Disclaimer : I don't own Naruto

Attention :OOC, gaje, typo everywhere (?)

Prolog

Mine & Yours

Hinata baru benar-benar mengerti bahwa dirinya harus mengabdikan seluruh hidupnya kepada tuannya pada saat Ayahnya meninggal dunia. Ibunya sendiri sudah meninggal sejak melahirkan Hinata. Dan Ayah selalu berkata bahwa Ibu tidak pernah menyesal melahirkan dirinya,dan dengan senyum terakhirnya, -yang Ayah selalu katakan mirip sekali dengan senyum ku- Ibu menghembuskan nafas terakhirnya.

Sejak saat itulah, Ayah mengambil alih peran Ibu dan mulai merawat ku dengan segala cinta yang dimilikinya. Ia selalu berkata "Hinata, kamu adalah one in a million. Kamu itu terpilih. Dan pada saat dia datang nanti, kamu harus mengabdikan seluruh hidupmu untuknya. Dan jangan pernah menghianatinya."

Selama ini ia hanya mengira Ayah sedang mendongeng, bedanya di sini mungkin ia yang menjadi pangerannya. Kenapa? Karena bukankah seorang pangeran mengabdikan seluruh hidupnya demi putrinya? Jadi ia hanya mengiyakan saja. Hingga akhirnya ia baru mengerti arti kalimat itu sehari setelah Ayahnya meninggal. Tepatnya ketika ia berumur lima tahun.

Dan inilah kebenarannya. Sejak dulu, keluarga Hyuuga selalu mengabdikan diri seutuhnya untuk menjadi tameng dan perisai keluarga Uzumaki. Yours, itulah panggilan keturunan Hyuuga kepada keturunan Uzumaki. Sebuah tanda bahwa keluarga Uzumaki memiliki hak sepenuhnya atas keluarga Hyuuga. Sebaliknya dengan Mine, itulah panggilan keturunan Uzumaki kepada keturunan Hyuuga.

Hinata merasa semua ini konyol. Ia memang selalu merasa aneh. Maksudnya,ia selalu merasa bahwa rumah ini aneh. Karena rumah ini sungguh besar -atau bisa dikatakan benar-benar besar- dan anehnya hanya ada beberapa orang saja yang mengurusnya. Salah satu tukang masak yang ia kenal dengan baik adalah Bibi Chiyo.

Selama ini Ayah juga selalu melarang Hinata untuk keluar dari rumah, karena semua hal yang ada di luar ada di rumah ini. Makanan,mainan,ranjang yang empuk. Semuanya ada! Namun Ayah juga selalu mengatakan, bahwa semua yang ada di dalam rumah ini bukanlah miliknya, melainkan milik tuannya. Minato.

Ayah sendiri mengatakan,bahwa kelak Hinatalah yang akan menggantikan tugas Ayahnya. Pantas saja sejak kecil Ayahnya sudah melatih ilmu bela diri kepadanya, yang anehnya dapat dilahapnya dengan cepat. Gadis itu bahkan sudah dapat mematahkan atap genteng dengan sekali ayun saja.

"Kau sungguh hebat, Hinata."ucap Ayahnya bangga. Mungkin, senyuman dibibir dan elusan lembut di rambutnya itulah alasan mengapa dirinya terus berlatih dengan giat. Dengan harapan untuk melindungi Ayahnya kelak, di saat ia sudah dewasa nanti.

Tapi sekarang,setelah Ayahnya meninggal karena serangan jantung, siapa lagi yang harus Hinata lindungi?

"Ayah, maafkan Hinata." isaknya pelan. Hinata sudah gagal melindungi Ayahnya. Ia sudah gagal melindungi orang yang dicintainya. Bahkan Ibunya pun meninggal demi dirinya. Hinata sungguh merasa tak berguna.

Bibi Chiyo,yang diam-diam menatap Hinata dari balik punggungnya, merasa tidak tahan lagi. Hinata anak yang baik, dan ia sendiri merasa ikut sedih saat harus melihat anak itu menangis. Jadi dipeluknya pundak kecil itu, dan dielusnya kepalanya. Dirasakannya tubuh kecil itu sedikit bergetar. "Hinata, jangan menangis sayang.. Bibi yakin, Ayah dan Ibu tidak akan bahagia kalau melihat Hinata menangis."

Tapi gadis kecil itu menangis. "Kenapa, Bi? Kenapa? Ayah orang yang baik. Hinata sayang Ayah. Kenapa Hinata harus kehilangan Ayah? Hinata tidak punya siapa-siapa lagi, Bi.." tangisnya pedih.

Bibi Chiyo terdiam. "Bukankah biasanya orang baik di panggil lebih dulu? Justru karena Ayah orang yang baik, ia yang lebih dulu di panggil oleh yang di atas. Percayakah Hinata? Mungkin Ayah dan Ibu sudah bahagia di sana. Dan tidakkah mereka juga ingin melihat Hinata bahagia? Masih ada Bibi, walau mungkin takkan bisa menggantikan keduanya. Bibi akan menjaga Hinata."

Hening sesaat. Sedetik kemudian ia merasakan pelukannya diuraikan. Hinata sudah menatapnya, dan dengan tangan kecilnya, gadis itu menghapus kedua air matanya. "Terimakasih Bibi Chiyo." ucapnya.

Bibi Chiyo tersenyum, ia kemudian menepuk-nepukkan tangannya di punggung Hinata.

Ting Tong!

Hinata mengernyitkan alisnya. Seumur hidupnya, baru kali ini ia mendengar suara bel di rumahnya. Ia menatap Bibi Chiyo bingung. Sedangkan Bibi Chiyo sendiri mematung di tempatnya.

"Bel itu.. Jangan-jangan!" seru Bibi Chiyo yang langsung berdiri dan bergegas membukakan pintu. Hinata yang masih bingung akhirnya memutuskan untuk mengintip dari balik tubuh Bibi Chiyo. Siapapun dia, jika ia berniat jahat kepada Bibi, Hinata sudah pasti akan mematahkan tangannya. Ia akan melindungi Bibi Chiyo.

Setelah membuka pintu dan melihat siapa yang berdiri di hadapannya, Bibi Chiyo seketika membeku. Wanita tua itu kemudian menundukkan kepalannya di lantai, dan meletakkan kedua tangannya di depan kepalanya. "Selamat datang,tuan.."

Melihat Bibi Chiyo bersujud,Hinata kemudian mendongak. Penasaran dengan siapa yang baru saja membuat Bibi melakukan hal itu. Dan apakah orang itu bermaksud jahat kepada Bibinya atau tidak.

Sedetik,gadis kecil itu terkesiap. Untuk pertama kali di dalam hidupnya, baru kali ini ia melihat dua orang dengan mata berwarna biru muda yang begitu indah. Sangat indah

Yang satu terlihat seumuran dengan Ayahnya, dan yang lebih kecil terlihat seumuran dengan dirinya. Bedanya yang terlihat seumuran Ayahnya itu tersenyum menatapnya,sedangkan yang lebih kecil -mungkinkah itu anaknya?- terlihat menundukkan kepalanya.

Saat wajah lelaki kecil itu terangkat, Hinata dapat melihat tatapan dingin di dalam kedua matanya. Sedetik mereka bertatapan, Hinata merasa dadanya berdegup kencang.

"Hinata, kamu harus mengabdikan hidupmu kepada tuanmu. Dan jangan pernah menghianatinya.." Tanpa sadar ucapan Ayah terngiang di pikirannya.

Jangan-jangan..!

To be continue..

Hyaooo :'3

Maafkan baru bikin prolog. Hehehe.. Gimana? Mind to RnR? Arigatoo..