Author's Note : Yo. Setelah selesai dengan Bitter Farewell, M4dG4rl kembali dengan fic baru. Perlu saya informasikan bahwa saya bukan fujoshi. Tapi … waktu nulis fic ini, entah kenapa kayak ada aroma yaoi gitu :3 Sebelumnya saya pernah meminta ijin dari seorang admin sebuah fp untuk menitipkan fic ini di fp nya (thanks, admin), tapi nggak ada salahnya kan kalau saya posting lagi.
Prologue,
"Incik bos … Incik bos …!" Probe berseru memanggil tuan aliennya di markas kotak dengan nada serius. Kepalanya menoleh ke segala ruangan, mencari sang majikan.
"Oi, Probe. Jangan teriak-teriak! Aku ada disebelah kau dari tadi!" teriak Adu Du sambil menutup kedua telinga antenanya dengan kesal.
"Oh, maaf Incik Bos." Si robot tempur langsung meminta maaf.
"Sudah lah." Si alien tampak tak peduli dengan permintaan maaf. "Kenapa kau mencari aku."
"Uh, oh, begini Incik Bos. Aku dengar, malam ini BoBoiBoy dan teman-temannya akan mengadakan sebuah drama di sekolah." Ia mengatakannya dengan perasaan gembira.
"Jadi? Kau mau nonton drama itu?"
"Hah, bukan lah incik bos." Probe mendesah lemas.
"Terus?"
"Nah, aku ada ide buat membalaskan dendam kita ke BoBoiBoy." Si robot tempur kembali bersemangat.
Mendengar kata berlabelkan 'ide balas dendam', Adu Du langsung tersenyum. "Apa ide kau?"
Sambil mendekatkan kepala robotnya ke telinga Adu Du, Probe mulai membisikkan rencana. "Begini rencananya. Pertama kita harus …"
.
.
.
Title : Princess Boy
Chapter 1 : Riot on Stage
Disclaimer : BoBoiBoy belongs to monsta
Warning : some typos, dialog bahasa Indonesia, eyd tak sempurna
.
.
.
Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, tapi keramaian di Sekolah Rendah Pulau Rintis semakin berisik. Hal itu tidaklah mengherankan mengingat para siswa, guru-guru dan pekerja sewaan sedang sibuk mempersiapkan pentas drama yang akan dimulai 30 menit lagi. Lapangan sepak bola sudah disulap menjadi panggung yang cukup besar, dengan latar belakang sebuah miniature istana, untuk memainkan drama Cinderella.
Sementara dibelakang panggung, beberapa siswa yang terpilih sebagai pemain sedang serius berlatih sebentar dengan kostum dan riasan masing-masing sebelum pentas benar-benar dimulai.
Fang terpilih sebagai pemeran Pangeran Charming. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat anak lelaki itu merupakan murid yang paling tampan di sekolah. Setidaknya …. Begitulah menurut sebagian besar siswi disana.
Ying dan Yaya akan berperan sebagai Anastasia dan Drizella ; kakak tiri Cinderella. Sebenarnya, pada awalnya Ying yang akan memainkan peran Cinderella. Tetapi, mengingat cara bicaranya yang terlalu cepat ditambah lagi dengan logat Chinese yang kental, maka peran itu sempat diberikan pada Yaya. Namun Yaya menolak karena Cinderella yang akan dimainkan ini mengharuskannya untuk membuka kerudung.
Setelah berdiskusi panjang, akhirnya peran Cinderella diserahkan pada BoBoiBoy. Tentu saja anak pengendali elemen itu menolak keras. Cinderella itu perempuan, sementara dia anak laki-laki. Itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan.
Flashback
"Cari saja orang lain. Anak perempuan di sekolah ini kan ada banyak." Kata BoBoiBoy ketika pertama kali ia ditawarkan untuk menjadi Cinderella di kelas.
"Kami sudah menawarkan ke orang lain, tapi mereka tidak mau." Jawab Yaya dengan putus asa. "Kau kan tahu semua anak perempuan di sekolah kita ini pemalu. Apalagi jika lawan main nya Fang."
"Cuma kau satu-satunya harapan kita yang tersisa untuk jadi Cinderella." Timpal Ying.
"Ih, tapi kenapa harus aku!?" BoBoiBoy masih bersikeras menolak. "Aku kan laki-laki."
"Tapi wajah mu cantik. Lagipula suara mu mirip anak perempuan." Jelas Gopal dengan tampang tak berdosa.
BoBoiBoy langsung menghadiahi anak keturunan india itu dengan tatapan mematikan.
Fang berusaha keras menahan tawa mendengar ucapan Gopal barusan.
"Ayolah, BoBoiBoy. Kau harus mau." Yaya memintanya dengan setengah memohon.
BoBoiBoy menatap lurus mata gadis bertudung pink itu. Mata yang seolah-olah mengatakan, 'kumohon, tolonglah kami.'
Bocah bertopi oranye itu menghela napas panjang. Sudah lah. Tak ada salahnya jika ia mencoba ikut berpartisipasi. Lagi pula, kasihan Yaya. Sebagai presiden sekolah, gadis itu pasti sudah melakukan banyak usaha keras agar drama ini berjalan lancar.
"Baiklah. Aku mau." Katanya kemudian.
End of flashback
Dan disinilah mereka pada akhirnya. Fang sebagai pangeran, Gopal sebagai raja, Ying dan Yaya sebagai kakak tiri dan BoBoiBoy sebagai Cinderella. Yaya sudah merias BoBoiBoy menjadi si putri cantik dengan gaun putih panjang, mahkota permata yang anggun, lengkap dengan sepatu kaca di kaki. Sepatu itu agak sempit di kakinya hingga sulit untuk dilepas.
"Hei, Yaya. Kenapa gaunnya dipakai sekarang?" Tanya BoBoiBoy. Gaun itu amat ketat hingga ia nyaris sulit bernapas.
"Tidak apa-apa. Aku Cuma mau lihat apakah gaun ini pas dibadanmu atau tidak. Tuh, lihat kan. Kau cantik."
"Tapi sepatu kacanya tidak bisa dilepas nih."
"Hmm … benar juga, ya." Kata Yaya. "Sepertinya kau harus meminta Gopal untuk mengubah sepatu ini jadi sepatu karet."
"Ya, sudah. Aku panggil Gopal dulu—"
"Eits, jangan sekarang." Yaya mencegahnya. "Nanti saja lepas sepatunya ketika pukul 12 malam nanti."
BoBoiBoy tahu betul apa maksud dari teman perempuannya itu. Ia tidak boleh melepas sepatunya sampai adegan Cinderella kabur dari pesta dansa. Memakainya saja sudah susah setengah mati.
Terdengar suara cekikikan yang tertahan.
"Jangan ketawa." Tukas BoBoiBoy ketika melihat Fang mengembungkan kedua pipinya.
Fang menarik napas dalam-dalam. Ia hampir tidak yakin apakah bisa berperan dengan baik jika harus bermain dengan BoBoiBoy yang kini benar-benar mirip dengan anak perempuan.
"Maafkan aku, Tuan putri." Fang menggodanya dengan sedikit membungkuk.
BoBoiBoy memutar tubuhnya, merasakan wajahnya memanas. Dibelakangnya, ia dapat mendengar dengan jelas Fang yang sedang tertawa terbahak-bahak.
"Awas kau, Fang." Ia mengancam dalam hati, bersumpah akan memborong semua donat lobak merah yang dijual di kantin besok dan membuangnya ke selokan tepat di depan anak berambut ungu itu sampai ia menangis.
~Princess Boy~
Adu Du dan Probe bersiap-siap dengan segala peralatan yang mereka bawa ke lokasi pentas drama. Dengan menyamar menjadi salah satu pekerja sewaan, Adu Du tidak menemui rintangan ketika berbaur dengan keramaian di sekitar panggung.
Alien berwarna hijau itu secara diam-diam meletakkan beberapa dinamit kecil di beberapa tempat sekitar panggung. Dinamit itu sudah dirancang hanya akan meledak jika remote control yang sedang dipegang oleh Probe ditekan.
"Kau sembunyi disana," Adu Du menunjuk kearah salah satu property panggung. "Tunggu aba-aba dari aku."
"Beres Incik Bos."
Probe langsung melayang melewati belakang panggung yang tak terlihat oleh mata penonton dan sambil mengendap-endap, bersembunyi di samping vas bunga besar yang diletakkan di samping tirai. Sementara Adu Du sendiri mengganti pakaiannya, mengenakan wig dan menyamar menjadi salah satu penonton. Sebagian besar para penonton adalah orang tua para murid Sekolah Rendah Pulau Rintis. Si alien itu sengaja memilih bangku di deretan paling belakang agar aksinya tidak dicurigai oleh orang lain.
.
Tepat pukul 7.30 malam, drama pun dimulai.
.
Tirai besar yang menutupi panggung terbuka, memperlihatkan seorang gadis cantik berpakaian lusuh sedang mengepel lantai dengan kain lap yang lebih lusuh lagi. Disebelah gadis itu, dua gadis berpakaian yang jauh lebih layak dari si gadis pembantu menatapnya dengan pandangan menghina. Salah satunya mengenakan gaun pink cerah dengan selendang menutupi rambut sementara yang satunya lagi mengenakan gaun berwarna kuning dengan sebuah hiasan rambut diatas kepala.
"Wuah …" Mata Probe langsung berbinar-binar menonton drama itu dari tempat persembunyiannya. Seakan terhipnotis, ia melupakan tujuannya datang ke tempat itu.
"Cepat, Cinderella! Bersihkan ruangan ini! Jangan sampai ada kotoran sedikitpun!" Gadis bernuansa pink diatas panggung membentak si gadis yang sedang mengepel.
"I … Iya, kakak." Si gadis yang malang itu menjawab. BoBoiBoy sengaja menaikkan suaranya agar terdengar seperti perempuan sungguhan. Yah … benar kata Gopal. Karena sudah pada dasarnya suaranya mirip cewek, jadi membuat suara anak perempuan pun bukanlah tantangan yang sulit buat BoBoiBoy.
"Drizella," panggil si gadis bergaun kuning dengan logat Chinese khas yang sulit disamarkan. "Ayo kita pergi. Tinggalkan saja Cinderella sendirian disini."
"Ide yang bagus, Anastasia," orang yang dipanggil Drizella setuju. Matanya kembali menatap Cinderella. "Cinderella. Jangan lupa bersihkan kamarku setelah kau selesai nanti."
"Baik, kakak."
Dengan sebuah dengusan, kedua gadis angkuh itu meninggalkan tempat mereka dan menghilang di balik panggung.
Probe menangis menyaksikan adegan itu. "Huhuhu … kasihan kau, Cinderella." Ia menyedot ingus. "Drama ini lebih bagus daripada Sekuntum Mawar Merah."
Tirai menutup, sementara para pekerja dan pemain dengan gesitnya mengubah setting panggung untuk adegan berikutnya.
.
Tiga puluh menit kemudian ; adegan duapuluh
.
Suasana panggung kini sudah berganti menjadi sebuah ballroom istana dengan beberapa pemain lainnya sedang berdansa. Seorang anak lelaki tinggi nan tampan berambut ungu dan berpakaian seorang pangeran sedang berdiri diam disana. Disamping sang pangeran adalah seorang raja bertubuh gendut yang mengenakan pakaian kebesarannya.
Dua gadis angkuh yang muncul di adegan pertama tadi menghampiri si pangeran sambil memberi hormat.
"Yang Mulia," si gadis bergaun pink memberi hormat, diikuti oleh saudarinya. "Perkenalkan, namaku Anastasia. Dan ini adalah adikku, Drizella."
Si pangeran hanya membalas membungkuk hormat dengan sopan.
"Mau kah kau berdansa dengan kami, Pangeran?" Tanya gadis yang disebut Drizella.
"Maaf. Aku sedang tidak ingin berdansa." Pangeran Charming menolak halus. Beberapa penonton, terutama para siswi, merasa terpana melihat penampilan Fang malam ini.
Dua gadis itu memasang wajah kecewa sebelum akhirnya pergi.
"Tidakkah kau ingin bergabung dengan mereka, Anakku?" Tanya sang raja sambil mengusap-usap janggut palsunya. Gopal memilih suara seperti seorang bapak-bapak mengingat raja yang sedang ia perankan ini berusia sekitar enampuluh tahun.
"Tidak, Ayah." Jawab si pangeran tanpa semangat.
Tak lama kemudian, dari ujung panggung, seorag gadis bergaun putih dan bersepatu kaca berjalan dengan sangat anggun sembari menatap sekitar. Berjalan menggunakan sepatu kaca yang memiliki hak tinggi memang menyulitkan BoBoiBoy untuk berjalan, tapi dengan mencoba menyeimbangkan badan, anak itu berhasil mengatasinya.
Pffftt …
Lagi-lagi Fang cekikikan.
BoBoiBoy merasakan pipinya kembali memerah. Sialan. Pasti Fang sedang menertawainya lagi.
Setelah menguasai diri untuk tidak tertawa, Fang berjalan pelan mendekati BoBoiBoy. Ia mengulurkan sebelah tangan.
"Maukah kau berdansa denganku, Tuan Putri?" Tanya Fang sambil menekankan kata tuan putri, yang mana sengaja ia lakukan untuk mengejek BoBoiBoy.
BoBoiBoy meraih tangan Fang yang terulur dengan suara yang manis. "Suatu kehormatan bagiku, Yang Mulia."
Fang menuntun tangan 'Cinderella' ke tengah-tengah panggung. Para pemain music mulai menyetel lagu romantic ketika adegan dansa dimulai.
Suara cekikikan. Lagi.
"Berhenti lah tertawa," bisik BoBoiBoy ditengah-tengan adegan dansa.
"Maaf deh. Maaf." Fang menggerakkan kakinya mengikuti irama music dengan cepat, yang mana sangat menyulitkan BoBoiBoy dengan sepatu kaca tinggi yang sempit.
Kesempatan bagus, pikir Adu Du. Hampir semua pemain utama sedang memadati panggung. Waktu yang tepat untuk meledakkan dinamit itu sekarang.
Adu Du merogoh sakunya untuk mengambil alat telekomunikasi.
"Probe," ia menghubungi anak buahnya. "Kau siap."
Terdengar suara isakan dari seberang. "Siap apa, Incik Bos?"
"Meledakkan panggung lah! Cepat tekan tombolnya sekarang."
"Eh … sekarang? Se … sebentar lagi, Incik Bos. Adegannya semakin seru. Kita tunggu saja sampai dramanya selesai."
Adu Du memutar bola matanya. Ingin rasanya ia melempar cawan ke wajah robot itu lewat telepon.
"Apa gunanya kita ledakkan panggung kalau dramanya sudah selesai!?" teriak Adu Du.
"Sttt …" penonton yang duduk disebelah alien itu mengisyaratkannya untuk diam.
Adu Du terkekeh malu. Ia kembali berbisik lewat telepon.
"Cepat tekan tombolnya sekarang."
Tapi Probe sepertinya mengabaikan perintah tuannya itu. Pikirannya hanya focus pada drama yang sedang ia tonton.
Teng … Teng … Teng …
Adu Du mengedarkan padangannya kesegala arah dengan heran. "Hah? Bunyi apa itu?"
Bunyi yang bergema itu bersumber dari jam besar yang digantung di atas panggung. Jarum jamnya menunjukkan pukul 12.
Si Cinderella tampak menghentikan dansa dan meninggalkan lokasi panggung dengan amat terburu-buru. Si alien itu sempat melihat si putri cantik berusaha menanggalkan sepatu kaca miliknya ketika sang pangeran sedang mengejarnya. Dengan usaha keras, BoBoiBoy berhasil melepas sepatu itu.
"Hei, Cinderella!" tanpa diduga, Probe keluar dari tempat persembunyiannya dan melayang ke tengah panggung. Disini, Adu Du menjatuhkan rahang bawahnya dengan speechless. "Tunggu. Sepatu kau ketinggalan!" tangan robotnya segera meraih sepatu yang tergeletak itu dan memasangkannya kembali ke kaki BoBoiBoy.
Krik, krik, krik,
Keadaan hening selama beberapa detik. Adu Du hanya bisa menepuk wajahnya dengan menyesal.
BoBoiBoy ternganga dengan kedua mata membesar. Sementara Probe sendiri tampak kebingungan hingga ia sadar kebodohan apa yang baru saja ia lakukan.
"Kau!" BoBoiBoy menunjuk si robot ungu, memecah keheningan sambil berteriak. "Kau Probe!"
"Alamak!" sebulir keringat menetes dari kepala si robot tempur. "Ketahuan."
"Apa!? Probe!?" Fang, Gopal, Yaya dan Ying menatap Probe dengan tatapan geram. Mereka segera melupakan peran masing-masing. Lima pasang tangan terkepal seakan-akan siap untuk memberi pelajaran pada musuh yang tidak pernah kapok.
Probe mundur selangkah dengan gugup. "Ja … jangan mendekat!" perintahnya pada lima anak yang memburunya dengan tatapan membunuh. Ia mengeluarkan sebuah remote. "Atau aku hancurkan panggung ini!"
"Jangan buang-buang waktu!" Adu Du tiba-tiba sudah berdiri dari bangku penonton.
"Itu si Kepala Kotak!" seru Ying sambil menunjuk Adu Du yang sekarang berada di antara kerumuman penonton.
"Probe! Cepat tekan tombolnya!" perintah Adu Du.
"Baik, Incik Bos!"
Tombol ditekan. Sedetik kemudian, sebuah ledakan.
"Lariii …!" salah seorang pemain figuran berteriak. Hanya dalam waktu kurang dari tiga detik saja, teater itu sudah menjadi bencana.
Semua penonton berhamburan menyelamatkan diri. Para siswa yang masih dibawah kelas 3 menangis. Api yang dipicu dari ledakan dinamit itu sudah hampir melahap isi panggung.
Tidak seperti yang lainnya, Papa Zola berlari mendekati panggung, menerobos api dan tiang penyangga yang hampir roboh.
"Ayo anak muridku!" ia bersorak pada para pemain drama yang masih terjebak api di atas panggung. "Cepat! Ikuti jalan Kebenaran!"
Si guru yang berpenampilan super hero itu langsung memimpin semua muridnya, termasuk kelima anak berkekuatan super, menghindari api dan mencari jalan keluar.
"Lorong bayang!" Fang berseru. Kabut hitam tebal keluar dari tangannya dan membentuk sebuah lorong dengan atap yang tebal. Para siswa menggunakan lorong itu sebagai jalur evakuasi.
"Aduh …"
Fang mendengar sebuah rintihan. Ketika menoleh kebelakang, ia melihat si Cinderella masih tertinggal jauh dibelakang.
"BoBoiBoy! Apa-apaan kau. Cepat kesini!"
"Iya … uhuk … tunggu aku … uhuk ... uhuk …" BoBoiBoy terus terbatuk karena asap tebal yang terhirup olehnya. Ia sudah secepat mungkin menyusul teman-temannya, namun tampaknya sepatu kaca yang ia gunakan menghalanginya untuk berlari cepat.
"Lepas saja sepatunya!"
"Tidak bisa! Sepatunya terlalu sempit! Uhuk … uhuk …"
"Ck!" Fang berdecak kesal. Berlari berlawanan arah dari yang lainnya, ia menghampiri BoBoiBoy.
Sebuah pilar kayu yang terbakar mulai bergoyang. Bocah pemilik kuasa elemen itu menengadahkan kepala keatas. Menatap dengan ngeri tiang kayu berapi yang akan menghantamnya.
"BoBoiBoy Taufan!" sosok Cinderella itu telah berganti menjadi wujud Taufan dengan gaun bercorak biru. "Perisai Taufan!"
Angin kencang mengitari tubuh BoBoiBoy membentuk sebuah pelindung. Tiang berapi itu patah … jatuh … dan langsung terpelental kesamping dengan keras ketika menyentuh perisai angin yang mengelilingi anak itu.
"Argh!" Fang menjerit. Tiang yang terlempar itu membentur dirinya. Tubuhnya ikut terlempar, menabrak pilar kayu yang lain. Pilar itu ikut ambruk, bersamaan dengan sebuah chandelier yang kabelnya dihubungkan oleh tiang yang sama. Seakan-akan sudah ditetapkan untuk bernasib sial, baik pilar maupun lampu gantung hias memberikan hantaman yang cukup keras untuk membuat anak berumur sebelas tahun pingsan.
"Faaannnggg …!"
.
.
.
Author's Note : Yes, dan selanjutnya kalian pasti sudah bisa menebak sendiri apa yang akan terjadi selanjutnya pada Fang :3 Jadi, sebaiknya tidak usah saya lanjutkan saja fic ini :v #ditamvar #justkidbro
Akan coba dilanjutkan saat inspirasi muncul. Sebelumnya, adakah sepatah kata (atau lebih) untuk ini?
