Meet with My Princes

By: Hitomi shoyou

Disclamier : Eyeshield 21 By. Riichiro Inagaki dan Yusuke Murata

Warning : ooc dan typo (karena author ini newbie jadi mohon di bimbing)


Dua anak kecil yang sudah saling akrab sedang berada di sebuah taman air mancur. Sedang duduk di bangku taman.

"Wah.. hari ini luar biasa! Iya kan Yo?" kata seorang gadis kecil bermata biru sapphire.

"Iya! Hahaha! Lihat tidak paman tadi pusing mencari kita bersembunyi?" kata anak laki-laki bermata emerald.

"Tapi apa perbuatan kita tadi tidak apa-apa?" kata gadis kecil itu.

"Tidak apa-apa. Lagi pula kita juga tidak sengaja menginjak ekor anjing paman tadi," kata anak laki-laki kecil itu mengeluarkan permen karetnya.
"Kau mau?" tanyanya kepada teman disampingnya.

Gadis kecil itu mengelengkan kepalanya.
"Kalau kau menawarkan kue sus baru aku mau?" gadis kecil itu tertawa.

"Dasar monster sus!" kata anak laki-laki itu ikut tertawa.

"Biar saja!" gadis kecil itu mengembungkan pipinya menambah wajahnya semakin manis.
"Sudah sore, ayo kita pulang," gadis kecil itu turun dari bangku taman, tak lama di ikuti temannya.

Dua anak itu berjalan dibawah langit sore yang indah menghiasi hari itu.
Gadis kecil bermata sapphire itu sudah sampai rumahnya begitu pula dengan temannya tadi.

"Apa hari ini menyenangkan sayang?" tanya wanita paruh baya pada gadis kecilnya saat menghampirinya di dapur.

"Sangat bu! Aku senang punya teman seperti Yo!" kata gadis kecil itu tersenyum.

"Baguslah, selama ini kau jarang bermain, semenjak Yo ada kau jadi bersemangat lagi ya." Kata wanita itu mengelus rambut anaknya.
"Nah, sekarang kau mandi lalu bantu ibu menyiapkan makanan, sebentar lagi ayah akan pulang," kata wanita itu.

"Oke!" kata gadis kecil itu semangat lalu langsung pergi.

Ditempat lain tepatnya di kediaman rumah anak laki-laki teman gadis kecil tadi, dia juga sedang berkumpul dengan ayah dan ibunya diruang tamu bercanda bersama.

"Wah kau makin akrab dengan gadis manis itu ya?" goda ayahnya pada anak laki-laki itu.

"Ap_Apa?! akrab kan hanya berteman saja!" kata anak laki-laki itu, ibunya hanya tersenyum.

"Sudah mengaku saja? kau suka kan dengan gadis itu? kecil-kecil sudah tahu rasa suka ya," kata ayahnya tetap mengoda anaknya.

"Mengaku apa? memang benar kok hanya berteman saja," kata anak laki-laki itu dengan sedikit rona merah di wajahnya.

"Akh!" ibu anak laki-laki itu mengerang kesakitan, memegang dadanya yang bagai tertusuk.

"Ibu!" kata anak laki-laki itu.

"Gawat!" ayah anak laki-laki itu langsung membopong istrinya ke mobil untuk segera membawa kerumah sakit, anaknya tak lupa ikut juga.

Keluarga itu lalu langsung melesat kerumah sakit.
Bersamaan dengan hal itu di rumah kediaman gadis kecil bermata sapphire, dia dan kedua orang tuanya sedang berada di meja makan.

"Mamo? Kenapa diam?" tanya ibunya merasa aneh dengan perubahan sikap putrinya.

"Yo pasti akan bermain denganku terus kan bu?" bukannya menjawab pertanyaan ibunya gadis itu malah bertanya.

Semula ibunnya merasa bingung dengan pertanyaan putrinya lalu dia langsung menjawab.
"Tentu saja. kau tenang saja ya." Ibunya tersenyum lalu putrinya ikut tersenyum.

Kembali kerumah sakit dimana anak laki-laki itu dengan ayahnya tampak cemas menunggu dokter yang menanggani istrinya keluar dari ruangan. Tak perlu waktu lama seorang dokter keluar dengan ekspresi sedikit kecewa.

"Bagaimana?" kata ayah anak laki-laki itu langsung menghampiri sang dokter yang merupakan temannya sendiri. Sedangkan anaknya masuk ke ruangan itu untuk melihat ibunya.

"Semakin buruk. Aku juga belum menemukan penawaran zat itu," kata dokter itu.

"Dia harus selamat apa pun caranya." Kata pria itu.

"Hanya dua pilihan kita sekarang. Pilihan pertama, kau berhasil temukan orang yang menyutikkan zat itu pada istrimu. Kedua, menunggu aku terus mencari penawarnnya." Kata dokter itu.

"Mencari penawarnya sangat memakan waktu, sedangkan kondisinya akan semakin memburuk!" pria itu terlihat frustasi.

"Aku tahu ini berat bagimu. Tapi aku akan secepatnya menemukan penawarnya," kata dokter itu memegang bahu temannya.

"Aku sangat mengharapkanmu," pria itu masuk ke dalam ruangan.

Pria itu melihat putranya sedang berdiri di samping ibunya yang terbaring dengan ekpresi wajah yang lelah. Pria itu mendekati keduanya dan mengelus rambut putranya. Handphonenya berbunyi, menampilkan nomor yang tidak dikenal dengan malas pria itu mengangkat telpon tersebut.

"Bagaimana rasanya melihat istrimu yang tidak berdaya?" kata orang misterius di balik telpon.

"Siapa kau?!" pria itu keluar dari ruangan rawat itu.

"Sudah lupa denganku? Hah! Apa wanita itu yang membuatmu lupa denganku? Tapi itu tidak masalah karena sakit hatiku setidaknya sudah terbayar dengan sekaratnya istrimu. Hahaha…" kata suara wanita misterius itu.

"Kenapa kau tahu tentang istriku? Siapa kau ini? Dan apa maumu sebenarnya?" kata pria itu tidak sabaran.

"Wanita yang kau campakkan karena kau sudah tertarik dengan istrimu sekarang. Tujuanku ingin menawarkan suatu hal yang bagus," kata wanita itu.

"Aku tidak tertarik dengan hal yang kau tawarkan,"

"Obat penawar!" wanita itu langsung berbicara saat hendak pria itu mau menutup telponnya.
"Aku akan berikan obat penawar dari zat berbahaya yang terdapat di dalam tubuh istrimu dengan syarat kau tinggalkan istrimu dan datang padaku," kata wanita itu.

"Obat penawar? Kau_ jangan-jangan…" kata pria itu.

"Bingo! Aku orang yang menyuntikkan zat itu. Jadi bagaimana? Penawaran tidak akan kuberikan dua kali. Kau tinggalkan dia atau tetap melihat istrimu yang semakin lama semakin tak berdaya itu?" kata wanita itu.

"Kau!" pria itu mengeram marah.

"Aku tidak mau membuang-buang waktu. Kalau kau tidak mau juga tidak apa-apa, akan aku matikan telponnya,"

"Tunggu! Aku.. Baiklah," kata pria itu.

"Pilihan bagus. Bagaimana istrimu akan pulih total nanti aku akan hubungi kau lagi," wanita itu menutup telponnya.

~Meet with My Princes~

Mentari mulai terlihat dari ufuk timur. Sinarnya semakin menyebar, mengawali pagi dengan semangat. Yo yang tertidur di sofa terlihat enggan bangun, tapi karena ayahnya membangunkannya dengan pelan ia pun bangun dan mengucek matanya yang masih mengantuk.

"Yo, kita harus segera pergi ke Amerika," kata ayahnya.

"Amerika?" katanya bingung.

"Iya. Ada berita bagus, ibumu bisa di sembuhkan di sebuah rumah sakit yang berada di Amerika," kata ayahnya tersenyum.

Sebuah senyum palsu bahwa yang baru saja dia bilang hanya sebuah drama seolah-olah sebuah rumah sakit di Amerika lah yang menyembuhkan istrinya tanpa semua orang ketahui bahwa ternyata sebuah rencana sedemikian rupa yang dibuat oleh wanita misterius tadi malam itu sangat baik. Menjadi salah satu dokter palsu di Amerika dan pada saat orang yang di maksud datang ia akan langsung menyuntikkan penawar zat berbahaya itu. Dan rencana itu benar-benar seperti halnya dokter mengobati sang pasien.

"Benarkah? Ayo kita berangkat sekarang!" Yo sangat senang bahwa ada yang bisa menyembuhkan ibunya.

"Kita akan pergi dengan pesawat jet pribadi. Semuanya sudah siap, barang-barangmu juga sudah. Kita langsung berangkat ke landasan pesawat saja," kata ayahnya.

"Apa? Aku boleh berpamitan sebentar dengan temanku?" kata Yo.

"Ya baiklah. Kau minta antar teman ayah di depan rumah sakit saja. Nanti kau kembali lagi kesini," kata ayahnya.

"Baik," lalu Yo langsung pergi dan menjumpai teman ayahnya yang terlihat berdiri di depan mobil ayahnya. Setelah pergi dari rumah sakit, kini mobil itu melaju di jalan dengan cepat.

Kini Yo sampai di rumahnya karena ia sebenarnya ingin mengambil sesuatu sebelum kerumah temannya. Sekedar ingin memastikan temannya sudah berangkat ke sekolah atau masih di rumah ia menyambar telpon yang berada meja dekat tempat tidurnya.

"Bisa bicara dengan Mamori?" kata Yo.

"Maaf Mamori tidak ada. Dia sudah berangkat sekolah. Ini dengan siapa?" kata suara di sebrang telpon, Ibunya pikir Yo.

"Ini aku Yo," katanya.

"Oh Yo, Mamori katanya dia mau ke rumahmu mengajak berangkat sekolah bersama," kata wanita itu.

"Yo! Ayo kita berangkat bersama!" teriakan dari depan rumah membuat Yo menoleh kearah pintu.

"Sepertinya dia sudah sampai rumahku. Baiklah bi, terima kasih," Yo langsung menutup telponnya dan lari keluar rumah.

"Yo, ayo kita ke sekolah bersama_ Lho? Mana tasmu?" kata Mamori kecil.

"Aku tidak sekolah. Monster sus, hari ini aku akan ke amerika untuk mengantar ibuku berobat," kata Yo.

"Ke Amerika? Kenapa mendadak!" kata Mamori.

"maaf, ini." Yo meraih tangan mamori dan memberinya sebuah gantungan kecil berbentuk mascot kue sus dengan mahkota diatasnya.

"Ini kan yang kemarin lusa aku lihat di depan toko. Dan setahuku ini seharusnya ada dua, raja dan ratu sus," kata Mamori memerhatikan gantungan itu.

"Yang ratu sus ada padaku," kata Yo memperlihatkan gantungan yang satu lagi.
"Sudah ya, aku hanya ingin pamit denganmu tadi. Karena sudah aku akan berangkat sekarang," kata Yo.

"Tunggu! Kapan kau akan pulang?" kata Mamori.

"Aku tidak tahu. Tapi pasti secepatnya dan kita bisa bermain bersama lagi," kata Yo tersenyum menyemangati temannya.

"Kau janji ya? Cepat kembali secepatnya," kata Mamori kecil sudah menanggis.

"Dasar cengeng. Sudah ya monster sus, sampai berjumpa lagi," setelah menepuk pelan kepala Mamori, Yo langsung menaiki mobil. Mobil mulai bergerak dan meninggalkan Mamori yang melambaikan tangan kearah Yo begitu pula sebaliknya.

"Yo pasti akan pulang secepatnya," Mamori mengusap pipinya yang basah dan berjalan dengan semangat ke sekolah dengan mengenggam erat gantungan yang di berikan Yo.

~Meet with My Princes~

10 tahun kemudian...

Penghuni di kediaman Anezaki seperti biasa saat pagi hari mereka berkumpul untuk sarapan pagi di ruang makan. Rutinitas yang sudah biasa, tapi hari ini adalah hari special bagi Mamori sekaligus sebuah berita bagus bagi orang tuanya. Mamori Anezaki gadis berambut abrun bermata sapphire itu kini akan masuk Universitas.

"Yang lagi senang di terima Universitas terbaik semangat sekali hari ini," kata ayahnya.

"Tentu saja aku senang! Universitas itu sudah lama menjadi incaranku," kata Mamori itu memancarkan ekspresi puas.

"Apa teman-temanmu juga ada yang disana juga?" tanya ibunya.

"Hm! Ako dan Karin. Selebihnya aku tidak tahu," kata Mamori menganggkat bahunya.

"Yang penting tetap semangat belajar ya," kata ibunya tersenyum.

"Aku sudah selesai. Aku berangkat dulu ya. Doakan semoga hari pertamaku berjalan lancar," Mamori mencium pipi ibu dan ayahnya secara bergantian. Lalu dia pergi beranjak keluar dari rumah menuju ke kampusnya.

Di waktu yang sama di sebuah café kopi dua orang pemuda duduk di sebuah meja dekat jendela. Dua orang pemuda yang tampan sampai pengunjung café yang lain sesekali memandang kagum ke dua pemuda itu.

"Jepang tidak buruk juga. Kau tidak mau beritahu ayahmu tentang kau kuliah di Jepang. Kuliah kedengarannya tidak tepat, mungkin kabur ke Jepang," kata pemuda berambut coklat tersenyum dengan senyum andalannya, yang di ketahui bernama Takeru Yamato.

"Memberitahunya? Apa hal itu harus aku lakukan pada pak tua itu rambut sialan? Ke ke ke…" kata pemuda satu lagi dengan tawa setan andalannya. Wajahnya yang datar dan giginya yang bertaring memang memberikan kesan seram tapi rambut spike dan wajahnya tidak bisa dipungkiri kalau dia juga tampan. Nama pemuda tersebut adalah Hiruma Yoichi.

"Tentu saja pasti kau tidak akan melakukannya. Akan kiamat kalau kau benar melakukannya," kata Yamato meminum capucino lattenya.

"Ke ke ke… Dasar rambut liar sialan. Cepat berdiri dan jadi supirku ke Universitas sialan itu," kata Hiruma berdiri menenteng laptopnya di tangan kiri dan senapan AK 47 ditangan kanannya.

"Hey! Aku bukan supirmu! Aku ini sepupumu!" kata Yamato protes tapi hanya ditanggapi tawa setan oleh Hiruma.

Dua pemuda itu sudah berada di mobil setelah membayar bill pesanan mereka di café tadi dan mobil mulai bergerak melaju di jalanan yang tidak terlalu ramai itu.

Universitas Saikyoudai

Universitas yang sudah ramai oleh para mahasiswa maupun mahasiswi di dalam lingkungannya. Ditaman kampus, kantin, maupun kelas tidak absen dari para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang berkumpul bersama dan membicarakan berbagai topik.

"Hari pertama kuliah bagaimana kalau kita rayakan sepulang jam belajar nanti?" usul Ako dengan semangat ke dua orang sahabatnya.

"Boleh juga," kata Karin menyetujui.

"Enaknya dimana?" kata Ako.

"Bagaimana kalau di_"

"Di café chikyuzen," tiba-tiba Akaba sudah berada di belakang Mamori. Dialah yang memotong usul Mamori tadi.

"Hm! Ide bagus! Akaba kun," kata Ako.

"Akaba kun? Juumonji kun? Kalian di Universitas ini juga?" kata Mamori.

"Seperti yang kau lihat anezaki," kata Juumonji.

"Taka juga masuk universitas ini hanya saja hari ini dia tidak masuk," kata Karin.

"Hari pertama malah tidak masuk?" kata Mamori.

"Iya. Karena pagi ini dia sakit perut, sudah puluhan kali ke kamar mandi," kata Karin kembali melihat hpnya yang terdapat sms dari Taka tadi pagi. Yang lain sweet drop dan prihatin dengan keadaan teman mereka yang satu itu.

"Kalian juga ikut ya dalam acara perayaan ini," kata Ako.

Akaba dan Juumonji mengangguk. Mereka ber 5 pun kembali berjalan di koridor yang ramai itu.

"WOW…!" tidak seramai itu.

"KYYAAA!" tidak seheboh itu juga.

"Astaga! Dewa mengutus anak buahnya ke bumi!" tidak begitu juga. Tunggu! Anak buah dewa? Apakah saya salah disini? Mari kita lihat, ternyata teriakan tadi adalah ulah dari para mahasiswi seperti yang sedang kedatangan artis di kampus mereka.

Rombongan Mamori itu yang bingung dengan sumber suara ribut itu menoleh kebelakang.

"Irama yang sangat buruk," kata Akaba.

"Ada apa sih teriak-teriak seperti kedatangan artis saja," kata Mamori sedikit kesal.

"Apa memang benar artis?" kata Ako menunjuk 2 pemuda berjalan di koridor dengan santai. Teriakan para mahasiswi yang kagum tak mereka hiraukan.

"Yo…" kata Mamori lirih sampai tak ada yang mendengarkannya hanya Akaba yang mendengar karena dia berada tepat disamping Mamori.

To Be Continue….


Halo para senpai-senpai sekalian saya hitomi si author baru di dunia fanfic ini. Saya newbie disini jadi mohon bimbingannya agar fanfic saya menjadi lebih baik lagi *bungkuk*.