Sasuke tidak mengomentari, masih menekuni makanannya. Diamnya Sasuke seakan menjadi tanda bagi Naruto untuk mengeluarkan suara keluhan panjang lagi. "Dan bagaimana kau bisa makan siang dengan tenang? Kau tidak ada keluhan apa?"

Sasuke hanya mendengus geli dan berujar, "Dobe."

Mendengar ucapan Sasuke, Naruto lantas mencibir dan membalas mengatainya, "Teme," dengan kesal, kemudian langsung berteriak kepada bapak-bapak yang menjual ramen untuk membuatkan satu porsi untuknya.

"Yosh! Setelah makan siang ini, ajari aku dasar-dasar ilmu budaya itu, Teme!"

Sasuke hanya menggumamkan "hn"-nya yang legendaris dan melanjutkan makan dengan tenang, kembali mendengarkan keluhan Naruto yang dimulai lagi sambil ia menunggu ramen-nya diantar.

Sasuke dan Naruto sudah berteman sejak kelas satu SMP. Awal pertemuan mereka memang tidak bisa dibilang pertemuan yang baik (kalau iya baik, bagaimana bisa mereka saling memanggil dengan 'teme' dan 'dobe'), namun entah bagaimana mereka bisa jadi sangat akrab hingga kuliah. Mungkin karena mereka selalu duduk bersebelahan sejak SMP. Atau mungkin karena hal lain. Tapi yang jelas, di antara mereka berdua nyaris tidak ada persamaan kecuali selalu bersekolah di sekolah yang sama, berada di kelas yang sama, sekarang berada di departemen yang sama di universitas, dan sama-sama pria. Selain itu, mereka bagaikan surga dan neraka.

Dalam orientasi seksual pun, mereka berbeda. Naruto adalah penganut garis lurus, sementara Sasuke tidak. Bahkan sejujurnya, Sasuke menyukai Naruto. Ya, menyukai yang itu. Sejak mereka pertama kali bertemu waktu SMP.

Dan Sasuke tidak menutupinya. Di tahun pertama mereka di SMA, Sasuke sudah pernah mengatakan pada Naruto kalau ia menyukainya. Ia bahkan sudah sempat mencuri ciuman dari Naruto saat itu (sampai sekarang ia masih berharap kalau itu bukan ciuman pertama Naruto karena ia akan merasa sangat bersalah jika memang benar begitu, tapi ia tak berani memastikan). Namun Sasuke sama sekali tidak meminta jawaban dari Naruto atas perasaannya.

Sasuke hanya ingin mengutarakannya dan ia tahu Naruto tidak sepertinya. Ia sudah cukup senang Naruto masih mau berteman dengannya. Meskipun perasaannya tidak pernah pudar sedikitpun.

Pletak! Pletak!

Terdengar suara sesuatu menghantam meja, membuat perhatian Naruto teralih dari ramen kesayangannya. Mata birunya mengamati beberapa butir kacang yang menggelinding pelan di atas meja. Ia mendongak, hendak bertanya pada Sasuke, tapi lawan bicaranya sedang memandang ke arah lain. Atau mungkin lebih tepat disebut, menyorotkan tatapan mematikan ke arah lain.

Naruto mengikuti arah pandang Sasuke, dan melihat tiga orang pemuda di meja lain sedang berbisik-bisik sambil memandang Sasuke, dan kemudian satu di antara mereka melempar kacang ke arah Sasuke.

Sasuke hendak bangkit berdiri, tapi Naruto mencekal tangannya. "Diamkan saja dulu," desisnya, "tunggu aku selesai makan dan kita hajar sama-sama." Seringai lebar menghiasi wajah Naruto. "Bagus, ini akan jadi pertama kalinya kita menghajar orang di kampus. Patut dirayakan," tambahnya.

Sasuke hanya menggeleng geli, tapi menuruti Naruto.

Sasuke benar-benar terbuka mengenai orientasinya. Ia tidak merasa perlu menyembunyikannya. Dan karena itu, resiko yang harus ditanggungnya adalah bullying.

Seperti adegan pelemparan kacang barusan. Ia sudah biasa menghadapi hal seperti itu sejak SMA. Pada awalnya ia memang murka diperlakukan seperti itu, tapi saat itu, Naruto membelanya. Dan sejak saat itu pula mereka berdua jadi punya kebiasaan untuk menghajar orang-orang berpikiran sempit dan menganggap hal itu sebagai 'bersenang-senang'.

"Aku tahu yang pakai hoodie itu," ujar Naruto disela-sela mengunyah ramen. "Tadi dia ada di kelasku."

Sasuke menelan suapan terakhir makanannya dan menyandarkan dirinya di punggung kursi, mengamati orang yang Naruto maksud. Pemuda itu mendelik ketika Sasuke bertemu pandang dengannya, dan langsung membuang muka. Sasuke masih bergeming. Ia selalu terang-terangan dalam mengamati orang, terutama pria. Ia punya harga diri yang tinggi yang mungkin tidak akan kalah oleh siapapun, dan ia merasa tak perlu repot-repot menutupi kalau ia mengamati seseorang.

"Ngomong-ngomong," ucap Naruto lagi, "Kayaknya beberapa hari lalu kau ke kampus di antar cowok bermobil. Pacar barumu?"

"Sudah bukan lagi," jawab Sasuke tanpa memandang Naruto.

Naruto menyemburkan kuah ramen-nya, membuat Sasuke berjengit tak senang.

"Kau!" serunya tak percaya, setelah menyeka sisa kuah ramen di mulutnya. "Itu sudah pacar keberapamu dalam sebulan ini, hah?"

Sasuke menghela napas, akhirnya berhenti mengamati pemuda ber-hoodie. "Kukira kita sudah pernah membicarakan ini bulan lalu. Lalu sebulan sebelumnya, dan sebulan sebelumnya lagi…."

Naruto memelototi Sasuke. "Tidak, aku tidak akan pernah berhenti membahasnya," sergahnya. "Kau harus berkomitmen, Teme. Lagipula, darimana sih kau dapat cowok-cowok itu? Kayaknya di dunia ini lebih banyak yang mem-bully-mu, tapi kau selalu punya pacar baru tiap akhir pekan."

"Yah, benci dan cinta kan beda tipis, Dobe."

Naruto terbahak. "Pantas saja," kekehnya. "Dan kenapa sih kau susah sekali berkomitmen? Temukan satu cowok yang kau suka, dan terus menempel padanya sampai…."

Naruto membiarkan kalimatnya menggantung dan berdehem salah tingkah karena ketika Naruto mengucapkan hal itu, Sasuke memilih untuk memandangnya lekat-lekat.

Naruto tahu. Sasuke sudah menemukan orang yang dia suka dan ia sudah terus menempel pada orang itu. Tapi sayangnya, orang yang dimaksud memandang Sasuke dengan cara yang berbeda sehingga Sasuke tidak memiliki pilihan lain selain terus menjalin hubungan tanpa komitmen.

Merasa tak enak karena sudah membuat Naruto salah tingkah, Sasuke buka mulut, "Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak menunggumu. Cara seseorang mencari orang yang tepat untuknya kan berbeda-beda. Inilah caraku, Dobe."

Naruto memutar bola matanya. "Terserah kau deh. Yang penting jangan lupa gunakan pengaman."

Sasuke mengangkat sebelah alisnya, tak percaya dengan apa yang baru saja Naruto ucapkan, membuat pemuda pirang itu terbahak. "Aku sudah selesai makan nih," ujarnya bersemangat, sangat bertolak belakang dengan kondisinya saat pertama kali mendudukkan diri di hadapan Sasuke seusai kuliah tadi. "Kurasa bagus sedikit melemaskan otot setelah makan," tambahnya, mengerling tiga pemuda yang masih duduk dan berbisik-bisik sambil memandang Sasuke benci.

Sasuke mengangguk dan mengikuti Naruto menghampiri tiga pemuda itu. Namun pikirannya masih berada pada percakapannya dengan Naruto barusan. Sampai kapan ia akan terus menunggu harapan kosongnya terkabul?


Kurang lebih, kehidupan mereka berdua hanya seperti itu. Kuliah, bertengkar kecil satu sama lain, menghajar orang yang berpikiran sempit (sampai pada akhirnya mereka mencapai situasi di mana tampaknya semua orang di kampus tidak mempermasalahkan orientasi Sasuke, karena selain yang bersangkutan adalah pemuda tampan yang luar biasa pintar, ia juga jago menghajar orang berdua Naruto), Sasuke yang terus mengencani pria baru tiap akhir pekan, dan Naruto yang belum juga punya pasangan.

Ketika mereka sudah menjadi mahasiswa tahun kedua, mau tak mau hal terakhir itu mengusik Sasuke juga. Hingga akhirnya, ketika mereka sedang bermain game console berdua di apartemen Sasuke, Sasuke angkat bicara.

"Kau terus menerus memberi isyarat agar aku tidak menunggumu. Tapi ketika aku gonta-ganti pacar terus-terusan, kau malah tidak punya pacar sama sekali. Siapa yang tidak bisa move on, hn?"

Naruto mengumpat keras ketika salah satu pemain Sasuke di layar melakukan intercept pada pass yang pemain Naruto lemparkan. "Kau sendiri yang bilang tiap orang punya cara berbeda-beda untuk menemukan orang yang tepat untuknya," kilahnya.

Sasuke berdecak. "Kapan terakhir kali kau pacaran? Empat tahun lalu kalau aku tidak salah ingat. Dengan siswi kelas sebelah itu di SMA. Siapa namanya?"

"Hentikan, Teme, berhenti melakukan shack pada quarterback-ku! Eh, dia, Hyuuga. Hyuuga Hinata."

"Harusnya kau melakukan pass sebelum di-shack. Kau benar-benar tidak ada minat pacaran? Apa perlu kutemani gokon*?"

Sekali lagi, Naruto mengumpat keras. Permainan sudah berakhir dan timnya kalah. Ia mencampakkan controller-nya dan merebahkan diri di lantai kamar Sasuke. "Aku tidak mau mengencani wanita yang tidak bisa menerima orientasimu."

Pernyataan Naruto yang tiba-tiba dan terdengar sangat serius membuat Sasuke tertegun selama beberapa saat, menahan diri untuk tidak mencium Naruto saat itu juga. Alih-alih, Sasuke menatap layar televisinya yang masih menayangkan tayangan ulang permainannya tadi dengan Naruto dengan tatapan kosong. "Kalau begitu, kau tidak akan dapat pacar sampai akhir hayat."


Namun ternyata, seorang Uchiha Sasuke juga bisa salah.

Beberapa minggu setelahnya, ketika Sasuke sedang duduk bersandar pada pohon maple sambil membaca, Naruto datang menghampirinya dengan senyum lebar. Senyuman yang selalu mengingatkan Sasuke tentang kenapa ia lebih memilih menunggu begitu lama.

Naruto menghempaskan dirinya di sebelah Sasuke dan mengambil paksa buku di pangkuan Sasuke. Cengirannya masih ada di wajahnya.

Sasuke hanya memberinya tatapan datar, dan ucapan Naruto setelahnya membuat hatinya mencelos.

"Kau harus bertemu Haruno. Haruno Sakura."

-tbc-

Disclaimer: Masashi Kishimoto

*gokon: kencan buta

Long time no see! (ditampol) Buat yang menanyakan Hana to Yume, saya akan update cerita itu ketika pernikahan sesama jenis sudah dilegalkan di semua negara di seluruh dunia tanpa terkecuali. What's wrong with loving another human being?

Chapter 2 publish pada 5 Januari 2014.