.
.
.
Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Reminisce by hyurasan
Enjoy!
.
.
.
Hinata menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada di hadapannya. Tatapan sarat emosi menghiasi wajahnya yang manis. Hinata tidak berbohong ketika ia berpikir bahwa penampilannya kali ini merupakan salah satu penampilan terbaiknya. Memang terdengar terlalu percaya diri, tetapi gadis itu juga yakin jika orang-orang disekitarnya juga pasti akan setuju dengan apa yang dipikirkannya tadi.
Dress berwarna putih yang panjangnya sedikit di atas lutut dan berlengan panjang itu terlihat sangat pas di tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang lurus dibiarkannya tersampir di punggungnya dengan poni yang diselipkan ke belakang telinganya. Make upnya pun tipis semakin memperlihatkan kecantikan alami dirinya.
"Hinata-nee! Keluarlah! Ayah sudah menunggumu!"
Gadis bersurai lavender itu memutarkan kedua bola matanya begitu mendengar suara berisik yang berasal dari luar pintu kamarnya. Hyuuga Hanabi. Adik kecilnya yang paling berkuasa di dalam rumah mereka. Paling berisik dan paling menyebalkan. Namun sejak ibu mereka meninggal dunia, memang hanya Hanabi lah yang selalu menemaninya, selalu ada di saat ia tidak memiliki siapapun untuk mencurahkan isi hatinya yang terdalam.
Hinata kembali menatap cermin yang ada di hadapannya. Hari ini adalah harinya. Hari di mana ayahnya benar-benar membuktikan bahwa ucapannya beberapa tahun lalu bukanlah sekedar ucapan belaka.
Ia menghela napasnya lalu melihat jam tangannya yang berada di sebelah pergelangan tangan kirinya. Pukul enam tiga puluh malam. Sudah waktunya untuk turun dan bertemu dengan ayahnya.
"Sudah siap?" Suara baritone memenuhi ruang keluarga mereka yang sepi ketika Hinata terlihat menuruni anak tangga yang ada.
Hinata menganggukkan wajahnya sopan, "Sudah, Ayah." Ucapnya lembut lalu menghampiri ayahnya dan berdiri tepat di sampingnya.
Sang ayah, Hyuuga Hiashi menatap putrinya sesaat sebelum berjalan ke arah pintu keluar. "Mereka sedang berada dalam perjalanan seperti kita. Kuharap kita tiba terlebih dahulu sebelum mereka."
Hinata menahan napasnya beberapa detik mendengar ucapan dari sang ayah. Jelas sekali kalimat ayahnya tadi bukan kalimat yang benar-benar ingin pria itu ucapkan. Gadis itu sadar jika ayahnya baru saja menyindir dirinya karena keterlambatan yang ia lakukan. Dan Hinata tak bisa menyalahkan sikap ayahnya karena memang ayahnya selalu seperti itu.
Perjalanan mereka hanya diliputi keheningan yang biasa. Ya, gadis itu sudah terbiasa berada dalam keheningan yang seperti ini dengan ayahnya. Bahkan supir mereka tidak perlu repot-repot untuk menyalakan radio hanya untuk memecah keheningan di antara mereka. "Pernikahan ini. Kau tidak menyesal karena telah menyetujuinya, kan?" Tanya ayahnya kepada Hinata tanpa memandang wajah putrinya.
Hinata diam sesaat lalu menjawab, "Tidak, Ayah."
Ya, bagaimana bisa Hinata bilang jika dirinya menyesal ketika ayahnya sudah memberinya kesempatan untuk menikah sebelumnya. Lagipula ia tahu kalau ayahnya hanya tidak ingin jika putrinya menjadi perawan tua nantinya. Di samping itu juga ada perasaan sedikit malu terhadap kolega bisnisnya ketika mengetahui bahwa putrinya yang sudah berumur dua puluh lima tahun ini belum juga menikah.
Gadis itu menghela napasnya pelan, sangat pelan hingga sang ayah tak menyadarinya.
Sebenarnya sudah terhitung cukup banyak pria pria di luar sana yang sudah mengajukan lamaran untuknya, bahkan temannya pun juga ada yang mengirimkan lamaran tersebut. Namun kecintaannya pada pekerjaan membuatnya memilih untuk menolak lamaran-lamaran tersebut. Lagipula dari sekian banyaknya lamaran untuk dirinya tak ada satupun lamaran yang menarik hatinya.
Bukannya Hinata sombong, namun memang seperti itulah yang terjadi.
.
.
.
Restoran mewah yang berada di pinggir laut itu tampak sangat indah dengan desain futuristic yang menarik. Sebagian ruangan didominasi oleh bahan yang terbuat dari kayu yang mengkilap dan terdapat ukiran di sisi-sisinya.
Hinata memasuki Restoran itu dengan wajah penasaran sekaligus malas. Para pelayan yang melihat kedatangan Hyuuga Hiashi beserta putrinya langsung menghampirinya dan mengarahkan mereka ke tempat yang sebelumnya sudah mereka pesan.
Muncul perasaan menyesal secara tiba-tiba ketika ia memasuki restoran ini. Namun gadis itu mencoba untuk mengindahkan perasaannya sendiri dan tetap mengikuti ke mana para pelayan itu mengarahkan mereka.
Gadis itu mengangkat kedua alis matanya ketika melihat meja dan kursi yang akan mereka tempati masih kosong belum berisi. Itu berarti mereka datang pertama.
Hinata berdeham kecil, "Ayah," Panggilnya. Ayahnya tidak menjawab namun mengisyaratkan putrinya untuk melanjutkan kalimatnya dengan menaikkan kedua alis matanya, "Kalau boleh tahu, siapa keluarga yang sedang kita tunggu ini?" Lanjutnya dengan suara khasnya yang pelan.
Belum sempat ayahnya menjawab, ayahnya langsung menolehkan wajahnya ke arah pintu masuk. Keluarga yang baru saja ditanyakan anaknya ini kini sedang berada di pintu masuk dan berjalan ke arah mereka, "Berdirilah. Mereka sudah datang." Balas Hiashi sambil berdiri dari tempat duduknya.
Hinata yang membelakangi pintu masuk langsung berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap tempat itu. Hinata dapat melihatnya. Seorang pria berumur paruh baya yang memiliki tubuh tegap dengan rambut berwarna cokelat tua berdiri di depan dengan diikuti dua orang pria yang jauh lebih muda darinya. Namun Hinata tak melanjutkan pandangannya ke arah dua orang yang berada di belakang pria itu.
"Hyuuga-san." Sapa pria tadi ketika sampai di tempat mereka. Pria yang Hinata yakini akan menjadi ayah mertuanya. Hinata menatapnya lagi, ayahnya dan calon ayah mertuanya kini sedang berjabat tangan dengan seulas senyum tipis terukir di bibir mereka masing-masing.
Setelah melepaskan jabatan tangannya dengan ayahnya, pria tadi langsung menghadap ke arah Hinata, "Dan siapa gadis cantik yang ada di sebelahku ini, Hiashi?" Tanyanya dengan ramah sambil tetap tersenyum ke arah Hinata.
Hinata mau tak mau tersenyum mendengar kalimat yang keluar dari bibir pria itu, "Aku Hinata, Paman. Hyuuga Hinata." Jawabnya sambil menjabat tangan pria itu dan dibalas anggukan olehnya.
Gadis itu melihat ketika pria tadi memberikan gesture kepada dua orang yang berada di sampingnya untuk memberikan salam kepadanya dan ayahnya, namun Hinata belum berani untuk melihat langsung dua orang pria yang berada di samping calon ayah mertuanya. Di mana salah satu dari mereka akan menjadi suaminya nanti ketika pernikahan ini berjalan sesuai dengan rencana awal mereka.
"Ah, maafkan atas ketidaksopananku, Paman. Perkenalkan, Aku Sabaku Kankurou anak kedua dari keluarga ini." Ucap pria itu sambil membungkukkan tubuhnya ke arah Hiashi dan Hinata sebelum menjabat tangan mereka. Pria itu memiliki wajah yang bulat dengan beberapa bekas luka di kedua pipinya. Kankurou terlihat mirip dengan ayahnya dengan warna kulit yang sama. Namun memiliki rambut yang agak lebih gelap dari ayahnya.
Dilihat dari penampilannya, pria ini sepertinya cukup ramah jika Hinata boleh berpendapat.
Terjadi keheningan beberapa detik sebelum akhirnya pria satu lagi mengenalkan dirinya sendiri kepada mereka, "Aku Gaara, Sabaku Gaara. Senang bisa bertemu denganmu, Paman Hiashi."
Glek. Nama pria ini sama persis seperti nama seseorang di masa lalu Hinata.
Hinata tidak ingin melihat pria itu sampai akhirnya pria itu mengulurkan tangannya ke arahnya, "Sabaku Gaara." Ucapnya pelan.
"Hyuuga Hinata." Balasnya sambil menundukkan wajahnya tak berani menatap pria di hadapannya.
Setelah perkenalan kedua keluarga mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk menikmati makan malam mereka bersama. Tidak seperti yang lainnya, Hinata memilih untuk pasif dalam percakapan mereka kali ini dan memutuskan untuk mengamati jalannya makan malam mereka bersama.
Maniknya menatap pria tua tadi yang berada tepat di samping kanannya lalu melanjutkan tatapannya ke arah Kankurou, pria itu terlihat sedang sibuk dengan handphone genggamnya. Hinata tersenyum kecil melihatnya, pria itu jelas-jelas berusaha sebisa mungkin menyembunyikan handphonenya di bawah mejanya. Seakan-akan takut jika ayahnya melihat apa yang sedang ia lakukan karena sedari tadi matanya melirik-lirik ke arah ayahnya.
Dan untuk pertama kalinya sejak pertama kali mereka bertemu akhirnya Hinata memutuskan untuk memberanikan diri menatap pria yang ada di sebelah kiri Kankurou. Tak lebih dari sepersekian detik Hinata membelalakkan kedua matanya. Sabaku Gaara di depannya memang orang yang sama dengan orang yang berada di masa lalunya dulu!
Pria itu memiliki warna rambut yang berbeda dengan kedua orang yang pergi bersamanya ini. Rambutnya yang berwarna merah bata terlihat agak berantakan, beberapa anak rambut yang mungkin tadi sudah tersisir rapi kini keluar dari jalur utamanya. Matanya masih sama seperti dulu, berwarna hijau laut dengan lingkar mata hitam menghiasi matanya. Tattoo 'ai' yang dulu pernah dibuatnya pun masih bertahan hingga sekarang.
Sedangkan penampilannya cukup sederhana. Ia menggunakan kemeja putih tanpa dasi dengan jas hitam yang melengkapinya. Tidak seperti Kankurou yang sibuk dengan handphonenya pria berambut merah bata itu justru dengan santainya masuk ke dalam percakapan yang sama dengan kedua orang tua yang ada di sana.
Tak lama setelah itu seseorang dengan pakaian rapi datang menghampiri meja mereka, "Tuan Hiashi dan Tuan Sabaku? Kalian sudah ditunggu di ruang meeting oleh beberapa kolega bisnis anda. Silakan ikuti saya." Ucapnya sambil menundukkan tubuhnya sopan.
Kedua orang tua itu menatap anak-anaknya seakan-akan ingin anak-anaknya untuk menunggu mereka sementara mereka melakukan meeting di restoran tersebut.
Hinata mendengus begitu kedua orang tua itu menjauh dari meja mereka. Tentu saja! Apa lagi yang bisa dilakukannya selain itu? Inner Hinata berkata.
Kankurou langsung menyikut lengan Gaara dengan sikunya sambil menyeringai, Hinata mengerutkan keningnya melihat pandangan di hadapannya ini.
"Aku keluar sebentar, Gaara. Jika ayah kembali kabarkan padaku. Oke?" Ucapnya sambil beranjak berdiri namun hanya dibalas dengusan oleh Gaara. Setelah itu Kankurou mengarahkan pandangannya kepada Hinata, "Hinata, ya? Temani Gaara, ya. Tolong jaga dia, jangan biarkan dia pergi. Kalau tidak nanti aku kena masalah karenanya." Ucapnya tiba-tiba.
Gaara yang mendengar kalimat Kankurou pun langsung menendang kaki pria itu. Wajahnya mengatakan bahwa ia benar-benar kesal dengan apa yang diucapkan pria itu. "Pergilah, Kankurou." Balas pria berambut merah itu. Tapi sepertinya Kankurou memang suka mencari masalah karena sebelum ia benar-benar meninggalkan mereka ia mengacak-acak rambut Gaara sehingga membuatnya terlihat lebih berantakan lagi.
Gaara mendecak sebal. Sebelum ia membalas perlakuan kakaknya, pria itu sudah terlebih dahulu kabur darinya.
Hinata tak bisa menahan senyum di bibirnya kala menyaksikan kejadian barusan. Namun ia langsung terdiam begitu Gaara menatapnya kesal.
Mereka tidak berbicara sama sekali setelah kepergian Kankurou. Hinata benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini sedangkan Gaara, ia terlihat sibuk memainkan handphonenya.
Sebenarnya ia ingin bertanya kepada pria itu, apakah ia benar-benar orang yang sama dengan orang yang berada di masa lalunya atau hanya perasaannya saja. Namun Hinata tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.
Tepat ketika ia ingin membuka suara, handphone yang berada di dalam tasnya bergetar. Terdapat satu pesan masuk di handphonenya.
Hanabi-chan (Mobile)
Received 07.12
Hinata-nee! Bagaimana? Kau pasti sudah bertemu dengannya, kan? Bagaimana wajahnya? Apa dia tampan? Dia tinggi tidak? Aku penasaran sekali, tahu! Ayah jahat! Mentang-mentang besok ada ujian aku tidak boleh ikut dengan kalian. Aku ingin melihatnya tahuuuuuu!
Hinata tertawa begitu melihat pesan masuk yang ada di handphonenya. Ia tak dapat mencegah bayangan wajah adiknya yang kesal karena tidak boleh ikut dalam acara mereka hari ini.
"Hyuuga Hinata?"
Senyum di wajah Hinata menghilang begitu mendengar seseorang yang berada di hadapannya memanggil namanya. Gadis itu menganggukkan wajahnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan lawan bicaranya, "Ya, dan kau, Sabaku Gaara?" Jawab Hinata dengan suara yang diberani-beranikannya.
Pria itu terlihat mengerutkan keningnya sesaat sambil memperhatikan wajah gadis di hadapannya lalu melanjutkan kalimatnya, "Kita kenal." Ucapnya kepada Hinata namun terdengar seperti pernyataannya pada dirinya sendiri sedangkan Hinata hanya mengangguk sebagai balasannya.
"Mengapa kau menyetujuinya?"
"Menyetujui apa?"
Pria itu memutarkan kedua matanya begitu menjawab pertanyaan balik dari Hinata. Ia mendengus sesaat sebelum akhirnya melanjutkan, "Kau paham maksudku."
Ah, pernikahannya, pikir Hinata.
Gadis itu menghela napasnya. Sejujurnya ia belum bilang kepada ayahnya jika ia menyetujuinya namun ia tahu ayahnya juga tidak akan menanyakan apa pendapatnya mengingat Hinata sudah menyerahkan semuanya kepada ayahnya itu. "Tidak ada pilihan lain." Jawabnya sambil mengedikkan bahunya. Toh, memang benar 'kan jika ia tidak memiliki pilihan lain saat ini selain mengikuti apa yang ayahnya inginkan.
Hinata melihat Gaara menyenderkan tubuhnya ke belakang kursi yang ada. Wajahnya terlihat sangat lelah. Bahkan setelah Hinata perhatikan lebih detail lagi, lingkar hitam di sekeliling matanya terlihat makin membesar. Wajahnya pun lebih tirus dari terakhir kali ia melihatnya, rahangnya yang tegas semakin terlihat dibuatnya. Sedangkan bibirnya tak seperti dulu, kini bibir pria itu jauh lebih pucat dari terakhir kali mereka bertemu.
Gaara,.. Dia tak seperti orang yang Hinata kenal dulu.
Masih dengan memandang wajah pria itu, Hinata berkata, "Kau bisa membatalkannya sekarang jika kau mau."
Gaara menaikkan kedua alis matanya begitu mendengar kalimat keluar dari bibir Hinata. "Maksudmu?" Tanyanya lagi, kini posisinya tidak lagi bersender pada belakang kursinya.
"Kau,.. Bisa memutuskan untuk melanjutkannya atau tidak sama sekali." Jelas Hinata kepada Gaara.
Ya, Hinata tidak terlalu peduli dengan pernikahan yang direncanakan ayahnya ini, ia tidak peduli jika Gaara membatalkan semua ini. Ia tidak peduli dengan pria yang ada di hadapannya ini. Lagipula Hinata bisa kembali melakukan apapun yang ia inginkan 'kan jika pria itu menolak pernikahan ini? Ia bisa kembali melakukan pekerjaannya yang sangat ia sukai itu,.. Kan?
.
.
.
.
.
TBC
A/N : Haloooo minna. Cerita ini merupakan cerita yang aku publish dan tulis ulang dari cerita sebelumnya yang berjudul 'Bila'. Walaupun aku publish dan tulis ulang fic ini tetap memiliki tema yang sama dengan cerita sebelumnya. Jadi semoga kalian yang membaca suka dengan fic yang sudah aku revisi ini yaa. Silakan tunggu kisah selanjutnya.. Arigatou minna!
p.s Penulisan summary dibantu oleh temanku tercinta yang namanya tidak ingin disebutkan :3333
