Disclaimer:
Vocaloid © Yamaha
Symbols Of The Cursed © Alfaribi
Re-edited by Adelia-chan
Genre: Romance/Horror
Pairing: Len/Rin
Rated: M
Warning(s): Gore, Backsound, Typo, Dll.
.
Italic: Tulisan berbahasa asing, ucapan jarak jauh, suara benda/backsound, dll.
Chapter 1
Unfair
Dunia ini penuh dengan tidak keadilan, aku benci dengan dunia ini, sampai sekarang aku bertanya mengapa aku harus lahir di dunia yang brutal ini. Namaku Rin Kagamine. Dari kecil aku terlahir beda dengan anak lainnya. Aku memiliki tanda di sekitar mataku, semua menghinaku anak dengan bermata setan, aku sendiri membenci tanda di sekitar mataku ini.
Ayahku bermarga Kagamine sedangkan Ibuku bermarga Kagane. Keluarga Ayah maupun Ibu selalu berperang sehingga orang tuaku kawin lari. Hingga suatu saat keluarga ayahku mengetahui kalau ayahku kawin lari memutuskan untuk membunuh ayahku beserta keluarganya. Karena menurut keluarga Kagamine, seorang yang menikah dari clan yang bertentangan dengan Kagamine harus menerima hukuman mati. Bukan hanya itu, dari keluarga ibuku juga memiliki peraturan yang sama dengan keluarga Kagamine, sehingga orang tuaku harus bersembunyi di sebuah desa terpencil di sekitar Everglades, yaitu daerah yang cukup subur dengan memiliki kota yang bernama Starglade.
Dari dahulu seluruh clan mempercayai bahwa seseorang yang lahir dengan tanda di sekitar matanya adalah monster, sehingga harus di bunuh. Saat aku terlahir ke dunia ini ayahku tidak percaya dengan keadaanku. Sehingga ayahku mencoba ingin membunuhku, tetapi Ibu menghalanginya dan membunuh ayahku.
Ibuku merawatku sendirian di sebuah rumah gubuk yang tidak terlalu jauh dari desa, dia menyembunyikanku, dia juga selalu menceritakan keburukan tentang dunia ini.
Saat aku berumur 5 tahun kejadian mengerikan menimpaku. Ibuku terbunuh oleh clan ayahku. Ini berawal saat pagi hari seseorang mata-mata memasuki desa, aku tahu itu karena aku bisa merasakan orang baru yang memasuki desa, mungkin ini sebagian dari kekuatanku.
"Rin, ingat ya nak, jangan keluar rumah saat ibu pergi!" Ibu berkata.
Aku mengangguk.
Beberapa jam ibuku kembali, tetapi dengan terburu-buru, dan juga dengan luka yang cukup serius.
"Ibu," kataku sambil menghampiri dan memeluknya.
"Nak, kau tidak boleh mati, kau harus bersembunyi!" katanya.
"Ada apa bu?" tanyaku.
Tiba–tiba aku mendengar seseorang teriak dari belakang Ibuku.
"Mereka di sini!" teriak orang tersebut.
Segerombolan orang datang berlari dari kejauhan. Ibuku lalu sigap dengan menutup pintu dan mengkunci seluruh pintu dan jendela. Aku tahu kalau ini tidak akan berhasil. Rumah kami hanya seperti gubuk kecil yang mudah dirusak oleh senjata.
"Nak, cepat bersembunyi di lemari itu," Ibuku berkata sambil menunjuk lemari baju.
Aku mengiyakannya.
Saat aku masuk ke lemari, ibuku menguncinya dari luar.
"Ibu!" teriakku.
"Rin, maafkan ibu karena tidak bisa melindungimu, tapi kamu harus hidup nak. Setelah ini pergilah ke kota Starglade," ucapnya.
"Tapi bu, Ibu harus bersembunyi juga, kalau tidak ibu bisa terbunuh!"
Aku mendengar seseorang mencoba menghancurkan jendela dan pintu.
"Jangan khawatirkan Ibu nak, Ibu akan baik-baik saja," ucapnya menenangkanku.
"Tapi bu," aku memohon.
Braak! suara pintu terdobrak.
"Mereka datang," ucap ibuku.
"Ingat pesan Ibu nak, kamu harus selamat, apapun yang terjadi kamu jangan berteriak, oke?" lanjut Ibuku.
"Dimana kau keparat!" Teriak seseorang dari ruang tamu.
Ibuku menarik sebuah senjata dari bawah kasurnya. Golok cukup panjang dan besar yang siap menebas.
"Cukup, aku akan menghabisi mereka semua," ucap Ibuku pelan.
Orang-orang itu mulai mencari kami, dan akhirnya mereka menemukan kami. Reflek Ibuku sangat cepat, saat mereka mulai masuk ke kamar kami, Ibu lalu menebaskan golok itu.
Splas, kepala salah seorang dari mereka terlepas karena serangan dari Ibu.
"Kurang ajar kau!" seorang dari mereka lalu masuk dan menyerang ibuku.
Terjadi perkelahian yang cukup sengit antara Ibuku dan 6 orang lain yang tidak di kenal. Ibuku mencapai batasannya ketika pedang salah seorang berhasil menusuk perutnya.
"Kurang ajar kau, dari 7 orang yang ku bawa hanya tersisa 3," ucap salah seorang dari mereka.
"Hah, kalian tidak pernah bisa membunuhku!" teriak ibuku sambil menyerang mereka.
Akan tetapi seorang dari mereka lebih cepat dari serangan ibu, salah seorang dari mereka berhasil menebas lengan kanan Ibu dan membuat senjata ibu terjatuh.
"Arrgg!" teriak ibu kesakitan.
"Hahahaha, kerja bagus kau. Akhirnya kita bisa membunuh wanita jalang ini," ucap orang itu.
"Arrgg..." ibuku merintih kesakitan.
"Sepertinya kau tadi bersama anak kecil, kan?" orang itu bertanya.
"Tidak, aku hanya sendiri," Ibuku menjawab.
Ibuku berusaha menutupi diriku.
"Yasudahlah, akan aku akhiri ini," ucap orang itu.
Saat pedang itu hampir menghunus jantung Ibuku, tiba–tiba saja aku berteriak.
"Tidaak!" teriakku.
"Hah? Jadi kau menyembunyikan anak itu di lemari itu? Cepat buka lemari itu!" ucap orang yang sepertinya ketua kelompok itu.
Salah seorang dari mereka membuka paksa pintu lemari dan menarikku keluar dari persembunyian.
"Tidak, aku mohon, anakku tidak punya masalah dengan kalian!" ucap Ibu.
"Haah, anak ini memiliki tanda!" orang yang menarikku berkata ketakutan.
"Cepat bunuh bocah itu, dia akan membuat kerusuhan jika tidak segera di bunuh!" ucap ketua kelompok itu.
Saat pedang mau di hunuskan ke tubuhku, Ibuku dengan tenaga yang cukup menyerang orang yang mau melukaiku.
"Cepat lari nak!" ucap ibuku.
"Kauuu!" teriak ketua kelompok itu.
Tanpa basa-basi ketua kelompok itu menembakan pistol ke arah ibuku, dan seketika ibuku tewas di tempat.
"Tidaak! Tidaak... mengapa... mengapa!" teriakku.
"Ibu, bangun ibu, bangun!" teriakku memohon.
"Nah, sekarang giliran dirimu nak," ucap ketua kelompok itu.
Aku merasa dunia ini sangat tidak adil kepadaku, mengapa harus aku yang merasakan sakitnya.
"Kenapa? Kenapa?" batinku.
Tiba-tiba aku seperti kehilangan kesadaraan.
.
"Dunia ini memang kejam bukan?" tanya seseorang mirip diriku.
"Huh, siapa kau?" tanyaku.
"Aku adalah kamu, kamu adalah aku. Kau tau dunia ini tidak diciptakan untuk kita, jika kamu ingin dunia yang lebih baik, biarkan aku membantumu," seseorang miripku berkata.
"Tidak, kau bohong!" jawabku.
"Memang dunia kejam, tapi... tapi Ibuku berkata dunia ini masih memiliki sisi baiknya," lanjutku.
"Apakah kau lihat? Ibumu tewas dibunuh. Apakah kau ingat, ayahmu sendiri tidak menginginkanmu," kata seseorang mirip denganku.
Tiba-tiba aku melihat semuanya, masa lalu orang tuaku, meski Ibuku pernah menceritakan semuanya. Aku sangat kaget ketika ayahku benar-benar ingin membunuhku. Aku kira selama ini Ibuku hanya berbohong, seperti yang dia katakan tentang dunia ini. Karena selama Ibu bercerita ibuku selalu tersenyum dan tertawa.
"Aku... aku tidak percaya..." ucapku.
"Dunia ini, kau tidak dibutuhkan di dunia ini. Jika kau ingin hidup damai ikutlah denganku, aku akan memberikanmu kekuatan dimana kau bisa menciptakan dunia yang baru dan indah," orang yang mirip denganku berkata.
.
Sementara itu.
"Heh, kenapa anak kecil ini berbicara yang aneh-aneh?" ketua kelompok itu berkata.
"Bunuh saja boss, enggak usah dipikirkan!" ucap anak buah kelompok itu.
"Ya boss, bunuh saja, hahahaha!" ucap seorang lagi dari mereka.
"Yaa, aku juga inginnya begitu... bersiaplah anak setan!" ketua dari kelompok itu berkata sambil menodongkan pistolnya ke arahku.
Entah aku bisa merasakan orang-orang itu berbicara tapi aku masih dalam keadaan di bawah sadar.
"Bagaimana? Berikan tubuhmu, aku berikan kekuatanku," ucap orang misterius yang mirip denganku.
"Baa... baiklah, aku ingin membalaskan dendam kematian Ibuku kepada clan yang telah membunuh Ibuku..." ucapku.
Tiba-tiba tubuh ini bergejolak, seperti ada kekuatan yang sangat besar memasuki tubuhku.
"Dari clan mana kalian?" tanyaku.
"Ehhh, yaa karena kau sudah ingin aku bunuh akanku beritahu," jawab ketua kelompok itu.
"Kami dari clan Angru.." ketua kelompok itu berkata tapi terhenti.
Splas, badan ketua klan itu terbagi 2.
"Ke-ketua!" anggota mereka berkata bersamaan.
"Sekarang giliran kalian..." kataku.
"Tidaak, lari, cepat lari!" salah seorang dari mereka berkata.
Tetapi belum sempat mereka berlari, salah seorang dari mereka sudahku pecahkan kepalanya. Aku bisa melihat darah berceceran di seluruh tembok kamarku.
"Kauuu.. kau wanita iblis.. Huaaa!" dia berkata lalu lari dari rumah ini.
Jangkauan seranganku bisa mencakup seluruh desa, aku dengan mudahnya menghabisi nyawanya di luar rumah, aku merobek seluruh organ dalam pria tersebut, dan melepas kepalanya.
"Cough, Cough. Sial mengapa tubuh ini tidak kuat menahan energi seperti ini?" batinku.
Tiba-tiba aku kehilangan kesadaran.
"Kau hanya mampu menggunakan kekuatanku selama 5 menit? Sayang sekali. Aku harap kau berlatih untuk menggunakannya," seseorang berbisik kepadaku.
"Si... siapa kau?" tanyaku.
"Tidak perlu tau siapa aku, aku akan selalu bersamamu, aku akan memberikan kekuatan yang kau mau. Hahahaha," orang misterius itu berkata.
Aku menyadari kekuatanku adalah memanipulasi dan bisa memindahkan benda apapun, termasuk organ tubuh atau semacamnya. Aku juga bisa meledakan mereka dengan memanipulasi organ tubuhnya.
Setelah aku menyadari itu, aku terjatuh dan pingsan.
.
Ketika aku tersadar, aku sudah berada di tempat lain. Ada seseorang yang membawaku.
"Kau sudah sadar?" kata orang misterius itu.
"Siapa kau?" aku bertanya.
Mungkin orang itu heran mengapa aku menatap dingin wajahnya, aku melakukan hal ini karena aku sudah tidak percaya dengan orang-orang di sekitarku.
"Namaku Len Kagami, umurku sama dengan dirimu... mungkin," ucapnya memperkenalkan diri, dan sedikit ragu di bagian umur.
Aku hanya diam, seperti yang aku bilang tadi, aku ingin sekali cepat membunuhnya.
"Apa aku boleh bertanya?" tanyanya.
Aku hanya diam.
"Tanda di sekitar matamu, apa itu tanda asli atau hanya dibuat oleh seseorang?" tanyanya.
"Ini tanda asli, aku sendiri membenci ini, karena tanda ini te..." aku menjawab terputus.
"Waaahh keren, aku ingin sekali punya tanda seperti itu!" ucapnya.
Aku heran, apa dia tidak tau arti tanda ini. Apa dia mengerti dengan tanda ini hanya pura-pura tidak tau.
Tiba-tiba dia mengelus kepalaku.
"Kau harus istirahat, mereka yang menyakitimu sepertinya sudah terbunuh. Entah bagaimana," ucapnya.
"Maafkan aku, aku tau akan terjadi seperti ini, tetapi para pasukan militer itu susah di ajak ke tempatmu," lanjutnya.
"Sekali lagi aku minta maaf dengan apa yang terjadi denganmu. Kau sekarang berada di rumahku. Orang tuaku memperbolehkanmu tinggal karena kamu pasti tidak punya tempat tinggal," ucapnya.
"Kau tidak perlu memikirkan masalah sebelumnya ya, maaf jika aku menggangumu, aku harap kamu bisa menjadi temanku," lanjutnya sambil tersenyum.
Aku hanya terdiam, dan memikirkan apa benar dia orang baik.
"Dah, sudah malam. Selamat beristirahat ya!" ucap anak tersebut.
"Sebentar, bukannya tidak baik mengucapkan selamat malam tanpa mengetahui orang tersebut?" kataku.
Entah mengapa aku jadi tersipu malu saat berkata dengannya.
"Maaf, aku lupa. Hehehe, namamu siapa?" tanyanya sambil tertawa.
"Rin Kagamine," kataku.
Aku melihatnya tertawa.
"Kenapa kau tertawa? Memang ada yang lucu apa?" bentakku.
"Hahaha, tidak, aku senang sekali akhirnya aku mendapatkan teman!" dia menjawab sembari tersenyum.
Entah kali ini aku tidak kuat memandang wajahnya.
Mungkin benar kata Ibuku, mungkin masih ada orang sebaik dia untuk saat ini. Aku harap aku bisa berteman dengan dia selamanya, aku berharap juga aku bisa berada di sisinya.
"Nah, selamat malam Rin, semoga kau bermimpi indah," ucapnya lalu meninggalkan kamar.
"Te-terimakasih, selamat malam juga Len," ucapku tersipu malu.
Aku lalu beristirahat.
.
Paginya aku baru tau kalau ruangan ini hanya ada 2 kamar, kamar orang tuanya dan kamar Len. Aku melihat Len tidur berbaring di sofa ruang tamu.
"Sepertinya aku membebaninya kalau tinggal di sini..." batinku.
Tiba-tiba aku memasuki dunia alam bawah sadar.
"Kenapa kau tidak membunuh mereka? Sudahku bilang sebelumnya, kau harus membunuh untuk menciptakan dunia baru. Di dunia ini kau hanya menjadi virus," ucap orang yang mirip denganku.
"Tidak, mungkin kau salah, aku kira dunia tidak sekejam itu," ucapku.
"Hah, kau sudah mulai menentangku. Lihatlah, anak itu tidak bisa tidur di ruangannya karena dirimu. Aku yakin anak itu membencimu," ucapnya.
Aku hanya terdiam.
"Apa yang kau tunggu? Apa? Apa? Apa?" lanjutnya.
Aku bingung, aku bingung setengah mati, apa yang harus aku lakukan? Apa?
Tiba-tiba seseorang membangunkanku dari alam bawah sadarku.
"Pagi Rin? Mengapa kau berbicara sendiri?" tanya Len.
"Heh, tidak apa-apa. Apa kau terganggu dengan kehadiranku?" tanyaku.
"Tidak, malah aku sangat senang. Sepertinya hidupku lebih berwarna saat melihatmu," ucapnya.
"Hah..." Aku tersipu malu.
"Wah kalian sudah bangun, siapa namamu?" tanya ibunya Len.
"Namanya Rin, mama," jawab Len.
"Wah, kenapa kamu yang jawab Len, sepertinya kau sangat senang dengan kehadirannya ya," ucap ibunya Len.
"Baiklah kalau gitu kamu Rin, kamu mandi dulu ya, setelah itu kamu makan," kata ibunya Len.
"Nah nah, kalian sudah bangun semua, cepat mandi, setelah mandi kita makan dan setelah itu kita pergi ke taman untuk menenangkan pikiran," kata ayah Len.
"Aku yakin kamu akan senang bermain di taman dengan Len dan anak-anak lainnya," kata ibunya Len.
"Tapi bu, aku kan tidak bisa akrab dengan mereka," ucap Len.
Mungkin dia orang yang sama seperti dengan diriku. Yang membedakannya adalah aku tidak boleh berteman karena ada yang mengincar nyawaku. Sedangkan dia tidak dapat berteman karena dia tidak bisa akrab dengan yang lainnya.
Setelah aku mandi, ibu Len mempersilahkan aku untuk makan.
"Makan yang banyak ya Rin, jangan malu-malu, anggap saja rumah sendiri," kata ibu Len.
"Ohh, namamu Rin, kau harus makan yang banyak yah," ucap ayah Len.
"Terima kasih, terima kasih untuk kebaikan kalian," ucapku tersipu malu.
"Tidak apa-apa Rin, apakah kamu mau tinggal di tempat kami?" tanya ibu Len.
"Ehh, apa itu tidak apa-apa?" tanyaku.
"Kau tidak mungkin kembali ke rumah lamamu, kan? Ya meski tempat ini tidak cukup luas tapi kami sangat senang dengan kehadiranmu," ucap ayah Len sambil tersenyum.
"Itu... tapi aku akan memberatkan kalian jika aku tinggal di sini," ucapku.
"Tidak masalah, asalkan kamu hidup dengan tenang bersama Len. Lagian Len sangat senang dengan kehadiranmu. Hingga kemarin dia tidak berhenti memandangi wajahmu saat kau pingsan," ucap ibu Len sambil tertawa.
Tiba-tiba Len datang.
"Mama, kenapa kau berkata seperti itu, kan aku jadi malu!" ucap Len.
Semua tertawa, aku juga ikut tertawa.
Mungkin dunia ini tidak terlalu kejam.
Setelah makan kami pergi menuju taman, aku iri ketika beberapa anak bermain dengan orang tuanya dengan bahagia. Tiba-tiba kekuatan itu seperti muncul kembali.
"Hey kau, kau anak setan ya? Lihat wajahmu, tanda apa itu?" ucap seseorang anak mengejekku.
"Iyaa, lihatlah, oh ya, jangan-jangan kau orang yang berada di tempat kejadian pembunuhan itu ya?" ucap seorang anak lainnya.
"Hahaha, kasian yah, atau jangan-jangan ibunya terbunuh karena ulahnya juga?" ucap anak lainnya.
"Malah aku kasian sama kelompok yang tewas di bunuh ibunya, mungkin setelah kelompok itu di bunuh ibunya, ibunya memutuskan bunuh diri karena takut hukuman hahahah," ucap anak lainnya mengejekku.
"Kau benar, mungkin saja. Dasar anak setan, dasar anak setan!" ejek segerombolan anak itu.
Saat ini orang tua Len cukup jauh dari tempatku, jadi dia tidak melihatku.
Anak-anak itu terus mengejekku, tetapi aku hanya bisa terdiam dan menangis.
"Heh, liat tuh, dia menangis, tak aku sangka anak setan bisa menangis, hahaha!" ejek anak-anak itu.
"Dasar anak setan, dasar anak setan, dasar anak setan," ucap segerombolan anak-anak itu.
Sejenak aku merasa dunia ini memang tidak pantas untukku. Aku merasa sepertinya dunia ini menolak kehadiranku. Lalu mengapa aku di lahirkan? Apa hanya untuk mendapat tekanan seperti ini?
Tiba-tiba Len datang.
"Hey kalian, mengapa kalian mengejek Rin?" teriak Len.
"Oh jadi namanya Rin? Rin si anak setan? Hahahahahaha," ucap salah satu dari mereka.
"Diam kalian." Len mencoba melindungiku.
"Mari kita lempari dia dengan batu," salah seorang dari mereka berkata lalu melempari kami dengan batu.
Aku melihat Len memelukku mencoba melindungiku dari batu-batu yang di lemparkan anak-anak itu.
"Hahaha, mengapa kau melindungi anak setan? Mungkin dia adalah suami anak setan itu hahaha," ejek anak-anak tersebut.
"Pasangan yang tidak layak hidup, mati aja kalian," ucap anak yang melempari kami dengan batu.
Tiba-tiba perasaan ini muncul, rasa ingin membunuh.
Aku masuk ke dalam keadaan bawah sadar.
"Jadi bagaimana?" tanya seseorang yang mirip denganku.
"Dunia ini tidak adil, aku ingin membunuh mereka semua, tolong pinjamkan kekuatanmu. Aku ingin melindungi Len dan membunuh semua yang ada di sini!" ucapku.
"Baiklah," ucapnya.
Tanpa sadar aku berdiri dan mengucapkan beberapa kalimat.
"Dunia ini, aku akan menghancurkan dunia ini. Tidak pantas ada manusia di dunia ini..." ucapku tanpa berpikir.
"Heh apa yang kau katakan?" tanya Len.
Tiba-tiba.
Splas.
Dalam radius jangkauan taman ini, seluruh orang yang berada di taman ini kepalanya meledak dan darah bercucuran mewarnai taman ini. Seluruh orang yang berada di taman ini tewas kecuali aku dan Len. Semua tewas tanpa terkecuali keluarga Len. Aku tidak bisa mengendalikan kekuatanku sehingga keluarga Len juga tewas karenaku. Aku merasa bersalah, aku melihat Len sangat ketakutan.
"Hah, ada apa ini?" Len berteriak ketakutan.
Aku mendengar bisikian.
"Bunuh dia juga, sepertinya dia juga membencimu," ucap bisikan itu kepadaku.
Tanpa sadar aku menyerang Len dengan perlahan, sebelum seranganku mengenai dia.
"Lari, lari Rin, kita harus lari, teroris akan membunuh kita kalau kita di sini!" ucap Len.
Tanpa sadar aku menghentikan seranganku.
"A-apa dia tidak tahu kalau ini karena ulahku?" batinku.
"Tapi aku harus membunuhnya, aku harus melakukannya, dia pasti sama seperti yang lainnya jika mengetahui yang sesungguhnya!" batinku.
Tapi di luar dugaan, Len menyeret tanganku. Aku tahu dia sangat ketakutan ketika orang tua mati di depan matanya.
Dia membawaku ke sebuah tempat.
"Kenapa, kenapa. Kamu harus selamat Rin, kamu harus selamat!" ucap Len.
Aku terkaget ketika dia mengakatan seperti itu. Dia menghawatirkan diriku dibandingkan dirinya sendiri.
"Ta-tapi.." ucapku terputus.
"Pokoknya kamu harus selamat, kamu orang terpenting dalam hidupku saat ini!" dia berkata.
Setelah dia berkata seperti itu aku hanya terdiam, dia lalu pingsan.
"Len, Len. Sadarlah Len!" ucapku memohon.
"Kenapa? Kenapa dengan kekuatan ini? Aku merasa bersalah, aku ingin minta maaf denganmu Len..." batinku.
"Jika kau minta maaf sekarang, dia pasti akan marah, kau tunggu saja saat yang tepat, atau bunuh saja dia," tiba-tiba ada yang berbisik.
"Benar, saat ini aku sangat senang bersama dirimu. Aku tidak ingin kehilanganmu..." batinku.
Lalu aku berpikir untuk mencari pertolongan.
Setelah kejadian di taman itu, pemerintah mengirimkan militernya untuk menangani desa kami. Bersama warga, pasukan militer menyusuri dan mencari penyebab kematian masal yang aku perbuat. Mereka tak akan menemukan bukti, karena kekuatanku membunuh tanpa melakukan kontak fisik.
Aku kira aku akan bersama dengan Len selamanya. Ketika aku berbicara dengannya di kamar tempat Len di rawat. Aku mengetahui bahwa pamannya akan membawanya ke kota Luxious Everglades. Kota yang cukup jauh dari tempatku sekarang, yaitu Starglade.
Tiba-tiba aku memasuki keadaan bawah sadar.
"Hem, ternyata kau tidak bisa bersamanya ya? Lalu apa yang kau tunggu? Bunuh saja dia," ucap kembaranku.
Tiba-tiba aku disadarkan Len.
"Rin..." ucapnya.
Aku tersadar, tetapi aku hanya terdiam. Aku berencana menyerangnya malam ini.
"Mungkin kita saat ini tidak bersama, tapi aku janji, aku janji aku akan kembali ke tempat ini. Lalu kita akan hidup bersama," ucap Len.
Aku kaget ketika dia berkata seperti itu.
"Apakah kamu berjanji?" ucapku tanpa sadar.
"Iya, aku berjanji, aku tidak akan meninggalkanmu saat itu. Saat itu dimana aku akan bersamamu meski orang-orang harus membenciku," ucap Len.
"Meski, meski nyawaku taruhannya. Aku akan bersamamu. Aku akan menjagamu!" ucap Len.
"Ap-apakah kamu yakin dengan itu?" ucapku.
"Iya, kamu adalah orang yang mirip denganku saat ini, aku tahu bagaimana perasaanmu saat ini. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu ketika saat itu tiba," ucap Len.
"Terima kasih, aku sangat senang..." ucapku.
Tanpaku sadari, air mataku mengalir. Aku menangis sejadi-jadinya saat itu. Lalu Len mengusap air mataku dari wajahku.
"Jangan bersedih, meski ada perpisahan pasti ada pertemuan lainnya," ucap Len.
"Jika kamu bersedih, aku juga sangat bersedih, jadi berhentilah menangis ya..." ucap Len mengusap air mataku.
"Iya, aku akan berhenti bersedih. Terima kasih Len," ucapku.
Aku lalu memeluknya dengan erat.
"Sepertinya aku mencintaimu Len, hatiku ini sangat berat meninggalkan orang seperti dirimu. Ingin rasanya bersamamu selamanya," batinku.
Lalu Len juga memelukku dan menangis.
"Tetap hidup, tetap hiduplah sampai saat itu Rin, meski kamu harus di cemooh orang, tapi kamu harus tegar. Aku minta maaf, karena tidak bisa menjagamu," ucap Len.
"Aku mohon tetap hidup sampai saat itu, aku berjanji akan kembali ke tempat ini, sampai saat itu aku mohon..." ucapnya terputus.
Aku langsung memotong pembicaraannya.
"Sstt, aku akan hidup. Sampai saat itu datang, saat kita akan bersama. Aku akan terus hidup meski harus menerima cobaan," ucapku.
"Meski aku harus hidup dalam keadaan dimana orang-orang tidak menginginkanku. Aku akan terus hidup untuk menunggu saat bersamamu," batinku.
Lalu aku menangis sejadi-jadinya.
"Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkanmu Rin, tapi..." ucap Len.
"Aku ingin selalu bersamamu," lanjutnya.
"Bukan hanya kamu Len, aku juga ingin selalu bersamamu," batinku.
"Sudah, kamu harus istirahat untuk perjalanan besok, kan? Len, selamat malam ya," ucapku lalu melepaskan pelukan.
"Baiklah, terima kasih Rin," ucap Len.
"Terima kasih untuk apa Len?" tanyaku.
"Terima kasih karena kamu ingin bersamaku," ucap Len tersenyum.
Aku hanya membalas senyuman Len.
"Selamat malam Rin," ucap Len.
Lalu aku meninggalkan kamar tempat Len di rawat sementara.
"Aku berharap dia juga tetap hidup, tetap hidup hingga aku bisa bertemu dengan dirinya lagi," batinku.
Mungkin dunia memang tidak adil, orang yang kuat dan berkuasa selalu menindas kaum lemah. Bagiku dunia ini seperti nereka. Akan tetapi tidak semuanya yang berada di dunia ini kejam, buktinya ada orang yang seperti Len. Untuk saat ini aku merasa mungkin dunia kejam tergantung bagaimana kamu melihat dan menjalani dunia ini.
"Dunia ini kejam, dunia tidak pernah adil denganku..." batinku.
"Tetapi dunia ini juga memiliki sisi baiknya, aku menyadari bahwa dunia kejam atau baik tergantung dari sisi mana aku melihatnya saat ini," lanjutku.
"Toh masih banyak orang yang seperti diriku di luar sana yang mungkin saja lebih bahagia dari pada diriku. Mungkin aku harus menyadari sisi baik dunia ini."
Aku keluar untuk melihat bintang.
"Ibu, mungkin dunia ini kejam. Mungkin dunia ini sangat tidak adil, tapi aku harap dunia ini membaik," batinku sambil menatap bintang.
"Aku berharap semoga saja dunia ini diisi oleh orang-orang yang berjiwa baik seperti Len," batinku.
Lalu aku menuju ruang istirahat yang disediakan rumah sakit untuk penunggu pasien.
.
.
.
To be continued...
Next Chapter Chapter II Perpisahan.
