Zutara week day 1: Calor

Takes place exactly at The Search. Enjoy!

Katara menggembungkan pipinya, menggerutu dalam hati akan sugesti yang dicetuskan Aang semalam. Menahan nafas, ia menarik sikunya ke atas dengan sigap, membuat blokade es untuk menangkis bola api yang tertuju ke arahnya.

Merepotkan saja, sih, gerutunya dalam hati. Jemarinya bergerak dengan tangkas dan serpihan es yang tercecer pun menyublim, siap untuk digunakan sebagai pecutan air.

Namun sayang, pikirannya yang tidak fokus membuatnya lengah dan terlambat untuk beraksi; Katara terhempas ke belakang oleh serangan api dari Zuko. Untung saja ia sempat membasahi sekujur tubuhnya dengan air sehingga aman dari luka bakar.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Zuko sambil menghampirinya.

Katara terbatuk; nampaknya tadi ia tidak sengaja menelan air. Tak mampu menjawab, ia hanya mengangguk sementara tangannya mengambil tangan Zuko yang diulurkan kepadanya. "Kurasa konsentrasiku kurang," ucapnya ketika ia sudah menenangkan nafasnya yang terengah-engah. Gadis itu membentangkan tangannya lalu dengan sekejap, pakaiannya yang basah kuyup kini seutuhnya kering.

"Itu, atau aku memang lebih jago darimu," ujar Zuko, disusul oleh pelototan mata dari temannya.

"For the record, aku mengalahkanmu saat di North Pole tahun lalu," jawab Katara.

"Yang kemudian kondisi berbalik. Aku membuatmu pingsan ketika pagi datang," balas Zuko tak mau kalah.

Kali ini Katara lelah. Bukan lelah berdebat, tetapi benar-benar lelah; ubun-ubunnya mendidih karena teriknya matahari, kulitnya lengket oleh keringat, tangannya pegal berkat terlalu banyak ditegangkan agar membuat perisai es—menurutnya tameng air tidak akan efektif untuk menangkis serangan Zuko karena uap yang dihasilkan akan membuat udara sekitarnya tambah panas dan lebih melelahkan.

Katara ingin berhenti. Keadaan ini tidak kondusif baginya. Belum lagi…

"Hey, kau benar tidak apa-apa?" tanya firebender itu sambil menggenggam pergelangan tangannya, merebut perhatian Katara.

Gadis itu menengadah, menatap pria yang berdiri di depannya. Pandangannya sekelebat gelap sebelum jernih kembali. Lebih tepatnya, buram.

"Wajahmu pucat. Mungkin sebaiknya kita istirahat."

Katara ingin tersenyum mendengar kata istirahat, tetapi seperti yang disebutkan tadi; Katara terlalu lelah. Ia hanya mengangguk dan membiarkan temannya itu menuntunnya ke batang kayu yang dibaringkan untuk duduk.

Zuko meninggalkannya ke kamp sebentar. Begitu ia kembali, ia mengulurkan handuk dan air minum kepada Katara. Ia benar-benar terdengar seperti kaset rusak sekarang karena pertanyaan itu diulang lagi: "Kau tidak apa-apa?"

Namun Katara tidak keberatan, karena dengan demikian, Zuko benar-benar ingin memastikan keadaannya. Lagipula pria itu sudah seperti kaset rusak sebelumnya ketika ia terus-terusan menyebut-nyebut kehormatan di masa ia masih menjadi musuhnya.

"Aku sedang datang bulan," jawab Katara pelan. Semoga itu dapat menjelaskan semuanya. Ia hampir tertawa saat raut wajah Zuko berubah canggung. "Tenang saja, aku tidak akan mati kelelahan. Bawaan setiap perempuan memang lesu setiap kali bulanan mereka datang," lanjutnya sambil menyeruput air dingin yang disuguhkan temannya tadi.

Kehabisan kata-kata, Zuko hanya manggut dengan bibir terkulum.

"Memangnya kau tidak pernah melihat adikmu lesu setidaknya satu hari di setiap bulan?"

Zuko terdiam sejenak. Katara berspekulasi pria itu sedang mengingat-ingat ketika melihat alis Zuko berkerut. "Kami tidak begitu akur untuk memperhatikan satu sama lain."

Katara menepuk keningnya dalam hati.

Bodoh. Tentu saja mereka tidak akur. Itu alasan mengapa Aang memberikan solusi ini!

Seakan membaca pikirannya, Zuko menghembuskan nafas dan mengangkat bahu. "Jika kami akur, mungkin Aang tidak akan memberi jalan tengah agar aku dan Sokka bertukar adik." Kemudian ia menoleh dan tersenyum kecil padanya. "Dan kau tidak akan terlibat latihan firebending denganku."

Katara tidak menjawab, hanya merespon dengan memutar bola matanya dan mengangkat bahu. Ia menujukan pandangannya pada refleksinya di air putih dalam gelas sementara pikirannya berkilas balik ke malam sebelumnya di mana mereka semua—Katara, Sokka, Azula, dan Zuko—berkumpul mengelilingi api unggun untuk makan malam. Ia duduk di antara Zuko dan Aang, menjauhkan diri dari kakaknya yang duduk di antara Azula dan Aang. Mereka tengah perang dingin; di pagi hari Sokka protes karena sarapan yang dimasak adiknya terlalu pedas dan celana bolongnya tidak kunjung selesai dijahit sementara Katara membalas dengan bagaimana ia tidak bisa tidur karena Sokka terlalu keras mengorok dan selalu ceroboh sehingga celananya terus-terusan berlubang. Jika hari-hari biasa, mungkin Katara tidak akan semarah itu, namun karena faktor hormon yang tidak stabil, terjadilah pertengkaran yang membuat Sokka berakhir beku. Di siang hari, Sokka membalas dengan menyabotase makan siang mereka—tanpa berpikir kembali bahwa ia sendiri juga akan menyantapnya, alhasil senjata makan tuan. Emosi, Katara pun meledak dan mengatakan Sokka adalah saudara terburuk di dunia. Tidak terima, Sokka membalas dengan makian yang sama.

Di lain hal, Azula dan Zuko juga sedang bertengkar—tidak heran. Namun karena kondisi Azula yang sulit dipahami, Zuko hampir berakhir dengan luka bakar di wajah sebelah kanannya. Melihat situasi itu, sebagai Sang Avatar, Aang memainkan perannya untuk memulihkan perdamaian.

Solusinya cukup masuk akal, namun sebenarnya sungguh merepotkan: Sokka dan Zuko akan bertukar adik selama satu minggu, dan tiap harinya mereka wajib menjalankan kegiatan kakak-beradik berdua tanpa boleh bertemu dengan saudara kandung masing-masing. Konflik muncul lagi ketika menyadari bahwa rutinitas kakak-beradik mereka berbeda, maka Aang memberikan masukan lagi: di hari pertama, adik-adik akan mengikuti rutinitas kakak-kakak, sementara di hari kedua, kakak-kakak akan mengikuti rutinitas adik-adik. Selang-seling, begitu seterusnya.

Awalnya, Katara setuju-setuju saja asalkan ia dijauhkan dari kakaknya yang menyebalkan. Namun kini ia agak menyesal karena rutinitas Zuko dan Azula—berlatih firebending—tentu saja tidak mampu ia lakukan. Ia adalah waterbender. Waterbender tidak mengendalikan api.

Katara berkedip begitu melihat Zuko beranjak dari duduknya dan kembali berjalan ke atas lapangan—sebutan bagi padang rumput tandus tempat mereka berlatih firebending—sambil meregangkan tangannya di atas kepala, siap untuk kembali beraktivitas.

"Um… Zuko? Kau bilang kita perlu istirahat?" panggil Katara tanpa beranjak dari tempat duduknya.

"Kau istirahat. Aku lanjut berlatih agar kau tidak bosan melamun memandangi gelas," sahutnya.

Katara menelan ludah dan merasakan wajahnya memanas saat melihat Zuko melepas bajunya ke atas kepala dan melemparnya ke sisi lapangan. Matanya seketika beralih ke bagian tubuh yang terekspos.

"Setidaknya kau mempunyai sesuatu untuk dilihat," lanjut firebender itu sambil mengambil kuda-kuda.

Katara menggigit bibir. Sepertinya bukan teriknya matahari yang membuat darah di wajahnya mendidih.