Give review, guys! So, I like this pairing and I feel like doing a friendship one. So this is what I came up with. Don't judge tho.
Aku berjalan menuju pintu keluar sekolah, mengitari beberapa koridor yang mulai gelap. Aku berada di sekolah untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang memang harus dikerjakan, dan sekarang sudah sore. Jade harus mengerjakan sesuatu dan meninggalkanku sendirian, sesuatu yang sedikit menganggu, semenjak ia selalu mengikutiku kemanapun aku berada. Sulit diakui, tapi aku sudah merindukannya.
Sesuatu menangkap mataku, sebuah sosok dengan rambut merah menyala. Cat Valentine sedang duduk di salah satu tangga, matanya menatap kedua tangan yang berada di pangkuannya. Dan aku menyadari sesuatu. Dia sedang menangis.
Pemandangan itu sangat sungguh mengejutkanku, aku hampir menjatuhkan gelas kopi yang sedang aku pegang.
Dude. Kalau Cat menangis, sesuatu pasti benar-benar terjadi.
Aku terdiam disana selama beberapa lama. Tangisannya pelan dan terdengar seperti sungguh tersakiti.
"Beck, aku tahu kau ada disitu." Cat tiba-tiba berkata, kini hampir membuatku kehilangan keseimbangan dan membuatku terjatuh.
Pelan-pelan aku berdiri lagi dan menghampirinya, dan tersenyum seperti tidak ada yang terjadi. Tapi aku khawatir, aku khawatir akan Cat, karena senyuman dan muka cerianya sudah tidak terpampang lagi.
Aku duduk di sampingnya, dan aku bisa melihat Cat diam-diam menyeka air matanya. Aku terdiam beberapa saat, tak yakin harus berkata apa.
Tapi ia bicara duluan, "Beck?"
"Ya?" aku menjawab terlalu cepat.
"Apa yang akan kamu lakukan jika tembok-tembok di hidupmu, yang sudah susah payah kamu pertahankan, tiba-tiba runtuh begitu saja?"
Aku menengok untuk melihat mukanya. Mata bulatnya yang berwarna cokelat masih sama, kepolosan masih ada disana, tapi kebahagiaan sudah terlepas entah dimana.
"Kenapa kau bertanya begitu?" aku menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan.
"Karena aku merasa seperti itu." Suaranya mengisak saat ia mengucapkan kata terakhir. Ia mengusap air mata yang jatuh di pipinya.
Damn it, Beck.
"Apa yang terjadi, Cat?" aku bertanya lagi, hanya ingin memastikan, walaupun aku sungguh tahu jawabannya.
Cat tidak menjawab.
"What's wrong?"aku kembali mendesaknya.
"Semuanya." Cat kembali menangis, dan aku menatapnya, ingin membaca perasannya, dan aku tidak dapat apa-apa.
"Cat."
"Ya?"
"Apa kau baik-baik saja?"
Pertanyaan bodoh, Beck.
"Aku—aku enggak tahu."
"Apa kamu mau pulang?"
"Aku—aku enggak tahu."
"Apa kamu butuh aku disini?"
Suaranya berubah menjadi isakan lagi, "I—iya."
"Sshhh."tanpa kusadari, tanganku sudah berada di sekelilingnya, merengkuhnya sedemikian rupa, menyakinkan dirinya bahwa aku ada disini.
Dia menangis lagi, dan aku pun bertanya, "Apa kau akan memberitahuku apa yang terjadi?"
Aku merasakan ia mengangguk, "Kalau aku sudah siap."
"Aku ada disini jika kau mau cerita."kataku. "Aku akan selalu ada disini."
Cat tersenyum, membuat kedua sudut di bibirku menaik juga.
"Apa kau baik-baik saja sekarang?"aku bertanya sekali lagi.
Ada keheningan sementara, ia pun menjawab beberapa saat kemudian, "Untuk saat ini, aku baik-baik saja."
Dan aku pun percaya.
