Disclaimer: Axis Power Hetalia © Hidekaz Himaruya
Return © Tetsuya Hideyoshi, Aru Hasegawa, & cyrille-ve

Warning: Death Chara(s). kalo ga suka Death Chara(s) jangan masuk. Cukup review. *lho?*

A/N: ceritanya Gilbert itu ikutan klub basket gitu ya, lol. Terus dia itu pemain inti. Wakakaka *plak*

====================================RETURN==========================================

Siang itu adalah siang terburuk yang pernah dialami oleh Elizaveta Hedervary.

Gerimis halus turun dari langit yang gelap dan kelam, mencerminkan perasaannya kali ini. Air matanya sudah habis. Dia tidak bisa menangis lagi. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Mata hijaunya yang indah – namun terlihat kelam—menatap dalam ke arah sebuah peti mati yang berada di depannya. Sesaat, dia melihat ke sekelilingnya. Terlihat Ludwig yang melakukan hal yang sama dengannya, dan sesekali menyeka air yang hampir mengalir dari ujung matanya. Feliciano menangis terisak-isak, sama seperti yang lain. Gadis itu merasakan lututnya bergetar dan tak bisa lagi menahan beban tubuh dan kesedihannya, tetapi seseorang memegang pundaknya—ah, Roderich. Lelaki itu kemudian memberikan sebuah senyum simpul yang lembut—namun hampa—kepadanya.

Dia tidak menyangka bahwa dia akan pergi secepat ini. Rasanya, baru sebentar dia merasakan kejahilannya. Baru sebentar dia tertawa bersamanya. Baru sebentar dia melihat senyumannya, tapi—sekarang semua sudah berakhir. Gilbert Weillschmidt, seorang lelaki yang sesungguhnya ia cintai itu, sudah pergi untuk selamanya, berbaring di dalam peti hitam itu dengan tenang dan meninggalkan semua kenangan bersama Eliza, bahkan sebelum Eliza sempat menyatakan perasaannya yang sudah terpendam sejak lama.

Seandainya saja ia menyatakannya lebih cepat. Seandainya saja ia tak perlu berpikir panjang dengan apa yang akan terjadi setelah ia menyatakan perasaannya. Seandainya saja ia bisa menunjukkan perasaannya lebih jelas. Seandainya saja—

"Semuanya," seseorang memecah suara isak tangis di ruangan itu. Alfred.

Alfred melihat sekelilingnya dan berusaha menahan air matanya. Ia berdeham, lalu melanjutkan, "Kemarin, Gilbert Weillschmidt, seorang kawan dan kakak yang kita kasihi, meninggalkan kita semua pada pukul 15.15 sore hari, karena tertabrak oleh mobil boks (??) yang diketahui milik Ivan Braginski saat dia menuju ke pertandingan basketnya. Marilah kita semua berdoa untuknya, agar ia bisa tenang dan tetap tersenyum di alam sana, " dan air matanya kembali mengalir.

Saat lelaki berkacamata itu mengucapkan 'di alam sana', Elizaveta merasakan air matanya keluar lagi. Kemudian ia segera menyekanya, namun air mata dan kesedihannya seakan-akan kembali meluap, sehingga tidak bisa dibendung lagi. Dia jatuh ke lantai keramik gereja tanpa nama itu, tepat di samping peti mati Gilbert. Kemudian dia menangis terisak-isak di atas peti mati lelaki yang telah—secara tak langsung—menghancurkan hatinya.

Di rumahnya, ia mengurung diri di kamarnya. Ia kembali merenungi semuanya. Ia menyesal, kenapa dia tidak tertawa lebih banyak bersamanya. Kenapa dia tidak bersamanya, menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Dan, lagi-lagi, ia menyesal… kenapa ia tidak menyatakannya, kalau dia sangat mencintai Gilbert. Kini, gadis itu hanya bisa memaki dirinya sendiri.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar Elizaveta. Ibunya.

"Eliza… ada surat untukmu. Ibu taruh di kolong pintu, ya," kata ibunya. Beberapa detik kemudian, selembar amplop muncul dari sela pintu. Elizaveta mengambil amplop tersebut, dan terkejut melihat siapa pengirimnya. Gilbert. Dikirim kemarin, saat hari kematiannya. Dengan cepat dia membuka amplop surat itu, dan melihat isinya. "ini.. benar-benar tulisan Gilbert.." bisiknya. Dalam hati dia membaca isinya, dan membelalak.

'Eliza, besok kita bertemu taman jam 12. Jangan telat! Gilbert' besok… hari ini. Elizaveta melihat ke arah jam dindingnya. 12.15. Tanpa basa-basi dan tanpa memperdulikan hujan yang masih terus turun diluar rumahnya, dia memakai sandalnya dan pergi ke taman tempat dia dan Gilbert sering bermain dulu. Ia pun akhirnya sampai ke taman dengan tubuh yang basah kuyup. Tidak ada siapa-siapa.

"… tentu saja. Bodoh," pikirnya. Gadis itu mencoba menyembunyikan senyum mirisnya, dan saat dia berbalik untuk pulang ke rumah, dia terpeleset, dan kepalanya terhantam oleh batu besar. Dia pingsan, dan tidak ada siapapun di sekelilingnya untuk menolongnya.

Elizaveta terbangun, masih di tempat yang sama. Namun, sekelilingnya berbeda. Hari itu cerah sekali, seakan-akan awan gelap dan hujan deras yang telah membasahi tubuhnya tak pernah ada. Di sekelilingnya terdapat benyak orang. Banyak anak-anak bermain ayunan, perosotan, dan lain-lain. Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang sangat, sangat dikenalnya.

"Hei, dasar bodoh! Masa bisa jatuh!," kata orang tersebut sambil tertawa. Saat dia mendongak, terlihat seseorang yang berkulit pucat dan bermata rubi yang menyodorkan tangan ke Elizaveta. Dia membelalak. Dia—Gilbert, hidup kembali.

Aha-aha, fict baru~ tapi ga jadi English =.= ohya, fict ini dibuatnya pake diskusi ama senpai-ku, lho, Arvan Hasegawa ama cyrill-eve~ hehe

Gimanaa? Tolong di review ya…