Disclaimer: Not me.. It`s Masashi Kishimoto.
Aya Harukawa back.. :)
Pair: Temari
Genre: Romance/Family
Rating: K+
Warning : OOC, AU, gaje.. apalah terserah.. hancur.
Nah, daripada makin ngelantur. Just read it and don't forget to review. Ok?
Happy read.. :)
Something that I Want To Do
"Jangan bercanda!"
Tou-san membentakku dan membanting semua benda yang ada di hadapannya. Tampak jelas dia sedang marah besar padaku. Aku hanya dapat menunduk sambil mendengar kata-kata pedas dari mulutnya.
Prank!
Satu barang lagi pecah. Kini ruangan itu benar-benar persis kapal pecah bedanya adalah ini kamar pecah. Aku memberanikan diri melihat sekeliling. Barang-barang hampir semua sudah pecah dibanting oleh ayah. Terkadang aku heran dengan kelakuan Tou-san. Jika sedang marah dia membanting barang-barang yang ada dihadapannya dan kemudian harus membeli lagi barang-barang yang telah pecah. Sungguh suatu pemborosan, pikirku.
"Temari! Kau dengar aku?"
"Ya, Tou-san," jawabku sekenanya.
Tou-san menatapku. Kemarahannya semakin menjadi-jadi Wajahnya sampai memerah. Aku hanya menghela napas melihatnya.
"Keluar!"
Tou-san mengusirku. Aku lagi-lagi hanya menghela napas dan menuruti perkataanya. Setidaknya telingaku dapat beristirahat jika keluar dari kamar Tou-san. Sudah cukup satu harian aku dimarahi. Kali ini malah sampai malam.
"Bisa tidak, untuk sekali saja kau menuruti perkataan Tou-san?" tanya Kankurou padaku.
Sepertinya aku salah. Telingaku belum dapat beristirahat sekarang. Belum.
"Hei, Temari kau tuli?" Kankurou bertanya lagi. Jelas sekali bahwa ini adalah sebuah kalimat intimidasi.
Aku memutar bola mata. "Haah.. Aku bahkan baru dua langkah berjalan keluar dari kamar Tou-san. Dan aku baru saja mendengar ocehan Tou-san. Jangan bilang kalian juga ingin memberiku ocehan," balasku.
Sungguh, aku terlalu lelah sekarang untuk mendengar ocehan mereka berdua.
"Itu tidak menjawab pertanyaan Kankurou-nii, Nee-san," sambut Gaara.
Kalimat sopannya sudah menjadi tanda bagiku bahwa dia pun sedang mengintimidasiku. Aku benar-benar tidak mengerti dengan kedua adikku ini. Mengapa mereka sangat mendukung Tou-san. Bukan, mengapa mereka sangat mendukung Tou-san. Aku berani bertaruh, mereka tidak pernah sekalipun membelaku selama ini.
"Kalian ingin aku menuruti perkatan Tou-san walau sekali saja? Jangan bercanda!"
"Apa maksudmu? Mengapa kau brutal seperti ini? Tidak ada salahnya mengikuti perkataan Tou-san!" Kankurou marah.
"Tidak ada salahnya katamu! Tidak ada salahnya? Jangan berbicara seolah-olah kau mengerti tentangku, Kankurou! Jangan pernah," kataku membalasnya.
"Kami mengerti, Nee-san. Kami mengerti tentangmu," ucapan Kankurou melembut.
"Haah," aku mendengus. "Kalau begitu, bisa kau beritahu siapa cinta pertamaku?"
Kankurou dan Gaara langsung diam seribu bahasa. Aku menatap tajam kepada mereka.
"Makanya jangan seenaknya mengatakan bahwa kalian mengerti tentangku. Hal mudah seperti itu saja tidak dapat kalian katakan," kataku sekaligus membungkam kedua adik lelakiku.
Aku berjalan meninggalkan mereka. Sebenarnya jawaban dari pertanyaanku itu mudah saja. Aku tak pernah atau tepatnya belum pernah merasakan jatuh cinta. Jadi aku tak pernah memiliki cinta pertama. Dan mereka tidak tahu akan hal itu. Terlalu cepat seribu tahun bagi mereka untuk mengerti tentang diriku.
Aku masuk kekamarku. Akhir-akhir ini aku semakin sering bertengkar dengan Tou-san. Aku mengehela napas lagi. Aku tidak ingin menjadi burung dalam sangkar. Aku punya kehidupan sendiri. Dan dengan seenakanya Tou-san mau menghancurkan kehidupanku. Dia menjodohkanku dengan anak dari perusahaan lain. Dengan kata lain ini adalah perjodohan bisnis dan akan berkembang menjadi pernikahan bisnis. Padahal aku baru 20 tahun.
Biar kujelaskan tentang seluk beluk keluargaku. Keluargaku memiliki perusahaan yang bernama Sabaku Corporation. Nama yang sama dengan nama keluargaku. Perusahaan kami adalah yang terbesar di Suna. Tou-san menunjukku sebagai pewarisnya. Sungguh pernyataan yang tidak masuk akal. Tou-san memiliki 2 anak lelaki tetapi malah mewariskan perusahaan itu padaku. Dan aku seharusnya senang karena menjadi pewarisnya, tetapi aku malah menolaknya mentah-mentah. Benar-benar aneh.
Dua tahun yang lalu Tou-san memaksaku untuk masuk kuliah jurusan bisnis yang akhirnya kutentang habis-habisan. Dan berakhir dengan diriku yang memilih jurusan seni musik. Hidupkun sudah lumayan susah karena Tou-san menghentikan distribusi keuanganku hingga setengahnya. Terpaksa aku bekerja paruh waktu untuk menambahnya agar cukup. Kini, Tou-san menjodohkanku. Jelas saja aku menolak!
Tok! Tok! Tok!
Hampir saja aku terlelap dalam tidurku sebelum seseorang mengetuk pintu kamarku. Dengan langkah tersaruk-saruk aku berjalan menuju pintu. Ketika aku membuka pintu, aku melihat Tou-san.
"Ada apa, Tou-san?"
"Kalau kau benar-benar tidak mau dengan perjodohan itu," Tou-san menghela napas sebentar. Mungkin Tou-san akan membatalkan perjodohan itu. "Sebaiknya kau keluar dari rumah ini,"
"Hah?" aku terperanjat mendengarnya.
Selama ini jika terjadi perdebatan antara kami, Tou-san selalu mengalah. Dan memberiku hukuman. Seperti dua tahun lalu. Tou-san hanya memotong uang sakuku sampai setengah. Tapi, tak pernah seperti ini. Maksudku Tou-san tak pernah mengusirku.
"Ya, kalau kau memang tidak mau. Sebaiknya kau keluar saja. Aku tak butuh putri pembangkang sepertimu," Tou-san mengatakannya dengan nada datar.
Jantungku rasanya seperti tertohok begitu mendengar kalimat Tou-san yang terakhir. Tou-san bilang dia tidak membutuhkanku?
"Baiklah kalau itu mau, Tou-san. Aku akan keluar dari rumah ini," kataku sambil bergegas menyiapkan barang-barangku.
Tou-san mengangguk dan kembali ke kamarnya. Aku mendengus kesal. Mungkin bagi Tou-san lebih penting perusahaan itu daripada aku. Aku berfikir apa sih? Sudah jelas dengan mengusirku Tou-san lebih memetingkan perusahaan daripada aku! Pikirku.
"Kau sudah selesai?" tanya Gaara mengagetkanku.
Aku mengangguk.
"Sini kuantar," katanya.
Astaga! Kukira dia akan menghentikanku. Tapi, dia malah mengantarku keluar dari rumah. Adik macam apa dia? Pikiranku mulai meracau. Entah apa yang terjadi dengan keluarga ini. Aku bahkan tidak tahu apa ini masih disebut hubungan keluarga selain kenyataan bahwa kami dihubungkan oleh hubungan darah. Selain itu, aku tak tahu apakah kami masih dapat disebut sebagai kategori keluarga.
"Kalau kau mendengarkan Tou-san, kau tidak perlu jadi seperti ini. Belum terlambat untuk mengatakan maaf dan bilang bahwa kau akan menyetujui perjodohan itu,"
"Tidak akan," jawabku.
"Maaf. Kau bilang apa?" tanya Gaara sambil menggaruk telinganya. Mungkin dia mengira salah dengar.
"Aku bilang tidak akan,"
"Kau begitu keras kepala,"
"Biar saja kau bilang seperti itu. Aku tidak mau menghabiskan masa muda hanya untuk melakukan hal yang aku tidak mau lakukan,"
"Semoga kau berhasil di luar sana, Nee-san," kata Gaara.
"Terima kasih sudah mengantarku keluar. Masuklah, nanti kau sakit," kataku sekenanya.
Aku mengambil koper dari tangan adik bungsuku itu dengan tersenyum. Tiba-tiba Kankurou datang dari dalam sambil terengah-engah. Aku tersenyum sinis.
"Kau senang kan?" kataku.
"Terserahlah. Kau sudah tahu akan kemana?" tanyanya. Sekarang dia bukan seperti Kankurou yang kukenal.
"Mungkin,"
"Hei, Temari.. Ambil ini," Kankurou menyerahkan beberapa gepok uang padaku.
"Aku masih memiliki uang," tolakku secara halus.
"Gunakan ini ketika kau dalam keadaan terdesak," Kankurou tak mau kalah.
Aku mengambil uang itu. Mungkin kedua adikku tidak seburuk bayanganku. Aku pamit dan pergi dari rumah itu. Rasanya sebuah ada sebuah lubang yang besar di hatiku ketika aku harus meninggalkan rumah itu. Rumah itu adalah tempat aku dan kedua adikku tumbuh besar.
"Temari!" panggil Gaara.
Aku berbalik dan menatapnya penuh tanda tanya.
"Apa kau menyesal? Apa kau menyesal telah menolak permintaan Tou-san?"
Aku menggeleng. "Tidak. Aku sudah memutuskan ini adalah hidupku. Aku sendiri yang akan mengaturnya. Jadi aku tidak menyesal,"
Wajah Gaara tidak tampak terlalu jelas. Selain karena tempat itu gelap dan dia agak menunduk.
"Selamat jalan, Nee-san. Kau tidak boleh kalah dengan dunia luar," kata Gaara.
Aku tersenyum dan memeluknya sebelum pergi. Entah hanya perasaanku saja atau Gaara memang menangis? Itu tidak penting sekarang. Yang penting aku tahu, di detik-detik terakhirku di rumah ini, bahwa kedua adikku ternyata sayang padaku. Untuk kali ini, itu cukup membuatku lega. Setidaknya hubungan kami bukan hanya karena hubungan darah tetapi juga dalam bentuk kasih sayang.
Di kegelapan malam, aku menyeret koperku. Aku masih belum memiliki tempat tujuan. Karena sudah cukup larut, aku memutuskan untuk ke rumah sepupuku yang terletak beberapa blok dari rumahku. Rumah Sasori. Besok pagi aku akan mencari tempat tinggal.
TBC
Ehmm.. Belum ada romance di chapter pertama. Satu lagi dan gak bakal bosen-bosennya aku bilang buat review ya!
