Disclaimer : Masashi Kisimoto

Story : Sherry ai

Genre : Friendship, Romance, School Life

Rated : T

Pair : SasuSaku

Notes : Ceritanya seseorang dengan rambut pink itu sangat langka ditemui


Pagi yang cerah di SMA Harapan Bangsa Konoha, sebuah sekolah elit dengan berbagai fasilitas terbaik dan terlengkap dibanding sekolah-sekolah yang lain. Pagi itu seorang gadis bersurai merah muda tengah berlari-lari kecil menaiki anak tangga, peluh bercucuranpun tak dihiraukannya, nampaknya dia tengah memburu waktu.

"Aduh, masih ada tiga tingkat lagi". Keluhnya, hatinya berdebar-debar, dia takut terlambat dihari pertama sekolahnya. Dia adalah murid pindahan dari Suna, baginya kesan pertama sungguh penting, kalau dia terlambat kesekolah apa pandangan teman-temannya nanti. Namun apa daya, walaupun dia sudah berusaha berlari secepat mungkin, faktanya dia tetap terlambat.

Dengan langkah cepat dia sampai juga ditingkat teratas bangunan sekolah ini, sekolahan ini mempunyai lima lantai, dimana disetiap lantai mempunyai kantor masing-masing, hanya kantor kepala sekolahlah yang ruangannya berada dilantai dasar. Dilantai kelima adalah bangunan khusu untuk murid kelas satu, yang mana jumlah kelasnya ada 15 ruangan, sedangkan dilantai keempat khusus untuk murid-murid kelas dua, dan jumlah ruangan kelasnya ada 18, dilantai ketiga khusus untuk murid kelas tiga, dan jumlah ruangan kelasnya juga ada 18. Disetiap lantai mempunyai kantin, laboratorium, uks, perpustakaan, dan toilet masing-masing. Sedangkan dilantai kedua adalah bangunan khusus untuk kegiatan ekstra kurikuler para siswa, dan dilantai pertama atau lantai dasar adalah kantor utama para guru dan karyawan. Sepintas dari luar bangunan sekolah ini tidak mirip sekolah, melainkan hotel berbintang.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" Terdengar suara berat dari dalam

Dengan hati-hati dibukanya pintu ruangan tersebut, nampak seorang lelaki tengah baya tengah sibuk menata berkas-berkas diatas meja.

"Eeeeeee, Jiraiya sensei..."

Mendengar ada yang memanggil namanya sontak Jiraiya menghentikan aktifitasnya, dilihatnya seorang gadis cantik bersurai merah muda tengah menatapnya.

"Oooooh Nona Haruno rupanya, ayuk kita langsung ke kelas barumu, pelajaran baru saja dimulai", katanya sumringah. Diajaknya gadis yang bermarga Haruno tersebut kesebuah ruangan yang bertuliskan 1D. Sayup-sayup Sakura mendengar suara seseorang tengah menerangkan tentang logaritma, mungkin guru yang tengah mengajar pelajaran matematika.

"Tunggu disini", ucapnya seraya berlalu meninggalkan Sakura diluar ruangan, tak berapa lama kemudian dia kembali lagi, namun kali ini ia tidak sendiri, melainkan dengan seseorang yang separuh wajahnya tertutupi masker dengan gaya rambut yang melawan arah gravitasi. Mungkin dia adalah guru yang tengah mengajar matematika tadi.

"Nah Nona Haruno, beliau ini namanya Kakashi, dia yang akan menjadi wali kelasmu", Sakura tersenyum kearah Kakashi begitupun sebaliknya, "Baiklah, saya tinggal dulu, kalau ada perlu apa-apa datanglah kekantorku". Jiraiya pun berlalu meninggalkan keduanya.

"Mari masuk, perkenalkan dirimu dengan teman-teman barumu", ucap laki-laki yang bernama Kakashi dalam dan berwibawa.

.

.

Suasana kelas mendadak gaduh semenjak Kakashi sensei meninggalkan kelas, mereka tidak tahu ada urusan apa Jiraiya sensei menculik wali kelas mereka, hanya saja mereka sangat penat dengan pelajaran matematika, tidak hanya sulit, cara penjelasan Kakashi sensei pun sangat sulit untuk dipahami.

Diantara kegaduhan dan hiruk pikuk didalam kelas, hanya satu orang yang terlihat diam, tenang dan tak banyak bicara, seorang laki-laki bermata obisidan, memiliki rambut mencuat keatas, atau istilah kerennya raven. Dia tidak berminat untuk ikut menyemarakkan kegaduhan di kelas, walaupun berkali-kali teman dekatnya yang bernama Naruto mengajaknya bicara, menarik rambutnya, atau apapun agar bisa menarik perhatian laki-laki itu dan ikut bersenda gurau dengannya. Namun usaha Naruto tak berhasil, dia hanya membuang muka dan bersedekap dada, hingga akhirnya dia menyerah dan lebih memilih berceloteh ria dengan teman-temannya yang lain membiarkan Sasuke hanyut dalam fikirannya.

.

.

"Teme...! Teme...! Teme...!" suara ceking Naruto tak dihiraukannya

Naruto menjadi gemas. "Sasuke Uchihaaaaaaa!" suaranya melengking dan sukses memasuki indra pendengaran sipemilik mata obisidan tersebut, membuatnya mendelik seraya menyeka kupingnya yang panas.

"Apa-apaan sih kamu Dobe!" gerutunya kesal

"Kamu yang apa-apaan!" ucapnya tak mau kalah, "aku dari tadi berceloteh ria tentang murid baru kamu malah tak menyimak", dimanyunkannya bibirnya sok imut hingga membuat Sasuke bergidik jijik.

"Hn, aku tak tertarik". Jawabnya jutek seperti biasa.

"Tapi yang ini spesial Teme, lihat tuh rambutnya, pink! Ini sangat ...bla...bla...bla"

Perkataan Naruto yang selanjutnya tak didengarkannya demi mendengar kata pink, serta merta didongakkannya kepalanya demi melihat si rambut pink.

Benar saja, gadis itu benar-benar memiliki rambut berwarna pink lembut, bermata hijau, berhidung mancung, serta bibir yang tipis. Saat dia tersenyum nampaklah lesung pipit dikedua pipinya. Manis sekali, namun bukan itu yang ada difikirannya, yang ada difikirannya adalah rambut pink, rambut pink, rambut pink.

Seketika ingatannya melayang kesaat dia kecil

Flashback on

"Sasuke sayang, jangan main jauh-jauh, Kaasan tunggu disini ya."

"Baik Kaasan," diapun berlari-lari kecil meninggalkan ibunya, taman ria disana penuh dengan anak-anak, mungkin karena hari itu adalah hari minggu dan didukung dengan cuaca yang tidak panas. Ada anak-anak yang main perosotan, main istana pasir, atau sekedar berlarian.

Sasuke bukanlah tipe anak yang suka bermain bergerombol seperti itu, dia lebih suka menyendiri, tapi dimana tempat untuk menyendiri kalau tamannya sedang penuh seperti itu?

Dia hanya berjalan, menendang kerikil kecil yang ada dibawah kaki kecilnya, hingga akhirnya dia menemukan sebuah tempat duduk yang kosong, disana tak ada orang, tak ada anak-anak yang berlarian, sungguh tenang. Serta merta dia duduk disana dan melamun, hingga seorang gadis sebaya dengannya dan memiliki surai berwarna pink berdiri dihadapannya.

Sasuke memandang gadis itu, begitu pula sebaliknya, lama mereka seperti itu hingga akhirnya Sasuke kecil berkata "Kamu siapa?"

Gadis itu tak menjawab, justru tangannya sibuk bergerak kesana kemari seakan memberikan isyarat, Sasuke yang tak mengerti dengan tingkahnya menjadi marah, dia mengira bahwa gadis tersebut tengah mempermainkannya.

"Maksud kamu apa? Bicara yang jelas!" suaranya setengah berteriak

Namun lagi-lagi bukannya menjawab, gadis itu masih saja menggerakkan tangannya seperti tadi, namun dengan pola yang berbeda-beda.

"Kamu..."

"Cherry!" sebuah suara menghentikan perkataan Sasuke. Dilihatnya seorang laki-laki bertubuh lebih besar mendekati mereka berdua, tepatnya gadis tersebut. Siapa anak laki-laki itu? Temannya? Atau kakaknya? Pikiran Sasuke bertanya-tanya

"Emm, maaf, adik saya tak bisa bicara." Ucap anak laki-laki tersebut seraya mengusap sayang rambut merah mudanya.

Plas, hati Sasuke mendadak ngilu, tak bisa bicara? Betapa teganya dia memarahi gadis yang tak bisa bicara seperti dia, dia merasa bersalah telah membentak gadis tersebut.

"Maafkan aku, aku sungguh tak tahu kalau..."

"Tidak apa-apa," potongnya cepat, "setiap sore dia selalu duduk disini, jadi dia bingung kenapa kamu malah duduk disini." Ucap kakaknya menerangkan.

Sontak Sasuke berdiri dan mempersilahkan gadis tersebut untuk duduk, "emmm, silahkan" ucapnya pelan seraya membetulkan letak kaca matanya.

Kakak gadis itu tertawa kecil, dia nampak tertawa, namun tak ada suara yang keluar darinya, diapun duduk menggantikan Sasuke.

"Tidak apa-apa kok kalau mau duduk disini," dipandangnya Sasuke sesaat, "Oh ya, kenapa kamu tidak berkumpul dengan anak-anak lain?"

"Aku lebih suka sendiri," jawab Sasuke seraya menatap lekat gadis bersurai pink yang tengah bergelayut manja dengan kakaknya.

"Siapa namamu?"

"Sasuke"

"Oh, Sasuke, namaku Sasori, aku kakak kandung dari gadis kecil ini," dengan gemas dicubitnya hidung kecil adiknya membuat si gadis tertawa tanpa suara.

"Dan, siapa dia?" tanya Sasuke seraya menunjuk adiknya

"Oh, panggil saja dia Cherry."

Flashback off

"Temeeeeeee! Temeeeee!" Naruto berteriak lebay seraya mengguncang tubuh Sasuke, beruntung mereka duduk paling belakang hingga suara teriakan Naruto tidak sampai ketelinga Kakashi sensei.

"Hn, apa?"

"Ya ampun Temeeee! Dari tadi aku bicara panjang lebar tidak kamu hiraukan lagi, astagaaaaaa! Kenapa Kami-Sama menciptakan makhluk tidak berperasaan seperti kamuuuuuu!"

"Hoeeeeek!" Sasuke pura-pura muntah hingga membuat beberapa murid yang kebetulan mendengarkan mereka cekikikan.

.

.

Sakura's POV

Hari ini aku sangat gugup, bagaimana tidak? Ini adalah hari pertama sekolahku. Well, sebenarnya aku sudah beberapa kali pindah sekolah waktu aku masih tinggal di Suna, tapi tetap saja aku selalu gugup. Tapi wajar saja kan? Bertemu wajah-wajah baru yang tidak kau kenal dan tidak mengetahui apakah teman-teman barumu menerima keanehanmu? Terutama rambutmu yang lain dari pada yang lain. Rambutku berwarna pink, aku tak tahu bagaimana caranya aku bisa mendapatkan warna rambut seperti ini, maksudku, Kaasan dan Tousanku memiliki warna rambut hitam, Sasori nii juga berambut hitam, aku? Pink! Apakah Kaasan dan Tousanku melakukan eksperimen denganku sewaktu masih bayi. Oke, aku terlalu jauh. Sekarang aku tengah berdiri dihadapan teman-teman baruku, berusaha memperkenalkan diri.

"Eeeeeemmm, hai semuanya. Namaku Sakura Haruno." Suaraku terdengar cempreng, sumpah, aku gugup sekali, dan lihatlah mereka semua, memandangku tak berkedip. Seberapa anehkah aku hari ini?

"Kamu pindahan dari mana?" seorang anak laki-laki yang duduk dihadapanku bertanya

"Suna." Jawabku singkat.

"Maksudku, pindahan dari sekolahan mana?"

Ah tidak! Tolong, dari sekian pertanyaan jangan tanyakan pertanyaan yang satu itu! Kalau anak-anak tahu aku berasal dari sekolah mana aku pasti akan dipandang semakin aneh, sudah cukup aku pindah sekolah berkali-kali. Aku capek! Alasan aku pindah sekolah selalu sama, teman-temanku akan langsung membullyku ketika aku mengetahui bahwa semasa hidupku bersekolah di Sekolah Luar Biasa dengan dengan penyandang "keterbelakangan mental", sebenarnya aku normal, aku tak mengidap keterbelakangan mental, hanya pertumbuhanku yang agak terlambat dibanding anak-anak lain, itu saja. Namun anak-anak disekolah sudah terlanjur mencapku sebagai gadis "keterbelakangan mental". Itu sungguh menyakitkan!

Aku tak bisa menjawab, bukannya tak bisa, hanya saja aku bingung harus berkata apa. Kami-Sama tolong bantu aku...

"Baiklah Nona Haruno, kau boleh duduk disana." Perkataan Kakashi Sensei menyelamatkanku, syukurlah. Akupun berlalu ketempat duduk yang tadi ditunjukkan Kakashi Sensei, letak bangku itu hampir dipojok, hanya berselang tiga baris dengan bangku paling belakang.

Aku berjalan dengan agak kaku, kulihat diurutan bangku paling ujung ada dua orang anak laki-laki, yang satu terlihat sedang asik bercerita kepada temannya, entah apa yang dibicarakannya, namun temannya yang diajak bicara malah tak memperhatikan, dia hanya diam memandang lurus kearahku. Apa! Arahku! Yang benar saja! Tak salah lagi, laki-laki itu memang menatapku. Ya Tuhan, kenapa perjalanan menuju bangkuku terasa sangat lama...

End of Sakura's POV

Hup! Syukurlah, Sakura menarik napas lega ketika sudah sampai dibangkunya.

"Hai, namaku Ino." Sakura terlonjak kaget, sontak ditengoknya sumber suara, ternyata suara itu berasal dari teman sebangkunya, gadis berwajah innocent berambut blonde, apakah dia keturunan luar negeri? namun gaya bahasanya tidak seperti orang bule pada umumnya.

"Eeeee, hai. Panggil saja aku Sakura", jeda sebentar "Salam kenal," Sakura mengulurkan tangan dan segera disambut Ino, teman pertamanya.

"Nah anak-anak, kita sambung lagi pelajaran yang tadi ya... bla... bla... bla..."

Kakashi sensei kembali menjelaskan tentang logaritma, rumus-rumus phytagoras dan lain-lain, pelajaran itu tidak terlalu sulit bagi Sakura, dia sudah mempelajari semuanya waktu bersekolah di Suna. Namun cara penjelasan dari Kakashi sungguh membingungkan, apakah karena guru itu terlalu pintar atau tidak menguasai matematika sama sekali? Entahlah? Sakura memandang sekeliling, terlihat semua anak-anak disana rata-rata menekan kening masing-masing? Apakah mereka semua pusing dengan penjelasan Kakashi sensei yang susah dimengerti? Sakura tertawa kecil, kembali dia melihat sekeliling hingga kedua mata hijaunya melihat anak yang duduk diujung tadi. Masih seperti tadi, memandangnya dengan sangat lekat. Cepat-cepat dia berbalik dan pura-pura sibuk menulis.

.

.

Kriiiiing!

Bel tanda istirahat berbunyi, wajah-wajah yang tadi nampak kusut berubah cerah, merekapun berhamburan dan memenuhi pintu kelas. Namun Sakura masih sibuk membenahi buku-buku dan isi tas sekolahnya.

"Nih," Ino menyodorkan sebuah kertas. Sakura menerimanya, dilihatnya sebentar, kertas tersebut penuh dengan kode-kode dan angka.

"Apa nih?" Sakura tak mengerti

"Oh, itu jadwal pelajaran kelas kita."

Sakura sangat senang menerimanya, karena kebetulan dia masih belum tahu tentang jadwal pelajaran, "terima kasih."

"Sama-sama, yuk kita ke kantin, aku sudah lapar." Sakura yang sebetulnya juga kelaparan segera mengiyakan dan beranjak dari tempat duduknya.

Mereka berjalan beriringan, tak ada suara karena Sakura kini tengah sibuk membaca jadwal sekolahnya, dicocokkannya kode mata pelajaran serta guru yang akan mengajar.

"Gila!" seru Sakura hingga membuat sipemilik rambut blonde menoleh

"Ada apa, Sakura?"

"Kakashi Sensei mengajar matematika dan Bahasa Inggris?"

Ino mengangguk

"Dan pelajaran itu diajarkan setiap hari?"

Kembali Ino mengangguk.

"Apa kalian tidak mati bosan?"

Ino mengangguk sembari tertawa

"Ya ampun, aku yang baru sehari diajar beliau saja sudah pusing," keluhnya, sedangkan Ino cuman cengar cengir.

"Nanti kau juga akan terbiasa, Sakura"

"Apa kalian tidak minta ganti?"

"Ganti apa? Gurunya?"

Sakura mengangguk, Ino cuman mengangkat bahu. Sakura kembali memperhatikan kertas berisi kode tersebut dan tidak memperhatikan jalan.

Brukk!

Tubuhnya oleng, sepertinya dia telah menabrak seseorang, Sakura memejamkan mata seraya berkhayal betapa sakitnya jika tubuhnya menghantam ubin sekolah.

Tapi...

Rasa sakit itu tak kunjung datang, perlahan dibukanya matanya, mata hijaunya menangkap sesosok laki-laki bermata obisidan, berambut hitam pekat mencuat keatas, dan dia luar biasa tampan. Dia seakan terhipnotis dengan ketampanan laki-laki tersebut. Tapi... tunggu dulu, bukankah laki-laki itu adalah orang yang tadi memperhatikan dia dan duduk dipojok kelas?

Lama mereka dalam posisi seperti itu, hingga Naruto berdehem ria.

"Ehem! Ehem!"

Sasuke segera berdiri, dan tak lupa dibantunya Sakura berdiri, Sasuke tak berkata apa-apa, namun kembali dia memperhatikan Sakura, seakan-akan tengah mencari sesuatu.

"Hai, namamu Sakura kan?" kata Naruto sok akrab, Sakura mengangguk.

"Perkenalkan, namaku Naruto," dia menyodorkan tangan dan segera disambut Sakura, "Nah, kalau yang ini namanya Sasuke."

Sakura memandang laki-laki yang bernama Sasuke, dia masih seperti tadi, memandangnya seakan-akan tengah mencari sesuatu.

"Baiklah, kami mau ke kelas dulu, daah!" Naruto dan Sasuke berlalu meninggalkan Sakura dan Ino.

"Yuk, Sakura." Mereka kembali melanjutkan perjalanan ke kantin.

Sakura's POV

Kenapa jantungku jadi berdebar-debar begini? Apakah karena laki-laki aneh itu? Yeah, dia memang tampan, ralat! Dia teramat sangat terlalu tampan. Mata kelamnya seakan menusuk relung hatiku. Apakah aku tengah jatuh cinta? Tunggu dulu, mana mungkin aku jatuh cinta dengan orang yang baru pertama kali kutemui.

Hanya saja...

Orang itu seperti pernah sangat dekat denganku, tapi aku lupa kapan.

"Sakura," suara Ino mengagetkanku, "kamu mau pesan apa?"

Aku melihat sekeliling, rupanya aku sudah berada di kantin, karena terlalu asyik melamun aku sampai tidak sadar telah sampai disini.

"Samain kamu aja deh, Ino"

"OK"

Sembari menunggu aku mencari tempat duduk yang kosong, kantin sekarang sudah penuh sesak, hanya tersisa beberapa kursi, itupun dipojokan, tidak mengapa, aku kan suka sendiri dan tempat yang agak jauh dari keramaian, jadi kupilih saja tempat duduk disana.

Aku melihat Ino tengah berdiri menunggu pesanan kami, dalam hati aku bertanya-tanya, apakah Ino akan tetap mau berteman denganku jika dia mengetahui bagaimana masa laluku? Sejujurnya aku sangat senang mempunyai teman, karena baru kali ini ada teman yang peduli padaku dan mengajakku ngobrol. Tapi aku takut... Takut akhirnya Ino akan menjauhiku jika...

"Hai!" untuk kesekian kalinya aku terkejut gara-gara Ino

Dia cekikikan, "kok ngelamun?" disodorkannya bakso dan teh es untukku

"Ah, enggak kok," elakku

Well, sebenarnya aku tak terlalu suka bakso, tapi berhubung aku tak mau menyakiti perasaan Ino jadi kumakan saja. Kugigit bakso yang tadi dibawakan Ino untukku, rasanya tidak terlalu buruk, tapi tetap saja aku tak suka.

"Kau tahu, Sakura. Bakso disini adalah bakso paling enak di Konoha!" puji Ino berapi-api

"Benarkah?" aku penasaran, seberapa burukkah bakso-bakso yang lain dibanding yang kumakan sekarang

"Iya, aku selalu makan bakso disini setiap hari, dan juga bla... bla... bla..."

Ino bercerita panjang lebar mengenai banyak hal, mengenai makanan favoritnya, warna kesukaannya, novel yang selalu dibacanya, hobbynya, dan lain lain. Aku hanya menjadi pendengar yang baik dan sesekali memberikan komentar. Rupanya Ino ini cerewet juga, aku jadi semakin menyukainya.

Namun tiba-tiba Ino berhenti mengoceh, matanya tak berkedip sembari melihat kearah pintu kantin, akupun mengikuti arah pandangnya, rupanya disana ada anak laki-laki yang bernama Naruto, sepertinya dia kehabisan kursi sedangkan ditangannya dia tengah memegang mangkuk berisi penuh mie ramen dan air mineral.

Arah pandang Naruto dan kami bertemu, dia melihat kalau dimeja kami masih ada kursi kosong, dengan perlahan dia mendekati kami. Kulihat Ino menegang.

"Eeeeee, hai." Naruto menggaruk kepalanya yang aku yakin tak gatal. "Boleh aku gabung kalian? Soalnya sudah tak ada tempat lain lagi."

Ino tak bersuara, dia hanya menatap Naruto dengan tubuh yang masih tegang. Hey Ino, ada apa denganmu? Kenapa cerewetmu menguap begitu saja setelah kedatangan Naruto?

"Hm, tentu saja," akhirnya aku yang menjawab karena Ino masih berpose seperti tadi.

"Terima kasih," diapun duduk persis disamping Ino, kali ini kulihat pipi Ino merona sedikit. Aku menangkap sesuatu.

"Hari ini aku makan sendiri, soalnya si Teme bodoh tidak mau menemaniku!" omel Naruto

"Teme? Siapa itu Teme?" aku tak tahu siapa yang bernama Teme, aneh sekali, karena setahuku di kelas tidak ada yang mempunyai nama sejelek itu.

"Teme itu ya si Sasuke, aku lebih suka memanggilnya Teme, karena menurutku nama itu sangat kharismatik," tawaku meledak, begitupun Naruto. Ino cuman tersenyum seraya menggigit bakso kikuk.

"Hai Ino, kamu masih belum berubah ya, masih pendiam seperti dulu," kali ini Naruto berbicara seraya memandang gadis blonde disampingnya, sedangkan yang diajak bicara kembali tersenyum kikuk seraya mengangguk kecil.

Aku mencibir, tapi aku lebih memilih diam dan menikmati baksoku dengan terpaksa.

Lama kami hanyut dalam diam, bergelayut dengan pikiran masing-masing.

"Aku selesai!" seru Naruto tiba-tiba

Aku melirik mangkuk Naruto, benar saja, tidak ada satu makanan pun yang tersisa.

"Cepat sekali kamu makannya, baksoku dan Ino saja belum habis," ucapku takjub

"Tentu saja, aku kan laki-laki" serunya bangga. Ayolah, apa hubungannya?

"Sudah ya aku tinggal dulu, bakso dan es teh kalian berdua biar aku yang bayar. Dah!"

"Terima kasih," seruku dan Ino bersamaan. Dia cuman mengangguk dan meninggalkan kami

Aku lirik Ino, rona merah yang dari tadi setia bertengger dipipi putihnya perlahan memudar

"Ino, kamu suka Naruto ya?" godaku, "ngaku deh!" aku senyum-senyum seraya menyenggolnya.

"Ah, enggak kok!" rona merah yang tadi menghilang mulai nampak lagi, dia kembali tersenyum dan salah tingkah.

"Huuuu, aku tau kok, udah ngaku aja sama aku."

Ino menatapku serius, "kok kamu tahu? Padahal selama ini aku selalu berusaha menutupinya"

Ya ampun, semua orang juga pasti tahu walau hanya dari melihat bagaimana saltingnya Ino berhadapan dengan Naruto

"Aku kan bisa membaca pikiran orang," jawabku ngawur. "Jadi sudah berapa lama kau menyukainya?" kugerakkan alisku turun naik sambil tersenyum gaje

"Dari SD," jawabnya mantap

Hah? SD? Alamak! Lama sekaliiii!

"Kok bisa?" aku menatapnya takjub, "dan Naruto tak mengetahui kalau disini ada seorang gadis yang tergila-gila padanya sejak bertahun-tahun lalu?"

Ino menggeleng lemah, kasian.

"Dia adalah cinta pertamaku," Ino mulai bercerita, "waktu aku SD aku satu kelas dengannya, dia adalah anak laki-laki yang ceria dan lucu. Aku langsung menyukainya sejak awal bertemu. Tapi siapa sangka perasaan suka ini malah semakin besar dan berubah menjadi cinta."

"Apa kau tidak sakit hati memendam perasaan ini terlalu lama?" Sumpah! Aku sangat prihatin dengan gadis blonde satu ini, padahal dia cantik dan manis. Dia pasti bisa mendekati lelaki manapun, tetapi dia justru cinta mati dengan laki-laki yang tidak menyadari perasaannya.

"Tentu saja aku sakit, tak terhitung berapa kali aku menangis setiap malam, tak terhitung berapa kali aku berdo'a dan memohon kepada Kami-Sama agar aku bisa bertemu dengannya walaupun hanya dalam mimpi." Matanya mulai berkaca-kaca. Aku memegang tangannya berusaha menyabarkannya. Dia mendongak dan menyurut air matanya yang ingin jatuh.

"Bagaimana denganmu, Sakura? Apa kau sudah mempunyai seseorang yang spesial?"

"Aku tidak pernah pacaran." Aku menyeruput es teh terakhirku. "Tetapi kalau orang yang selalu kurindukan ada."

"Oh ya, cerita dong!" Ino terlihat tertarik

"Aku bertemu dengannya sewaktu aku masih kecil." Aku memulai ceritaku, Ino mendengarkan dengan serius, "dia adalah anak yang baik, dia selalu melindungiku dan menjagaku."

"Terus?" potong Ino tak sabar

"Setiap sore kami selalu bermain bersama di taman, kami selalu bertemu disana, dibangku taman yang letaknya agak diujung, aku suka bangku itu karena disana selalu sepi dan jarang ada anak yang bermain disana, dan sepertinya dia juga tak terlalu suka keramaian, sehingga dia selalu datang setiap sore dan bermain denganku," lanjutku

"Terus, terus?" Ino semakin tertarik

Aku melanjutkan, "tapi tak berapa lama kemudian aku harus pindah ke Suna dan meninggalkannya, tetapi walaupun begitu aku tak pernah melupakannya."

"Yaaaah," Ino terlihat kecewa. "Apa kau masih ingat siapa namanya?"

"Tentu saja aku ingat, namanya adalah..."

Tiba-tiba kepalaku bagai ditindih benda berat. Kelebat bayangan masa lalu mulai datang silih berganti dan menghantamku. Aku memegang keningku erat.

"Sasuke-kun, ka...lau ki...ta bertemu la...gi kau ha...rus jadi pa...carku ya!"

Sakit kepalaku makin menjadi

"Cherry, jangan lupakan aku ya, aku akan sangat merindukanmu"

Aaaaaaargh, sumpah hentikan semua ini!

"Perkenalkan, namaku Naruto," "Nah, kalau yang ini namanya Sasuke."

Sasuke...

Sasuke...

Sasuke...

Sekarang bayangan si mata kelam yang selalu memperhatikanku menghantamku, seorang laki-laki bermata obisidan dan memiliki gaya rambut mencuat yang juga bernama Sasuke.

Jadi apakah dia adalah Sasukeku?

Sakit kepalaku perlahan memudar, sayup-sayup kudengar teriakan Ino yang menanyakan apakah aku baik-baik saja. Tapi aku masih terfokus dengan laki-laki itu, laki-laki yang bernama Sasuke.

Tetapi kalaupun benar dia adalah Sasukeku, rasanya sangat mustahil. Maksudku, dia dan Sasukeku sungguh berbeda, Sasuke bermata biru dan berkaca mata, serta rambutnya tidak sekeren itu. Well, mungkin gaya rambut bisa diubah, tetapi kalau warna mata mana mungkin bisa diubah.

"Sakura! Sakura! Hey!" Ino mengguncang tubuhku heboh. "Kau tidak apa-apa?" Ino terlihat khawatir

Aku tergagap, "i-iya, aku tak apa-apa," jawabku pelan

"Syukurlah, yuk kita ke kelas, sebentar lagi masuk."

Dan kamipun berjalan beriringan meninggalkan kantin

End of Sakura's POV

Sementara itu dipojok kelas orang menjadi objek lamunan Sakura juga tengah merenung dengan pandangan menerawang.

Sasuke's POV

Sakura...

Namanya adalah Sakura, bukan Cherry. Tapi, berapa banyak sih orang yang mempunyai warna rambut seperti itu, seumur hidupku baru sekali aku menemukan seseorang dengan warna rambut seperti itu. Well, sebenarnya dua kali dengan sekarang.

Namun entah kenapa aku seakan sangat yakin bahwa Sakura adalah Cherryku, tetapi dia sungguh berbeda, tak seperti dulu. Maksudku, Cherryku adalah seseorang yang tidak bisa berbicara dengan fasih seperti sekarang. Tetapi mereka mempunyai warna mata yang juga sama, hijau! Aaaaaargh! Aku frustasi, belum lagi si Dobe bodoh dari tadi tak berhenti mengoceh, seandainya mulutnya adalah aksesoris sudah kucopot dan tak akan kukembalikan selama setahun.

End of Sasuke's POV

"Kau kenapa Sasuke?" Naruto terlihat bingung dengan sahabat karibnya yang hari ini suka melamun dan mengacak rambut frustasi.

"Tidak apa-apa!" jawabnya ketus dan memasang wajah datar seperti biasa

"Apa kau tidak bosan memasang wajah seperti itu? Kau kehabisan stok wajah ya?"

Sasuke mendelik, Naruto mengkerut.

Tak berapa lama kemudian masuklah Ino dan Sakura, mereka berjalan dengan anggun. Sasuke menegang seraya menatap nanar Sakura dan kembali mencari-cari kesamaan antara dia dengan Cherrynya.

Sakura melempar pandang kearah Sasuke dan mereka berpandangan cukup lama, hingga akhirnya Ino menyenggol Sakura dan mengajaknya duduk.

.

.

Suasana kelas 1D sungguh gaduh, semua murid disana nampak sibuk, ada para gadis yang tengah bergerombol dan bergosip, ada pula yang sedang asyik memoles bedak dan peralatan make up lainnya, ada yang tengah memencet jerawat, namun tak sedikit anak murid yang sibuk mengobrol dan tertawa terbahak-bahak, dan hal ini didominasi oleh para anak laki-laki.

Namun semua kegaduhan itu langsung lenyap ketika Kakashi sensei memasuki kelas. Semua anak murid disana melongok kaget, kenapa malah Kakashi sensei yang masuk, bukankah sekarang adalah pelajaran sejarah, dan yang ngajar sejarah adalah Jiraiya sensei, bukan Kakashi sensei. Ada perubahan jadwalkah?

"Wah, Kakashi sensei memborong semua mata pelajaran." Celoteh beberapa anak murid disana.

"Siap-siap mampus," sahut yang lain seraya berbisik-bisik dan berpantomim mencekik leher dan memeletkan lidah.

"Nah anak-anak," suara Kakashi dalam dan berwibawa, "berhubung Jiraiya sensei mendadak ada urusan, jadi saya gantikan sementara."

Anak-anak menarik napas lega, lega karena Kakashi sensei tidak mengajar sejarah permanen, sudah cukup beliau memegang pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

"Berhubung saya tidak menguasai sejarah, jadi kita mencatat saja ya."

Hening, tak ada sahutan

"Siapa yang mau menulis dipapan tulis?"

Kembali hening, tak ada suara

Kakashi menyapu pandangan sebentar, "Nah, Nona Haruno, maju."

Sakura yang tengah asik mengobrol dengan Ino jadi kaget, "hah? Saya pak?"

"Iya, ayo maju." Mau tak mau Sakura maju, "nah, catat yang bagian ini ya," Sakura mengangguk dan mulai menulis.

Awalnya biasa-biasa saja, suasana kelas hening dan tertib, namun ketika Sakura sudah menulis hampir separo papan tulis, Sasuke jadi meradang. Pasalnya, Sakura harus sedikit menunduk untuk menulis dibagian bawah papan tulis, dan hal itu mau tak mau membuat rok seragam Sakura yang bagian belakang terangkat sedikit.

Badan Sasuke mengeras, dia sungguh sangat marah ketika melihat senseinya memperhatikan Sakura begitu intens.

"Sialan, si mesum itu liat apa sih!" omelnya

Dia langsung beranjak dari kursinya dan mendatangi Sakura, Sakura yang tengah asik menulis tentunya kaget dengan kedatangan Sasuke yang tiba-tiba.

"Sa-Sasuke, ada apa?" tanya Sakura kikuk

"Biar aku saja yang menulis," ucapnya datar, diambilnya spidol dan buku yang dipegang Sakura dan melanjutkan pekerjaan Sakura.

Sepeninggal Sakura, semua murid cewek yang kebetulan duduk di deretan depan langsung histeris, pasalnya baru kali ini mereka bisa melihat wajah tampan Sasuke dari jarak dekat. Bahkan ada beberapa anak murid yang mengabadikan momen itu dilensa kamera mereka, tanpa sepengetahuan Kakashi tentunya.

.

.

Teeeet Teeeet Teeeeettt

Bel tanda pelajaran telah usai berkumandang keseantero sekolah, ada yang senang namun ada pula yang tidak. Khususnya di kelas 1D, para anak gadis yang tengah menikmati wajah tampan Sasuke dari jarak dekat sangat kecewa, mereka berharap bisa memperhatikan wajah Sasuke lebih lama.

"Nah, Sasuke. Terima kasih, kamu boleh kembali ketempat dudukmu."

Sasuke mengembalikan buku paket yang dipegangnya dan kembali ketempat duduknya, seraya menyempatkan melihat Sakura sekali lagi.

"Sama persis," desisnya pelan kala melewati Sakura, dan Sakura mendengarnya. Sakura lantas berbalik melihat Sasuke, memperhatikan dia dari belakang. Menelan ludah dan kembali menghadap mejanya seraya memegang dadanya. "Apakah kau orang yang sama?" desisnya tak kalah pelan.

.

.

.

"Sakura, rumahmu diarah mana?"

Sakura menoleh kesumber suara, dia tengah beriringan dengan Ino.

"Nah, pas sampai simpang empat, aku belok kanan." Jelasnya seraya menunjuk kearah persimpangan yang tak lama lagi akan dilewati

"Oh, kalau aku belok kiri. Nanti kapan-kapan aku main ke rumahmu ya?"

"Boleh," jawabnya seraya tersenyum

"Atau kamu yang main ke rumahku," tambah Ino lagi

"Tentu saja," angguk Sakura mantap.

Sekarang mereka sudah dipersimpangan, mereka berhenti sejenak.

"Sampai bertemu besok di sekolah, dah!"

"Dah!"

Sakura melambaikan tangan kearah Ino dan berbalik ke kanan berlawanan dengan Ino yang kekiri. Sakura terus berjalan, hingga akhirnya dia berhenti disebuah taman, taman yang sangat bersejarah baginya. Perlahan didekatinya tempat duduk yang terletak agak diujung, masih seperti dulu, hanya saja warnanya sudah agak pudar. Disentuhnya perlahan kursi dingin tersebut, hatinya bergetar, betapa dia sangat merindukan teman kecilnya.

"Sasuke-kun," isaknya perlahan,"dimanakah kamu sekarang?" air mata mulai menetesi rok sekolahnya, "kau tahu, aku sangat merindukanmu."

Ditatapnya langit berharap bisa melihat wajah sahabat tersayangnya, "kamu satu-satunya sahabat terbaikku, sahabat yang tak pernah meninggalkanku walaupun aku kekurangan." Tubuhnya bergetar menandakan hebatnya dia menangis.

"Sekarang aku sudah kembali Sasuke-kun," lanjutnya, "aku sudah bisa bicara dengan normal, aku sudah bisa berkomunikasi dengan semua orang." Dia menunduk, menghapus air matanya.

"Dimanakah kau?"

.

.

Sementara itu...

"Teme! Tunggu aku dong!" suara cempreng Naruto bergema diseantero sekolah yang telah sepi.

"Hn," namun Sasuke tetap berjalan tak mempedulikan Naruto yang berlari-lari kecil berusaha mengimbanginya.

"Kamu ini gimana sih Dobe! Kehilangan dompet sampai-sampai aku harus repot ikut mencari, eh ternyata malah tertinggal di rumah, merepotkan!" omel Sasuke panjang lebar.

"Hehe, maaf deh Teme, aku kan lupa."

Sasuke mendengus.

"Kamu ini cuman bisa bicara panjang lebar kalau lagi ngomel aja ya?"

Sasuke mendengus lagi, "kalau besok kamu kehilangan sesuatu lagi, jangan harap aku mau bantu!"

Naruto nyengir sok imut

Mereka berjalan beriringan dalam diam hingga mereka berada dipersimpangan.

"Teme, sebagai permintaan maaf biar kuantar kau sampai ke rumah," tawar Naruto seraya bersiap berbelok kekanan. Dengan sigap Sasuke menahannya.

"Kau pikir aku anak kecil yang akan diculik kalau jalan sendirian," ucapnya ketus, "aku bisa sendiri, sudah sana pulang." Seraya mengibaskan tangannya bergaya mengusir.

Naruto manyun seraya berbelok kekiri. Sasuke melihat sahabatnya tengah mengomel kecil, dia hanya menggeleng kepala seraya berfikir kenapa bisa mempunyai sahabat dengan model seperti itu. Dan diapun berbelok kearah kanan dan terus berjalan...

Namun tiba-tiba langkahnya berhenti, disampingnya tepat sebuah taman. Entah ada angin apa namun dia merasa dia harus berhenti. Dilangkahkannya kakiknya perlahan menuju sebuah kursi yang sangat dikenalnya.

Dan disinilah dia sekarang, kursi itu masih seperti itu dan tak ada orang disana, juga masih seperti dulu. Mungkin kursi yang sudah termakan usia itu hanya boleh diduduki olehnya dan sahabat kecilnya. Ditariknya napas dalam dan diapun duduk disana, merasakan dinginnya kursi tersebut menembus celana sekolahnya.

"Cherry, kau dimana?" ucapnya kecil, "aku masih disini, aku masih menunggumu, bukankah kamu berjanji bahwa kamu akan pulang suatu hari nanti."

Dia menengadah kelangit, "Kami-Sama tolong pertemukan aku dengan dia, aku sangat merindukannya." Dia terdiam dan kembali merenung.

Flashback on

Sasuke kecil tengah berlari menuju sebuah kursi taman yang agak diujung, berharap dia bisa bertemu dengan gadis bersurai pink itu lagi. Dan benar saja, dia sudah ada disana duduk dengan kakaknya.

"Hai, Cherry," sapa Sasuke

Gadis yang bernama Cherry itu pun segera berbalik kearah Sasuke dan tersenyum manis

"Dia bisa..."

"Ya, dia bisa mendengar," potong Sasori

Sasuke bingung, bukankah seharusnya orang yang tak bisa bicara juga tak bisa mendengar, setidaknya itulah yang dia tahu "tapi..."

"Tapi dia tak bisa bicara," jelas Sasori lagi

"Kenapa?" Sasuke bingung

Sasori yang mengetahui kebingungan Sasuke tertawa kecil.

"Orang yang tak bisa bicara seharusnya tak bisa mendengar bukan? Atau paling tidak dia memakai sebuah alat pendengar yang dipakai ditelinga bukan?"

Sasuke mengangguk, "tetapi dia tak pakai," jelas Sasuke seraya memperhatikan telinga gadis tersebut

"Ehm, sebenarnya begini Sasuke," Sasori mencoba menjelaskan, "Cherry ini tidak bisu permanen, hanya pertumbuhannya yang agak terlambat dibanding anak-anak seumurannya"

"Permanen itu apa?" bahasa Sasori sungguh sulit dimengerti bagi anak kecil seperti Sasuke

"Aduh, begini maksudku..." mata Sasori berputar-putar berusaha mencari kata-kata yang pas. "Cherry ini suatu saat akan bisa bicara seperti kita," jeda sebentar, "hanya saja butuh waktu untuk itu." Sasori berusaha mencari-cari kata yang bisa dimengerti Sasuke, dia tengah menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

Sebenarnya Sasuke hanya mengerti sedikit, namun dia paham bahwa Sakura suatu saat juga akan bisa bicara seperti dia.

"Jadi, bagaimana caranya agar dia bisa cepat bicara?" tanya Sasuke

"Kita harus mengajarinya," ucap Sasori mantap

Terbesit rasa kasihan Sasuke terhadap Cherry, dan diapun berkeinginan untuk bisa mengajarinya bicara.

"Kau mau membantuku Sasuke?"

"Caranya?"

"Kami selalu datang kesini setiap sore, maukah kamu kesini dan mengajarinya berbicara, kau tahu, selama ini temannya hanya aku."

Sasuke kecil mengangguk setuju.

Flashback off

Semilir angin menyadarkan Sasuke dari lamunannya, tak terasa hari sudah sore, langitpun agak mendung, rupanya sebentar lagi akan hujan. Cepat-cepat dia berjalan menuju rumahnya yang tak terlalu jauh dari situ.

Namun sayang, ditengah perjalanan hujan lebih dahulu membasahi Sasuke yang berusaha berlari kecil.

"Sial," omel Sasuke dan memperlambat larinya, hingga dia sampai dirumah besar berwarna abu-abu. Diapun segera membuka pagar rumah dan masuk kedalam, tanpa menyadari bahwa diseberang rumahnya adalah rumah Cherry, orang yang selama ini dirindukannya.

.

.

Disebuah kamar bernuansa pink nampak seorang gadis bersurai pink tengah melamun seraya memperhatikan rintik hujan yang membasahi jendelanya.

"Hujan..."

"Hujan..."

"Hujan..."

Dia terus mengucapkan kata itu berulang-ulang

Flashback on

"Hujan," ucap seorang laki-laki kecil berkacamata seraya menunjuk sebuah gambar yang ada didatangannya

"Hu...jan" ulang gadis kecil bersurai pink seraya memperhatikan gambar awan dan rintik air dibawahnya.

"Nah, kalau yang ini ayam." Ulangnya lagi seraya mengganti gambar yang ada ditangannya dengan gambar ayam jago

"A... yam" ucap sang gadis seraya memperhatikan gambar ayam yang dipegang anak laki-laki tersebut

"Wah, Cherry, kamu semakin hari semakin bagus saja. Aniki jadi senang melihatnya."kata Sasori seraya menatap sayang adik tersayangnya. Kemajuan Cherry semakin cepat saja, padahal baru sebulan Cherry belajar. Dan sesuai janjinya, Sasuke selalu datang menemaninya dan mengajarinya.

Cherry menggerakkan tangannya membentuk kata "terima kasih," dia masih belum fasih berbicara, jadi dia sering berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dengan kakaknya. Disamping itu, setelah lelah mengajari Cherry, giliran Sasori yang mengajari Sasuke bahasa isyarat, sehingga dia bisa dengan mudah berkomunikasi dengan Cherry nantinya.

Flashback off

Sakura tersadar dari lamunannya ketika merasakan ada yang menyenggol badannya. Diapun berbalik dan mendapati sang ibu tengah menatapnya bingung

"Melamun lagi?" tebak sang ibu

"Heran deh, setelah pindah lagi kesini kamu jadi sering melamun, apa yang kamu pikirkan? Hem?" tanya sang ibu

"Tidak ada kok Kaasan," elak Sakura

"Ya sudah, ayuk turun, bantu Kaasan masak makan malam."

Dan merekapun berjalan beriringan menuju dapur.

.

.

TBC


A/N : Bagaimana menurut kalian dengan chapter pertamaku? Jangan lupa komentar ya...

See you in the next chapter

Sherry Ai