Ia masih tetap berada pada posisi yang sama selama satu jam lalu.

Pandangan matanya masih tidak beralih dari objek yang tengah ia amati sementara kedua tangan di sisinya terkepal semakin kuat.

Wajahnya menampilkan raut yang datar seakan menyembunyikan rasa sakit yang menyerang tepat di jantungnya.

"Sampai kapan...," suaranya yang berat dan lirih terdengar memenuhi ruang serba putih yang hanya diisi oleh dua orang itu.

"Sampai kapan kau akan terus tertidur?"

Hening.

Keheningan yang sama seperti yang sebelum-sebelumnya.

Keheningan yang makin hari makin terasa membunuhnya perlahan.

"SAMPAI KAPAN KAU MAU MENGABAIKANKU?!"

Kali ini nadanya mengeras karena ia setengah berteriak.

Tapi tetap saja semua terasa sia-sia. Sekuat apa pun ia menambah volume suaranya, pesannya tidak akan tersampaikan pada gadis di hadapannya.

"Sampai kapan kau akan meninggalkanku, Sakura?"

.

.

.

Once More

By : Mizuhashi Riku

Naruto and its Charas : Masashi Kishimoto

Notice :

- Normal

- Flashback

.

.

.

Berusaha melepas rasa penatnya, seorang pemuda terlihat menyandarkan punggungnya pada pohon Sakura yang kini mulai bermekaran. Onyx kelam miliknya perlahan mulai tertutup, seakan berusaha menyembunyikan kilau indahnya. Menghela napas panjang, ia pun berharap beban yang ia rasakan dapat terkikis.

"Sudah kuduga kau akan kembali datang ke sini sekeras apa pun kami mencoba mengusirmu,"

Sebuah suara yang terdengar familiar itu mengusik indra pendengarannya.

Tanpa membuka matanya, ia sudah tahu apa yang sedang dilakukan oleh 'tamunya '.

"Bagaimana keadaannya sekarang menurutmu, Sasuke?" tanya suara yang terdengar masih agak cempreng baginya.

Sasuke membuka matanya untuk menatap pemuda berambut blonde yang kini tengah duduk di sebalahnya. "Masih sama seperti hari-hari yang telah lalu. Masih tidak ada perubahan."

"Begitu?"

"Hn"

"Aku tidak tahu apa yang kukatakan ini benar atau tidak karena dari awal aku berada di pihak yang netral, tapi menurutku berhentilah mengunjunginya. Kau tahu? Kehadiranmu menyulitkan banyak pihak, Sasuke. "

Sasuke memandang pria di hadapannya dengan tidak suka. Ia benci mengetahui ke mana arah pembicaraan ini akan berlanjut, "Kau secara tidak langsung ingin menyalahkanku kan, Naruto? Maaf saja, tapi aku tidak bisa melakukannya!"

Sasuke hendak melenggang pergi ketika suara Naruto menginterupsinya, "Aku tidak menyalahkanmu secara tidak langsung...," suara tenang itu lalu terdengar lebih berat seakan si pembicara kini kesulitan meraih oksigen untuk paru-parunya, "Karena aku akan mengatakannya secara gamblang bahwa memang KAU yang menyebabkannya seperti ini. KAU yang membuatnya kehilangan kesadaran. KAU yang membuat ia berkemungkinan besar lumpuh saat ia sadar nanti. Atau di kemungkinan yang terburuk...

KAUlah yang membuatnya menutup mata untuk selamanya!"

"Kau tidak berhak..." ucapan Sasuke langsung terpotong oleh teriakan Naruto yang kini tidak dapat meredam emosinya, "TENTU SAJA AKU BERHAK"

Naruto berjalan ke arah Sasuke dan menarik kerah pakaiannya,"Aku berhak mengatakan apa pun yang aku mau karena AKU yang ada di sisinya saat KAU pergi. AKU yang ada di sisinya saat ia menangisiMU. Dan AKU yang berusaha melindunginya saat KAU mencoba membunuhnya!"

Terkatakan.

Semua uneg-uneg di hatinya terkatakan juga pada akhirnya.

"Semua memang benar apa adanya. Aku brengsek. Aku tidak bertanggung jawab. Aku pembunuh. Aku akan mengakui semuanya. Aku tahu aku memang salah tapi, aku masih memiliki kesempatan kedua! Akan kugunakan itu untuk menyembuhkan semua lukanya, akan kutebus semua kesalahanku dengan itu!" seru Sasuke akhirnya seraya memecahkan kesunyian yang terjadi beberapa saat yang lalu.

Naruto tersenyum mengejek ke arahnya, "Jangan bercanda! Dia sudah terlalu banyak memberimu kesempatan dan sekarang apa yang dia dapatkan sekarang? Resiko kehilangan nyawanya sendiri!" kini cengkraman tangannya pada kerah Sasuke mengendur, "Untuk kali ini, kumohon dengarkan aku. Berhentilah menemuinya. Aku tidak ingin ia tersakiti lagi."

Naruto berjalan menjauh sesudah mengatakan semua isi hatinya, meninggalkan Sasuke yang masih berdiri menatap punggung Naruto yang tampak semakin menghilang.

.

.

"Padahal rasanya baru kemarin aku melihatmu tertawa di sisiku. Padahal rasanya baru kemarin kau menggenggam tanganku erat. Aku tidak mengerti mengapa kini sisiku terasa hampa dan dingin" suara Sasuke terdengar makin lirih. Ia merasa kerongkongannya tercekat, membuatnya sulit berbicara.

"Bukankah kau bilang kau mencintaiku? Bukankah kau berjanji akan selalu berada di sisiku? Apa kau berbohong saat mengatakannya?"

Pusing.

Rasanya mendadak ia merasakan pusing menyerang kepalanya kala satu per satu memori masa lalunya keluar secara paksa dan terus menerus berputar dalam kepalanya.

"Atau ini semua karena keegoisanku semata? Karena keegoisanku yang selalu mementingkan harga diriku di atas segalanya hingga tidak menyadari banyaknya waktu yang kau berikan padaku."

Sasuke berjalan ke arah Sakura yang masih diam dan tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan segera tersadar dari tidur panjangnya.

"Kau jahat. Kau tahu itu? Kau jahat sekali membalasku dengan cara seperti ini." Tangannya kini membelai rambut merah muda tergerai milik Sakura, "Bangunlah dan buktikan padaku bahwa semua pandanganku salah. Kau sudah beristirahat terlalu lama kalau kau tahu"

Mendudukkan dirinya di atas sebuah bangku dekat tempat tidur Sakura, kini ia menggenggam tangan gadis itu dengan erat, "6 bulan itu bukan waktu yang singkat, Sakura. Jadi, tak bisakah kau terbangun dan tersenyum padaku lagi?"

.

.

Sasuke berdiri di dahan pohon Sakura seraya mengamati pemandangan yang ia lihat melalui jendela rumah sakit dengan seksama. Pendengarannya di atur setajam mungkin dan chakranya diatur sedemikian rupa agar keberadaannya tidak terdeteksi.

"Bagaimana keadaan Sakura sekarang, Hokage-sama?" tanya seorang wanita paruh baya yang mempercepat langkahnya ke arah seorang dokter berambut pirang yang juga merupakan tetua Konoha.

Tsunade tampak menggenggelengkan kepalanya sambil mengucapkan kata 'maaf' lengkap dengan wajah penuh penyesalan. "Saya sudah memeriksa keadaannya berulang kali. Tapi, tetap saja saya tidak dapat menemukan alasan kenapa Sakura masih tidak dapat membuka matanya hingga kini. Padahal saya sudah mengobati semua lukanya, baik luka luar maupun luka dalamnya. Seharusnya sekarang tidak ada masalah apa pun padanya"

Wanita yang dikenal Sasuke sebagai ibu dari Sakura tampak menghela napas panjang. Wajahnya yang terlihat makin lelah dari hari ke hari kini dipenuhi oleh raut penuh kekecewaan. "Terima kasih atas jasa anda, Hokage-sama"

Tsunade menepuk pundak wanita itu seakan berusah menguatkannya, "Pulanglah. Aku yang akan menjaganya mulai sekarang"

"Tapi..."

Perkataan wanita itu terpotong kala Tsunade menggelengkan kepalanya dan berkata, "Ini perintah Hokage"

Wanita itu mengangguk dan setelah mengucapkan terima kasihnya yang terakhir, ia pun pergi meninggalkan rumah sakit.

Sementara itu Tsunade mengalihkan pandangannya dan menatap tajam ke arah pohon Sakura yang berada tepat di seberang tempat ia berdiri kini, "Kau juga, Uchiha. Pergilah! Kau sama sekali tidak dibutuhkan di sini!" dan dengan itu ia menghilang ke dalam ruang inap Sakura.

.

.

"Aku akan berhenti berbuat egois. Aku akan berhenti berbuat dingin. Aku akan berhenti berbuat kasar. Tapi, berjanjilah padaku, kau tidak akan membuat penantianku selama 6 bulan ini tidak sia-sia. Berjanjilah untuk hadir kembali di sisiku" mati-matian Sasuke menahan air matanya keluar.

Ia tidak boleh menangis sekarang.

Ia tidak boleh terlihat lemah sekarang.

Ia harus... bertahan meski ia sendiri tidak yakin apa dia benar-benar dapat melakukannya.

Karena ia harus terlihat tegar di hadapan gadis itu.

"Buktikanlah kalau kau memang mencintaiku, Sakura."

.

.

"Untuk apa kau datang ke sini, brengsek!"

BUGH

Sebuah hantaman keras menyerang Sasuke tepat di rahang bawahnya.

"Apa menyakiti putriku selama ini masih belum memuaskanmu, hah?!" teriakan marah itu ditujukan padanya yang kini tersungkur di lantai rumah sakit.

BUGH

Lagi-lagi sebuah hantaman dilayangkan padanya secara berulang, membuatnya kini harus memiliki memar-memar di wajahnya dan darahnya berceceran di lantai.

Sakit?

Jangan ditanya!

Tapi, meskipun ia dapat membalas pukulan pria itu, ia tidak ingin melakukannya. Tidak ada niatan untuk melakukan itu. Sama sekali.

Kenapa?

Karena rasa sakit yang dideritanya masih tidak sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan orang-orang yang berdiri di hadapannya kini.

Dan rasa sakit itu tidak akan pernah sebanding.

Jadi, biarlah ia dihabisi sekalian di sini agar setidaknya kesalahannya dapat terbalaskan meski hanya sedikit.

.

.

"Hei, kau masih belum menjawab permohonanku. Karena itu, jangan berpikir kau akan pergi meninggalkanku lebih lama lagi"

Sasuke menutup mulutnya dengan tangan, menguap karena rasa kantuk menyerangnya dengan bertubi-tubi.

Dikecupnya kening Sakura dan ia pun berbisik, 'Oyasumi' tepat di telinga gadis itu.

Sesudahnya, Sasuke jatuh terlelap dengan posisi tangannya yang masih menggenggam tangan Sakura erat, seakan takut kalau ia lepaskan gemagamannya maka Sakura akan pergi darinya saat itu juga.

.

.

Sasuke membuka matanya kala sinar mentari seakan mengusirnya segera dari alam mimpi. Dilepasnya selimut yang terbentang di punggungnya agar ia dapat segera bangun.

Tunggu dulu.

Selimut?

Mata Sasuke melebar seketika saat ia menyadari Sakura tidak berada di tempat tidurnya. Ia pun segera berdiri agar dapat memanggil pihak rumah sakit secepat mungkin dan memberitahu kabar menghilangnya Sakura. Ia berbalik dan bersiap meninggalkan kamar itu saat matanya menangkap sosok yang dirindukannya sedang memunggunginya.

Dengan ragu, Sasuke menghampiri sosok itu untuk memastikan bahwa yang ia alami ini bukanlah ilusi yang biasa ia miliki selama menunggu kembalinya gadis itu.

Seakan menyadari keberadaan Sasuke di dekatnya, sosok yang berdiri di hadapannya itu berbalik dan tersenyum ceria ke arah pemuda itu, "Ohayou, Sasuke-kun"

.

.

.

Minna-san, genki desuka? Aku balik lagi sama fic baru yang rencananya sih bakal terbagi jadi dua part, jadi di chap depan fic ini udah tamat ^^

Ini pertama kalinya aku bikin fic dengan setting canon, cukup gugup juga pas ngetik, takutnya setting canon-nya sama sekali ga kerasa, hehe...

Seperti yang sebelum-sebelumnya, "Makasih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan Maaf untuk segala typo&grammar yang rada error", semoga kalian ga bosen dengernya(?)

Happy Ending? Sad Ending?

Kalau kalian mau kalian boleh menentukan mau yang mana, tinggal kasih tau aku aja ^^

Mind to review? :)