title : four seasons four loves
summary: Mereka menatapnya dari genangan di cangkir. —Itachi melihat kepingan pelangi yang mengapung di teh yang diminumnya.
Itachi's hobby was visiting traditional Japanese cafés.
.
— Narutopedia wiki
Misi sudah selesai.
Kisame tertawa keras, riang entah karena apa dan Itachi diam-diam meringis ketika Kisame mengumumkan kalau ia akan pergi ke kedai sake, berkata kalau ia harus ikut dan berhenti menjadi anak polos dan lugu dasar bocah sementara dirinya menahan keinginan untuk mengirim Kisame ke dasar laut dengan genjutsu; menambahkan bahwa ia bukan bocah dan hei lihat tanganku penuh darah apanya yang polos dan lugu—
Seperti biasa, Itachi menolak dan Kisame akhirnya menyerah, menggumamkan tentang seorang bocah yang tak tahu caranya bersenang-senang lalu Itachi berpisah jalan dan menemukan dirinya berakhir di kedai teh.
Tipikal tipikal tipikal.
Ia mengambil tempat paling pojok terpencil dari pelanggan yang lain lalu dua menit kemudian seorang pelayan datang menghampirinya menanyakan pesanan dan ia menjawab satu cangkir matcha jangan terlalu panas terima kasih. Matcha-nya tiba sepuluh menit kemudian, Itachi mengucapkan terima kasih pada pelayan lalu meniup sedikit cangkirnya; bau teh hijau yang hangat menguar di udara—dan ia merasa tenang.
Digesernya sedikit cangkir itu ke dekatnya dan ia meringis melihat bayangan seorang pemuda tanpa ekspresi yang menatapnya balik dari genangan hijau bening yang mengepul; ia berkedip dan ketika matanya melihat lagi kedalaman cangkir itu ia menemukan wajah itu sudah berganti menjadi wajah—
Tou-san.
Jemarinya menggenggam cangkir itu erat tanpa sadar. Tou-san Tou-san Tou-san. Bibirnya dingin namun matanya terasa panas—uap matcha menguar ke udara, Tou-san Tousan Tou-san pikirannya meracau memanggil-manggil nyaring putus asa namun bayangan itu bergeming.
Bibir Tou-san bergerak ujung-ujungnya melengkung ke atas; senyuman dan kau adalah anak yang baik hati lalu Tou-san menatapnya lekat-lekat tolong jaga Sasuke Tou-san tersenyum Tou-san bangga Tou-san—
Pergi. Mati.
Matanya berkedip panik Sharingan teraktivasi tanpa sadar oh—Tou-san hilang, Tou-san pergi, Tou-san Tou-san Tou-san namun hanya ada genangan hijau bening yang menyambutnya.
Itachi mengerjapkan matanya beberapa kali dan bersikeras bahwa panas yang menyelubungi matanya pasti karena pengaruh dari uap hangat yang menguar dari cangkir matcha-nya.
Dua minggu sudah berlalu semenjak terakhir kali Itachi mampir ke kedai teh—Kisame entah sudah mabuk untuk yang keberapa kalinya dan Itachi menemukan dirinya melamun di penginapan. Merasa jenuh, ia memutuskan untuk pergi keluar berjalan-jalan sebentar dan ah ya lagipula siapa tahu ada kepingan informasi yang bisa didapat.
Itachi berkeliling tanpa tujuan selama setengah jam hanya untuk menyadari dirinya berhenti di depan sebuah kedai teh.
Ia menghela napas panjang, sepertinya tubuhnya tak bisa bertahan lama tanpa minum teh dan masuk ke dalam, memilih tempat paling pojok seperti biasa. Pelayan datang dan ia berkata satu cangkir sanpicha.
Pesanannya tiba lima menit kemudian; sanpicha hangat tersaji di meja, harum melati menari bersama uap yang mengepul. Itachi menghirup napas dalam-dalam, sejenak melupakan tentang misi yang baru dilakukannya kemarin malam lalu melupakan Kisame dan oh ya Akatsuki juga, mengabaikan fakta bahwa paru-parunya rusak dan ia batuk darah dan hidupnya—
Sanpicha hangat disesap terburu-buru.
Ia merasakan teh itu mengaliri tenggorokkannya dengan sensasi menenangkan, membius rasa sakitnya dan mengirimkan energi ke pembuluh darahnya. Itachi tersenyum dalam hati.
Ah.
Diraihnya cangkirnya untuk menyesap sekali lagi, kali ini dengan lebih perlahan. Hmm. Dibiarkannya sanpicha hangat itu memenuhi mulutnya dan memanjakan indera perasanya—sementara pandangannya tanpa sadar menatap ke dalam cangkir di depannya.
Itachi hampir tersedak.
Sepasang mata hangat menatapnya dari dalam cangkir, wajah manis yang sangat dikenalnya mengambang di permukaan. Itachi menelan tehnya seraya menggigit bibir tanpa sadar—sanpicha hangat begitu dingin di tenggorokkannya.
Ia berkedip sekali lalu wajah itu tersenyum di antara uap teh dan sayup-sayup terdengar kami sudah tahu Itachi lalu mata hitam itu menatapnya hangat hangat hangat seperti biasa seoerti saat dimana Itachi adalah seorang anak yang sangat disayangi dicintai dibuatkan bento setiap kali hendak berangkat misi—
Hembusan napasnya yang tiba-tiba menyebarkan uap sanpicha hilang sebentar—dan Kaa-san lenyap.
Itachi menggigit bibirnya tanpa suara lalu sanpicha disesap sekali lagi. Hangat hangat hangat. Kaa-san, bibirnya bergerak namun tidak ada kata yang keluar, maaf maaf maaf maafkan aku, Kaa-san—
Ia melamun sekali lagi tanpa disadarinya dan kali ini bayangan di sanpicha itu tersenyum, membisikkan jangan lupa sarapan sebelum berangkat, aku membuat kani gunkan hari ini, lalu hati-hati Itachi semoga misinya berhasil dan tidak lupa frase singkat yang diucapkan tegas namun penuh kasih sayang; jaga dirimu.
Lalu Kaa-san memeluknya singkat dan melambaikan tangannya sampai ia menghilang di balik gerbang.
Ketika dunia nyata menyeretnya kembali ke kedai teh dan kehidupannya di detik ini dengan kejam, Itachi mendapati sanpicha-nya sudah dingin. Ia terpaku sejenak, masih dirasakannya tangan Kaa-san melingkar di lehernya dan matanya terasa berkabut, buram, buram—
Dihabiskannya sanpicha dingin dalam sekali teguk dan ia langsung meninggalkan kedai tanpa menoleh ke belakang.
Seminggu telah berlalu semenjak hari itu, dan Itachi baru saja menyelesaikan misinya memata-matai sekelompok missing-nin. Kisame, dengan wajah puas mengatakan kalau ia ingin makan sushi, Itachi yang tersadar dari lamunannya segera mengiyakan—meskipun ia tak terlalu mendengarkan apa yang dikatakan Kisame tadi.
Pesanan mereka tiba tak lama setelah mereka duduk di sudut, Kisame mengomentari cepatnya pelayanan di tempat itu dengan puas. Itachi meniup genmaicha pesanannya perlahan, mengawasi bagaimana Kisame menambahkan wasabi banyak-banyak ke sushi-nya sebelum kemudian merendamnya dalam genangan soyu.
Kisame mengangkat alis pada dirinya yang tak memesan makanan, menggumamkan Itachi kau sedang sakit dan kau harus makan kalau tak ingin mati muda lalu memaksanya terus-terusan di sela-sela kegiatannya mengunyah dengan lahap. Itachi akhirnya menyerah dan memesan seporsi chawan mushi.
Setelah pesanannya datang, ia menyuap potongan kecil telur kukus hangat itu dari cawan lalu mengunyahnya perlahan. Di seberang meja, Kisame baru saja menambahkan wasabi lagi ke sushi-nya. Itachi menatapnya dengan alis sedikit terangkat, namun tak berkomentar apa-apa.
Sake, tawarnya. Itachi menggeleng. Tidak, terima kasih.
Chawan mushi-nya sudah hampir habis ketika ia meraih cangkir. Disesapnya genmaicha-nya perlahan, menghirup aroma beras merah panggang yang samar-samar terasa di antara sepatnya teh. Hmm. Genmaicha, genmaicha-nya enak… genmaicha adalah favorit—
Itachi meneguk tehnya dengan bunyi cegukan pelan.
—genmaicha adalah favorit Shisui.
Ditaruhnya cangkir ke meja dengan bunyi tuk pelan, mendadak tehnya terasa hambar. Pandangannya jatuh ke dalam kebiasaannya menatap kedaaman cangkir teh, lalu bayangan seorang pemuda berambut jabrik muncul disana.
Itachi meringis. Tapi matanya seakan terpaku beku ketika wajah itu menyeringai lebar, dan berkata lihat, Itachi. Lalu jari-jari panjangnya merayap ke mata kanannya dan plop sebuah bola putih yang berdenyut dengan serabut-serabut halus yang tersambung dengan matanya muncul di telapak tangan, sementara Shisui tertawa geli melihat ekspresinya yang ngeri bercampur kaget/jijik? Lalu sharingan-nya teraktivasi dan mata Shisui kembali lagi ke tempatnya dengan normal, namun senyuman lebar yang melintasi wajah sepupunya tidak hilang.
Lalu Shisui tertawa keras hahaha Itachi, wajahmu tadi menggelikan sekali—
Pandangannya buram sejenak lalu Shisui lenyap dan berganti dengan Kisame yang tengah menggoyangkan sumpit di depan wajahnya, lalu Itachi, kau baik baik saja?
Ia terpaku sesaat sebelum kemudian membalas ya, tentu dan menyendok telur kukusnya lagi. Kisame menatapnya selama beberapa detik dengan pandangan seolah ingin mengatakan sesuatu namun menahannya, sebelum kemudian mengangkat bahu dan meminum sakenya.
Bayangan Shisui muncul lagi di permukaan ketika ia hendak menghabiskan genmaicha-nya, tangannya merayap ke mata kiri dan plop sebuah bola mata terulur di tangannya untuk Itachi diiringi sebuah penjelasan tentang koto amatsukami—namun kali ini ia tahu kalau itu bukan genjutsu dan bola mata itu adalah bola mata sungguhan.
Tiga hari kemudian, hujan turun deras di kota yang sedang mereka singgahi sehingga mereka memutuskan untuk berhenti sebentar. Kisame bergegas ke kedai sake untuk tempat pemberhentiannya sekaligus sebagai tempat menghangatkan badan, sementara Itachi berjalan ke arah lain dan merasa beruntung ketika menemukan sebuah kedai teh di ujung jalan.
Seperti biasa, diambilnya tempat yang paling pojok, lalu setelah menimbang-nimbang ia memillih hojicha sebagai pesanannya. Sembari menunggu ia merogoh sakunya mengambil sebuah gulungan kecil lalu dibukanya di pangkuannya—jemarinya menari membentuk segel dan plop! sebuah kertas kecil yang terlipat muncul dari tengah gulungan itu.
Pesanannya datang dan kertas kecil itu meluncur masuk ke dalam lengan jubahnya lalu keluar lagi ketika pelayan pergi. Dibukanya lipatan itu hati-hati.
Sebuah tabel tertera di kertas itu, diisi sederet tulisan (taijutsu, ninjutsu,, genjutsu, teori ninja, shurikenjutsu…) di salah satu kolom dan sederet lagi (sangat baik, sangat baik, baik, sangat baik, cukup baik…) di kolom yang lainnya. Lalu paraf dan Umino Iruka di bagian bawahnya.
Dan Uchiha Sasuke di kotak nama yang ada di pojok kanan atas kertas itu.
Itachi menatap kertas itu dengan ekspresi tak terbaca, jemarinya menelusuri setiap huruf yang ada disitu; mesikipun ujung-ujung kertas itu tampak tertekuk pertanda lembaran itu adalah memoriam yang terlalu sering dikunjungi bahkan Itachi telah hapal setiap kata dan posisi huruf yang ada di luar kepala—namun entah kenapa tangannya tetap saja gemetaran setiap kali memegang lembaran itu. Dan ia pun tak terkejut ketika menyadari bahwa jemarinya telah berhenti di bagian atas kertas itu dan menelusuri Uchiha Sasuke Uchiha Sasuke Uchiha Sasuke yang tertulis di pojok kanan atas kertas; Sasuke Sasuke Sasuke—
Dipaksanya pandangannya untuk beranjak segera, dan mampir di bagian lain; shurikenjutsu – cukup baik. Itachi meringis.
Salahnya.
Dialihkannya tangannya dari kertas untuk meraih cangkir—genangan cokelat kemerahan menyambutnya hampa dan Itachi mendapati refleksi dirinya menatap balik dari situ. Disesapya hojicha itu perlahan. Rasa pahit samar menggelitik indera perasanya, ia tersenyum dalam hati lalu ditaruhnya lagi cangkir itu di meja—terlalu pelan hingga tanpa suara. Refleksi dirinya menatap balik dari permukaan hojicha di cangkir.
—hanya untuk digantikan dengan wajah anak laki-laki berambut jabrik yang sangat… di… di…
Itachi menggigit bibirnya. Ia tak pantas memikirkan hal itu kau pembunuh kotor.
Dengan enggan dipaksanya pandangannya beralih lagi ke kertas di pangkuannya; shurikenjutsu – cukup baik (Nii-san, ayo kita latihan!) lalu ke Uchiha Sasuke (Nii-san sakit? Mengapa diam saja?) lalu kembali lagi ke cukup baik (ugh, berhenti menyentuh dahiku seperti itu Nii-san!) lalu ke Uchiha Sasuke (Nii-san, aku membeli kakigori untukmu!) lalu ke cangkir teh lalu ke Uchiha Sasuke (Nii-san, Nii-san…kakiku terkilir… ) Uchiha Sasuke Uchiha—
...bentengnya runtuh.
Badannya gemetaran, bodoh bodoh bodoh ia tak bisa mengontrolnya lagi tak bisa tak bisa lalu Nii-san ayo kita latihan melempar shuriken! Dicengkeramnya cangkir tehnya keras erat buku jarinya memutih lalu Nii-san ajari aku! Nii-san kan sudah janji… Napasnya memburu dan Nii-san selamat yaa kau diangkat menjadi kapten! Nanti aku akan menjadi shinobi hebat seperti Nii-san! Matanya terasa panas buram berkabut lalu waa, Nii-san membuatkanku jus tomat dingin! Aku sayang Nii—
.
.
Kabut panas, basah, perih, perih—dan hojicha di meja pun memunculkan riak dingin di permukaannya karena cairan bening yang jatuh dari atas.
.
.
FIN
.
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto. Tidak mengambil keuntungan material apapun dari fanfiksi ini.
notes:
- matcha: teh hijau yang biasa dipakai untuk upacara
- sanpicha: teh melati
- genmaicha: teh hijau yang dicampur dengan beras merah yang dipanggang
- hojicha: teh yang dibuat dari daun teh hijau yang dipanggang
- chawan mushi: telur yang dikukus dan disajikan di dalam cawan mirip cangkir kecil
.
notes ii:
ehm sori judulnya crack; btw judul diambil dari folk-song yang ada di Avatar: The Legend of Aang. pangeran zuko ganteng banget HAHAHA /sorirandom.
oh ya, bingung mau naro ini di genre apa. ada saran?
