A/N: Cerita pertama disubmit juga, sebenarnya juga terinspirasi dari Chain Letter. Tapi kalau saya yang bikin, nggak tahu juga jadinya bagus atau enggak…. Gomen ne kalau mungkin kurang memuaskan. Arigato gozaimasu buat semua member Saint-Holic. May us keep united as one so this game will be enjoyably played until the end. *hugs*

Disclaimer: Don't own SS chara

Note: Biki adalah burung kenari kecil peliharaan Shaka di doujinshi Haruna Shimamura, Closest Man to the God dan Memorial Story of Shaka, link: http : // mu24 . tripod . com / Sd3 - 2a . html

Lalu, chapter pertama ini memakai sudut pandang orang pertama, tapi selanjut-selanjutnya boleh diganti.


*

**

*

Treasures of Heaven

First Chapter by Yukitarina

*

**

*

Kubuka mataku sedikit.

Kanon, Kanon. Meninggalkan benda keduniawian itu begitu saja di kuilku. Sejak tadi menyala terang. Ah, sudahlah. Aku tidak akan mengutak-atiknya, lagipula aku tidak akan pernah tahu bagaimana memakainya.

Kututup lagi mataku. Walaupun mata ini tertutup, aku masih bisa melihat dengan jelas, seperti yang sudah diketahui banyak orang.

Nah, Biki. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk pulang ke negaraku tercinta, India. Sudah bertahun-tahun aku tidak pulang ke rumahku, yang terletak di desa Chembakoli di India. Karena aku tidak biasa menaiki benda-benda keduniawian seperti mobil, pesawat, atau angkutan kota, aku akan pergi ke sana dengan berjalan kaki. Ya…ya, aku tahu apa yang ada di pikiranmu, Biki… Mungkin kalau kau bisa bahasa manusia, kau akan menggunakan bahasa-bahasa seperti yang dipakai Kanon, Milo, Aiolia, atau bahkan Deathmask, seperti, "Buseeeeet majikan gueeeee!! Dari Yunani ke India jalan kaki, kakinya joss beneeeerrr!!!" Dasar, cara mereka berbicara selalu barbar…

Sesekali Gold Saint lain melewati kuilku ini—mereka bermaksud untuk pulang menuju kuil mereka, mengunjungi Shion, atau mencari-cari muka di hadapan Athena. Manusia-manusia itu selalu bertanya ketika melihatku menaruh pakaian-pakaianku di dalam kopor, menanyakan, "Mau kemana, Shaka?" Bicara soal pakaian, aku tidak mengerti mengapa mereka selalu mengomentari pakaianku, yang semuanya terdiri dari kain putih bersih dan indah. Menurut mereka, pakaianku ketinggalan jaman. Seperti pakaian mereka yang paling bagus saja… Aku selalu mengernyitkan dahi ketika melihat teman-temanku mengenakan celana panjang yang mereka sebut celana jinnns. Apa enaknya sih memakai pakaian dengan bahan keras seperti itu?

"Mau kemana, Shaka?" suara orang ketiga yang melewati kuilku dan menanyaiku pertanyaan yang sama. Aku menoleh dan tersenyum pada seniorku, Aiolos. Aku menjawab akan pulang ke India. Aiolos tersenyum, mengangguk mengerti, dan kembali melangkah.

"Mau kemana, Shaka?" tanya orang keempat yang melewati kuilku dengan suara genit. Bisa ditebak siapa dia…

"Ke India," aku menjawab, kali ini hanya tersenyum sepintas.

"Oleh-olehnya, ya…," sahut Aphrodite sambil mengedipkan sebelah matanya dan kembali berjalan. Aku hanya menggumam tidak jelas sambil terus memasukkan Tripitaka-Tripitaka-ku ke dalam kopor. Inilah salah satu godaan duniawi yang terbesar: mempunyai tetangga jauh yang tidak jelas laki-laki atau perempuan…

"Mau kemana, Shaka?" tanya orang kelima. Sekarang Milo.

"Pulang ke India," jawabku.

"Oh…hati-hati, ya. Ngomong-ngomong gue baru dikasih kue nih sama Alde, mau?" ia menawariku.

Aku menghela napas, mengatakan padanya bahwa Buddha tidak makan kue, dan aku sudah terlalu bosan ditawari makanan macam-macam oleh teman-temanku, termasuk kue atau apapun itu, sampai-sampai aku berpikir seumur hidup tidak melihat makanan lagi juga tidak apa-apa.

"Oh…oke…sori…," kata Milo, cepat-cepat pergi meninggalkan kuilku, karena aku sudah menunjukkan isyarat jurus Transmigration to the Six Worlds. Biasanya aku juga menjelaskan tentang esensi jurus ini terlebih dahulu, yang melibatkan reinkarnasi, perjalanan menuju dunia deva, asura, manusia, binatang, hantu, dan neraka, sampai mencapai Moksa. Tapi aku sudah berhenti menjelaskan itu semua, mereka tidak akan mengerti aku bicara apa…

"Mau kemana, Shaka?" orang keenam yang melewati kuilku. Shura.

Karena sudah bosan menjawab pertanyaan yang sama sepanjang waktu, aku menghela napas dan berkata, "Kulo badhe wangsul ingkang India, perjalananipun beah tigo dinten…"

Shura berhenti melangkah dan menatapku terkejut. "Bahasa apa itu, Shaka??? Bahasa India??"

Aku tidak menjawab, hanya memasang wajah kesal. Percuma menjelaskan padanya…

Shura kemudian menggeleng kesal, menggumamkan sesuatu tentang "orang aneh tapi cantik sekali dan berambut warna madu indah…" Aku tidak menanggapinya, aku sudah biasa dicela dan dianggap aneh oleh teman-temanku. Beberapa waktu lalu, para Gold Saints yang bersifat barbar dan jahil (tidak usah kusebutkan nama mereka…itu sudah rahasia umum…) bahkan membuat catatan kecil berjudul "Udik", isinya:

Sepuluh Hal Tentang Shaka:

Hanya meminum air mineral, bahkan di restoran paling mewah. Keuntungan ada di Athena, karena pesanan Shaka selalu berhasil menekan bill restoran

Pernah berdiri seharian di depan lift karena tidak tahu bagaimana cara memakainya

Langsung mual-mual dan meminta Dohko untuk membuat ramuan obat sakit kepala, setelah ia mendengarkan lagu Avenged Sevenfold yang disetel oleh Kanon (padahal volumenya kecil…)

Orang tercantik di semua season Saint Seiya. June, Shunlei, Shaina, Marin, Freya, Eurydice, dan Athena saja kalah jauh

Tidak biasa dengan listrik, dan selalu memasang wajah tenang tetapi penuh ancaman ketika ahli listrik di Sanctuary, yaitu Aiolia dan Aiolos (karena mentransfer listrik dengan jurus Lightening Bolt dan Lightening Plasma…) mencoba memasang lampu di kuilnya.

Pernah memakai handphone Saga sebagai ulekan karena tidak tahu apa gunanya handphone…

Selalu berjalan kaki kemana-mana, bahkan ke tempat yang paling jauh. Sekali lagi keuntungan ada di Athena, karena Shaka adalah satu-satunya Gold Saints yang irit biaya transportasi

Satu-satunya Gold Saint yang bertanya mengapa bisa ada orang di dalam televisi

Walaupun begitu, dia tetaplah Gold Saint terkuat sepanjang masa. Terbukti, ketika dia mencoba memasang paku di temboknya, paku itu tidak bisa menancap, karena temboknya sudah hancur duluan ketika ia baru mengetukkan palunya di sana (note: cuma satu kali ketukan)

Benar-benar manusia yang mendekati era purba…

Sungguh, mereka benar-benar mirip seperti seekor kera di telapak tangan Buddha… Berani-beraninya mengataiku manusia purba. Aku jauh lebih baik dari itu. Aku memang tidak mengerti listrik, teknologi, dan sebagainya, tapi tidakkah mereka paham, bahwa keberadaan benda-benda itu adalah kosong? Kelihatannya saja berisi, tetapi sebenarnya kosong.

Karena itulah, sejak tadi aku tidak mempedulikan benda berbentuk persegi yang ditinggalkan Kanon di kuilku. Beberapa jam yang lalu, manusia itu memang sempat berkunjung ke kuilku bersama manusia yang sering berada bersamanya. Siapa lagi kalau bukan saudara kembarnya. Mereka minta izin untuk menetap di kuilku sejenak untuk memainkan benda persegi milik Kanon itu, yang mereka sebut "klep top" atau "lep top", entahlah…aku lupa namanya. Pokoknya benda itu bisa menyala seperti televisi dan memunculkan gambar-gambar. Aku bertanya pada mereka mengapa mereka harus memainkan benda tidak jelas itu di kuilku yang berharga. Mereka bilang mereka tidak bisa berkonsentrasi di kuil Gemini, karena Deathmask sedang berisik membuat peti mati baru dan Aldebaran sedang mengundang banyak pemain sepakbola dari kesebelasan Brazil untuk bercengkerama di kuilnya, sehingga kuil Aldebaran tak kalah ributnya. Ada gosip kalau Aldebaran akan direkrut menjadi kiper baru kesebelasan Brazil.

Sementara itu, Aiolia sedang mempraktekkan Lightening Plasma. Saga dan Kanon tentu saja tidak ingin mengambil resiko tersetrum, karena itulah akhirnya mereka memilih kuilku yang damai.

Sepasang manusia kembar itu tidak lama-lama menetap di kuilku, karena tiba-tiba saja Kanon dipanggil oleh cosmo Poseidon (yang ternyata tidak ingin begitu saja melepaskan Kanon, sehingga memintanya melayani mansionnya juga bersama Thetis dan Siren Sorrento…), sementara Saga dipanggil oleh Athena. Mereka pergi dengan terburu-buru dan menitipkan lep top itu padaku. Kanon tidak ingin membawanya karena takut benda itu disita oleh Poseidon.

Yah, sudahlah, Biki. Biarkan lep top itu di sini. Aku tidak akan mengutak-atiknya. Terakhir kali aku mengutak-atik benda elektronik, Saga memarahiku habis-habisan, gara-gara telepon genggamnya berakhir menjadi ulekan.

Aku sudah selesai mengepak barang-barangku. Ayo pergi, Biki. Bagus, bertenggerlah di bahuku seperti biasanya. Kita akan pulang ke India…

Aku baru saja siap untuk keluar, ketika tiba-tiba saja aku mendengar sebuah suara dari dalam kuilku. Aku menoleh, mengerutkan dahi, bertanya-tanya darimana suara itu berasal. Beberapa detik kemudian barulah aku paham, suara itu berasal dari lep top milik Kanon. Bunyinya "triiiiing…triiiing…" Aku berusaha untuk mengabaikannya…tapi…

…entah mengapa aku merasa aku harus mengeceknya.

Kuhampiri lep top itu. Walaupun dengan mata tertutup, aku tentu bisa mengamati layarnya… Hmmm…di sana muncul gambar sebuah kotak panjang, bagian atasnya bertuliskan "Yo! Messenger". Di dalam kotak itu juga ada tulisan:

"Alo, Shaka!! Laptop gue masih di kuil lo kan? Lo belum pergi ke India, kan?? Ini Kanon, nih. Ngobrol-ngobrol, yuk."

Aneh sekali…tulisan ini mengaku-ngaku Kanon. Tapi bagaimana caranya ya tulisan ini tiba-tiba muncul di layar lep top? Aku benar-benar tidak mengerti, Biki…

Aku semakin bingung ketika lep top itu beberapa detik kemudian berbunyi 'triiiing' lagi. Dan pada saat bersamaan, muncul kata-kata baru.

"Gue kesepian, nih. Ternyata Julian manggil gue cuma buat ngejagain mansionnya. Dia, Thetis, ama Sorrento cabut ke luar negeri, ngurusin tender gitu katanya, dasar orang kaya… Gue sendirian di mansionnya, meskipun sendirian ato enggak benernya sama aja sih…gue kan nggak pernah punya temen di istananya Poseidon… Tapi ada enaknya juga seh sendirian, gue jadi bisa nyolong-nyolong masuk ke ruang kerjanya Julian en nyolong-nyolong pake laptopnya buat chatting…"

Baiklah, ini benar-benar sudah di luar kendaliku. Kata-kata terakhir Kanon semakin membuatku frustasi. Cha---ting, katanya?? Apa itu chattt-tting??

Terdengar suara 'triiiiiiiing' lagi.

"Kok gak dibales sih, Shaka??...oh iya…ya…lo kan nggak ngerti caranya pake laptop…waduh gimana ya…? Yah, gue jelasin dulu deh. Ini namanya chatting, Shaka, pake sebuah program yang dikasih nama Yo! Messenger. Gue bisa kirim pesan ke lo lewat laptop, kayak SMS gitu deh… eeee…lo juga nggak tau SMS ya… parah nih lo… Gini deh, mirip ama kirim surat gitu deh, tapi pake laptop en 'surat'nya bisa langsung nyampe ke elo. Nah, lo juga bisa langsung bales. Caranya, lo tulis sesuatu dengan neken tombol-tombol huruf di laptop gue, terus tekan tombol enter. Nah, pesan lo nyampe deh ke gue. Gitu."

Aku mendalami sejenak kata-kata Kanon, lalu mulai mencoba langkah-langkah yang telah dijelaskannya. Kutekan tombol huruf 'S', dan……………

…….ohhhhh, Biki!!!

Lihatlah!!

Benar-benar keajaiban!! Di layarnya muncul huruf 'S' juga!

Kutekan lagi tombol 'E'….

Muncul lagi, Biki! Lihatlah! Di layar juga muncul huruf 'E'!

Aku pun meneruskan menekan tombol-tombol huruf lain. Membutuhkan waktu… Aku heran sekali mengapa Kanon bisa mengirim pesan sepanjang itu dalam waktu singkat, sementara untuk menekan satu huruf saja aku membutuhkan waktu kurang lebih dua menit.

Bunyi Triiiiiiiiiing!! terdengar lagi setelah dua puluh menit berlalu. Seperti sebelumnya, bunyi itu dibarengi dengan munculnya pesan Kanon.

"Hoaaaaaaaaaaaaahhhhhhemmmm!!! Zzzzz… Shaka, lo kemana aja sih??! Udah balik ke Indiakah?? Ato masih ngetik? Ampun deh, lo ngetik apaan sih kok lama banget?? Pidato kepresidenan?"

Aku mengabaikan kata-kata Kanon. Nah, Biki…kata-kata yang akan kukirim ke Kanon sudah selesai. Sekarang tekan tombol 'enter'…

Ding!

Suara itu terdengar bersamaan dengan munculnya kata-kata balasanku di bawah kata-kata Kanon. Wah, senang sekali rasanya, Biki, ternyata teknologi lumayan menyenangkan ya…

Beberapa saat kemudian, bunyi 'Triiiiiing' terdengar lagi. Ah…sekarang aku tahu kalau bunyi itu adalah pertanda Kanon mengirimkan pesan kembali.

"…..???????????? Shaka?!! Gue kira lo nulis apaan, ternyata Cuma ngetik 'selamat siang kanon…' Ya ampun, Cuma ngetik gitu aja lamanya seabad… Ah, tapi gak pa pa deh, gue seneng dapet pesan dari lo…gue bener-bener kesepian nih… Gak tau kenapa. Eh, btw Saga masih nemuin Athenakah? Gue juga pengin ngobrol ama dia nih."

Aku tersenyum membaca kata-kata itu. Inilah kebiasaan manusia kembar itu; bila sedang sendirianmereka baru mau mengungkapkan perasaan sayang dan persaudaraan mereka. Tetapi bila mereka bersama-sama, aku selalu harus menahan diri untuk tidak menghancurkan kelima indera mereka. Bagaimana tidak, setiap kali bersama, mereka selalu saling menyumpah dan berteriak dengan sangat tidak pentingnya.

Aku kembali menekan tombol-tombol lep top itu untuk membalas pesan Kanon. Seperti sebelumnya…butuh waktu lama bagiku.

Di sela-sela itu, tiba-tiba terdengar bunyi 'triiiiing' lagi, dan muncul kata-kata baru.

……

………...

"Virgo Shaka."

………

…………

Aku mengerutkan dahi membacanya.

Tidak biasanya Kanon menyebutkan nama zodiakku…

Lalu terdengar bunyi lagi…

Triiiiiiiiing!

"Apa jawabanmu, kalau aku menawarkan sebuah permainan?"

………

…………

Dahiku semakin berkerut…

Ini sama sekali bukan gaya bahasa Kanon…

Triiing!!

"Kau harus terlibat dalam permainan ini…kalau kau ingin Gemini Kanon hidup."

Omong kosong…

Tanpa sadar aku berkata tenang pada lep top itu, meskipun aku tahu tidak akan ada gunanya. "Kanon, jangan main-main."

Triiiiing!

"Aku bukan Kanon. Nyawa Kanon sekarang terancam. Atau kuancam, lebih tepatnya. Baru saja aku menyekapnya."

Aku terus memandang layar lep top itu.

Orang yang menulis pesan itu bisa mendengar suaraku…

Triiiing!!

"Dengarkan baik-baik, Virgo Shaka…"

Lep top itu kemudian mengeluarkan suara…

Suara yang sudah kukenal…

"Shaka!!! Nggak usah anggep kata-katanya!! Gue baik-baik aja, dia nggak akan berani bunuh gue—Shak—"

Terputus.

Suara Kanon terdengar begitu panik, dan terputus begitu saja.

Saat itulah aku sadar bahwa ini bukan main-main…

Aku memang tidak begitu dekat dengan Kanon, tapi bagaimanapun aku adalah Gold Saint terkuat di Sanctuary, dan aku bisa membedakan suara orang yang benar-benar dalam bahaya dan tidak…

Triiiiiing!!!

Pesan baru kembali muncul di layar itu.

"Aku sangat ingin menguji ikatan persahabatan kalian, para Gold Saints."

"Siapa kau?!" aku bertanya pada lep top itu.

……

Triiiiing!!

"Aku punya banyak nama*. Kesombongan adalah dosa favoritku*. Sloganku adalah: lebih baik berjaya di neraka daripada menjadi budak di surga**. Senang bertemu denganmu, kuharap kau bisa menebak siapa namaku***. Tapi sebenarnya yang akan membingungkanmu adalah cara permainanku***. "

…….

Triiing!!

"Baca baik-baik peraturannya, Virgo Shaka. Kau bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan Gemini Kanon. Peraturannya begini. Dalam waktu empat jam, kau harus mengumpulkan semua benda yang paling disayangi oleh Gold Saints—termasuk benda milikmu dan milik Gemini Kanon sendiri—untuk ditukar dengan Gemini Kanon. Bila kau gagal mengumpulkan semua benda itu, maka kau tahu sendiri akibatnya: aku akan mengirimkan paket buraian usus Gemini Kanon padamu, juga pada kakaknya Gemini Saga. Tetapi bila kau berhasil mengumpulkan semua benda itu, Gemini Kanon selamat. Dan semua benda kesayangan Gold Saints akan menjadi milikku. Asal kau tahu, Virgo Shaka…yang kumaksud 'benda' bukan hanya 'benda' dalam wujud tak bernyawa. Karena kau tahu benar, 'benda' yang paling disayangi Gold Saints bisa tidak bernyawa…dan bisa juga bernyawa. Dan kau tidak akan bisa membohongiku dengan menyerahkan benda-benda palsu, karena aku tahu betul benda apa saja yang paling mereka cintai."

"Bagaimana aku bisa tahu kau akan menepati janji?" tanyaku, tanganku terkepal.

Triiing!!

"Kau hanya punya dua pilihan, Virgo Shaka. Tidak melakukan keinginanku dengan resiko Gemini Kanon akan mati tercabik-cabik, atau melakukan keinginanku dengan kepastian bahwa Gemini Kanon akan tetap hidup. Kau tinggal memilih."

"Mengapa kau melakukan ini?" tanyaku lagi.

…….

Triiing!!

"Aku sudah lama ingin melakukan ini. Gold Saints terlalu sering berbicara tentang persahabatan dan kasih sayang. Aku hanya ingin tahu, apakah mereka bersedia mengorbankan yang mereka cintai untuk yang mereka cintai? Maukah mereka mengorbankan harta, benda, bahkan manusia yang mereka sayangi demi seorang Gold Saint lain? Kalian sudah pernah melakukannya pada perang melawan Hades dulu: menghabisi kesayangan kalian demi sesuatu yang juga kalian kasihi. Aku ingin tahu, bersediakah kalian melakukannya lagi?"

Aku tetap memandang lep top itu dengan tenang, dan tangan yang semakin terkepal.

Triiiiiing!!!

"Laptop ini sebentar lagi akan mati. Tapi akan menyala lagi setiap selang satu jam. Aku akan mengontrol perkembanganmu dan tentu saja mengizinkan Kanon untuk berbicara padamu sejenak lewat fasilitas call di laptop. Kau akan menyadari bahwa suaranya semakin melemah setiap jam. Yah…setidaknya itu bagus untuk menyemangatimu. Sampai jumpa, Virgo Shaka."

Laptop itu seketika mati.

"Tunggu!" aku memekik, tanpa sadar membuka mataku dan memegang laptop itu, berharap benda itu akan mengeluarkan gambar dan cahaya seperti sebelumnya, tetapi yang ada di layarnya hanyalah kegelapan pekat.

Aku masih berdiri terpaku selama semenit penuh, sebelum mengalihkan pandanganku pada kopor di tanganku.

Betapa ironisnya kehidupan ini… Sedetik sebelumnya kita berencana…sedetik kemudian kita berhadapan dengan sesuatu yang tidak pernah kita kira…

……

Pulang…

Betapa aku sangat menginginkan untuk pulang…mengunjungi desa yang sudah 15 tahun tidak kujenguk.

Tapi bagaimana mungkin aku bisa pulang sekarang, Biki……?

Aku duduk bersila di atas lantai yang keras dan dingin. Mataku kembali terpejam. Orang-orang yang melihatku dalam posisi seperti ini pasti akan berpikir klise, ketika melihat wajahku yang begitu tenang. Mereka akan menyangka aku terlalu menikmati meditasi dan tidak peduli dengan keadaan di sekelilingku. Mereka selalu berpikir aku tidak peduli…mereka SELALU berpikir aku tidak menyayangi……

Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku bertanggung jawab atas nyawa banyak orang, kesayangan banyak orang. Hanya dua pilihan: Kanon mati, atau semua kesayangan Gold Saints lenyap. Aku tidak ingin Kanon mati. Tapi aku juga tidak ingin mengorbankan sesuatu yang dicintai teman-temanku.

Dan tentu saja…aku juga tidak ingin mengorbankan yang kucintai…

Bedebah.

Ah…bodohnya aku…

Seharusnya aku tidak mengeluh seperti ini. Bukankah ini hakikat hidup manusia…? Selalu menemui derita. Pada dasarnya hidup adalah sebuah penderitaan, itulah yang dikatakan Buddha…. Kesendirian, kesepian, ketakutan, kegelisahan...itulah kehidupan. Dan yang menyebabkan penderitaan adalah hasrat, juga keinginan. Bila kita tidak ingin penderitaan itu terus menguasai…atau…bila kita ingin menjadi setara dengan dewa…kita harus mampu menghapus semua keinginan.

Tetapi aku tidak bisa menghapus keinginan…aku selalu mempunyai keinginan. Keinginan untuk hidup…keinginan untuk tertawa…keinginan untuk menangis…keinginan untuk bersedih…keinginan untuk menyayangi.

Dan saat inilah aku menyadari sesuatu…bahwa perlu ditambahkan satu hal dalam daftar sepuluh hal tentangku…

Bahwa aku bukan tuhan…aku bukan dewa…aku bukan Buddha…aku bukan apa-apa…

Aku hanyalah seorang manusia yang tidak berharga…

*

*

*

Lima belas menit telah berlalu. Aku sadar aku tidak bisa membuang waktu lagi. Aku hanya punya waktu empat jam.

Dan aku sudah membuat keputusan…

Kanon adalah penghubung antara Athena dan Poseidon. Kalau Poseidon tidak pernah menyerang kami lagi sekarang…itu karena Kanon berandil besar akan itu… Boleh saja dia memang hanya seorang pelayan di mansion Poseidon, tetapi dia berperan besar untuk mencegah Poseidon menjalankan tiraninya lagi.

Jadi…

Aku baru akan berdiri, ketika cosmo kecil tiba-tiba memasuki kuilku.

"Shaka!!" suara ceria anak kecil yang kukenal.

Kebetulan sekali…

"Mu-sama minta Kiki nganterin sweater hangat ini ke Shaka! Katanya pasti berguna buat perjalanan ke India nanti!"

"Terima kasih, Kiki…," kataku tanpa membuka mataku. "Hmmm…maukah kau duduk di depanku sebentar?"

"Tentu saja!" sahut Kiki. Aku masih bisa melihatnya walaupun mataku terpejam. Ia membawa baju hangat berwarna putih, berjalan ke arahku, lalu duduk bersila di hadapanku.

"Aku ingin bertanya…," kata Shaka.

"Bertanya apa, Shaka-yo? Kenapa serius sekali?" tanya Kiki heran, walaupun tetap bernada antusias.

"Kalau ada satu Gold Saint yang sedang dalam bahaya…maukah kau menolongnya?" tanyaku.

"Tentu saja!" Kiki menjawab mantap dan sungguh-sungguh.

"Kau akan menolongnya, meskipun dia bukan orang yang dekat denganmu?"

"Mu-sama mengajari Kiki supaya nggak membeda-bedakan orang," jawab Kiki. "Semua Gold Saint adalah saudara Mu-sama, dan itu berarti mereka saudara Kiki juga! Kiki tetap akan menolong mereka walaupun mereka nggak dekat dengan Kiki."

Aku mengangguk pelan, dan tanganku terkepal.

Jijik…

Aku benar-benar jijik pada diriku sendiri…

Manusia tidak berharga…

"Dan…," kataku, berusaha tetap bersuara tenang, walaupun tenggorokanku tercekat. "Maukah kau…berkorban untuk mereka?"

"Tentu!" seru Kiki bersemangat. "Kalau perlu akan Kiki serahkan nyawa Kiki!!"

"Bagus…"

Aku membuka mataku, memandangnya dengan lembut.

Dan dia langsung jatuh pingsan.

Hanya sekali pandangan mata dariku, dan makhluk kecil itu langsung tak sadarkan diri…

……

Jangan pandang aku seperti itu, Biki…

Kau tahu betul betapa aku sangat membenci diriku sekarang……….

Kuraih tubuh kecil Kiki, dan kugendong untuk kubawa masuk ke kamarku. Dia tidak akan bangun kecuali aku memberikan cosmoku untuk menyadarkannya.

Satu kesayangan Gold Saint telah kuambil.

Kesayangan Aries Mu…

*

*

*

~Bersambung~

celeronM, I entrust the second chapter to you

*Dari film Devil's Advocate

** Kata-kata satan dalam puisi John Milton, Paradise Lost

*** Dari lagu Rolling Stone, Sympathy for the Devil

Tag to go (pilih secara random): ltifal - Kenedict MP - St Chimaira Kuo - St Chimaira Kari - Pitaloka - Urja Shannan - seika hoshino - piChi diChi - Venus07