Spring.

Sehun membenarkan posisi duduknya, melirik sebuah arloji ditangan kirinya yang sekarang tengah menunjuk ke angka sembilan. Semilir aroma roti panggang khas Italia memaksa masuk kedalam hidungnya, membuat lelaki itu merasa nyaman meski harus menunggu sampai besok di tempat ini.

Seseorang datang mendekatinya, ia menyadari hal itu karena ketukan khas dari sepatu hitam mengkilap milik pria itu begitu nyaring ditelinganya. Sehun mendongak, menatap pria yang kini tengah berdiri dihadapannya sambil tersengal-sengal; ia kelelahan.

"Kenapa aku harus menemui mu di restauran tingkat tiga seperti ini? Sengaja ingin membunuhku?" Ujarnya.

Sehun tertawa pendek, menendang kursi dihadapannya lewat bawah meja untuk memberikan pria itu ruang agar pantatnya bisa duduk dan ia tak berdiri disana seperti seorang pelayan menagih bill.

"Anak yang sopan." Cibirnya lagi.

"Aku suka aroma roti disini, dan aku tak berniat untuk membunuhmu. Menaiki tangga itu sama saja olahraga," Balas Sehun.

Pria dihadapannya menggerutu, lalu ia mengeluarkan secarik kertas dari map kuning yang ia genggam, dan sebuah pena. Dahi Sehun berkerut samar,

"Apa?"

"Well, tanda tangan kontrak. Kau mau, kan, menjadi model musik videoku?"

"Kapan aku bilang setuju?"

"Oh Sehun! Jangan bercanda! Syutingnya akan dilaksanakan lusa, dan kalau aku belum menemukan model prianya, Sutradara Kim akan marah padaku!" Lelaki itu memajukan bibirnya, melipat kedua tangan indahnya didada. Ekspresinya benar-benar menunjukan kalau ia sedang kelelahan sekaligus sebal.

Sehun tertawa, lelaki itu kelewat manis untuk ia abaikan. Kalau saja dia bukan sesama pria maka Sehun akan melamarnya langsung ditempat ini, saat ini juga.

Byun Baekhyun, penyanyi asal Korea Selatan yang tengah mempersiapkan video musik untuk album kedua nya yang akan dirilis beberapa bulan mendatang. Sejujurnya, dengan menjadi penyanyi saja telah membuat kepalanya pening. Dan sekarang, Ia diberi tugas oleh sutradaranya untuk mencari model pria yang akan tampil di video musiknya.

Ia malas kalau harus mencari pria-pria tampan diluar sana, belum tentu juga mereka adalah orang yang baik dan bisa dipercaya. Bagaimana kalau mereka penipu?

Baekhyun terlalu takut untuk itu, maka, ia menghubungi sahabat lamanya—mengingat Sehun memiliki wajah yang kelewat tampan dan postur tubuh sempurna untuk menjadi seorang model, sangat bertolak belakang dengan profesinya sekarang; seorang desain grafis—dan tanpa basa-basi langsung menawari-nya untuk projek ini.

Sehun mendorong gelas jusnya menjauh, "Dengan siapa aku akan bermain dalam video musikmu?"

Baekhyun mengangkat bahunya, "Sutradaraku bilang, ada dua model lagi yang akan menemanimu. Satu wanita, dan satulagi pria. Si wanita akan menjadi—yah, kau tahu, pacarmu, dan yang pria akan menjadi sainganmu. Keren, bukan?"

"Monoton." Jawab Sehun singkat.

Baekhyun mendesah, cukup menyerah dengan sikap blak-blakan Sehun yang terkadang membuat perasaannya terluka.

"Aku tahu! Tapi kebetulan saja lagu-ku juga bertema seperti itu,"

Sehun keluar dari restauran tingkat tiga itu, tapi Baekhyun tidak disampingnya karena lelaki mungil itu harus cepat-cepat menemui sutradaranya untuk mengonfirmasi bahwa ia sudah menemukan model pria yang cocok.

Ia melangkahkan kaki-kakinya santai disekitar kota, menyusuri jalan setapak yang cukup ramai karena ini merupakan pergantian musim dimana bunga-bunga mulai bermekaran, kupu-kupu berterbangan kesana kemari dan juga nyanyian riang dari burung-burung kecil di atas pohon.

Sepanjang jalan, Sehun hanya menikmati aroma khas bunga-bunga musim semi yang tertanam rapi di pinggiran trotoar, inilah yang membuatnya benar-benar menyukai musim semi.

Sehun harus segera sampai ke apartemennya untuk berkemas, karena Baekhyun bilang, syuting video musiknya akan dilakukan di sekitar Moskow, Rusia untuk beberapa hari kedepan. Salah satu alasan kenapa Sehun menyetujui kontrak ini adalah, karena ia ingin berkeliling dunia. Dan baru Jepang juga Kanada yang pernah di kunjungi. Mungkin Rusia tidaklah buruk.

.

.

.

Keesokan paginya, seseorang terbangun dari tidur nyenyaknya dengan balutan piyama biru tua dan rambut cokelat yang terlihat berantakan, juga sisa saliva yang mengering di sudut bibirnya.

Ia menguap, menggaruk tengkuknya sampai akhirnya turun dari ranjang dan mematikan pendingin ruangan, lalu menyibak kain jendela agar sisa-sisa cahaya matahari yang dipantulkan bisa masuk ke dalam kamarnya yang gelap.

Lelaki itu meregangkan otot-ototnya lalu menatap keluar jendela, tersenyum tipis saat ia menyadari bahwa musim semi yang ia tunggu telah tiba. Salju-salju dijalanan dengan perlahan mulai mencair dan berubah menjadi genangan air lalu tersapu oleh roda-roda kendaraan dijalan.

Ia menggosok kedua tangannya, rupanya sisa-sisa udara dingin yang dikeluarkan pendingin ruangan masih tertinggal di sudut kamarnya, padahal ia sudah mematikan mesin itu sedari tadi.

Pintu cokelatnya terbuka perlahan, membuat ia terkesiap karena terkejut dan berbalik kebelakang; menampakan seorang pria pendek berkemeja putih berdiri di ambang pintu dengan ekspresi gusar.

"Cepat turun kebawah kalau kau tidak mau terlambat seperti kemarin." Ujarnya.

Luhan—lelaki berpiyama—berkerut dahi, melirik jam dinding diatas meja belajarnya dan kaget bukan main ketika benda itu sudah menunjuk ke angka delapan. Lantas ia berlari, melewati pria diambang pintu dan sedikit menyenggol bahunya.

Namun tuhan berkata lain, begitu menyedihkan ketika Luhan harus kehilangan keseimbangannya ketika menuruni tangga dan terhuyung kedepan lalu jatuh sedikit berguling. Ia merengek ketika mendapati tubuhnya seakan remuk, khususnya tempurung lutut yang terlihat sedikit lebam.

Seorang pria pendek yang masih berada didepan kamar Luhan kaget dan menghampiri lelaki menyedihkan itu, berdecak heran.

"Pelan-pelan saja, bisa?" Kyungsoo—pria pendek—mengulurkan tangannya dan membantu lelaki itu berdiri.

Seorang lelaki lainnya muncul dari balik pintu kamar mandi, hanya memakai sebuah boxer dan handuk yang mengalung di leher panjangnya. Menampilkan perut ideal dan otot lengan yang menggoda bagi siapapun yang melihatnya saat ini.

Park Chanyeol, menghampiri Kyungsoo dan Luhan yang masih terdiam diatas tangga, mencoba mengerti apa yang terjadi karena ia melihat Luhan tampak kesakitan sambil memegangi lututnya.

"Tunggu di meja makan, dan aku akan membawakan mu antiseptik" Ujarnya.

Luhan mengangguk, membiarkan Chanyeol menghilang dibalik pintu dapur dan mencari apa yang ia bilang tadi. Kyungsoo membawa tubuh Luhan untuk duduk di meja makan, sedangkan Luhan hanya terfokus pada lututnya yang sekarang berdenyut-denyut.

Chanyeol kembali beberapa saat kemudian dengan sekotak obat ditangannya, mengeluarkan antiseptik dan segumpal kapas lalu mulai mengusap luka di lutut Luhan perlahan.

"Jangan cuman melihatku, sarapan saja sana! Kau akan berangkat sebentar lagi, kan?" Gumam Chanyeol.

Luhan terkesiap, ia mengalihkan pandangannya dari Chanyeol ke beberapa makanan yang terhidang diatas meja. Luhan sempat berpikir, mau mengambil muffin atau sandwich kalkun saja untuk sarapannya. Ia menyukai muffin buatan Kyungsoo, tapi juga gemar menyantap sandwich buatan Chanyeol.

Tangannya terjulur untuk meraih sepotong sandwich kalkun yang terlihat lezat disana, mencoba menahan dirinya agar tidak menyantap muffin pagi-pagi karena tubuhnya bisa saja melar dan bertambah gemuk.

Ia menggigit sandwich nya, mengunyahnya perlahan dan menyadari bahwa Chanyeol sudah selesai dari aktivitasnya, lututnya sudah terasa lebih baik sekarang. Walaupun masih agak ngilu dan berdenyut.

Luhan tinggal di flat minimalis ini bersama Chanyeol kurang lebih selama satu tahun semenjak ia pindah dari China, dan pada akhirnya Kyungsoo memutuskan untuk bergabung dengan mereka satu bulan yang lalu.

Chanyeol adalah seorang fotografer handal yang terkadang menjadikan Luhan untuk model fotonya karena lelaki itu benar-benar ideal. Ia juga tengah merintis majalah pertamanya yang akan memuat informasi seputar dunia musik dan fotografi.

Sedangkan Kyungsoo, lelaki doe itu bekerja sebagai seorang koki di sebuah restauran pinggir kota. Dan Luhan, lelaki itu adalah yang paling mapan sekaligus paling menderita diantara ketiganya karena ia berprofesi sebagai seorang model, mengharuskannya bekerja sampai larut malam setiap hari.

Hari ini, ia telah di kontrak untuk membintangi video musik seorang penyanyi asal Korea, membuatnya harus bersiap karena sebentar lagi pesawat yang akan membawanya ke Moskow akan take off.

.

.

.

Pesawat Sehun yang merupakan pesawat terakhir yang tiba di kota Moskow akhirnya mendarat dengan sempurna pada pukul lima sore, ia dan beberapa penata riasnya turun dari sana lalu menghampiri Baekhyun yang rupanya sudah tiba beberapa puluh menit yang lalu disini bersama sutradara Kim.

Sore ini, mereka tidak akan langsung melaksanakan syuting karena sutradara kim juga mengerti kalau para modelnya pasti masih merasa lelah karena perjalanan yang cukup panjang dari Korea menuju Rusia.

Maka sutradara Kim mengajak seluruh kru beserta para model untuk makan malam bersama sekaligus berkenalan satu sama lain, karena hanya baru Baekhyun dan Sehun saja yang saling kenal.

"Nah, Ini Baekhyun, dia adalah penyanyi utama dalam video musik ini," ucap sutradara Kim memperkenalkan Baekhyun pada yang lain, ia berdiri dan membungkuk memberi salam dan berterimakasih pada semuanya karena mereka telah rela membantu Baekhyun.

"Selanjutnya, Namjoo. Model utama wanita dalam video musik ini," Seorang wanita berusia sekitar dua puluh dua tahun berdiri dari tempat ia duduk, lalu membungkuk kearah semuanya. Para kru terpukau dengan senyuman indahnya yang sangat cocok untuk mimik wajah imutnya itu. Rambutnya sebahu ditata sedemikian rupa agar terlihat menarik, di cat berwarna pirang dan diponi kepinggir.

"Nah, ini adalah Sehun. Model utama pria, dia juga teman dekatnya Baekhyun,"

"Oke, yang terakhir—Luhan. Berperan sebagai saingan Sehun dalam alur cerita," Lelaki bermata rusa itu berdiri dan membungkuk, tersenyum kearah semuanya dan tatapannya bertemu dengan mata sipit Namjoo.

Cantik.

Itulah yang terpikir olehnya ketika wanita itu membalas senyumannya dengan hangat.

Makan malam berlangsung dengan cukup seru, mereka semua terlihat akrab satu sama lain walaupun baru pertama kali bertemu. Dan pada pukul sembilan malam, sutradara Kim memutuskan untuk mengakhiri acara dan memboyong seluruhnya ke sebuah hotel didekat Katedral St. Basil, yang merupakan bangunan paling terkenal di Rusia khususnya kota Moskow.

Ia sengaja memilih hotel yang berlokasi tepat di sebelah katedral karena selain pemandangannya indah, besok juga mereka akn melakukan syuting di sekitar sini. Jadi ia tak perlu repot-repot memboyong semuanya naik van lagi.

.

.

.

Pagi harinya, peralatan syuting sudah terjajar rapi didepan katedral, Sehun, Luhan maupun Namjoo yang berperan sebagai model utama tengah dikelilingi penata rias yang akan memberikan sedikit sentuhan pada wajah mereka yang nantinya akan menambah kesan cantik dan tampan.

Luhan terkesiap ketika seseorang merangkul bahu nya, ia menoleh kesamping, membuat eyelinernya berantakan dan sang penata rias harus mengelapnya kembali.

"Halo, salam kenal."

Dengan gerakan sekali sentak, Luhan menjauhkan tangan lelaki itu dari bahu nya dan sedikit menggeser posisi duduk. Sehun—siperangkul—mengangkat alisnya heran, kenapa Luhan terlihat begitu kaget?

"Hey, santai saja, aku tidak menggigitmu." Ujarnya sambil memberikan Luhan secangkir teh hangat.

Dengan gugup, lelaki itu meraih teh pemberian Sehun dan memegangnya menggunakan kedua tangan. Sehun menopangkan kaki kanannya diatas kaki kiri, lalu menoleh menatap Luhan.

"Kau juga kenal dengan Baekhyun?" tanya Sehun lagi.

Luhan menggeleng, kemudian kembali terdiam. Bahkan teh yang mengepul itu mungkin telah membakar telapak tangannya karena ia terlalu lama menggenggamnya tanpa meneguk minuman itu dengan lekas.

Sehun berkerut dahi, kenapa tingkah lelaki ini begitu aneh? Apakah ada yang salah dengan penampilan Sehun pagi ini, yang menyebabkan dirinya terlihat menakutkan bagi Luhan?

"Kalau dengan Namjoo, apa kau sudah kenal? Dia wanita yang manis, bukan?" tanya Sehun untuk ke sekian kalinya.

Luhan bergeming, kemudian ia meletakan cangkir teh nya diatas meja rias dan mengisyaratkan cukup pada penata rias yang tengah memoles wajahnya dengan bedak supaya terlihat lebih putih didepan kamera nantinya.

Lelaki itu kemudian berdiri dan pergi meninggalkan Sehun begitu saja, sebelum ia benar-benar menghilang ditelan ramainya situasi katedral pagi itu, Luhan sempat berbalik dan tatapannya bertemu dengan mata tajam Oh Sehun. Keduanya saling menatap dengan arti tatapan yang berbeda, lalu Luhan tersenyum singkat.

.

.

.

TO BE CONTINUED.

A/N : Well, could u all comment words except 'next thor' ? ._. but, I really appreciated your reviews in the pervious chapter. Thank you, and pls keep support.