-Arigato-
Disclaimer : Bleach © Tite Kubo
Rated : T
Genre : Romance/Family
Pairing(s) : ByaRuki
WARNING : AU, OOC, rada gaje, twoshoot
Summary : Setelah Byakuya dan Rukia menikah, Rukia hamil dan mereka akan segera dikaruniai seorang anak. Bagaimana kehidupan mereka setelahnya?


Arigato

Terima kasih atas semuanya
Semua cinta yang kau berikan
Semua kebahagiaan yang kau datangkan
Aku mencintaimu, selalu, setulus hatiku...


Little flashback from Don't Leave Me Alone : Byakuya, cowok idola sekolah yang terkenal akan sikapnya yang amat dingin, akhirnya bertemu Rukia, anak baru yang penuh kejutan dan merubah dunia Byakuya ketika mereka duduk di bangku SMA. Byakuya pun akhirnya menyadari kalau ia memiliki perasaan lebih pada Rukia. Tapi meskipun ia adalah idola, Byakuya mengalami begitu banyak rintangan untuk mendapatkan cinta Rukia, mulai dari adanya Ichigo, sampai long distance. Akhirnya cinta Byakuya terbalas dan ia dapat menikahi pujaan hatinya.


-JUNI-

Byakuya mendengar jelas beberapa kali Rukia bulak balik ke toilet. Terdengar suara kalau wanita itu sedang tidak enak badan, karena berkali-kali ia muntah. Byakuya akhirnya menghampiri Rukia, lalu membelai rambut istrinya itu.

"Kenapa?" tanya Byakuya.

Rukia menggeleng, lalu menjatuhkan tubuhnya tepat ke pelukan Byakuya, ia lemas. Byakuya dengan sigap menangkap tubuh mungil Rukia, lalu menarik wanita itu ke pelukannya.

"Nanti aku periksa, ya?"

"Hihihi... Kamu ini dokter anak, kan? Bukan dokter kandu... ups," Rukia menutup mulutnya.

"Rukia?" Byakuya menatap istrinya.

"A-a-anu..."

"Hn?"

"Aku... aku hamil."

Selanjutnya pelukan erat dari Byakuya mendekap tubuh mungil Rukia. Senyum indah langsung terukir di wajah laki-laki itu. Tentu saja, kini di rahim Rukia ada buah cinta mereka.

.

.

-JULI-

Rukia mogok makan, yang akhirnya membuat Byakuya kewalahan karena berat badan Rukia turun drastis dan akan berbahaya untuk kandungan Rukia. Akhirnya Byakuya pun terpaksa bolos kerja untuk membujuk wanita yang amat dicintainya ini untuk makan.

"Rukia..., sedikit..."

"Hmmph," Rukia menggeleng sambil memegang mulutnya.

"Ayolah, buat bayi kita."

"Mual," keluh Rukia, violetnya berkaca-kaca.

"Shhht, maaf ya. Tujuh bulan lagi. Sabar, ya," Byakuya menarik Rukia dalam pelukannya.

"Harusnya aku yang minta maaf, aku... padahal untuk bayi kita," Rukia mengelus perutnya.

"Aku tahu kok, pasti rasanya nggak enak, mual-mual kayak gitu," Byakuya membelai lembut rambut Rukia.

"Hn," Rukia mengangguk pelan.

"Tapi bayi kita juga butuh makan," Byakuya menangkupkan tangannya di pipi Rukia.

"Ng..."

"Sedikit?"

Akhirnya Rukia mengangguk ragu, Byakuya pun tersenyum, lalu menyuapi Rukia dengan sabar.

.

.

-AGUSTUS-

Pertama kali Rukia ngidam dan (lagi-lagi) memuat Byakuya kewalahan karena Rukia jadi meminta yang macam-macam, contohnya saat malam tiba, Rukia meminta Byakuya untuk membelikannya sushi, atau pernah Rukia meminta dibelikan durian Bangkok.

Atau seperti malam ini, Rukia terbangun dari tidurnya, lalu memegang pipi Byakuya dengan lembut. Byakuya-yang baru saja tidur karena baru pulang kerja, langsung membuka mata abu-abunya.

"Maaf, aku ganggu tidur kamu."

"Hn?"

"Kamu baru pulang kerja, pasti lelah."

"Mau apa?" Byakuya seakan mengerti dan langsung membelai lembut rambut Rukia.

"Tofu!" jawab Rukia, "Tapi kalo kamu capek, aku..."

"Nggak, aku cariin."

"Sayang, ini kan di San Fransisco."

"Then?"

"Maaf, ya, anak kita minta yang aneh-aneh."

"Aku nggak mau kalo nanti bayi kita ngiler gara-gara ayahnya ini gak susah payah nyari apa yang dia mau," Byakuya mengelus perut Rukia.

Rukia tersipu, namun juga cukup terkejut. Ini pertama kalinya Byakuya bicara sepanjang itu selama mereka menikah. Biasanya Byakuya hanya menjelaskan singkat, atau jika sedang khawatir hanya memperlihatkan dari ekspresi wajahnya. Rukia senang jika Byakuya semakin perhatian dengan anaknya.

"Arigato."

Byakuya pun mengusap rambut hitam Rukia dengan lembut, lalu bangkit dari tempat tidurnya. Laki-laki itu mengganti baju tidurnya dengan kemeja yang tergantung di belakang pintu kamarnya dengan Rukia.

"Nggak malu ih, Tou-san."

"Mau ganti baju bareng?" goda Byakuya yang disambut lemparan bantal dari Rukia.

Byakuya hanya menghindarinya, lalu tersenyum kecil, dan meletakkan bantal itu kembali di atas tempat tidur mereka. Selanjutnya, ia keluar dari kamar, lalu mengambil ponsel yang ada di saku kemejanya.

"Halo."

"Ya?" jawab si penerima telepon dengan malas, terdengar mengantuk.

"Ggio, apa kau tahu di mana tempat beli tofu?"

"Hah?"

"Rukia ngidam."

"Lagi?"

"Ya."

"Kau tahu, ia sama seperti kakaknya, Soi Fon, kalo ngidam selalu yang aneh-aneh."

"Hn."

"Siapa, sayang?" terdengar suara perempuan dari seberang telepon.

"Byakuya," jawab Ggio.

"Jadi?" tanya Byakuya.

"Di restoran Jepang, dekat dengan kantor Tou-san," jawab Ggio lagi.

"Tou-san?"

"Mertuamu!" suara Ggio terdengar kesal.

"Arigato."

Byakuya menutup telepon, lalu berjalan lunglai keluar rumah. Jarak kantor Urahara dengan rumah mereka itu amat jauh dan harus ditempuh dengan kereta.

'Rukia, kalau bukan untuk anak kita, mungkin aku akan bertukar istri dengan Ggio atau Ichigo,' batin Byakuya.

.

.

-SEPTEMBER-

"Byakuya, sepertinya kau kurang tidur?" tanya Ggio saat sedang mampir ke rumah sakit tempat Byakuya bekerja.

"Jangan ulangi pertanyaanku padamu saat Soi Fon tengah hamil."

"Ah ya, kurang tidur karena ngidam, sulit tidur, atau keluhan lainnya. Aku jadi berpikir cukup Sotha saja yang menjadi anakku."

"Punya anak tunggal, maksudmu?" Byakuya mengangkat alisnya.

"Ya, tapi setiap melihat wajah Soi Fon, aku tak sanggup untuk..." Ggio memalingkan wajahnya yang ia yakin sudah sangat memerah.

"Buat anak lagi," goda Byakuya sambil tersenyum menyeringai.

Ggio Vega mengutuk dirinya sendiri karena sudah memancing Byakuya untuk membicarakan hal yang sepertinya adalah masalah pribadinya. Byakuya menepuk bahu Ggio, lalu berjalan keluar dari ruang dokternya.

"Aku juga harus berpuasa selama Rukia hamil,"

Dan akhirnya kini Ggio yang malah tersenyum menyeringai.

.

.

-OKTOBER-

Malam hari, saat Byakuya baru saja pulang kerja, tentu saja sebagai dokter anak di rumah sakit Kuchiki. Byakuya membeli rumah sakit itu beberapa bulan yang lalu, tepatnya saat kehamilan Rukia memasuki bulan pertama. Ya, spesial untuk anak-anaknya, Byakuya ingin memberikan yang terbaik.

Jam sembilan tepat. Rukia sudah terlelap di tempat tidur mereka, tampak nyenyak, walaupun ia kini tengah hamil lima bulan. Byakuya membelai rambut hitam istrinya dengan lembut, lalu mengecup dahi wanita itu pelan.

"Ng..." Rukia menggeliat, lalu memegang lengan Byakuya, matanya terbuka.

"Maaf, aku jadi ngebangunin kamu, sayang."

"Nggak papa. Harusnya aku yang minta maaf, waktu nungguin kamu, malah ketiduran."

"Hei, kamu kan harus banyak istirahat."

"Hihihi... Kamu berlebihan."

"Rukia..." Byakuya mengelus perut istrinya.

"Sssh..., nendangnya jangan keras-keras, sayang," Rukia meringis pelan sambil menaikkan posisinya menjadi duduk.

"Hmm, nakal ya," Byakuya mengelus perut istrinya lagi.

"Sayang. Ng..., aku..."

"Ya?"

"Aku mau makan sesuatu."

"Ngidam ya? Ya udah, kamu mau makan apa?" Byakuya mulai terbiasa dengan kebiasaan ngidam Rukia.

"Ehn, tapi jangan, deh. Kasihan kamu baru... mmph..."

Kecupan kecil yang manis mendarat di bibir mungil Rukia, tentu saja dari Byakuya. Setelah Byakuya melepaskannya, Rukia tersipu. Yah, meskipun Byakuya adalah suaminya, tapi Rukia selalu tersipu saat Byakuya mengecupnya mendadak seperti itu. Sesudahnya, pria bermata abu-abu itu mengacak rambut Rukia lembut.

"Untuk istri dan anakku, aku gak akan capek."

"Gombal!" Rukia menepuk lengan Byakuya pelan.

"Hhh, jadi mau makan apa, istriku?"

"Es krim."

"Es krim?"

"Iya, es krim vanilla," Rukia tersenyum.

"Hn? Es krim vanilla?"

"Iya, sayang. Yah, kalo kamu nggak mau be..." lagi-lagi kata-kata Rukia terhenti, kali ini karena Byakuya meletakkan telunjuknya di bibir mungil Rukia.

"Mau nunggu?"

Rukia mengangguk, lalu mengecup pipi Byakuya dengan lembut. Byakuya hanya tersenyum tipis lalu membelai rambut Rukia, setelahnya ia beranjak dari tempat tidurnya, keluar kamar.

"Aku pergi dulu."

.

.

-NOVEMBER-

Usia kandungan Rukia sudah memasuki enam bulan, perut wanita mungil itu tampak makin membuncit dan Byakuya pun semakin intensif menjaga kesehatan istri dan anaknya itu. Namun memang Rukia agak sedikit nakal dan tidak mau diam saja di bawah pengawasan Byakuya, seperti siang ini, Rukia datang ke RS Kuchiki unutk mengajak suaminya makan siang bersama.

"Konichiwa," sapa Rukia.

"Rukia, kamu..."

"Kayaknya anak kita lagi pengen makan siang bareng ayahnya."

"Dasar nakal!" Byakuya mencubit hidung Rukia dengan gemas.

"Jadi?"

"Tunggu sebentar, satu pasien lagi."

Byakuya keluar dari ruangannya, lalu masuk ke sebuah kamar rawat yang berisi anak kecil berusia sekitar enam tahun. Rukia iseng mengikuti suaminya itu dari belakang, tampak seorang suster juga mengikuti Byakuya sambil membawa peralatan kedokteran. Anak kecil di dalam kamar itu manis, rambutnya pink, namun terlihat jarang, wajahnya pucat pasi, tapi tampak semangat hidupnya tinggi.

"Yachiru, bagaimana kabarmu?" tanya Byakuya.

"Yachi udah baikan, dokter Byakuya!" ucapnya semangat.

"Bagus, sekarang suntik obat dulu, ya?"

Yachiru mengangguk pasti, lalu, Byakuya pun menyuntikkan obat di lengan Yachiru, membuat gadis kecil itu meringis pelan, Rukia yang melihat dari luar jendela kamar rawat ikut meringis, matanya berkaca-kaca. Sepertinya hal itu nampak jelas di mata Yachiru.

"Dokter, itu siapa?" tanya Yachiru.

"Itu? Perawat yang paling dokter cintai," jawab Byakuya.

"Istri dokter?"

Byakuya mengangguk, lalu membelai rambut Yachiru dengan lembut.

"Ya sudah, ya, sekrang istirahat."

Yachiru mengangguk kuat-kuat, lalu merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Setelah itu, Byakuya keluar dari kamar rawat Yachiru, dan menghampiri Rukia.

"Maaf lama, sayang."

"Hn," Rukia mengangguk lemah.

"Kenapa?"

"Aku... aku inget penyakitku dulu, leukimia. Ternyata, aku jauh lebih beruntung," Rukia terisak.

"Shhhttt, jangan dipikirin lagi," Byakuya menarik Rukia ke dalam pelukannya, lalu mengajak istrinya itu berjalan bersama untuk makan siang.

.

.

-DESEMBER-

Tinggal dua bulan lagi, dan Byakuya kali ini benar-benar memprotect Rukia mati-matian. Rukia pun sudah jarang nakal keluar rumah untuk sekedar menemui Byakuya lagi, karena kadang-kadang, perutnya yang makin membuncit itu membuat Rukia sedikit sesak. Tapi, jika siang tak bisa mengganggu Byakuya, berarti, saat malam tiba...

GREP!

Rukia menggenggam piyama Byakuya dengan amat erat, dan tentu saja membuat laki-laki itu terbangun karena terkejut. Ternyata, tubuh Rukia sudah penuh dengan keringat dan membuat Byakuya langsung bangun dan memeluk Rukia erat.

"Kenapa, sayang?"

"Mimpi... buruk..." jawab Rukia lirih.

"Shhhtt," Byakuya membelai rambut Rukia.

"Gomen," Rukia menangis.

"Hn?"

"Hari kelahirannya semakin dekat, aku takut," ucap Rukia.

"Takut?"

"Ya, aku takut aku nggak bisa kuat untuk bayi kita, dan..."

"Shht, aku tahu kamu kuat," Byakuya membiarkan Rukia menangis dalam pelukannya.

Lega. Tentu saja, Rukia sudah mengeluarkan rasa takutnya dalam pelukan Byakuya, Rukia pun duduk di atas tempat tidur mereka, lalu mengelus perutnya lembut. Byakuya menatap Rukia sesaat, lalu mengecup pipi istrinya.

"Aishiteru, Rukia."

Rukia tersipu, namun selanjutnya, Byakuya dengan cepat terlelap lagi di atas tempat tidur mereka. Padahal belum ada lima datik yang lalu pria itu bersikap romantis. Rukia hanya bisa mendengus sebal, lalu kembali tidur.

.

.

-JANUARI-

Ulang tahun Rukia, tepat tanggal 1 Januari, saat Rukia baru saja terbangun dari tidurnya, sambutan kecupan hangat mendarat di bibir mungil Rukia. Tentu saja, dari siapa lagi kalau bukan dari Byakuya? Rukia hanya menatap suaminya itu bingung.

"Happy birthday!" ucap Byakuya.

Rukia tersenyum kecil, dan dilihatnya Byakuya sudha menyiapkan kue tart mungil yang sepertinya buatan tangan dengan lilin angka 24 tertancap di atas kue itu. Rukia membetulkan posisinya menjadi duduk, sementara Byakuya menyalakan lilin itu.

"Make a wish," pinta Byakuya lagi.

Rukia menutup matanya sebentar, lalu meniup lilin yang ada di atas kue tart itu. Selanjutya, Byakuya menyuapi potongan kecil dari kue yang ia buat sendiri kepada Rukia. Rukia menyambutnya, tapi lalu wajahnya menunjukkan kalau kue itu, ng, kurang enak.

"Kenapa?" tanya Byakuya.

"Ng... kuenya kamu bikin sendiri, sayang?" tanya Rukia.

"Iya."

"Asin."

Mata abu-abu Byakuya membulat sempurna, lalu mencicipi kue yang ia buat sendiri, dan tepat sekali seperti kata Rukia, kue itu memang terasa asin. Sepertinya ia salah memasukkan garam ke dalam adonan kuenya. Sesaat kemudian, wajah Byakuya tampak kecewa, mungkin karena rencananya untuk membuat sesuatu yang spesial bagi Rukia di ulang tahunnya itu gagal.

"Hihihi... Kamu terlalu mikirin, ya? Apa perlu aku makan semua kue itu?" tanya Rukia.

"Jangan! Asin banget."

Byakuya tampak murung lagi, Rukia mendengus sebal, lalu meletakkan kue yang ada di tangan Byakuya itu di atas meja kecil dekat tempat tidur mereka. Selanjutnya, wanita itu mengecup lembut bibir Byakuya, cukup lama, sampai nafas keduanya terengah-engah.

"Rukia?"

"Arigato."

.

.

-FEBRUARI-

February 1st, 00.10

"Bya-kun..., Bya-kun..." Rukia berulang kali menyebutkan nama suaminya sambil berusaha melahirkan buah cintanya dengan Byakuya.

Byakuya mendampingi Rukia, di samping istrinya, sambil memegang tangan mungil Rukia. Peluh dan air mata sudah bercampur jadi satu di wajah Rukia. Byakuya rasanya ingin menangis, bahkan jika mungkin, ia ingin menggantikan posisi istrinya dan merasakan sakitnya.

"Arrrggghhh!" Rukia menjerit, lalu tak lama terdengar tangisan bayi.

Air mata Rukia mengalir, lalu wanita itu mencoba mengatur nafasnya, dan tersenyum melihat anaknya sudah lahir. Byakuya pun tersenyum, lalu mengecup kening istrinya dengan lembut, sambil memegang tangan Rukia.

"Kamu hebat," entah kenapa, air mata Byakuya malah mengalir.

"Bya-kun?"

"Gomen, aku... takut..."

"Sht..., bayinya sedih loh nanti," Rukia membelai lembut pipi Byakuya dengan sisa tenaganya.

"Aku lihat anak kita dulu, ya," kata Byakuya, yang disambut anggukan Rukia.

Selanjutnya, Byakuya menggendong anak pertama mereka dengan sangat hati-hati. Anak mereka laki-laki, matanya abu-abu seperti Byakuya, namun wajahnya mirip seperti Rukia, hangat dan lembut. Byakuya membiarkan Rukia menggendong anak mereka, dan anak itu pun menggeliat dalam gendongan ibunya.

"Kamu udah nyiapin nama, kan?"

"Hng. Ryuuki?"

"Ryuuki? Nama yang bagus. Selamat datang, Kuchiki Ryuuki," Rukia tersenyum, lalu mengecup dahi Ryuuki.

"Lama-lama Tou-san cemburu deh sama kamu," ujar Byakuya polos, yang di sambut tawa kecil Rukia.

Ryuuki menggeliat lagi dalam gendongan ibunya, tampak tersenyum kecil. Byakuya hanya menghela nafas panjang, lalu membelai lembut pipi Ryuuki dengan punggung jari telunjuknya.

"Maaf ya, hadiahnya telat," ucap Rukia, sambil tersenyum.

Lagi-lagi Byakuya lupa kalau kemarin adalah hari ulang tahunnya.

.

~ T B C ~

.


Huwwaaaa... Padahal tadinya mau dibikin oneshoot, kenapa jadi multi-chap, sih? Haduh haduh. Tenang aja, cuma 2 chapter kok. Hihihi...

Soal nama anak Byakuya dan Rukia, hmm... Cha sih dapet inspirasi dari nama Rukia. Ngga jauh beda, kan? *maksa* Terus, cerita-cerita tiap bulannya itu pengalaman nyata dari kakak sepupu Cha yang baru saja menjadi ayah! (Yeee! Selamat ya, Darius!) XD

Ehn, disini Cha mau bikin image Byakuya sebagai ayah yang selalu sigap 24 jam (ceileee...), dan juga mencoba untuk sabar, mengalah, dan over protective. Gimana? Sudah kebangun?

Nah, mind to RnR, readers?