MENCINTAI ORANG YANG SAMA TAPI BERBEDA
By Itachannio
Vocaloid
Disclaimer: Yamaha, Crypton Future Media, and fans all over the world
Main Characters: Kaito Shion, Miku Hatsune, Gakupo, Megurine Luka.
Other Characters: Find by yourself
Author's Words:
Moshi-moshi, annyeonghaseyo, halo, hi Readers di mana pun anda berada!
Fanfic ini termasuk fanfic pertama saya, jadi pasti terdapat banyak kesalahan. Mohon bantuannya ya untuk para readers ataupun senior yang membaca fanfic ini. Dengan banyaknya saran dan kritik yang masuk pada kantung review saya, saya jadi bisa mengetahui seberapa banyak kesalahan saya, juga seberapa besar peluang saya untuk memperbaikinya.
Terima kasih dan selamat membaca!
Enjoy
Chapter one; Pesta Kostum
Summary:
Aku bertemu dengan rambut indahmu di malam itu. Rambut itu begitu berkilau saat angin menerbangkannya. Rambut itu berwarna biru gelap. Dia tergerai panjang menutupi punggungmu yang mungil.
Aku ingin melihatmu lagi, namun setelah hari itu aku tak pernah melihat sosokmu maupun rambut indahmu yang sempat membuatku terpesona.
Hari itu Kaito memandang lurus keluar jendela rumahnya. Hari sudah menjelang senja. Langit sudah mulai berubah warna menjadi oranye. Dia melirik sebuah amplop undangan pesta berwarna biru yang tadi siang diberikan oleh seorang gadis bernama Candice kepadanya. Candice adalah seorang anak perempuan yang semi-populer di sekolah. Dengan sikap angkuhnya dia pasti hanya mengundang anak-anak populer, atau minimal yang sedikit berkelas. Semodel dirinya. Kaito berkaca di cermin. Di sana terpantul gambar seorang anak laki-laki tinggi dan tampan, memiliki rambut biru tua, dan mempunyai mata safir yang cerah. Dia yakin –meskipun tidak peduli– akan banyak gadis yang menyukainya malam nanti.
Dia berjalan ke arah lemari pakaian, membukanya, lalu mengambil sebuah kostum dengan mantel panjang hitam menutupi baju putih di dalamnya. Itu adalah sebuah tuksedo, hanya saja ditutupi mantel tipis berwarna hitam yang kerahnya berdiri mencapai leher, atau lebih tepatnya kita bisa menyebut itu kostum hantu penghisap darah yang lebih sering dipanggil vampire. Di saku baju itu, terdapat sebuah topeng untuk mata yang berwarna hitam. Kaito tersenyum. Dia tidak sabar ingin melihat teman-temannya nanti di pesta itu. Apa mereka bisa mengenalinya nanti?
Malam hari itu menjadi sangat ramai dan meriah ketika menerima kehadiran seorang tamu spesial yang datang dari dunia lain; sang vampir. Dia berjalan menuruni tangga yang langsung disorot oleh lampu, menjadikannya sebagai objek utama penonton. Sementara para wanita sibuk berbisik-bisik tentang dirinya, para pria bertanya-tanya siapakah yang sedang berada dalam kostum itu. Si vampir yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kaito itu tersenyum saat melihat teman-temannya; Kamui Gakupo –si jabrik berambut ungu yang sedang memakai kostum pangeran– dan Kagamine Len –si pendek berambut pirang yang sedang memakai kostum zorro–. Dia sengaja tidak pergi ke tempat kedua orang itu agar mereka tidak mengenalinya.
Anak itu lalu mengambil segelas wine, berjalan ke lantai dansa. Tentu saja banyak anak perempuan yang mengajaknya untuk berdansa, tetapi dia menolak untuk itu. Dia keluar dari ruang dansa, berdiam diri di sana sambil menikmati udara malam yang segar. Saat itu, beberapa meter dari tempatnya berdiri di lantai dua, dia melihat seorang gadis berambut hijau berkilau sedang duduk menyendiri di samping air mancur di halaman depan rumah. Gadis itu mengenakan gaun hijau muda yang panjang dan mengembang, membuatnya seperti seorang puteri raja. Hiasan rambut yang dipakainya berwarna putih, dihiasi dengan bunga-bunga berwarna hijau muda yang membuatnya serasi dengan rambutnya yang berwarna hijau tua. Gadis itu sedang duduk membelakanginya, tapi dia yakin kalau gadis itu berbalik, dia pasti akan kelihatan sangat cantik. Tanpa menunggu lama, dia menerobos gadis-gadis yang kembali menawarinya untuk berdansa bersama, menuju ke lantai bawah tempat si puteri raja menyendiri.
Akhirnya Kaito bisa berdiri beberapa meter di belakang si puteri raja –yang belum menyadari kehadirannya. Dia mendekati puteri raja itu dengan berjingkat, bermaksud mengagetkannya dengan tiba-tiba mengajaknya berdansa bersama. Gadis anggun itu lalu berbalik ketika mendengar suara seseorang memanggilnya 'Hime-sama'. Dia terlonjak kaget ketika melihat seseorang sedang berdiri di belakangnya, sedangkan orang itu terdiam sambil menatap wajahnya.
Kaito terpana ketika melihat wajah gadis berambut hijau itu. Ternyata benar, gadis itu terlihat sangat cantik dengan sebuah topeng putih berbulu yang menutupi sebagian wajahnya.
"Hime-sama, maukah kau berdansa denganku?" tanya Kaito, sambil mengulurkan tangannya dengan gaya yang sangat cool untuk menarik perhatian si tuan puteri. Sang puteri masih belum bisa mengatasi rasa kagetnya. Dia masih mematung sambil menatap Kaito dari balik topeng putih berbulunya.
"Bisakah kita berdansa sekarang?" tanya Kaito, saat dia sudah menunggu selama kurang lebih dua menit dengan tangan yang terus terulur ke arah gadis itu. Si gadis menghela napas sebelum tersenyum dengan manis. Dia membungkuk memberi salam sebelum menyambut uluran tangan Kaito. Suara musik yang masih terdengar sampai tempat mereka pun mengiringi setiap gerakan lembut yang mereka lakukan ketika berdansa. Baik Kaito maupun gadis itu saling menatap satu sama lain. Hal itu berlangsung hampir selama tiga menit. Hitungan waktu yang cukup panjang bagi dua orang yang baru saja saling mengenal untuk saling mengagumi satu sama lain.
"Kau siapa?" tanya gadis itu, di sela-sela dansanya dengan Kaito.
"Aku seorang vampir saat ini," jawab Kaito. Si gadis tertawa kecil. Vampir ini lucu, pikirnya.
"Tapi nama asliku adalah Kaito Shion," tambah Kaito.
"Aku tahu orang bernama Kaito Shion, tapi belum pernah bertemu dengan orangnya langsung seperti ini," kata si gadis, "Kau cukup terkenal karena kecerdasan dan ketampananmu. Kau masih tingkat pertama 'kan di SMA Vocaloid?"
"Ya," jawab Kaito, "Bagaimana denganmu, Hime-sama?"
Si gadis hanya merespon dengan senyuman, tanda kalau itu adalah rahasia. Kaito tersenyum. Sekarang dia jadi penasaran dengan puteri cantik itu.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul duabelas malam yang dilewati Kaito dan sang puteri dengan berdansa dan mengobrol. Acara selesai saat itu juga. Kerumunan masa mulai keluar dari rumah mewah Candice yang digunakan sebagai tempat pesta berlangsung. Kaito dan sang puteri yang sedang mengobrol pun menghentikan aktivitas mereka. Puteri itu tiba-tiba saja berlari ke arah kerumunan.
"Hey, Hime-sama!" panggil Kaito. Gadis itu melempar senyuman ke arahnya sebelum dia berbaur dengan kerumunan, kemudian menghilang. Kaito masih berdiri di tempatnya. Dia membuka topeng yang dari tadi menutupi wajahnya. Gadis itu sangat anggun. Sayang sekali Kaito tidak bisa melihat wajah aslinya yang tanpa topeng. Dia harus mencari tahu siapa gadis itu.
Pagi hari di SMA Vocaloid, seorang gadis manis berambut hijau tua panjang yang dikepang dua sedang berjalan santai memasuki gerbang sekolah. Dia memasuki bangunan sekolah, dan berjalan ke arah lokernya. Saat dia sedang membereskan barang-barang di lokernya, tiba-tiba seseorang menjatuhkan sesuatu ke kepalanya, membuat anak gadis itu melihat kanan-kiri untuk memastikan apakah ada orang atau tidak. Saat dia melihat ke arah pintu masuk, dia melihat sesosok makhluk tampan yang tinggi sedang berdiri mematung sambil menatapnya. Miku mengambil kapal kertas yang tadi mendarat di kepalanya, lalu matanya beralih menatap sosok tinggi itu. Itu adalah Kaito. Shion Kaito. Seorang anak laki-laki yang populer di kalangan anak kelas satu. Dia terkenal karena sudah menjadi juara umum semester satu, juga karena wajahnya yang sangat menarik hati. Si gadis jadi bingung ketika Kaito berjalan menghampirinya dengan wajah yang sangat ramah.
"Maaf, kapal kertas itu adalah milikku," katanya. Si gadis hanya mengangguk. Kaito kemudian memperhatikan wajah si gadis yang langsung membuatnya heran pada anak laki-laki itu.
"Ada apa?" tanya si gadis, tanpa berbasa-basi. Kaito tersenyum.
"Apa kau sudah lupa padaku, Hime-sama?" tanyanya.
"Namaku Miku. Hatsune Miku. Bukan Hime-sama, dan aku bukan seorang hime," ucap gadis manis bernama Miku itu sambil menutup pintu lokernya. Kaito sedikit mengerutkan dahinya ketika mendengar gadis itu berbicara. Nada bicaranya berbeda dengan semalam, pikir Kaito.
"Em.. baiklah, jika tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, aku akan pergi," kata Miku, sambil menatap Kaito.
"Apa kau benar-benar tidak mengingatku?" tanya Kaito.
"Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku bahkan belum pernah berbicara denganmu sebelumnya," kata Miku.
"Benarkah? Kalau kau belum pernah berbicara padaku, kau pasti sudah pernah berbicara dengan orang yang berpakaian vampir semalam? Vampir itu adalah aku," kata Kaito. Miku menaikkan sebelah alisnya. Apa yang sedang dibicarakannya? Tanya gadis itu dalam hati.
"Maaf, mungkin kau salah orang. Aku permisi," Miku membungkuk sebelum pergi meninggalkan Kaito yang masih bertanya-tanya seorang diri.
Nama gadis itu adalah Hatsune Miku. Memang sedikit aneh, mengingat gadis yang menjadi Hime -nya semalam bersikap misterius, sedangkan yang tadi berhadapan dengannya begitu terbuka dan blak-blakan. Namanya saja dia sebutkan, sedangkan yang tadi malam, ketika ditanya nama, dia tidak mau memberitahu. Kaito jadi semakin penasaran dengan Hime -nya itu. Dia memutuskan untuk memperhatikan Miku dari kejauhan. Yah, bukan sebagai stalker atau semacamnya sih, hanya untuk memastikan saja –meskipun idenya itu lebih mirip dengan 'penyetalker-an'.
Saat dia berjalan ke lorong kelas, dia bertemu dengan seorang anak gadis berambut pink panjang yang tak sengaja menabraknya saat mereka berpapasan. Kaito dan gadis itu bertatapan. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Percaya atau tidak, rasanya Kaito pernah melihat gadis itu, tapi entah di mana. Gadis itu tersenyum manis pada Kaito yang langsung membuat wajah anak tampan itu memerah.
"Maaf," kata gadis itu.
Kaito hanya tersenyum sambil mengusap-usap belakang kepalanya. Gadis itu melempar senyum padanya sebelum pergi meninggalkan koridor. Kaito memperhatikan punggungnya. Cantik. Lembut. Anggun. Satu kata yang pas untuk menggabungkan ketiga kata itu adalah feminin. Gadis itu benar-benar mengingatkannya dengan hime berambut hijau semalam. Kaito menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mungkin. Gadis yang semalam bersamaku pasti gadis bernama Miku itu, pikirnya. Saat sedang asyik-asyiknya melamun, tiba-tiba Gakupo mengagetkannya.
"Woy! Sedang apa kau di sini? Kelas akan dimulai sebentar lagi!" Gakupo muncul dari belakang Kaito, dan langsung melingkarkan tangannya di leher anak itu. Kaito langsung menyikut perutnya dengan kesal. Kebiasaan sahabatnya ini –mengagetkan orang– memang sangat mengganggu.
"Kau sudah tahu belum, Len sudah pacaran lho," kata Gakupo. Kaito menggeleng. Sejak kapan Len pacaran? Setahunya, Len dilarang pacaran oleh kembarannya yang bernama Rin karena mereka adalah model majalah sekolah yang tidak boleh menimbulkan skandal-skandal buruk, dan membuat paparazzi sekolah berkerumun untuk mewawancarai mereka berdua.
"Siapa pacarnya, dan kapan mereka jadian?" tanya Kaito.
"Nama pacarnya Neru, dia tidak terlalu populer sih, tapi dia cantik sekali di pesta kostum kemarin," jawab Gakupo. Kaito menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Eh, kau tahu, kemarin banyak anak perempuan yang datang ke pesta kostum itu untuk mencarimu, tapi kau tidak ada," kata Gakupo, "Padahal mereka semua cantik, dasar payah."
Kaito mengusap-usap kepalanya. Padahal anak berambut ungu jabrik itu tahu kalau dia tidak tertarik pada anak gadis yang mengejar laki-laki dengan terang-terangan seperti mereka. Kalau Gakupo, dia adalah seseorang yang sangat tahu tentang perempuan. Playboy mungkin julukan yang pas untuk dirinya. Dia sudah mengencani berbelas-belas gadis yang berbeda selama satu semester kemarin.
"Kalau Len sudah punya pacar, sebaiknya kau berhenti punya pacar," kata Kaito sambil melangkah menaiki tangga yang langsung disusul oleh getokan Gakupo yang segera mengejarnya dari belakang.
"Kau harus belajar mencintai cewek!" kata Kaito.
Gakupo menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar perkataan yang cukup dewasa dari seorang remaja yang –menurutnya– belum dewasa itu. Memangnya dia sudah belajar untuk mencintai cewek? Gakupo belum pernah melihat Kaito berjalan berduaan dengan anak perempuan selain Meiko, yang merupakan senpai-nya dari klub fotografi. Padahal anak itu sangat populer di kalangan murid-murid tingkat pertama –kelas satu. Bahkan ada senpai-senpainya dari tingkat dua yang merasa tertarik kepada anak berambut biru itu.
"Hey, aku punya kenalan, dia cukup manis lho, namanya Ia. Mau kukenalkan?" tawar Gakupo. Kaito mengibaskan tangannya pertanda dia tidak peduli. Gakupo harus segera mencari cara agar sahabatnya ini mempunyai pacar. Dia harus diurus dengan benar.
Setelah kegiatan belajar selesai, Miku berjalan ke bangunan sekolah tempat khusus ruang-ruang club berada. Dia berjalan ke lantai tiga, tempat club melukis. Dia tidak sadar kalau dari tadi ada sepasang mata biru yang sedang mengamatinya dari kejauhan. Dia melihat Miku masuk ke ruang yang bertuliskan Painting Room. Tentu saja itu adalah Kaito. Dia memutuskan untuk mengikuti gadis itu ke ruang melukis. Hobinya bagus juga, pikir Kaito.
Saat Miku mulai melukis, dia dikagetkan dengan kehadiran Kaito yang tiba-tiba masuk ke ruang lukis. Saat itu di ruang lukis sedang sepi. Itu artinya hanya ada mereka berdua di dalamnya.
"Hai," sapa Kaito. Miku masih bengong, menatap anak itu tanpa berkedip. Anak laki-laki itu malah dengan santainya melihat-lihat gambar yang dipajang di dinding. Semua gambarnya terlihat bagus dan nyata. Pasti yang melukis adalah orang yang sudah bertaraf hebat tetapi belum profesional. Mata Kaito beralih ke kanvas Miku yang baru bergoreskan segaris cat berwarna biru tua.
"Kau mau menggambar apa?" tanya Kaito. Miku menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Sebenarnya Miku merasa tidak nyaman dengan kehadiran Kaito di sini, dan Kaito tahu akan hal itu. Tapi dia memutuskan untuk tetap tinggal di sana.
"Aku mau menggambar langit," jawab Miku seadanya.
"Jadi, yang sedang ada di pikiranmu saat ini adalah langit ya?" tebak Kaito. Miku menggeleng,
"Tidak juga," sahut Miku, sambil melanjutkan melukis. Kaito memiringkan kepalanya, heran.
"Seorang pelukis yang profesional selalu melukis menggunakan hati dan pikirannya," kata Kaito. Miku menatap Kaito. Anak ini tahu seni? Tanya Miku dalam hati.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Kaito. Miku menghela napas. Dari tadi, Miku dibuat bingung dan kaku oleh anak itu. Miku menyimpan palet dan kuas yang tadi dipegangnya. Dia lalu duduk menghadapkan wajahnya ke Kaito.
"Dengar ya, aku tidak tahu apa yang sedang terjadi sehingga kau tiba-tiba saja muncul di sini, dan berlagak seperti mengenaliku padahal aku tidak pernah berbicara denganmu sebelumnya," jelas Miku, "Jadi sebaiknya kau segera pergi dari sini."
"Aku tidak tahu kalau kau memiliki kepribadian ganda," canda Kaito.
Perkataan anak itu membuat Miku semakin bingung. Jelas-jelas dia sudah salah orang. Pasti yang dia maksud adalah orang lain, bukan dirinya.
"Shion-san, kau tidak mengenalku, dan aku, meskipun aku tahu kau, tapi aku tidak mengenalmu," kata Miku. Kaito sedikit mengangkat alisnya. Anak ini benar-benar berbeda dengan yang semalam. Jangan-jangan benar kalau Kaito sudah salah orang. Tapi mungkin saja gadis ini sedang berkilah untuk membuatnya tambah penasaran.
"Baiklah kalau begitu, biarkan aku memperkenalkan diriku," kata Kaito, "Aku Shion Kaito. Kau?"
Miku menaikkan sebelah alisnya dengan heran. Kaito menjabat tangannya dengan ramah, membuat gadis itu mau tak mau berjabatan tangan dengannya. Kaito lalu membungkuk memberi salam,
"Aku sudah tahu namamu, kau Hatsune Miku, seorang anggota club melukis, tingkat pertama, bagaimana?" kata Kaito sambil tersenyum. Miku melihatnya tersenyum dengan manis. Mau tak mau Miku juga ikut tersenyum.
"Baik," kata Miku, "Jadi, kau mau berteman denganku?"
"Memangnya kenapa?"
"Kau adalah Shion Kaito yang sangat populer, dan aku-"
"Seorang pelukis yang akan populer bernama Miku Hatsune," timpal Kaito sambil menunjuk kanvas Miku. Miku sempat tertegun selama beberapa detik. Baru kali ini ada yang bicara seperti itu tentang dirinya. Dari dulu, cita-cita gadis itu adalah menjadi pelukis dan penyanyi yang terkenal. Miku tertawa sendiri melihat kehangatan yang ditunjukkan Kaito. Ternyata tidak semua orang populer itu sombong.
"Terimakasih," kata Miku.
"Jadi, apa yang sedang kau pikirkan sekarang? Itulah yang akan kau gambar,"
Miku mengangguk. Dia menatap kanvas-nya. Objeknya sekarang sudah beribah. Yang sedang terpikirkan olehnya sekarang adalah...
"Shion-san, maukah kau jadi objek gambarku?" tanya Miku. Kaito terkejut. Apa dia sedang memikirkanku? Tanya Kaito. Wajahnya tiba-tiba memerah. Yah. Ini karena Kaito tidak terbiasa dengan perempuan. Sedikit-sedikit wajahnya bisa memerah. Miku tersenyum.
"Ba-baiklah," Kaito menyetujuinya, "Kau ingin aku bergaya seperti apa?"
"Apa cita-citamu?" tanya Miku. Kaito berpikir sebentar, lalu dia berkata,
"Aku ingin menjadi seorang fotografer terkenal," jawab Kaito.
"Kalau begitu, coba kau bergaya seperti sedang memotret sesuatu," suruh Miku.
Kaito lalu mengambil kamera kecil yang selalu dibawannya ke mana-mana. Dia berpose dengan kamera yang sedang menempel di mata kirinya, sedang memotret sebuah lukisan unik di dinding. Miku mulai mencoret kanvasnya dengan warna-warna yang sesuai selama beberapa menit, dan Kaito harus tetap berpose seperti itu sampai Miku selesai melukis.
Sudah hampir lima belas menit Kaito berdiri. Ternyata menjadi model itu melelahkan sekali. Saat Kaito sudah hampir menyerah, Miku berhasil meyelesaikannya.
"Yak! Beres!" seru Miku. Kaito akhirnya bisa duduk sambil benapas lega. Kaito tersenyum melihat Miku terlihat senang. Miku lalu menghampiri Kaito yang sedang tiduran di lantai. Gadis itu berjongkok di dekatnya.
"Karena kau sudah membantuku, aku akan mentraktirmu minuman sebagai gantinya," kata Miku sambil tersenyum manis. Kaito tersenyum,
"Boleh saja," kata Kaito. Dari sini, Kaito mulai merasakan kalau gadis itu punya sisi baik yang manis, seperti sang hime yang semalam berdansa dengannya. Kaito tanpa sadar terus saja menatap Miku, membuat gadis itu menjadi salah tingkah. Kaito segera berdiri, lalu mengajak Miku turun ke bawah untuk pergi ke kantin. Mereka berdua pun pergi ke kantin bersama-sama. Diam-diam ada sepasang mata yang daritadi mengikuti gerakan mereka berdua. Si pemilik mata itu adalah Gakupo. Anak itu tersenyum penuh arti.
Miku dan Kaito mungkin tidak sadar kalau dari tadi mereka sedang dimata-matai oleh si jeli Gakupo. Ketika dia hendak mengikuti mereka berdua ke kantin, dia melihat seorang perempuan sedang memperhatikan Miku dan Kaito dari balik pohon di dekat kantin. Gakupo langsung berasumsi kalau gadis itu adalah seorang fans terbuang-nya Kaito. Gadis itu berambut pink panjang yang tergerai indah. Tinggi badannya hampir menyamai tinggi Kaito meskipun lebih pendek darinya. Gakupo terus memperhatikan gadis itu dari belakang. Ketika gadis itu berbalik untuk pergi, Gakupo sempat melihat wajahnya. Ternyata dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Poninya yang panjang membuatnya terlihat sangat imut dan manis. Bibirnya kecil dan matanya besar. Bola mata amethyst-nya membuatnya terlihat semakin cantik. Gakupo jadi berpikir, sayang sekali kalau Kaito melewatkan fans-nya yang satu itu. Dia sangat cantik. Cantik sekali.
Saat sedang asyik-asyiknya memperhatikan si gadis, gadis itu tanpa sengaja menatap Gakupo yang sedang berdiri di dekat tangga. Hasilnya, mereka saling menatap. Setelah kurang lebih sepuluh detik saling berpandangan, Luka segera tersenyum. Gakupo mengangguk memberi salam, lalu kakinya melangkah ke arah gadis cantik itu.
"Hai," sapanya sambil tersenyum. Gakupo melihat nama di name tag yang sedang dipakainya. Megurine Luka. Namanya adalah Megurine Luka.
"Aku belum pernah melihatmu di tingkat satu? Apa kau senpaiku?" tanya Gakupo.
Di sekolah ini memang sudah disediakan bangunan dan tempat yang berbeda-beda untuk setiap kelas –atau kita sebut tingkatan di SMA Vocaloid ini. Selain bangunan yang sengaja dibuat secara terpisah antara tingkat satu sampai tingkat tiga, sekolah ini juga menyediakan kantin khusus untuk setiap bangunan kelas. Misalnya, bangunan untuk murid-murid tingkat satu memiliki satu kantin. Bangunan untuk murid-murid tingkat dua dan tiga juga memiliki kantin masing-masing yang terletak agak berjauhan. Para siswa dari masing-masing tingkat hampir tidak saling mengenal satu sama lain. Satu-satunya jalan agar mereka bisa berkomunikasi adalah dengan mengikuti club-club yang sudah disediakan di sekolah. Ruang-ruang club juga dibangun terpisah seperti halnya kantin. Bangunan club didirikan di tengah-tengah bangunan kelas tingkat satu, dua, dan tiga.
Gakupo yang masih murid tingkat satu merasa asing dengan wajah Luka yang memang sekarang berada di tingkat dua.
"Iya, aku siswa tingkat dua," jawab Luka sambil tersenyum.
"Lalu, senpai sedang apa di sini?" tanya Gakupo. Pasti karena Kaito, pikirnya. Luka hanya tersenyum.
"Ah, perkenalkan, aku Kamui Gakupo," kata Gakupo. Luka mengangguk,
"Megurine Luka," balasnya.
Suasana langsung hening karena masing-masing merasa canggung untuk berbicara. Gakupo memutuskan untuk pergi ke tempat Kaito dan Miku. Dia memberi salam sebelum pergi. Luka hanya mengangguk sambil tak berhenti tersenyum. Gadis berambut merah muda itu melihat Gakupo berlari ke tempat duduk Kaito dan Miku. Ternyata mereka berteman, pikirnya. Luka melihat Miku sekilas sebelum pergi dari sana.
Chapter One's finished.
By Itachannio
Readers di mana pun anda berada, review-nya ditunggu ya!
Next Chapter
Arti Seni
