Kuroko no Basuke belongs to Fujimaki Tadatoshi
.
..
[Name] hembuskan napas secara perlahan. Dia masih setia menunggu kekasihnya sembari berkali-kali melihat jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangan. Sesekali gadis cantik itu menengok ke sekitar dan kembali membuang napas lelah saat tak menemukan tanda-tanda kedatangan kekasih hatinyanya.
Ini sudah hampir satu jam dia menunggu. Menunggu atas kata cinta.
Klise sekali, bukan? Mungkin akan terdengar begitu berlebihan, tapi begitulah kenyataannya. Saat kita jatuh cinta dengan seseorang, terkadang mata kita dibutakan. Bahkan sampai rela melakukan apapun hanya untuknya. Begitulah yang [Name] rasakan.
Rambut lurusnya dirapikan, tangan kiri sibuk menenteng kotak bekal berisi tofu yang [Name] beli dari uang tabungannya. Dia berdiri mematung di depan ruang OSIS.
"[Name]? Kenapa di sini?" Tanya seorang pemuda tampan yang baru keluar dari ruang OSIS dengan wajah bertanya-tanya. Dari sorot matanya pemuda itu seolah sedang menerka-nerka.
"Akhirnya Akashi-kun keluar juga." Sahut [Name] riang. "Ini." [Name] menyodorkan kotak bekal yang sedari tadi dipegangnya.
Akashi mengernyit, kemudian pemuda yang bernama lengkap Akashi Seijuurou itu meraih kotak bekal seraya mengulas senyum simpul. "Kau tak harus repot-repot, [Name]." Ujarnya dengan sebelah tangan mengusap surai hitam [Name] lembut.
Gadis itu malu-malu menyembunyikan rona merah di wajah. Menunduk dan sedikit-sedikit mencuri pandang garis wajah Akashi Seijuurou dalam-dalam.
Wajahnya kembali diangkat walaupun rona merahnya tak kunjung padam. "Ti-tidak repot, kok." Sahut [Name] sedikit terbata. "Akashi-kun kan kekasihku. Aku hanya ingin membuat sesuatu yang berguna untukmu."
Akashi hanya tersenyum tipis, sangat tipis malah. Putra tunggal keluarga Akashi itu jarang tersenyum, tepatnya tidak sembarangan mengulas senyum. Hanya pada orang-orang tertentu saja. Manik dwiwarna yang menyiratkan kepemimpinan itu selalu membuat [Full Name] tak bisa berpaling. Sungguh menakjubkan.
"Kalau begitu terima kasih." Tutur Akashi. "Aku masih ada rapat setelah ini. Nanti kau pulang duluan saja, [Name]." Lanjut Akashi sembari berlalu meninggalkan [Name] yang masih mematung di tempat yang sama. Gadis berperawakan mungil itu menatap bayangan Akashi yang mulai menjauh.
Hanya begitu?
[Name] berucap dalam hati.
Kenapa Akashi-kun seperti sedang berusaha menjaga jarak denganku?
Pikiran [Name] mulai terpenuhi pertanyaan-pertanyaan yang dia sendiri tak mampu menjawab.
.
..
Dihembuskannya napas pelan. Dengan perlahan dia berjalan menuju taman sekolah, tempat di mana biasanya [Name] menghabiskan banyak waktu bersama Akashi.
Sekolah mulai sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu-lalang. Saat tiba di taman, [Name] langsung menduduki kursi taman yang kosong. Kursi yang biasanya dia duduki berdua bersama Akashi.
Pandangannya menerawang ke langit. Pikirannya sudah melambung entah ke mana.
"Kau berubah, Akashi-kun." Ucapnya pelan tanpa sadar.
Ya, begitulah kenyataannya. Kemana Akashi yang selalu hangat dulu? Kemana Akashi yang selalu peduli? [Name] benar-benar merasa bahwa Akashi telah berubah, mungkin perasaan cintanya juga begitu.
Ingin sekali ia menangis saat ini juga, namun [Name] tak ingin membuang air matanya hanya untuk hal yang belum terbukti kebenarannya.
"Bagaimana? Sudah bertemu dengan Akashi?" Tanya Sakura yang entah sejak kapan sudah duduk di samping [Name]. Dia adalah sahabat dekat [Name]. Gadis itu mengangguk pelan seakan malas kalau harus ditanya-tanya lebih lanjut.
Sakura terdiam sambil menatap raut wajah [Name] secara mendalam. Gadis yang suka berpenampilan layaknya lelaki itu menghela napas sembari merapikan topi putih yang tengah dipakainya.
[Name] menatap setiap lekuk yang tercipta sempurna di wajah Sakura. Pikirannya melayang saat awal dia berkenalan di awal pendaftaran sekolah dulu. Mereka berdua sama-sama datang terlambat dan mendapat masalah di hari pertama. Sejak itulah mereka akrab.
[Full name] bukanlah tipe orang yang mudah bergaul. Dia cenderung pendiam dan lebih menjauh dari interaksi sosial. Bukan apa-apa, hanya saja [Name] memiliki kenangan buruk tentang hal tersebut di masa lalu. Dia pernah dikhianati oleh sahabatnya ketika masih duduk di bangku SMP. Karena itu, dia menutup diri untuk menjalin persahabatan dengan orang lain.
Tapi semua berubah semenjak dia bertemu dengan Sakura. Gadis itu beda dari yang lain. Biarpun menyebalkan, tapi Sakura selalu ada di sisinya, Sakura tak pernah meninggalkannya. Awalnya [Name] begitu risih karena gadis itu selalu mengikutinya kemanapun, tapi lama kelamaan dia jadi terbiasa juga.
Lamunan [Name] langsung sirna tepat saat Sakura dengan sukses menyikut lengan kiri [Name]. Dia hanya tersenyum menatap Sakura yang sama-sama sedang tersenyum.
Ah, senang rasanya bisa memiliki sahabat seperti Miyawaki Sakura. Dia membuat pikiran negatif [Name] tentang definisi persahabatan menjadi positif.
"[Name]-chan, aku bukan orang yang tega menusuk sahabat sendiri dari belakang. Percayalah padaku. Kita adalah sahabat hari ini, eseok dan selamanya."
"Kenapa aku harus bersahabat? Sahabat itu hanya omong kosong, sahabat itu hanya kepalsuan! Dan kenapa pula aku harus bersahabat denganmu?"
"Definisimu tentang sahabat itu salah, [Name]-chan. Sahabat yang sebenarnya adalah, orang yang siap membawa kita terbang tinggi saat kita sedang dirundung masalah. Dan apabila sayapmu patah, ada aku yang akan menggenggam erat tanganmu dan membawamu terbang ke angkasa."
Kenangan itu kembali berputar di otak [Name]. Membuat pandangan gadis itu kosong selama beberapa saat.
"Hei! Jangan melamun, awas kesambet lho." Celetuk Sakura mencoba memecah hening. "Pasti Akashi sibuk lagi ya? Sudahlah tidak usah bersedih." Lanjutnya.
"Aku hanya sedikit kecewa dengannya, Sakura." Kata [Name] pelan. Sakura langsung merangkul pundak [Name] serta merta mengusapnya.
"Sampai kapan kau mau mempertahankan hubungan ini, [Name]-chan? Apa kau tidak lelah menghadapi sifat dingin Akashi?" Tanya Sakura.
[Name] hanya mampu tersenyum dan menegakkan pungggung supaya terlihat tegar.
.
..
Ketika rasa cinta telah pudar, haruskan sebuah hubungan kandas begitu saja? haruskah sebuah hungungan yang telah dibingkai hanya menjadi sebatas memori? Setelah itu dibuang begitu saja?
Kedua netra hitam [Name] sibuk menatap sebuah foto, fotonya bersama Akashi. Di dalam foto itu terpotret kebahagiaan. Kebahagiaan yang entah kapan bisa didapatkannya lagi setelah ini.
Dia begitu merindukan sosok Akashi yang dulu. Akashi yang benuh kehangatan dan cinta. Salahkah?
Di foto itu tampak dirinya dan Akashi bermain ice skating dengan butiran-butiran salj yang turun dari langit.
"Kejar aku kalau bisa, [Name]." Teriak Akashi yang tengah asyik dengan ice skating-nya. Butiran salju turun menapak di tubuh. [Name] menatap Akashi sembari tersenyum hangat. Dia merapatkan jaket tebalnya agar tak kedinginan.
"Sebenarnya kau bisa bermain ice skating atau tidak, [Name]?" Teriak Akashi lagi.
"A-aku bisa kok." Sahut [Name] kesal. "Mau bertanding denganku? Akan kubuktikan kalau aku bisa." Tantangnya. Sebenarnya dalam keadaan itu [Name] sibuk menelan ludah gugup. Bagaimana mungkin dia bisa menang dari Akashi Seijuurou? Dia saja sama sekali tak berbakat bermain ice skating.
"Kau yakin?" Jawab Akashi meremehkan. "Kalau kalah taruhannya apa?" Segaris senyum tipis terulas dengan jelas di wajah tampannya.
Lamunan itu terhenti saat sebuah kaki menyenggol kaki kanan [Name]. Dia menoleh dan mendapati Sakura menunjuk ke depan dengan dagunya.
"Tuh." Tunjuknya pada guru bahasa jepang yang tengah menatap [Name] dengan raut wajah tak suka.
"Sudah puas melamunnya, [Family Name]-san?" Tanyanya. "Bisa tidak sekali saja kamu menghargai saya yang sedang mengajar? Jika kamu memang tidak berniat ikut pelajaran ini, silakan keluar." Tegas Sang Guru panjang lebar penuh amarah.
"Sumimasen." Ucap [Name] pelan. Sebenarnya [Name] bisa saja membantah, tapi dia tak ingin mencari masalah dengan guru yang satu ini.
"Baik, untuk kali saya maafkan." Ujar Sang Guru lagi sambil kembali melanjutkan penjelasannya.
[Name] menghela napas lega. dia menatap guru itu sambil merutuk kesal dalam hati. [Name] sangat membenci pelajaran ini, terlebih lagi pengajarnya galak sekali. Penjelasan dari papan sudah seperti angin lalu, [Name] tak paham sama sekali. Pelajaan yang sangat membosankan.
Di alihkan pandangannya dari papan ke obyek lain. Netra hitamnya menatap ke luar kelas. Dan yang tertangkap dalam jangkauan pandangnya adalah Akashi. Orang yang setahun belakangan ini mengisi hari-harinya.
Sayangnya, Akashi tidak berjalan sendiri. Ada wanita cantik yang berjalan di sampingnya. Gadis cantik yang [Name] ketahui bernama Momoi Satsuki dari kelas sebelah. Dua orang itu tampak terkikik bersama.
[Name] mengernyit tak suka. Wajar saja jika dia cemburu melihat kekasihnya berdampingan dengan wanita lain. Bersama gadis pink itu Akashi bisa tertawa lepas, tawa yang akhir-akhir ini tak pernah Akashi tunjukan padanya. [Name] meringis pelan mendapati fakta itu.
Dia meraih hp dari saku dan mengetikkan beberapa kata di sana.
To : Akashi Seijuurou
Akashi-kun sedang di mana?
Setelah menekan tombol kirim, tak berapa lama ponselnya bergetar tanda ada pesan yang masuk.
From : Akashi Seijuurou
Aku sedang rapat di ruang OSIS, tolong jangan mengganggu, [Name].
[Name] kembali menetap Akashi yang berada di ujung koridor. Sedang rapat ya? Rapat berdua bersama Momoi?
Dalam diam dia menahan sakit yang membuncah. Sakit sekali rasanya. Perlahan air matanya mengalir tanpa dikomando.
Hanya melihatmu begini kenapa terasa begitu menyakitkan?
.
..
TBC
