Seorang laki-laki muda terlihat kebingungan setelah ia keluar dari pesawat yang sebelumnya terbang di udara selama 2 jam, membawanya dari kampung halaman menuju kota besar yang terkenal dengan laut birunya, Busan. Pemuda tersebut melirik kesana kemari, untuk mencari secarik kertas yang namanya tertulis disana, namun matanya yang bulat tak melihat satupun dari sekian banyak orang yang menunggu di bandara. Ia akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu bangku yang jaraknya tak jauh dari tempatnya berdiri, ia membuka resleting tas ranselnya dan mencari sebuah benda berbentuk persegi miliknya setelah itu bergeming dengan benda tersebut, yang tak lain ponsel pintarnya, untuk mencari nomor ponsel ibunya lalu menghubunginya. Namun ia kalah cepat dengan panggilan masuk dari ibunya, ia segera menggeser tombol dial.
"Dowoon-a kau sudah sampai?" sergap ibunya tanpa salam.
Namun pemuda yang bernama Dowoon itu tak berkomentar sedikitpun, karena ia tak bergitu peduli soal basa-basi, sama seperti sifat ayahnya yang selalu bicara to the point saja. "Ya, Omma. Tapi supir yang menjemputku belum datang" mata Doowoon masih keluyuran menengok ke segala penjuru arah untuk mencari orang yang dituju tanpa mengurangi konsentrasinya untuk mendengar respon dan saran dari Ommanya.
"Anakku, sebenarnya supir yang kau maksud itu tidak bisa datang." Dowoon langsung menghentikan aktivitasnya "Maaf ibu baru memberitahumu sekarang, pesan masuknya baru muncul di ponsel ibu pada saat kau masuk ke pesawat. Sementara ponselmu ibu matikan ketika packing barang-barang. Jadi ibu tak bisa berbuat apa-apa kecuali meminta bantuan bibi Kang untuk..."
"Tidak usah Omma, aku saja yang kesana" Dowoon cepat-cepat menyela, matanya melebar sempurna ketika temponya tepat saat mengucapkan kalimat.
Dan ibunya menyetujui pendapat anaknya tanpa syarat. "Ya sudah kalau begitu, ibu akan kirimkan alamatnya."
Memang bisa dibilang sedari dulu ibu Dowoon paling pengertian , tapi sikapnya tidak berlebihan ataupun keterlaluan dalam mengekang anaknya untuk bermain setelah mengetahui sifat Dowoon yang lincah, agresif dan ceria. Ia malah senang ketika anaknya yang sangat aktif itu mengalahkan segala tantangan yang memicu adrenalin ketimang melihat anaknya sedih karena tidak diperbolehkan merasakan dan beradaptasi dengan alam ataupun lingkungan sekitarnya. Mrs. Yoon ini, sangat mempercayai dan menyayangi anak satu-satunya, jadi tak ada alasan lagi bagi dirinya untuk meragukan permintaan anak semata wayangnya yang kini tengah berlibur di kota tempat ia dulu tinggal dan di besarkan.
Setelah telepon dari ibunya terputus, Dowoon membuka salah satu aplikasi di ponselnya, jari-jarinya yang cekatan bergerak lihai di atas layar yang menyala, bintik merah yang ada di peta menunjukkan keberadaannya. Dowoon yang 3 hari sebelumnya telah mencari beberapa lokasi yang indah untuk pariwisata dan berfoto ria, tersenyum manis ketika kakinya hendak melangkah menuju ke pantai biru dengan langit cerah dan matahari yang muncul malu-malu namun senantiasa menemaninya pagi itu.
Burung-burung berkicau, Dowoon telah mengabadikan moment di beberapa spot yang menurutnya bagus, keringat membasahi seluruh tubuhnya, kulitnya yang langsat mulai memerah akibat terkena pantulan sinar. Karena terlalu lama berada di keramaian yang menyesakkan, Dowoon memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran. Namun pemandangan cantik di salah satu cafe terdekat yang ia lewati dan datangi secara perlahan menyapu semua rasa lelahnya, oleh karena itu ia membatalkan niat awal mendatangi restoran dengan harga makanan yang bisa dibilang fantastis dan beralih masuk ke dalam tempat yang lebih sederhana. Pikirnya sepertinya lebih menyenangkan dan nyaman untuk dikunjungi. Bersantai di dalamnya, membeli beberapa permen jelly, lalu berjalan-jalan sebentar sambil menjilati es krim coklat kesukaannya. Jam menunjukan pukul 04.30PM, Dowoon merasa gelisah karena tak ada satu pun pesan masuk dari ibunya, sekarang ia merasa tak tau arah, uang sakunya mulai menipis setelah pergi ke taman bermain, sementara dirinya belum sampai tujuan.
Dowoon mengerucutkan bibirnya, ia telah menelepon Omma-nya berkali-kali, namun tak diangkat. Ini adalah yang ke 20 kalinya ia memencet nomor Ommanya, ia mendengus tak karuan, merasa sudah tak sabar ingin membanting ponsel layar sentuhnya yang sedari tadi ia gunakan. Nut... nut... nut... Dowoon memejamkan matanya, menunggu jawaban dari sang Omma yang berada di luar jangkauan. Dowoon menetralisir fikirannya dengan susu kotak rasa pisang yang sudah ada di genggamannya dan sedang disedotnya.
"Dowoon-a!" Dowoon langsung memelototkan matanya dan menyingkirkan susu kotak yang isinya sudah kosong ke dalam tong sampah. "Maaf, tadi ibu menghadiri rapat, jadi terpaksa ponselnya ibu pasang mode silent."
"Omma, mengapa kau tidak mengirimiku alamat rumah bibi Kang?" Dowoon merengek kesal.
"Ah, ibu tidak ada waktu untuk memberitahumu setelah mendengar kabar dari bibi Kang yang ibu telepon sebelum pertemuan. Ibu juga agak terkejut ternyata bibi-mu itu sudah pindah ke Seoul 2 tahun yang lalu"
"Apa?" Dowoon menganga "Ibu aku tidak punya cukup uang untuk kesana menggunakan kereta" lalu mengacak rambutnya frustasi sambil memegangi kepalanya yang mulai pusing.
"Sudah ibu kira, kau pasti menghaburkan uangmu untuk bersenang-senang bukan. Oleh karena itu, tak ada pilihan lain lagi, kau harus ke apartemen Young-hyun. Jangan naik taksi, ibu takut tagihannya meledak, jadi lebih baik naik bus saja, supaya sisa uangmu itu cukup untuk membayar ongkos kesana." Di balik suara ibunya, tanpa diketahui Dowoon ternyata bibi Kang ada di samping ibunya, mencuri pembicaraan sambil ketawa cekikikan.
Dowoon menggaruk tengkuknya tidak mengerti, ia mengernyit bingung dengan penuturan sang ibu yang terkadang menggodanya dan mengerjai anaknya sendiri "Maksud, ibu?."
"Ibu tidak akan ingkar janji lagi. Jaga dirimu baik-baik disana Dowoon-a dan jangan lupakan Oppa-mu" nut-nut-nut, panggilan dari ibunya berakhir begitu saja. Tak perlu menunggu lama, ponsel Dowoon bergetar, ia menekan ikon berbentuk surat dan membaca 1 pesan dari ibunya dengan seksama.
Sekarang Dowoon telah berada ditempat yang dimaksudkan ibunya untuk didatangi, selanjutnya yang ia lakukan adalah mengecek nomor apartemennya dan menekan tombol bell-nya. Dowoon menghentakan kakinya secara berirama, menunggu si pemilik membukakan pintu, entah apa yang merasuki dirinya, rasa penasaran mulai menghantui, dan tiba-tiba saja terlintas dibenaknya untuk mengintip dari celah kecil di bawah knop pintu. Dowoon sempat fokus ke lubang kunci untuk beberapa detik, yang membuatnya lupa tentang kesopanan, lalu seketika fikiran-nya buyar, pintu yang ada didepannya terbuka, ia tercengang. "Ups#" Dowoon berkata lirih, seakan terperanjat dalam lubang sempit ia tak dapat keluar dari kesalahan yang menjerumuskannya.
"HUAH, Who neoneun?" Dowoon mengadahkan kepalanya lalu menegakkan badannya, salah satu pria di depannya yang berpenampilan kasual dengan kemeja garis-garis menambah kesan friendly (Sungjin) dan disampingnya, pria kedua yang mengenakan jas bunga-bunga dengan aksen kacamata bundar yang dipakai di matanya yang kecil dan sipit (Jae).
Dowoon membungkuk hormat "Anyeonghaseo, Yoon Dowoon imnida"
"Wae geurae, cepatlah keluar aku mau tidur" terdengar suara familiar dari dalam ruangan, dan orang itu menendang dua orang yang menghalangi jalannya, sementara Dowoon, ia bergeser ke pinggir agar tak ikut terjatuh dan ambruk menyentuh lantai kasar. Pada saat pintu ingin ditutup kembali, Dowoon langsung menyelinap masuk dan orang asing yang di hadapannya terkejut.
"OPPA!" panggil Dowoon dengan mata berbinar sedangkan dua orang yang berada di luar ruangan langsung membelalakan matanya tidak percaya dan segera menghambur ingin masuk namun percuma saja setelah laki-laki bernama Younghyun itu telah mengunci dari dalam setelah Dowoon mengatakan hal yang tidak wajar kepada seorang laki-laki yang lebih tua darinya. Dua orang tadi yang menabrak pintu meringis kesakitan, kepalanya benjol.
Younghyun langsung membungkam mulut Dowoon dan sialnya itu malah mengganggu sistem pernafasan Dowoon karena menutupi hidung. Yang tejadi selanjutnya adalah Dowoon tidak sadarkan diri karena kekurangan oksigen di dalam paru-parunya. 'Eh, eh, eh dia pingsan' Yonghyun mulai kelabakan "Hya, gwaenchana?" Younghyun memelankan suaranya agar tidak ketahuan orang lain, lalu menggoyang-goyangkan tubuh Dowoon tapi tidak ada reaksi, jadi dengan sungkan Younghyun kerepotan membopong Dowoon ke sofa.
Younghyun langsung menggebrak pintu rumahnya, Jae dan Sungjin yang berdiri papasan dengan pintu terbentur keras untuk kedua kalinya, mungkin keadaan kepalanya sudah kandas sekarang. "Apa kalian punya minyak angin atau kaos kaki bau?" tanya Younghyun gelagapan. Sungjin mengelus-elus puncak kepalanya ringan, sedangkan Jae ia punya ide liar buat Younghyun yang tak terbayangkan dan langsung diangguki sepihak. Kedua kakak beradik ini langsung menyeret Younghyun masuk ke dalam apartemen. "Apakah cara ini akan berhasil?" Younghyun meragukan pendapat Jae.
"Aku yakin 100% ia pasti terbangun. Kau tau kan dongeng Putri Tidur dan Putri Salju, hanya dengan sebuah ciuman dari seorang pangeran berhasil membuat mereka..." Jae berkata penuh keyakinan tapi terpotong begitu saja.
"Nde, aku sangat setuju dengan pendapat Hyung" jawab Sungjin semangat sambil mengangkat kepalan tangannya di udara. Krik,krik,krik suara jangkrik menggema ruangan, "Eh?" Sungjin dapat death glare dari kakaknya yang imut.
"Akan kucoba, lihat baik-baik Park" Younghyun perlahan turun mendekati bibir Dowoon yang masak. Belum saja Younghyun mendarat, sesuatu yang kenyal berwarna kemerahan telah berhasil mencuri kesempatannya. Chu...?
TBC
-From SunAeBi-
Gimana? Bagus g ffnya, Ue lagi tergila-gila ma Day6 jadi gini, muncul baru yang lama dilupain (i^i). Sorry banget ff yang sebelumnya belum dapet feel.
Oh ya sekalian update nih ff kocak, Ue mau publish ff dengan tema serius, yang mainnya Changkyun sama Shownu, kalo ada waktu luang mampir buat komen ya reader.
Makasih buat yang nge-like, kemarin cuman dapet 1, sekarang berapa ya? Hehe berharap banyak.
